Anda di halaman 1dari 19

DASAR – DASAR KOPERASI & UMKM

Mata kuliah: Manajemen Koperasi & UMKM


Dosen Pengempu: Dr. I Putu Gede Sukaatmadja, S.E., M.P.

OLEH:
Kelompok 1

Ni Putu Indy Surya Kinanti 1807531122


Ni Putu Intan Aryanti 1807531170

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2021
ABSTRACK

PENGERTIAN KOPERASI

Koperasi adalah suatu badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh
anggota yang sekaligus juga sebagai pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk
mereka atas dasar nirlaba atau atas dasar biaya.

Mulanya koperasi tumbuh di negara industri Eropa Barat saat muncul kolonialisme
( negara di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan ), kemudian tumbuh di negara-negara berkembang
atau miskin yang menjadi daerah jajahan.

Setelah negara-negara jajahan mengalami kemerdekaan, banyak negara yang


memanfaatkan koperasi sebagai salah satu alat pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya.

KONSEP KOPERASI

Munkner dari Universitas of Marburg, Jerman Barat membedakan konsep koperasi


menjadi dua : konsep koperasi barat dan konsep koperasi sosialis. Hal ini dilatarbelakangi oleh
pemikiran bahwa pada dasarmya, perkembangan konsep-konsep yang ada berasal dari negara-
negara barat dan negara-negara berpaham sosialis, sedangkan konsep yang berkembang di
negara kedua dunia ketiga merupakan perpaduan dari kedua konsep tersebut.

1. Konsep Koperasi Barat


Konsep koperasi barat menyatakan bahwa koperasi merupakan organisasi swasta,
yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan
kepentingan, dengan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan
keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi. Persamaan
kepentingan tersebut bisa berasal dari perorangan atau kelompok. Kepentingan bersama
suatu kelompok keluarga atau kelompok kerabat dapat diarahkan untuk membentuk atau
masuk menjadi anggota koperasi.
Jika dinyatakan secara negative, maka koperasi dalam pengertian tersebut dapat
dikatakan sebagai “organisasi bagi egoism kelompok”. Namun demikian, unsur egoistik
ini diimbangi dengan unsur positif sebagai berikut:
 Keinginan individual dapat dipuaskan dengan cara bekerjasama antarsesama
anggota, dengan saling membantu dan saling menguntungkan.
 Setiap individu dengan tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan
keuntungan dan menanggung risiko bersama.
 Hasil berupa surplus / keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan
metode yang trlah disepakati.
 Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukkan sebagai cadangan
koperasi.

Dampak langsung koperasi terhadap anggotanya adalah:

 Promosi kegiatan ekonomi anggota


 Pengembangan usaha perusahaan koperasi dalam hal inveastasi, formasi
permodalan, pengembangan SDM, pengembangan keahlian untuk bertindak
sebagai wirausahawan dan kerjasama antar koperasi secara vertikal dan
horizontal.

Dampak tidak langsung koperasi terhadap anggota hanya dapat dicapai, bila tidak
langsungnya sudah diraih. Dampak koperasi secara tidak langsung sebagai berikut:

 Pengembangan kondisi sosial ekonomi sejumlah produsen skala kecil maupun


pelanggan.
 Mengembangkan inovasi pada perusahaan skala kecil, misalnya inovasi teknik
dan metode produksi.
 Memberikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang dengan pemberian harga
yang wajar antara produsen dengan pelanggan, serta pemberian kesempatan yang
sama pada koperasi dan perusahaan kecil.
2. Konsep Koperasi Sosialis
Konsep koperasi sosialis menyatakan bahwa koperasi dirancangkan dan
dikendalkan oleh pemerintah, dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk
menunjang perencanaan nasional.
Sebagai alat pelaksana dari perancangan yang ditetapkan secara sentral, maka
koperasi merupakan bagian dari suatu tata administrasi yang menyeluruh, berfungsi
sebagai badan yang turut menentukan kebijakan public, serta merupakan badan
pengawasan dan pendidikan. Peran penting lain koperasi ialah sebagai wahana untuk
mewujudkan kepemilikan kolektif sarana produksi dan untuk mencapai tujuan sosial
politik. Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem
dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis.

Ciri-Ciri Koperasi Sosialis adalah:

 Kegiatan perekonomian dari produksi, distribusi, dan konsumsi serta harga ditetapkan
pemerintah dengan peraturan Negara.
 Hak milik perorangan atau swasta tidak diakui, sehingga kebebasan individu dalam
berusaha tidak ada.
 Alat-alat produksi dikuasai oleh Negara.

3. Konsep Koperasi Negara Berkembang


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, Munkner hanya membedakan koperasi
berdasar konsep barat dan konsep sosialis. Semenatara itu di dunia ketiga, walaupun
masih mengacu kepada kedua konsep tersebut, namum koperasinya sudah berkembang
dengan ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan
pengembangannya. Campur tangan ini memang dapat dimaklumi karena apabila
masyarakat dengan kemampuan sumber daya manusia dan modalnya yang terbatas
dibiarkan dengan inisiatif sendiri untuk membentuk koperasi, maka koperasi tidak akan
pernah tumbuh dan berkembang. Sehingga, pengembangan koperasi di negara
berkembang seperti Indonesia dengan top down approach pada awal pembangunannya
dapat diterima, sepanjang polanya selalu disesuaikan dengan perkembangan
pembangunan di negara tersebut. Dengan kata lain, penerapan pola top down harus
diubah secara bertahap menjadi botton up approach. Hal ini dimaksudkan agar rasa
memiliki (sense of belonging) terhadap koperasi oleh anggota semakin tumbuh, sehingga
para anggotanya akan secara sukarela berpartisipasi aktif. Apabila hal seperti tersebut
dapat dikembangkan, maka koperasi yang benar-benar mengakar dari bawah akan
tercipta, tumbuh, dan berkembang.
Adanya campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan koperasi
di Indonesia membuatnya mirip dengan konsep sosialis. Perbedaannya adalah, tujuan
koperasi dalam konsep sosialis adalah untuk merasionalkan factor produksi dari
kepemilikan pribadi ke pemilikan kolektif, sedangkan koperasi di negara berkembang
seperti di Indonesia, tujuannya adalah meningkatkan kondisi social ekonomi anggotanya.

LATAR BELAKANG TIMBULNYA ALIRAN KOPERASI

Dalam konteks historis kita mengenal adanya dua sistem ekonomi ekstrim yaitu sistem
kapitalisme dan sosialisme. Pada perkembangannya selanjutnya muncul sistem ekonomi
campuran yang mencoba menggabungkan kedua sistem ekstrim tersebut. Sejarah koperasi
memang tidak bisa dilepaskan hubungannya dengan perkembangan sosialisme yang merupakan
antitesis dari kapitalisme yang berkembang di Eropa. Memburuknya kinerja kapitalisme yang
ditandai dengan terjadinya depresi ekonomi dengan indikasi banyaknya pengangguran dan
kelangkaan barang, mendorong munculnya gerakan dari orang-orang yang tertindas ekonominya
seperti kaum buruh untuk mewujudkan ide tentang koperasi.

Adanya perbedaan sistem perekonomian dalam pemerintahan akan mempengaruhi aliran


yang dianut oleh koperasi. Misalnya, di Indonesia, ideologi pancasila dan sistem perekonomian
yang terdapat di dalam Pasal 33 Undang-undang dasar 1945 akan memberikan warna dan misi
dari koperasi di Indonesia. Oleh karena itu sistem perekonomian yang dianut olrh suatu negara
akan berkaitan erat dengan aliran koperasi yang ada pada negara tersebut.

Perbedaan aliran dalam koperasi berkaitan erat dengan factor ideologi dan pandangan
hidup (way of life) yang dianut oleh negara dan masyarakat yang bersangkutan. Secara garis
besar, ideology negara-negara di dunia ini dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

1) Liberalism / kapitalisme
2) Sosialisme
3) Tidak termasuk liberalism maupun sosialisme
Implementasi dari masing-masing ideologi ini melahirkan sistem perekonomian yang
berbeda-beda. Pada gilirannya, suatu sistem perekonomian tertentu akan saling menjiwai dengan
koperasi sebagai subsistemnya. Misalnya, ideologi Pancasila dan sistem perekonomian yang
bermaksud dalam pasal 33 UUD 1945 akan mewarnai peran dan misi koperasi Indonesia.
Sehingga dapat disimpulakn bahwa, aliran koperasi dalan suatu negara tidak dapat dipisahkan
dari sistem perekonomian yang dianut oleh negara yang bersangkutan.

KETERKAITAN IDEOLOGI, SISTEM PEREKONOMIAN, DAN ALIRAN KOPERASI

Keterkaitan ideology, sistem perekonomian, aliran koperasi yang dianut berbagai negara
dapat digambarkan sebagai berikut:

Perbedaan ideology suatu bangsa akan mengakibatkan perbedaan sistem


perekonomiannya dan tentunya aliran koperasi yang dianutpun akan berbeda. Sebaliknya, setiap
sistem perekonomian suatu bangsa juga akab menjiwai ideology bangsanya dan aliran
keperasinya pun akan menjiwai sistem perekonomian dan ideology bangsa tersebut. Hubungan
masing-masing ideology, sistem perekonomian dengan aliran koperasi dapat dilihat sebagai
berikut :

Tabel 1.1 Hubungan Ideologi, Sistem Perekonomian, dan Aliran Koperasi

Ideologi Sistem Perekonomian Aliran Koperasi

Liberalisme / Kapitalisme Sistem Ekonomi Bebas / Liberal Yardstick


Komunisme / Sosialisme Sistem Ekonomi Sosialis Sosialis

Tidak termasuk Liberalisme dan Sistem Ekonomi Campuran Persemakmuran


Sosialisme (Commonwealth)

ALIRAN KOPERASI

Dengan mengacu pada keterkaitan ideology dan sistem perekonomian di suatu negara,
maka secara umum aliran koperasi yang di anut oleh berbagai negara di dunia dapat di
kelompokkan berdasarkan peran gerakan koperasi dalam sistem perekonomian dan hubungannya
dengan pemerintah. Paul Hubert Casselman membaginya menjadu 3 aliran:

 Aliran Yardstick
 Aliran Sosialis
 Aliran Persemakmuran (Commonwealth)

1. Aliran Yardstick
Aliran ini pada umumnya dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis
atau yang menganut sistem perekonomian liberal. Menurut aliran ini, koperasi dapat
menjadi kekuatan untuk mengimbangi, menetralisasikan, dan mengoreksi berbagai
keburukan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme. Walaupun demikian, aliran ini
menyadari bahwa organisasi koperasi sebenarnya kurang berperan penting dalam
masyarakat, khususnya dalam sistem dan struktur perekonomiannya.
Hubungan pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat netral. Hal ini berarti,
pemerintah tidak melakukan campur tangan terhadap jatuh bangunnya koperasi di
tengah-tengah masyarakat. Pemerintah memperlakukan koperasi dengan swasta secara
seimbang dalam pengembangan usaha. jadi, maju tidaknya koperasi tetap terletak di
tangan anggota koperasi sendiri.
Pengaruh aliran ini cukup kuat, terutama di negara-negara barat di mana industry
berkembang dengan pesat di bawah sistem kapitalisme, seperti Amerika Serikat,
Perancis, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda, dan lain-lain.
2. Aliran Sosialis
Lahirnya aliran ini tidak terlepas dari berbagai keburukan yang ditimbulkan oleh
kapitalisme. Karena itu, pada abad XIX, pertumbuhan koperasi di negara-negara barat
sangat didukung oleh kaum sosialis. Menurut aliran ini, koperasi dipandang sebagai alat
yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, di samping itu
menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi.
Akan tetapi dalam perkembangannya, kaum sosialis kurang berhasil
memanfaatkan koperasi bagi kepentingan mereka. Kemudian, kaum sosialis yang di
antaranya berkembang menjadi kaum komunis mengupayakan gerakan koperasi sebagai
alat sistem komunis sendiri. Koperasi dijadikan sebagai alat pemerintah dalam
menjalankan program-programnya. Dalam hal ini, otonomi koperasi menjadi hilang.
Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Timur dan Rusia.
3. Aliran Persemakmuran
Aliran persemakmuran (commonwealt) memandang koperasi sebagai alat yang
efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat. Koperasi sebagai
wadah ekonomi rakyat berkedudukan strategis dan memegang peranan utama dalam
struktur perekonomian masyarakat. Mereka yang menganut aliran ini berpendapat bahwa,
untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi ekonomi rakyat terutama yang berskala kecil
akan lebih mudah dilakukan apabila melalui organisasi koperasi. Menurut aliran ini,
organisasi ekonomi sistem kapitalis masih tetap dibiarkan berjalan akan tetapi tidak
menjadi sokoguru perekonomian. Koperasi berperan untuk mencapai kemakmuran
masyarakat yang adil dan merata di mana koperasi memegang peranan yang utama dalam
struktur perekonomian masyarakat.
Hubungan pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat “kemitraan (partnership),
dimana pemerintah bertanggung jawab dan berupaya agar iklim pertumbuhan koperasi
tercipta dengan baik. Dengan demikian, pemerintah harus terus berupaya untuk
menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dan pertumbuhan koperasi ditengah-
tengah masyarakat. Kendati demikian, otomoni koperasi dalam aliran ini tetap
dipertahankan.
Secara singkat, perbedaan ketiga aliran koperasi tersebut (berdasarkan peranan
gerakan koperasi dan hubungannya dengan pemerintah) dapat ditunjukan pada tabel 1.2
Tabel 1.2 Perbedaan Aliran Koperasi

Ideologi Sistem Aliran Peranan Pemerintah Hubungan dengan Pemerintah


Perekonomian Koperasi
Liberalisme/ Sistem ekonomi Yardstick Koperasi berjalan sebagai alat Hubungan gerakan koperasi
kapitalisme bebas/liberal pengukur, penyeimbang, dengan pemerintah bersifat netral,
penetral, pengoreksi dampak dimana pemerintah ntidak campur
negatif yang ditimbulkan oleh tangan terhadap jatuh bangunnya
sistem ekonomi liberal organisasi koperasi di masyarakat
(kapitalisme)

Komunisme/ Sistem ekonomi Sosialis Koperasi berperan sebagai Koperasi merupakan alat
Sosialisme sosialis alat dalam mencapai pemerintah dan menjadi bawahan
masyarakat sosialis yang pemerintah sehingga koperasi
Bercorak kolektif tidak memeiliki otonomi

Campuran Sistem ekonomi Persemakm Koperasi berperan untuk Hubungan koiperasi dengan
campuran uran mencapai kemakmuran pemerintah bersifat kemitraan
(commonw masayarakat yang adil dan (patnership). Koperasi tetap
ealth) merata dimana koperasi mempunyai otonomi dan
Memegang peranan yang Pemerintah mempunyai tanggung
utama dalam jawab untuk ikut Mengembangkan
Struktur perekonomian koperasi di tengah- tengah
masayarakat masyarakat.

Dalam tulisannya di harian KOMPAS (8 Agustus 1984) yang berjudul “Kemakmuran


Mayarakat Berasaskan Koperasi”. E.D. Damanik membagi koperasi menjadi 4 aliran atau
scholls pf cooperatives berdasarkan peranan dan fungsinya dalam konstelasi perekonomian
negara yakni:

1. Cooperative Commonwealt School


Aliaran ini merupakan cerminan sikap yang menginginkan dan memperjuangkan
agar prinsip-prinsip koperasi diberlakukan pada bagian luas kegiatan manusia dan
lembaga, sehingga koperasi memberi pengaruh dan kekuatan yang dominan di tengah
masyarakat.
M. Hatta, wakil presiden pertama RI, dalam pidatonya pada 23 Agustus 1945
dengan judul “Indonesia’s Aims and Ideals”, mengatakan bahwa, yang dokehendaki
bangsa Indonesia adalah suatu kemakmuran masyarakat yang berasaskan koperasi (what
we Indonesians want to bring into existence ia a Coorporate Commonwealth).
2. School of modified Capitalism (School of Competitive Yardxtick)
Suatu paham yang menganggap koperasi sebagai suatu bentuk kapitalisme,
namun memiliki suatu perangkat peraturan yang menuju pada pengurangan dampak
negative dari kapitalis. Di sini koperasi harus mampu bersaing di pasar.
3. The Socialist School
Suatu paham yang menganggap koperasi sebagai bagian dari sistem sosialis.
4. Cooperative Sector School
Paham yang menganggap filsafat koperasi sebagai sesuatu yang berbeda dari pakitalisme
maupun sosialime, dan karenanya berada di antara kapitalis dengan sosialis.

SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI

SEJARAH LAHIRNYA KOPERASI

Koperasi di dunia yang berkembang dewasa ini lahir pertama kali di Inggris, yaitu di kota
Rochdale pada tahun 1844. Koperasi timbul pada masa perkembangan kapitalisme sebagai akibat
revolusi industry. Pada awalnya, Koperasi Rochdale berdiri dengan usaha penyediaan barang –
barang konsumsi untuk kebutuhan sehari – hari. Akan tetapi seiring dengan terjadinya
pemupukan modal koperasi, koperasi mulai merintis untuk memproduksi sendiri barang yang
akan dijual. Kegiatan ini menimbulkan kesempatan kerja bagi anggota yang belum bekerja dan
menambah pendapatan bagi mereka yang sudah bekerja. Pada tahun 1851, koperasi tersebut
akhirnya dapat mendirikan sebuah pabrik dan mendirikan perumahan bagi anggota-anggotanya
yang belum mempunyai rumah.

Perkembangan koperasi di Rochdale sangat mempengaruhi perkembangan gerakan


koperasi di Inggris maupun di luar Inggris. Pada tahun 1852, jumlah koperasi di Inggris sudah
mencapai 100 unit. Pada tahun 1862, dibentuklah Pusat Koperasi Pembelian dengan nama The
Cooperative Whole Sale Society (CWS). Pada tahun 1945, CWS berhasil mempunyai kurang
lebih 200 pabrik dngan 9.000 orang pekerja. Melihat perkembangan koperasi baik di sector
produksi maupun di sector perdagangan, pimpinan CWS kemudian membuka perwakilan –
perwakilan di luar negeri seperti di New York, Kopenhagen, hamburg, dan lain-lain. Pada tahun
1876, koperasi ini telah melakukan ekspansi usaha di bidang transportasi, perbankan, dan
asuransi. Pada tahun 1870, koperasi tersebut juga membuka usaha di bidang penerbitan, berupa
surat kabar yang terbit dengan nama Cooperative News.

The Women’s Cooperative Guild yang dibentuk pada tahun 1883, besar pengaruhnya
terhadap perkembangan gerakan koperasi, disamping memperjuangkan hak-hak kaum wanita
sebagai ibu rumah tangga, warga Negara, dan sebagai konsumen. Beberapa tahun kemudian,
koperasi memulai kegiatan di bidang pendidikan dengan menyediakan tempat membaca surat
kabar dan perpustakaan. Perpustakaan koperasi merupakan perpustakaan bebas pertama di
Inggris, sekaligus digunakan untuk tempat berbagai kursus dan pemberantasan buta huruf.
Kemudian Women Skill Guild Youth Organization membentuk sebuah pusat yaitu Cooperative
Union. Pada tahun 1919, didirikanlah Cooperative College di Manchester yang merupakan
lembaga pendidikan tinggi koperasi pertama.

Revolusi industry di Perancis juga mendorong berdirinya koperasi. Untuk mampu


menghadapi serangan industry Inggris, Perancis berusaha mengganti mesin-mesin yang
digunakan dengan mesin-mesin modern yang berakibat pada peningkatan pengangguran,
sehingga menimbulkan kemiskinan dan penderitaan bagi rakyat Perancis. Kondisi inilah yang
mendorong munculnya pelopor-pelopor koperasi di Perancis seperti Charles Fourier dan Louis
Balanc serta Ferdinand Lasalle, yang menyadari perlunya perbaikan nasib rakyat, para
pengusaha kecil di Perancis berhasil membangun koperasi-koperasi yang bergerak di bidang
produksi. Dewasa ini di Perancis terdapat Gabungan Koperasi Konsumsi Nasional Perancis
(Federation Nationale Dess Cooperative de Consommation), dengan jumlah Koperasi
yangtergabung sebanyak 476 buah. Jumlah anggotanya mencapai 3.460.000 orang, dan toko
yang dimiliki berjumlah 9.900 buah dengan perputaran modal sebesar 3.600 milyar franc/tahun.

Charles Fourier (1772-1837) menyusun suatu gagasan untuk memperbaiki hidup


masyarakat yang membentuk fakanteres, suatu perkumpulan yang terdiri dari 300 sampai 400
keluarga yang bersifat komunal. Fakanteres dibangun di atas tanah seluas lebih kurang kaum
buruh di Perancis menuntut pemerintah untuk melaksanakan gagassan Louis Blanc untuk
mendirikan koperasi, tapi koperasi ini kemudian bangkrut. Di samping Negara-negara tersebut,
koperasi juga berkembang di Jerman yang dipelopori Ferdinan Lasalle, Friedrich W. Raiffesen
(1818-1888), dan Herman Schulze (1808-1883) di Denmark. Dimana yang dipelopori oleh
Herman Schultz-Delitsch (1808-1883), hakim dan anggota parlemen pertama di Jerman yang
berhasil mengembangkan konsep badi prakarsa dan perkembangan bertahap dari koperasi-
koperasi kredit perkotaan, koperasi pengadaan sarana produksi bagi pengrajin, yang kemudian
diterapkan oleh pedagang kecil, dan kelompok lain-lain.

Pedoman kerja Koperasi simpan-pinjam Schulze yaitu:

1) Uang simpanan sebagai modal kerja Koperasi dikumpulkan dari anggota


2) Wilayah kerjanya didaerah perkotaan.
3) Pengurus Koperasi dipilih dan diberi upah atas pekerjaannya.
4) Pinjaman bersifat jangka pendek.
5) Keuntungan yang diperoleh dari bunga pinjaman dibagikan kepada anggota.

Kemudian pelopor yang bernama Friedrich Wilhelm Raiffeissen (1818-1888) kepala desa
di Flemmerfeld, Weyerbush di Jerman. Raiffeissen menganjurkan, agar para petani menyatukan
diri dalam perkumpulan simpan-pinjam yang membentuk koperasi-koperasi kredit berdasarkan
solidaritas dan tanggungan tidak terbatas, yang dipikul oleh para anggota perkumpulan koperasi
tersebut, dan dibimbing berdasarkan prinsip menolong diri sendiri, mengelola diri sendiri, dan
mengawasi diri sendiri.

Dalam perjalanan sejarah, koperasi tumbuh dan berkembang ke seluruh dunia di samping
badan usaha lainnya. Setengah abad setelah pendirian Koperasi Rochdale, seiring dengan
berkembangnya koperasi di berbagai Negara, para pelopor koperasi sepakat untuk membentuk
International Cooperative Alliance (ICA-Persekutuan Koperasi Internasional) dalam Kongres
Koperasi Internasional yang pertama pda tahun 1896, di London. Dengan terbentuknya ICA,
maka koperasi telah menjadi suatu gerakan internasional.

SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA

Menurut Sukuco dalam bukunya “Seratus tahun Koperasi di Indonesia”, badan hukum
koperasi pertama di Indonesia adalah sebuah koperasi di Leuwiliang, yang didirikan pada
tanggal 16 Desember 1895.
Pada hari itu, Raden Ngabeu Ariawiriatmadja, Patih Purwokerto, bersama kawan-kawan,
telah mendirikan Bank Simpan-Pinjam untuk mendorong sejawatnya para pegawai negeri
pribumi melepaskan diri dari cengkeraman pelepas uang, yang di kala itu merajalela. Bank
Simpan-Pinjam tersebut, semacam Bank Tabungan jika dipakai istilah UU No. 14 Tahun 1967
tentang Pokok-Pokok Perbankan, diberi nama “De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der
Inlandsche Hoofden”. Dalam bahasa Indonesia, artinya kurang lebih sama dengan Bank Simpan
Pinjam para “priyayi” Purwokerto. Dalam bahasa Inggris (bagi generasi pasca bahasa Belanda)
sama dengan “the Purwokerto Mutual Loan and Saving bank for Native Civil Servants”. Para
pegawai (punggawa atau ambtenaar) pemerintah kolonial Belanda biasa disebut “priyayi”,
sehingga banknya disebut sebagai “bank priyayi”. Gebrakan Patih Wiriatmadja ini mendapat
dukungan penuh, Asisten Residen Purwokerto E. Sieburg, atasan sang Patih.

Tidak lama kemudian, E. Sieburg diganti oleh WPD de Wolf van Westerode yang baru
datang dari negeri Belanda, dan ingin mewujudkan cita-citanya menyediakan kredit bagi petani
melalui konsep koperasi Raiffeisen. Koperasi tersebut adalah koperasi kredit pertanian yang
dicetuskan Friedrich Wilhelm Raiffeisen, Jerman, dan dipelajari de Wolf van Westerrode selama
ia cuti di negeri itu. De Wolf van Westerrode memperluas lingkup dan jangkauan “De
Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden” sampai ke desa-desa dan
mencakup pula kredit pertanian, sehingga pada tahun 1896 berdirilah “De Poerwokertosche
Hulp, Spaar en Landbouw Creditbank” atau bank simpan Pinjam dan Kredit Pertanian
Purwokerto. Dalam pelaksanaan bank Simpan-Pinjam dan Kredit Pertanian tersebut dan
sekaligus sebagai perwujudan gagasan membangun koperasi, maka didirikanlah Lumbung-
Lumbung Desa di pedesaan Purwokerto. Lumbung Desa adalah lembaga simpan-pinjam para
petani dalam bentuk bukan uang, namun in-natura (simpan padi, pinjam uang). Maklum, satu
abad yang silam uang (tunai) teramat langka di pedesaan

Pada tahun 1915, Indonesia baru mengenal perundang-undangan koperasi, yaitu dengan
diterbitkannya “Verordening op de Cooperative vereninging”, Kononklijk besluit 7 April 1915,
Indisch Staatsblad No. 431. Peraturan tersebut tidak ada bedanya dengan Undang-Undang
Koperasi Negeri Belanda menurut Staatsblad tahun 1876 No. 277. Jadi, karena perundang-
undangan koperasi baru ada pada tahun 1915, maka pada tahun 1895 badan hukum koperasi
belum dikenal Indonesia.
Pada tahun 1920, diadakan Cooperative Commissie yang diketahui oleh Dr. JH. Boeke
sebagai Adviseur voor Volks-credietwezen. Komisi ini diberi tugas untuk menyelidiki, apakah
koperasi bermanfaat di Indonesia. Hasilnya diserahkan kepada Pemerintah pada bulan
Sepetember 1921, dengan kesimpulan bahwa koperasi dibutuhkan untuk memperbaiki
perekonomian rakyat.

Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan lingkungan strategis, maka pada tahun
1927 dikeluarkanlah Regeling Inlandsche Cooperative Vereenigingen (sebuah peraturan tetang
Koperasi yang khusus berlaku bagi golongan bumi putra). Untuk menggiatkan pergerakan
koperasi yang diatur menurut Peraturan Koperasi 1927,

Pada akhir tahun 1930 didirikanlah Jawatan koperasi. Jawatan koperasi waktu itu
dipimpin oleh Prof. J.H. Boeke. Sejak lahirnya, Jawatan Koperasi (1930-1934) masuk dalam
lingkungan Departemen Jawatan Koperasi (1930-1934) masuk dalam lingkungan Departemen
BB (Departemen Dalam Negeri). Kemudian pada tahun 1935, Jawatan Koperasi dipindahkan ke
Departemen EZ. (Departemen Kehakiman).

Tahun-tahun selanjutnya diusahakan perkembangan koperasi oleh para pakar dan politik
nasional. Di zaman pendudukan Jepang (1942-1945) usaha-usaha koperasi di koordinasikan /di
pusatkan dalam badan-badan koperasi tersebut ”kumiai” yang berfungsi sebagai pengumpul
barang-barang logistik untuk kepentingan perang. Tujuan kumiai tersebut bertentangan dengan
kepentingan ekonomi masyarakat. Fungsi koperasi hanya sebagai alat untuk mendistribusikan
bahan-bahan kebutuhan pokok, untuk kepentingan perang jepang, bukan untuk kepentingan
rakyat Indonesia.

Pada tanggal 12 Juli 1947, diselenggarakan kongres gerakan koperasi se-Jawa yang
pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut, diputuskan terbentuknya Sentral Organisasi
Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI, menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari
Koperasi, serta dianjurkan diadakaannya pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan
masyarakat.

Pada tahun 1949, peraturan koperasi tahun 1933 diubah dengan Regeling Cooperative
Verenegingen 1949. Tetapi, perubahan itu tidak disertai dengan pencabutan, yang berlaku bagi
semua golongan rakyat, sehingga pada tahun 1949, di Indonesia terdapat dualisme peraturan.
Pada tahun 1953, Gerakan Koperasi Indonesia mengadakan kongres kedua, dimana salah
satu keputusannya adalah menetapkan Bapak M. Hatta sebagai bapak koperasi Indonesia.

Pada tahun 1958, pemerintah mengekuarkan UU Koperasi No. 79 Tahun 1958. UU ini
dibuat berdasarkan UUD Sementara 1950 pasal 38, dimana isinya sama dengan ketentuan pasal
33 UUD 1945. Setelah dikeluarkan UU tersebut, maka peraturan koperasi tahun 1933 dan tahun
1949 dinyatakan batal. Akhirnya, dengan dikeluarkan UU Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang
berdasarkan UUD Sementara 1950 pasal 50, koperasi semakin maju dan berkembang dimana-
dimana.

Pada tahun 1960, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 140 tentang
Penyaluran Bahan Pokok dan menugaskan koperasi sebagai pelaksananya. Kemudian pada tahun
1961, diselenggarakan Musawarah Nasional Koperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk
melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Sejak saat itu, langkah-
langkah mempolitikkan koperasi mulai tampak.

Pada tahun 1965, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1965, dimana
prinsip NASAKOM diterapkan pada koperasi. Pada tahun itu juga dilaksanakan Munaskop II di
Jakarta, yang merupakan pengambilalihan koperasi oleh kekuatan-kekuatan politik sebagai
pelaksanaan UU baru. Perlu diketahui bahwa, pada tahun yang sama pula terjadi pemberontakan
Gerakan Tiga Puluh September yang digerakkan Partai Komunis Indonesia (G 30 S PKI), yang
berpengaruh besar terhadap perkembangan koperasi.

Kemudian, pada tahun 1967, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 12 tahun


1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang mulai berlaku tanggal 18 Desember 1967.
Dengan berlakunya UU ini, semua koperasi wajib menyesuaikan diri dan dilakukan penertiban
organisasi koperasi. Kehausan menyesuaikan diri dengan UU tersebut mengakibatkan penurunan
jumlah koperasi, dari sebesar 64.000 unit (45.000 unit diantaranya telah berbadan hokum)
tinggal menjadi 15.000 unit. Selebihnya tidak dapat menyesuaikan diri. Pada tahun 1992, UU
No. 12 Tahun 1967 tersebut disempurnakan dan diganti menjadi UU. No. 25 Tahun 1992
Tentang Perkoperasian.

Disamping UU, No. 25 tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah


(PP) no. 9 Tahun 1995 tentang Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan
pemerintah tersebut juga sekaligus memperjelas kedudukan koperasi dalam usaha jasa keuangan,
yang membedakan koperasi yang bergerak di sector moneter dan sector riil.

GAMBARAN UMUM UMKM DI INDONESIA


DEFINISI UMKM
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki definisi yang berbeda pada setiap
literatur menurut beberapa instansi atau lembaga bahkan undang-undang. Sesuai dengan
Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM
didefinisikan sebagai berikut:
1) Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha
Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, ataupun menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Berdasarkan kekayaan dan hasil penjualan, menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun
2008 pasal 6, kriteria usaha mikro yaitu:
1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Sedangkan kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar
rupiah).
CIRI-CIRI UMKM
a. Jenis komoditi/ barang yang ada pada usahanya tidak tetap, atau bisa berganti sewaktu-
waktu
b. Tempat menjalankan usahanya bisa berpindah sewaktu-waktu
c. Usahanya belum menerapkan administrasi, bahkan keuangan pribadi dan keuangan usaha
masih disatukan
d. Sumber daya manusia (SDM) di dalamnya belum punya jiwa wirausaha yang mumpuni
e. Biasanya tingkat pendidikan SDM nya masih rendah
f. Biasanya pelaku UMKM belum memiliki akses perbankan, namun sebagian telah
memiliki akses ke lembaga keuangan non bank
g. Pada umumnya belum punya surat ijin usaha atau legalitas, termasuk NPWP

KARAKTERISTIK UMKM DI INDONESIA


Dalam karateristik disini ada empat alasan yang menjelaskan posisi strategis UMKM di
Indonesia.Pertama, UMKM tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana perusahaan besar
sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit usaha besar. Kedua, tenaga kerja yang diperlukan
tidak menuntut pendidikan formal tertentu. Ketiga, sebagian besar berlokasi di pedesaan dan
tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar. Keempat, UMKM terbukti
memiliki ketahanan yang kuat ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi.
PERAN DAN KONTRIBUSI UMKM DI INDONESIA
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia memiliki peranan penting
dalam perekonomian nasional, terutama dalam kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Mengingat pentingnya peranan UMKM dibidang ekonomi, sosial dan politik, maka saat
ini perkembangan UMKM diberi perhatian cukup besar diberbagai belahan dunia.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang strategis dalam
pembangunan ekonomi nasional. Selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan
tenaga kerja, UMKM juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. UMKM
diharapkan mampu memanfaatkan sumber daya nasional, termasuk pemanfaatan tenaga kerja
yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang maksimum.
Rahmana (2009) menambahkan UMKM telah menunjukkan peranannya dalam penciptaan
kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB). Usaha kecil juga memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia di sektor-sektor industri, perdagangan dan transportasi. Sektor ini
mempunyai peranan cukup penting dalam penghasilan devisa negara melalui usaha pakaian jadi
(garment), barang-barang kerajinan termasuk meubel dan pelayanan bagi turis.
Peranan dalam bidang sosial bahwa UMKM disini mampu memberikan manfaat sosial
yaitu mereduksi ketimpangan pendapatan, terutama di negara- negara berkembang. Peranan
usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli
rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang berdaya beli lebih tinggi. Selain itu, usaha
kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk
pemerintah lokal. Tujuan sosial dari UMKM adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan
minimum, yaitu menjamin kebutuhan dasar rakyat.
KLASIFIKASI UMKM
UMKM terdiri dari:
1) Livelihood activities, merupakan usaha kecil menengah yang digunakan sebagai
kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sector
informal. Contohnya adalah pedagang bakso, mie ayam pangsit, somai, pentol dan cilok
yang dikenal sebagai pedagang kaki lima (PKL).
2) Micro enterprise, merupakan usaha kecil menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi
belum memiliki sifat kewirausahaan.
3) Small dynamic enterprise, merupakan usaha kecil menengah yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
4) Fast moving enterprise, merupakan usaha kecil menengah yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi usaha besar
(industri/perusahaan).

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai