Anda di halaman 1dari 17

STANDARD OPERATING PROCEDURE

Standard Operating
Procedure (SOP) IPLT

Standard Operating Procedure (SOP) yang direncanakan untuk digunakan dalam


pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan IPLT, adalah sebagai berikut;

A. PENJELASAN UMUM, UNIT PENGOLAHAN (UNIT UTAMA) DAN UNIT


PENUNJANG

I. KETENTUAN UMUM
Pengoperasian instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) mengacu pada Petunjuk Teknis
No.CT/AL/Op-TC/003/98 tentang Tata Cara Pengoperasian IPLT Sistem Kolam. Ruang lingkup
dalam petunjuk teknis ini memuat ketentuan teknis dan cara persiapan pengoperasian,
pelaksanaan pengoperasian, pelaksanaan pemeliharaan dan pelaksanaan pengendalian IPLT.
Ketentuan umum yang harus dipenuhi untuk pengoperasian dan pemeliharaan IPLT adalah
sebagai berikut:
1. Di instalasi dilengkapi dengan gambar bangunan unit pengolahan dan unit penunjang.
2. Setiap peralatan harus dilengkapi katalog dan daftar operasi dan pemeliharaan.
3. Air limbah yang diolah adalah lumpur tinja.
4. Tersedia influen air limbah.
5. Dilakukan uji kualitas efluen secara rutin dan berkala, minimal pada air limbah yang masuk
dan air limbah yang terolah dan akan dibuang ke badan air penerima.
6. Tersedia fasilitas penyediaan air bersih yang memadai.
7. Telah diuji coba terhadap pengaliran air (profil hidrolis) dan kebocoran.
8. Ada penanggung jawab pengolah air limbah yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Hal. - 1
STANDARD OPERATING PROCEDURE

9. Tersedia biaya pengolahan yang dialokasikan pada institusi pengelola.


10. Kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan IPLT harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundangan pengolahan air limbah dan ketentuan kesehatan dan keselamatan
kerja.
11. Sosialisasi masyarakat dilakukan sebelum adanya konstruksi dan operasional IPLT.

II. TEKNOLOGI UNIT PENGOLAHAN IPLT

Teknologi unit pengolahan dalam IPLT adalah:


1. Solid Separation Chamber (SSC) dan Drying Area;
2. Kolam Anaerobik;
3. Kolam Fakultatif;
4. Kolam Maturasi;
5. Kolam Wetland /Indikator.
Rangkaian unit pengolahan IPLT adalah sebagai berikut:
`
Solid Kolam Kolam Kolam
Lumpur Separation Anaerobik Fakultatif Maturasi
Tinja Chamber
(SSC)
Endapan Endapan
Lumpur Lumpur Kolam
Wetland
Drying Area

Hanggar Kompos

Gambar 1
Diagram Skematik Unit Pengolahan IPLT

Secara teknis, pengoperasian dan pemeliharaan IPLT didukung oleh bangunan penunjang
sebagai berikut:
a. Pos jaga
b. Unloading Area
c. Kantor, Gudang dan Laboratorium
d. Jalan masuk dan jalan operasional
e. Fasilitas air bersih
f. Alat pemeliharaan dan keamanan

Hal. - 2
STANDARD OPERATING PROCEDURE

g. Pagar pembatas
h. Hanggar Kompos
i. Lokasi/Bak Penyimpanan Media (Pasir)

III. UNIT PENGOLAHAN (UNIT UTAMA)

1. Solid Separation Chamber (SSC)

Operasional unit pengolahan IPLT diawali dengan masuknya lumpur tinja ke Bak Pemisah
Lumpur (Solid Separation Chamber/SSC). Proses yang terjadi dalam bak SSC adalah pengisian
lumpur tinja, penirisan dan penyaringan, pengendapan zat padat (solid), stabilisasi lumpur dan
pengentalan serta dilanjutkan dengan pengeringan solid yang telah ditiriskan dan telah
mengendap dengan bantuan sinar matahari. Proses pengeringan tersebut menghasilkan solid
setengah kering (cake), yang selanjutkan dikeringkan lebih lanjut dalam unit Drying area.
Supernatan kemudian masuk ke unit pengolahan biologis (Kolam Anaerobik, Kolam Fakultatif,
Kolam Maturasi), sedangkan solid lumpur tinja akan mengendap dan tertiriskan pada bak SSC.
Apabila pengisian SSC sudah mencapai batas pelimpah air (overflow), maka akan terjadi
pelimpahan air supernatan melalui gutter dengan cara membuka pintu air, sehingga air yang
melebihi batas pelimpah air tersebut dapat dialirkan menuju unit pengolahan liquid/cairan
berikutnya.

Padatan (solid) yang terkumpul di SSC apabila telah mencapai batas tertentu dan telah cukup
kering (menjadi cake), dapat dilakukan pengambilan dan pemindahan lumpur ke bak Pengering
Lumpur (Drying area) secara manual oleh operator. Pada bak Drying area akan terjadi proses
pengeringan lebih lanjut melalui penirisan dan penyaringan cairan/liquid melalui media Drying
area serta penguapan (evaporasi) padatan (solid) yang tersaring di media oleh sinar matahari.
Apabila lumpur yang dihamparkan pada drying area telah kering dengan waktu pengeringan
selama kurang lebih 10-15 hari, lumpur tersebut sudah aman dibuang ke TPA sampah sebagai
cover soil atau dimanfaatkan untuk kompos.
Proses pengolahan terjadi pada aliran semi tetap (Semi Batch), artinya lumpur tinja yang masuk
terkumpul dalam SSC tanpa ada keluaran yang berarti pada periode yang sama. Dalam proses
ini keluaran hanya pada filtrat yang besar volumenya tidak sebanding dengan masukannya.
Proses pengolahan yang terjadi di SSC adalah:

Proses pengisian lumpur tinja


Pengisian lumpur tinja awalnya dilakukan pada bak pertama sampai lumpur tinja yang
terendapkan di bak pertama cukup kering dan menjadi cake. Apabila lumpur tinja tersebut
telah memiliki kadar air yang relative kecil, maka lumpur setengah kering (cake) tersebut
dapat diambil dan dipindahkan ke Drying Area, kemudian pengisian lumpur tinja di SSC
dilanjutkan ke bak selanjutnya.

Hal. - 3
STANDARD OPERATING PROCEDURE

Proses penirisan dan penyaringan lumpur tinja melalui media pada SSC
Lumpur tinja melewati media pasir & kerikil penyaring. Partikel-partikel akan terperangkap di
media dan sebagian lolos menuju bak pengumpul filtrat. Selama lebih kurang 7 hari pori-pori
media sudah terisi penuh partikel yang tertangkap, sehingga media ini sudah tidak mampu
menyaring lagi.

Proses pengendapan
Proses ini terjadi selama pengoperasian bak SSC, dimana setelah media SSC sudah tidak
mampu lagi melakukan penirisan dan penyaringan secara optimal, maka lumpur tinja yang
diisikan ke dalam bak SSC akan mengendap di atas media.

Proses stabilisasi lumpur dan dekantasi/pengaliran cairan/Drain Supernatant


Setelah terjadi proses pengendapan diatas lapisan media, terjadi proses stabilisasi lumpur
sehingga akan terpisah antara lapisan padatan dan cairan. Setelah lumpur yang terendapkan
stabil, dilakukan pengaliran cairan yang dilakukan dengan mengalirkan cairannya melalui
Gutter. Pengaliran dilakukan dengan mengatur pintu air yaitu dengan menurunkannya secara
perlahan dari titik ketinggian tertentu.
Proses pengeringan padatan lumpur tinja
Setelah pintu air diturunkan sampai mencapai lapisan padatan (dasar Gutter), penurunan
dihentikan dan proses pengeringan terjadi pada saat ini. Padatan lumpur tinja pada bak SSC
yang cairannya sudah dialirkan ke unit pengolah cairan, kemudian dilakukan pengeringan di
bak SSC tersebut dengan periode pengeringan yang telah ditentukan.
Proses pengambilan cake
Proses pengambilan cake di bak SSC dilakukan apabila proses pengeringan tersebut telah
dilakukan sampai dengan periode yang telah ditentukan. Cake yang telah diambil
dipindahkan ke bak Drying Area untuk dilakukan pengeringan lebih lanjut.

2. Drying Area

Proses pengolahan yang terjadi di bak Drying area (DA) ini sebagian besar adalah proses
pengeringan lanjutan dari proses pengeringan yang telah dilakukan di bak SSC dan sedikit
proses penyaringan serta proses desinfeksi dengan sinar matahari.

3. Bak Anaerobik Baffle Reactor (ABR)

Bak ABR/ anaerobik baffle reactor didesain untuk proses pengolahan air limbah yang beroperasi
tanpa adanya oksigen terlarut (DO), dimana unit ini menerima air unit SSC yang masuk ke IPLT.
Pengolahan secara Anaerobik efektif untuk mengolah limbah organik dengan konsentrasi tinggi
dengan memanfaatkan bakteri anaerob. Ada dua proses pada kolam anaerob ini, yaitu proses
fisika berupa sedimentasi padatan di dalam air limbah menjadi sludge dan proses biokimia, yakni
degradasi anaerobik oleh bakteri terhadap zat organik di dalam lumpur kemudian melepaskan

Hal. - 4
STANDARD OPERATING PROCEDURE

gas dan produk terlarut untuk diolah lebih lanjut di kolam berikutnya. Umumnya, proses biokimia
di bak berkedalaman 2,5 - 5 m ini berlangsung dua tahap. Tahap pertama, polutan organik
kompleks bermolekul besar (makromolekul) diuraikan menjadi molekul kecil yang diawali oleh
proses hidrolisis, asidogenesis dan selanjutnya diubah menjadi asam asetat (asetogenesis).
Pada tahap satu tersebut belum terjadi reduksi BOD dan COD sehingga bisa dikatakan
efisiensinya nol. Efisiensi kolam dapat dideteksi pada tahap kedua setelah bakteri metanogenik
berhasil mengubah asam asetat dan asam-asam rantai pendek lainnya menjadi gas metana dan
karbondioksida. Perubahan polutan organik menjadi gas CH4 dan CO2 inilah yang dijadikan
indikator dalam efisiensi pengolahannya.
Kriteria operasional bak ABR/ anaerob :
i. Beban BOD volumetrik (60 – 100) g BOD / (m3.Hari);
ii. Efisiensi pemisahan BOD > 50 %;
iii. pH influen = 8 – 9;

iv. Dilengkapi dengan manhole pengurasan untuk dilakukan pengurasan secara berkala/
periodik (dengan memakai pompa).

4. Kolam Fakultatif
Di dalam sistem kolam fakultatif, air limbah berada pada kondisi aerobik dan anaerobik pada
waktu yang bersamaan. Zona aerobik terdapat pada lapisan atas atau permukaan sedangkan
zona anaerobik berada pada lapisan bawah atau dasar kolam. Batas antara zona aerobik dan
anaerobik tidak tetap, dipengaruhi oleh adanya pengadukan (mixing) oleh angin serta penetrasi
sinar matahari. Efisiensi penyisihan di kolam fakultatif ini sebesar 80 - 95%, BOD5 yang
terkandung setelah mengalami penyisihan sebesar 70 - 95% di kolam anaerobik.

5. Kolam Maturasi

Tahap selanjutnya dari kolam stabilisasi adalah kolam maturasi atau disebut juga kolam
pematangan. Berhubung semakin rendahnya kandungan BOD5, maka kondisi aerobik akan
terwujud di seluruh bagian ke dalam bak. Prinsip pengolahan ini adalah bahan organik
dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan menggunakan oksigen yang terlarut dalam
air.
Ciri-ciri fisik kolam ini jika dilihat kondisinya, hampir sama dengan kolam anaerobik dan
fakultatif hanya menampung lumpur tinja dengan kadar air yang tinggi akibat pengenceran.
Sehingga dipastikan kondisi kolam aerobik sepenuhnya. Efisiensi penyisihan BOD5 dalam
kolam ini sebesar 70 - 80% dari influen BOD5 dari kolam fakultatif.
Kolam maturasi berfungsi untuk:
 Peningkatan kualitas efluen (Penyisihan BOD)
 Penyisihan bakteri pathogen akibat sinar UV matahari

Hal. - 5
STANDARD OPERATING PROCEDURE

 Penyisihan nutrien (N dan P)

6. Kolam Wetland
Tahap terakhir dari kolam stabilisasi adalah kolam wetland atau disebut juga kolam
pemantauan/control efluen. Tumbuhan pada unit wetland mempunyai fungsi utama untuk membantu
proses penyisihan limbah, selain proses penyisihan limbah pada media gravel. Untuk itu perlu tata
cara tersendiri untuk penanaman tumbuhan pada wetland agar dapat tumbuh pada media gravel dan
memastikan penyisihan polutan air limbah bekerja secara optimum. Selain tanaman utama, untuk
keperluan estetika akan ditambahkan tanaman hias wetland.

7. Unit Penunjang
Kebutuhan Prasarana Pendukung IPLT adalah sebagai berikut :
1. Pos jaga, merupakan lokasi pencatatan data lumpur tinja yang masuk;
2. Platform (Dumping Station), merupakan tempat truk tinja untuk mencurahkan (unloading)
lumpur tinja ke dalam bak SSC;
3. Kantor, untuk tempat bagi staf IPLT;
4. Gudang, untuk tempat penyimpanan peralatan, suku cadang unit-unit di dalam IPLT dan
perlengkapan lainnya;
5. Laboratorium, untuk analisa kualitas efluen dari tiap-tiap unit pengolahan serta efluen yang
akan dibuang ke badan air;
6. Jalan masuk dan jalan operasional, untuk kelancaran operasional baik truk tinja maupun
pekerja di IPLT;
7. Fasilitas air bersih, untuk penyediaan air bersih selama kegiatan pengoperasian IPLT
8. Pagar pembatas;
9. Hanggar kompos, untuk mengolah lumpur kering dari drying area untuk dilakukan
pengayakan hingga pengemasan agar selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
taman IPLT
10.Lokasi/Bak Penyimpanan Media (Pasir)

Hal. - 6
STANDARD OPERATING PROCEDURE

B. OPERASIONAL AWAL

1. Solid Separation Chamber (SSC)


Pengecekan kesiapan Bak Pemisah Padatan (Solid Separation Chamber) meliputi hal-hal
berikut:
1) Bangunan bak SSC sudah selesai konstruksinya.

2) Underdrain kemiringannya sudah sesuai desain dan tidak mengandung material


penghambat aliran.

3) Pipa pengumpul menuju Unit bak ABR /Anaerobic sudah terpasang dan slopenya sudah
sesuai dengan desain.
4) Media pasir & kerikil sudah terpasang.
5) Pintu air sudah siap dipakai.
6) Bila persyaratan di atas ini sudah dipenuhi, maka pengisian bak dapat dilakukan.

2. Drying Area
Untuk melancarkan proses penyaringan perlu disiapkan hal-hal sebagai berikut untuk
operasional awal Drying Area:
1) Kemiringan dasar bak menuju ke pipa pengumpul filtrat.
2) Grass Block terisi pasir secara penuh dan padat, agar lumpur tidak mengisi grass block,
sehingga mengurangi kemampuan penyaringan.

3) Bak - bak kontrol filtrat dalam kondisi tidak tersumbat dan bersih, demikian juga perpipaan
filtrat dipastikan tidak terjadi genangan yang menghambat pengaliran.

3. Bak ABR /Anaerobik

Sebelum melaksanakan operasional bak ABR / Anaerobik, beberapa hal yang perlu dicek adalah
meliputi hal-hal berikut:
1) Bangunan bak ABR sudah selesai konstruksinya.
2) Underdrain kemiringannya sudah sesuai desain dan tidak mengandung material
penghambat aliran.

3) Pipa pengumpul menuju Unit Kolam Fakultatif sudah terpasang dan slopenya sudah sesuai
dengan desain.
4) Bila persyaratan di atas ini sudah dipenuhi, maka pengisian bak dapat dilakukan.
5) Sebelum dioperasikan telah dilakukan uji kebocoran bak dengan cara bak dengan air.
6) Pipa inlet telah terpasang dan slope pipa sudah terpenuhi.

Hal. - 7
STANDARD OPERATING PROCEDURE

7) Perpipaan outlet menuju kolam fakultatif telah terpasang dan slope pipa sudah terpenuhi.

8) Perpipaan inlet dan outlet dalam kondisi bersih bebas dari penyumbatan.
9) Masukkan aliran air lumpur tinja hingga penuh. Selama pengisian perlu diperhatikan agar
tidak terjadi pergolakan aliran.

10) Jaga derajat keasaman lumpur sesuai ketentuan teknis.


11) Tambahkan bibit mikrooganisme (dapat berupa lumpur sungai atau buangan resapan septic
tank atau lumpur stabil dari unit digester dari sistem pengolahan air limbah konvensional)
pada proses seeding di bak ABR, dimana bakteri yang ada pada unit pengolahan biologis
melakukan penyesuaian diri terhadap kondisi air limbah yang masuk ke dalam ABR Selain
itu, juga terdapat proses perkembang biakkan bakteri agar siap untuk mengkonsumsi air
limbah yang masuk. Untuk proses limbah domestik pada bak ABR ni, tidak diperlukan lagi
bakteri tambahan karena suplai bakteri sudah tercukupi dengan limbah dari septic tank yang
juga mengandung bakteri anaerobik. Proses pertumbuhan bakteri memerlukan waktu 2 – 3
bulan sampai bak ABR menghasilkan efluen limbah yang selanjutnya diolah pada kolam
stabilisasi fakultatif dan kolam stabilisasi maturasi.
12) Biarkan selama seminggu agar bakteri pembentuk asam dapat tumbuh dan berkembang,
atau sebulan bila tidak dilakukan penambahan bibit. Selama waktu tersebut tidak boleh ada
aliran yang keluar (efluen). Untuk sementara aliran air limbah masuk dapat di bypass ke
saluran terdekat yang direncanakan.

13) Setelah waktu tersebut pengoperasian rutin dapat dilaksanakan dimana air limbah dapat
dialirkan secara kontinu dan efluen dapat dibuka.

14) Amati perkembangan endapan lumpur yang terjadi dengan mencatat kenaikan endapan
lumpur untuk setiap penambahan lumpur tinja (m/m3).
15) Ambil sampel endapan lumpur terbawah setelah ketebalan lumpur mencapai zona netral.
16) Lakukan analisis kandungan BOD, COD dan Faecal colli dari sampel endapan lumpur.

4. Kolam Fakultatif
Sebelum melaksanakan operasional kolam fakultatif, beberapa hal yang perlu dicek adalah:

1) Sebelum dioperasikan telah dilakukan uji kebocoran kolam dengan cara mengisi kolam
dengan air.

2) Pipa inlet dari kolam an aerobik telah terpasang dan slope pipa sudah terpenuhi.
3) Perpipaan outlet menuju kolam maturasi telah terpasang dan slope pipa sudah terpenuhi.
4) Perpipaan inlet dan outlet dalam kondisi bersih bebas dari penyumbatan

5. Kolam Maturasi

Hal. - 8
STANDARD OPERATING PROCEDURE

Sebelum melaksanakan operasional kolam maturasi, beberapa hal yang perlu dicek adalah:
1) Sebelum dioperasikan telah dilakukan uji kebocoran kolam dengan cara mengisi kolam
dengan air.
2) Pipa inlet dari kolam fakultatif telah terpasang dan slope pipa sudah terpenuhi.

3) Perpipaan outlet menuju badan air penerima telah terpasang dan slope pipa sudah
terpenuhi.

4) Perpipaan inlet dan outlet dalam kondisi bersih bebas dari penyumbatan.
5) Unit kolam maturasi dapat menerima langsung efluen kolam fakultatif yang telah diuji coba.
Dalam hal ini lokasi outlet kolam fakultatif agar dibuat sedemikian rupa sehingga banyak
alga yang lolos ke kolam maturasi
6) Kolam maturasi siap dioperasikan secara kontinu dengan beban pengolahan sesuai
perancangan yang disusun.

C. OPERASIONAL RUTIN

1. Unit Penunjang
1) Pencatatan/pendataan setiap lumpur tinja yang masuk dilakukan pada Pos Jaga, yang
meliputi data-data berikut:
- Sumber lumpur tinja (alamat tangki septik yang disedot);

- Jumlah lumpur tinja yang masuk (m3);


- Identitas truk sedot tinja;
- Waktu lumpur tinja masuk IPLT
2) Pendataan harian total jumlah lumpur tinja yang masuk per hari.

3) Pembersihan sampah dan pemeliharaan rutin pada unit-unit penunjang, seperti pos jaga,
kantor, gudang, laboratorium, jalan masuk dan jalan operasional, hanggar kompos, jalan
masuk dan jalan operasional, bak penyimpan media (pasir).
4) Pembersihan sampah dan padatan lain yang terdapat pada platform.

2. Solid Separation Chamber (SSC)


Pengisian Bak:

1. Pengisian limbah tinja dilakukan pada bak no. 1 SSC terlebih dahulu hingga penuh
(mencapai batas maksimum, yaitu batas indikator pintu air), sehingga kadar padatan dalam
lumpur yang terendapkan pada SSC meningkat, dengan indikator lumpur menjadi lebih
pekat dan kadar airnya berkurang.

Hal. - 9
STANDARD OPERATING PROCEDURE

2. Setelah pengisian pada bak no. 1 tersebut, pintu air tetap tertutup (jangan dibuka).

3. Apabila level air (supernatan) limbah tinjanya telah melampaui batas indikator (berupa pintu
air) atau pada kondisi padatan lumpur yang terendapkan menjadi lebih pekat, maka pada
pagi hari (sebelum truk tinja pertama datang), dilakukan pembukaan pintu air untuk
mengalirkan supernatant (air di bagian atas) ke gutter lalu ke unit bak ABR /Anaerobik.
Pintu air terbuka penuh jika pintu air pada kondisi ketinggian 1 m di atas media.
4. Sebelum pintu air dibuka, lakukan skimming (pembersihan) kotoran/lemak di permukaan air
limbah.

5. Lakukan kegiatan no. 3 dan no.4 setiap hari, hingga kondisi lumpur/padatan dalam limbah
tinjanya terakumulasi hingga batas mencapai batas indikator (berupa pintu air).

6. Bila kegiatan no. 5 tercapai, maka pengisian limbah tinja ke bak no. 1 SSC ditutup, dan
pengisian lumpur tinja dilanjutkan pada bak no. 2 SSC.

7. Perkiraan pengisian lumpur ke bak no. 2 SSC dilakukan pada hari ke-7. Namun, apabila
pada hari ke-7 bak no. 1 SSC belum penuh dan kondisi padatan lumpur yang terendapkan
di bak no. 1 SSC terlihat masih kurang pekat (kadar air masih tinggi), maka pengisian di bak
no. 1 tetap dilanjutkan sampai kondisi padatan lumpur terendapkan menjadi pekat
(mencapai pada batas maksimum zone pengendapan di bak SSC tersebut). Pengisian
lumpur tinja pada SSC tersebut dilakukan mulai pada bak no. 1 SSC sampai pada bak no. 4
SSC dengan pola operasional yang sama.

8. Apabila pengisian lumpur tinja sudah dilakukan pada bak no. 2 SSC sampai selesai (bak no.
2 SSC ditutup untuk pengisian lumpur tinja), namun kondisi cake pada bak no. 1 SSC masih
mengandung kadar air yang relatif tinggi meskipun sudah dilakukan proses pengeringan di
bak no. 1 SSC, maka pengisian lumpur tinja selanjutnya kembali ke bak no. 1 SSC dengan
prosedur yang sama mulai kegiatan no. 1 sampai dengan kegiatan no. 6.
9. Setelah bak no. 1 SSC selesai dilakukan pengisian kembali lumpur tinja, selanjutnya
pengisian lumpur tinja dilakukan kembali pada bak no. 2 SSC.
10. Kegiatan no. 1 sampai kegiatan no. 9 juga merupakan prosedur kegiatan yang dilakukan
untuk bak no. 3 dan no. 4 SSC.

11. Setelah pengisian limbah tinja di bak no. 1 SSC ditutup, maka padatan dalam limbah tinja
yang terendapkan dikeringkan sekitar 14 hari

12. 1-2 Hari berikutnya digunakan untuk pengambilan lumpur. Lumpur dikeruk secara manual,
yatu dengan peralatan manual seperti cangkul, sekop dan gerobak dorong dan dibawa ke
Drying area, untuk dikeringkan.

3. Drying Area
Operasional rutin Drying Area adalah sebagai berikut:

Hal. - 10
STANDARD OPERATING PROCEDURE

1) Pengoperasian normal menunggu operasi normal SSC berjalan sesuai dengan rencana.

2) Isi kolam dengan lumpur Draying area setinggi 10 - 30 cm (ketinggian maksimum 30 cm),
dimulai bak 1 dilanjutkan ke bak 2 dan seterusnya.
3) Waktu pengeringan ± 7 - 15 hari, setelah itu cukup aman untuk dipakai sebagai pupuk
organik, tanah humus (top soil) atau dipakai sebagai penutup atas (cover) sistem Sanitary
Landfill TPA sampah.

4) Pengerukan lumpur kering hasil dari SSC dilakukan dengan peralatan manual. Selama 7 - 15
hari pengeringan di Drying Area, diperkirakan kadar padatan mencapai 30 - 35%. Peralatan
manual yang disediakan adalah :
Kereta Dorong (Hand Cart)
Sekop pasir
Cangkul Tanah

Sepatu, kaos tangan, dan topi pengaman

5) Pemindahan lumpur kering ke hanggar kompos dilakukan dengan menggunakan Kereta


Dorong (Hand Cart) dan alat-alat perata seperti cangkul dan sekop. Perataan lumpur
dilakukan dengan tenaga manusia.

4. Bak ABR / Anaerobik

Operasional rutin bak ABR /Anaerobik adalah sebagai berikut:


1) Pemeriksaan terhadap perpipaan inlet dan outlet dilakukan setiap hari, apabila ditemukan
terjadi penyumbatan segera dilakukan pembersihan oleh operator.
2) Aliran dari unit bak ABR berlangsung secara gravitasi.
3) Cek terlebih dahulu bak screen, apakah terdapat sampah yang terapung (misal: plastik,
kertas dll). Jika terdapat sampah, lakukan pembersihan secara manual.

4) Biarkan air limbah berjalan seperti biasa.


5) Untuk keperluan pemeriksaan kualitas limbah di laboratorium, tunggu sampai bak ABRk stabil
(2 – 3 bulan).

6) Setelah kondisi bak ABR stabil, secara periodik dilakukan pengujian laboratorium dengan
parameter uji BOD, COD, TSS, N, P antara 3 - 6 bulan sekali untuk mengetahui performance
dari bak ABR.

5. Kolam Fakultatif
Operasional rutin kolam fakultatif adalah sebagai berikut:
1) Aliran dari unit ABR berlangsung secara gravitasi.

2) Pembersihan permukaan kolam dilakukan setiap hari, apabila ditemukan material padatan
Hal. - 11
STANDARD OPERATING PROCEDURE

(sampah) yang mengapung segera diambil untuk menghindari penyumbatan pipa inlet dan
outlet.
3) Pemeriksaan dan pembersihan bak kontrol & manhole antara kolam fakultatif dan kolam
maturasi dilakukan setiap hari.
4) Secara periodik dilakukan pengujian laboratorium dengan parameter uji BOD, COD, TSS, N,
P, antara 3-6 bulan sekali untuk mengetahui performance dari kolam fakultatif.

6. Kolam Maturasi

Operasional rutin kolam maturasi adalah sebagai berikut:


1) Aliran dari unit kolam fakultatif berlangsung secara gravitasi.
2) Pemeriksaan terhadap perpipaan inlet dan outlet dilakukan setiap hari, apabila ditemukan
terjadi penyumbatan segera dilakukan pembersihan oleh operator.
3) Secara periodik dilakukan pengujian laboratorium dengan parameter uji BOD, COD, TSS, N,
P antara 3-6 bulan sekali untuk mengetahui performance dari kolam fakultatif.

4) Pembersihan permukaan kolam dilakukan setiap hari, apabila ditemukan material padatan
(sampah) yang mengapung segera diambil untuk menghindari penyumbatan pipa inlet dan
outlet.
5) Pemeriksaan dan pembersihan bak kontrol & manhole antara kolam maturasi dan pipa outlet
dilakukan setiap hari.

7. Kolam Wetland
Operasional rutin kolam wetlandi adalah sebagai berikut:
1) Lakukan perawatan wetland dengan menyirami tanaman, terutama tanaman hias.
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari.
2) Lakukan penggantian tanaman jika terdapat canna atau umbrella plant/ tanaman yang mati.

D. PEMELIHARAN & TROUBLESHOOTING

1. Solid Separation Chamber (SSC)

Pembongkaran Muatan Limbah Tinja

Limbah tinja dibongkar dari truk tinja. Yang perlu diperhatikan pada saat proses pembongkaran
adalah :

1) Pada waktu pembongkaran kotoran yang menyumbat Screen secepatnya diangkat dengan
cangkul garpu yang disediakan dan selanjutnya di kumpulkan di bak penampung sampah
yang disediakan.

Hal. - 12
STANDARD OPERATING PROCEDURE

2) Pasir, tanah, plastik dan lainnya yang mengendap di lantai miring bak, secara rutin harus
dikeruk dengan sekop, cangkul dan dikumpulkan di bak penampung sampah.
3) Secara rutin 2 hari sekali sampah ini harus dibuang di TPA.
4) Pemberian olie & Grease (gemuk) pada pintu air dilakukan 1 bulan sekali.

2. Drying Area

Setiap 6 bulan sekali, pada saat pengerukan lumpur kering dilakukan :


1) Pembersihan dan penggelontoran filter media.
2) Pengangkutan endapan dari underdrain.
3) Penggelontoran pipa ke sumur pengumpul.

3. Bak ABR

Pembongkaran Muatan Limbah Tinja


Yang perlu diperhatikan adalah :
1) Pengurasan lumpur dilakukan setiap 1 tahun sekali, lumpur dialirkan atau dipompakan
menggunakan slurry pump portable menuju bak Drying Area.

4. Kolam Fakultatif
Pemeliharaan kolam fakultatif dilakukan sebagai berikut:

1) Pengurasan lumpur dilakukan setiap 1 tahun sekali, lumpur dialirkan atau dipompakan
menggunakan slurry pump portable menuju bak Drying Area.

5. Kolam Maturasi
1) Pengurasan lumpur 1 tahun sekali, lumpur dialirkan atau dipompakan menggunakan slurry
pump portable menuju ke bak Drying Area.

Hal. - 13
STANDARD OPERATING PROCEDURE

E. RINGKASAN OPERASIONAL HARIAN DAN BERKALA

Tabel 1
Ringkasan Operasional Harian dan Berkala
Unit Perlakuan (harian) Perlakuan (berkala) Keterangan
1. Unit SSC a. Pengisian limbah tinja ke dalam bak SSC sampai padatan limbah tinja a. Pemberian olie / Grease (gemuk) pada pintu air
yang terendapkan mencapai batas ketinggian maksimum (mencapai 1 bulan sekali.
batas indikator pintu air, yaitu setinggi 1 m di atas media).
b. Pembukaan pintu air setiap hari (sebelum truk tinja pertama datang)
untuk mengalirkan supernatan.
c. Dilakukan pengerukan dan pemindahan lumpur kering ke drying area
setelah pengeringan di SSC.
2. Drying area a. Dilakukan pemindahan lumpur kering dari drying area ke hangar kompos a. Pembersihan dan penggelontoran filter media.
setelah pengeringan di Drying Area. b. Pengangkutan endapan dari underdrain.
c. Penggelontoran pipa ke sumur pengumpul.
3. Bak ABR a. Dilakukan pemeriksaan pipa inlet dan outlet, jika terjadi penyumbatan a. Pengujian kualitas hasil olahan pada outlet
segera dilakukan pembersihan. melalui uji laboratorium 3 bulan sekali.
b. Pembersihan permukaan bak dari sampah-sampah yang mengapung. b. Pengurasan lumpur 1 tahun sekali
c. Pemeriksaan dan pembersihan bak kontrol.
4. Kolam a. Dilakukan pemeriksaan pipa inlet dan outlet, jika terjadi penyumbatan a. Pengujian kualitas hasil olahan pada outlet
Fakultatif segera dilakukan pembersihan. melalui uji laboratorium 3 bulan sekali.
b. Pembersihan permukaan kolam dari sampah-sampah yang mengapung. b. Pengurasan lumpur dengan pemompaan dari
c. Pemeriksaan dan pembersihan bak kontrol. kolam fakultatif menuju unit SSC 1-2 tahun
sekali.
5. Kolam a. Dilakukan pemeriksaan pipa inlet dan outlet, jika terjadi penyumbatan a. Pengujian kualitas hasil olahan pada outlet
Maturasi segera dilakukan pembersihan. melalui uji laboratorium 3 bulan sekali.
b. Pembersihan permukaan kolam dari sampah-sampah yang mengapung. b. Pengurasan lumpur dengan pemompaan dari
c. Pemeriksaan dan pembersihan bak kontrol. kolam maturasi menuju unit SSC 1-2 tahun
sekali.

Hal. - 17
STANDARD OPERATING PROCEDURE

F. OPERASI DAN PEMELIHARAAN TRUK TINJA

Truk penguras lumpur tinja ini umumnya terdiri dari tangki tertutup dengan bahan baja dengan
kapasitas antara (4-6) m3 yang dilengkapi atau dihubungkan dengan satu unit pompa penguras baik
berupa pompa vakum ataupun pompa sentrifugal. Secara umum model truk penguras tinja ini mirip
dengan truk pembawa air bersih, namun untuk membedakannya maka truk penguras Lumpur tinja
harus diberi warna yang berbeda, untuk truk tinja tangki maupun truk umumnya dicat dengan warna
kuning.

1. Pengoperasian Truk Tinja


Untuk mengoperasikan vacuum truk yang tepat dan benar adalah penting untuk memperoleh
hasil kerja secara efektif dan efisien. Operasi dan pemeliharaan truk tinja mengacu pada Petunjuk
Teknis Tata Cara Operasi Dan Pemeliharaan Truk Tinja. Operator (pengemudi dan mekanik)
harus benar-benar mengerti dan memahami petunjuk yang diberikan sebelum memulai operasi.

Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam pengoperasian truk tangki antara lain:
a. Hentikan kendaraan pada tempat yang rata dan keras.
b. Hidupkan mesin kendaraan pada putaran yang rendah/idle.
c. Hidupkan pompa vakum.

Pada saat penyedotan langkah prinsip yang dilakukan terdiri dari:


a. Lakukan langkah 1, 2 dan 3 dalam Persiapan Untuk Operasi.
b. Siapkan lubang manhole tangki septik yang akan disedot.
c. Masukan selang penyedot/penghisap ke dalam tangki septik.
d. Tutuplah katup (valve) penyedot dan pembuangan/discharge. Buatlah pompa dalam keadaan
vakum dengan bantuan pompa.
e. Pastikan hubungan antar tangki dan pompa vakum dalam kondisi normal.
f. Tunggu sesaat, apabila manometer (pressure gauge) menunjukkan angka vakum (0 bar),
atau minus (-40 psi s/d 0 psi), maka buka valve penyedot/suction valve.
g. Perhatikan tanda masuk lumpur ke tangki melalui sight glass, apabila ketinggian sudah
mencapai maksimum, tutup kembali valve penyedot, kemudian matikan pompa vakum.
h. Periksa kelengkapan kendaraan untuk persiapan dalam perjalanan dan gulung selang
penyedot pada posisinya semula, untuk kemudian kendaraan dapat dijalankan.

Hal. - 18
STANDARD OPERATING PROCEDURE

Pada saat pembuangan, sistem sirkulasi pada peralatan vakum dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a. Lakukan langkah persiapan untuk operasi seperti diterangkan di atas.
b. Siapkan selang pembuangan ke dalam unit pengumpul.
c. Normalkan tekanan dalam tangki sesuai dengan tekanan sekitar 1 bar.
d. Pastikan hubungan antar pompa vakum dan tangki dalam keadaan normal.
e. Buka valve pembuangan, pastikan tekanan pada pressure gauge tidak lebih dari 20 psi di
atas nol pada saat pembuangan.
f. Apabila langkah pembuangan sudah selesai, maka tutup kembali valve pembuangan.
g. Matikan pompa vacuum.
h. Periksa kelengkapan kendaraan untuk persiapan datam perjalanan dan gulung selang.
pembuangan pada posisi semula, untuk kemudian kendaraan dapat dijalankan.
i. Dalam proses penyedotan maka diperlukan waktu cukup untuk dapat ke kondisi vakum,
sedangkan pada proses pembuangan aliran akan terjadi secara gravitasi.

2. Pemeliharaan Truk Tinja

Setelah pengoperasian bila diperlukan untuk peralatan dan bagian-bagian kendaraan serta ujung
dari selang yang kotor, maka dapat mengunakan air pada tangki air pembersih yang dapat diisi
melalui lubang pengisian dengan air bersih. Langkah-langkah pencucian truk tangki adalah
sebagai berikut:
a. Lakukan langkah 1, 2 dan 3 dalam Persiapan Untuk Operasi.

b. Putar valve mesin vakum pada posisi pressure.


c. Putar valve yang menghubungkan sistem sirkulasi pressure ke tangki air/water tank, ke arah
on.
d. Buka drain dan bersihkan dengan semprotan air.
e. Apabila proses pencucian sudah selesai, injak pedal kopling dan matikan vakum.

Proses pengisian tangki air bersih dapat dilakukan dengan menggunakan sistem vakum seperti
cara pengoperasian dalam langkah penyedotan seperti di atas, hanya pada langkah ke-6, three
way valve di putar ke arah water tank, kemudian drain dibuka dan melalui selang penyemprotan
dapat difungsikan sebagai selang penyemprot air bersih. Dalam mengunakan air untuk mengisi
maupun pembersihan, tidak dianjurkan mengunakan sistem pompa vakum karena kapasitas
pompa yang besar tekanannya.
Beberapa petunjuk teknis mengatasi kemungkinan adanya gangguan saat operasi dan cara
penggulangannya.
1) Pompa Vakum Tidak Berputar

Hal. - 19
STANDARD OPERATING PROCEDURE

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kondisi ini antara lain:


 Buka drain dan bersihkan dengan semprotan air.
 Posisi switch belum on sehingga pompa vakum belum bekerja.
 Kabel mesin vakum putus dan tidak bekerja.
 Sirkulasi oli pelumas pompa tidak bekerja. Oli habis tidak ada sama sekali, juga
kemungkinan oli sudah kotor dan perlu penggantian dengan membuka plug.
 Pompa vakum terlalu panas, karena terlalu lama beroperasi.
2) Sirkulasi sistem penyedot dan pembuangan tidak bekerja
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kondisi ini antara lain:
 Pompa vakum terlalu panas, karena terlalu lama beroperasi.
 Pompa vakum tidak berputar (penyebabnya seperti item 1 di atas).
 Jumlah aliran oil pelumas terlalu banyak, atur penyetel valve pompa.
 Ada kebocoran pada sistem pipa, flens atau klem selang, diatasi dengan mengencangkan
pada baut-bautnya.
 Terdapatnya jebakan air pada mesin vakum, diatasi dengan membuang air rembesan
tersebut melalui plug.
3) Suction filter kotor, diatasi dengan membuka flens penutup untuk membersihkannya.
4) Ujung selang pada saat menyedot dalam tangki septik mampat oleh kotoran.

5) Penggantian Suku Cadang, hal ini dilakukan jika terjadi kerusakan bagian-bagian tertentu
dari truk tinja dan tidak dapat diperbaiki lagi, maka perlu dilakukan penggantian suku
cadang. Pada saat kita membeli truk tinja untuk investasi, maka perlu dipertimbangkan
kemudahan memperoleh suku cadang truk tersebut dan di mana saja suku cadang
tersebut dapat diperoleh. Ada baiknya memiliki persediaan beberapa suku cadang truk
tinja yang diketahui mudah rusak untuk mengantisipasi berhentinya pengoperasian truk
tinja. Selain suku cadang tinja perlu pula diadakan perse diaan suku cadang pompa yang
digunakan untuk menghisap lumpur tinja.

3. Operasional pemasukan lumpur tinja dari truk ke dalam SSC

Operasional pemasukan (unloading) lumpur tinja dari truk ke tangki SSC dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
Memasukkan lumpur tinja dalam tangki SSC dengan cara memasukkan pipa truk tinja ke dalam
ruang penerima pada bak SSC dan kemudian mengalir secara grafitasi ke unit pengendapan.

Hal. - 20

Anda mungkin juga menyukai