Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH PENAMBAHAN LIMESTONE TERHADAP

LIMESTONE TERHADAP KUAT TEKAN SEMEN


PORTLAND KOMPOSIT

FITRI YANI
F0A018006

PROGRAM STUDI D-III KIMIA INDUSTRI


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2021

1
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semen merupakan senyawa yang bersifat berkaitan secara hidraulik


yang dibuat dengan cara menggiling klinker semen portland sampai kehalusan
tertentu dengan menambahkan 4-5 % gypsum (CaS04). Semen ini dibuat dengan
cara mencampurkan bahan mentah pada proporsi tertentu, kedalam tempat
tertentu untuk mendapatkan rawmix atau kiln feed yang memenuhi persyaratan
fisika dan kimia tertentu, dan selanjutnya akan mengalami proses pembakaran
di kiln untuk menghasilkan kliker, klinker yang dihasilkan tersebut kemudian
ditambhakan gypsum digiling di cement mill menghasilkan semen. Pada
penggilingan akhir inilah ditambahkan material tambahan tertentu untuk
memproduksi jenis semen yang diingikan.

Semakin pesatnya perkembangan industri semen di Indonesia membuat


muncul beberapa tipe semen antara lain Ordinary Portland Cement (OPC),
White Cement, dan Portland Composite Cement (PCC). Semen PCC merupakan
jenis semen varian lain yang mempunyai sifat dan karakteristik hampir sama
dengan semen Portland, namun mempunyai kualitas yang lebih baik, ramah
lingkungan dan harga yang lebih ekonomis. Komposisi bahan baku PCC adalah
clinker, gypsum, dan zat tambahan lainnya (additive). Bahan aditif yang
digunakan yaitu batu kapur (limestone), abu terbang (fly ash), dan trass. Trass
merupakan hasil pelapukan endapan vulkanik, sebagian besar mengandung
silika, besi, dan alumina dengan ikatan gugus oksida. Tidak seperti tipe OPC
yang tidak menggunakan aditif fly ash dan trass, tipe PCC menggunakan
tambahan zat aditif fly ash dan trass dengan senyawa SiO 2 yang dapat
meningkatkan kuat tekan. Bahan-bahan ini umumnya mengandung komponen
silika amorf reaktif, yang pada reaksinya dengan air dan Ca(OH) 2 akan
membentuk senyawa kalsium silikat hidrat, disingkat CSH.

Senyawa CSH ini berupa gel yang akan terus terbentuk selama reaksi
hidrasi dan akan mengisi pori di antara air dan semen yang belum terhidrasi.
Karena volume air dan semen diasumsikan tetap, maka pada akhir reaksi
hidrasi volume pori yang tersisa akan menjadi minimum. Hal ini yang
menjadikan semen bersifat sebagai bahan pengikat (binder) yang mempunyai
kekuatan mekanik. Karena bahan tambahan ini bereaksi dengan Ca(OH)2 dan

1
2

membentuk CSH, maka fraksi volume CSH akan lebih tinggi dan Ca(OH)2 lebih
kecil dibandingkan pada semen Portland.

Selain adanya zat aditif fly ash dan trass, ditambahkan pula limestone yang
berfungsi meningkatkan kuat tekan pada semen. Hal ini terjadi karena
limestone mempunyai bentuk fisik yang mudah halus, sehingga dengan nilai
kehalusan tersebut, limestone dapat menutup rongga-rongga yang terdapat di
dalam semen sehingga bisa meningkatkan kuat tekan. Kehalusan semen akan
mempengaruhi konsistensi normal dan waktu pengikatan. Semakin halus suatu
semen maka semakin besar luas permukaannya, sehingga air yang diperlukan
untuk mencapai konsistensi normal semakin tinggi. Reaksi hidrasi dan waktu
pengikatan semakin cepat, serta panas hidrasi dan kuat tekan semakin tinggi,
bila semen terlalu kasar maka kuat tekan, plastisitas, dan kestabilannya akan
rendah. Pada

1.2 Identifikasi Dan Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dalam
kegiatan analisis ini dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh penambahan limestone dengan berbagai variasi


terhadap kuat tekan pada semen Portland komposit?

2. Bagaimana menetukan uji kuat tekanan pada semen Portland semen ?

1.3 Tujuan

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di program studi D-III Kimia


Industri Universitas Jambi bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh penambahan limestone dengan berbagai variasi
terhadap kuat tekan pada semen Portland komposit.
2. Mengetahui uji kuat tekanan pada semen Portland semen.

1.4 Manfaat

Manfaat dari kegiatan analisis ini adalah :


1. Minformasi pengaruh penambahan limestone dengan berbagai variasi
terhadap kuat tekan pada semen Portland komposit.
3

2. Memberikan informasi uji kuat tekanan pada semen Portland semen dan
hasil analisa.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Semen
Semen adalah bahan-bahan yang mengandung mineral kapur (CaO),
alumina (Al2O3), dan besi oksida (Fe2O3). Sember bahan baku tersebut dapat
diperoleh dari berbagai jenis batuan dan mineral yang mengandung keempat
senyawa oksida tersebut. Bahan campuran semen diantaranya adalah batu
kapur, tanah liat, pasir silika dan pasir besi. Sumber kapur pada semen
diperoleh dari limestone yaitu bahan yang paling besar proporsinya. Clay dan
shale merupakan sumber silika dan alumina, sedangkan besi oksida diperoleh
dari penambangan pasir besi. Desain campuran yang tepat sesuai dengan
kualitas jenis semen yang akan diproduksi dipengaruhi oleh proporsi dan
komposisi kimia masing-masing bahan baku. Pada indutri semen terdapat dua
jenis proses, yaitu dry process dan wet process. Pada dry process tahapan
peggilingan (grinding) dan pencampuran (blending) bahan baku dilakukan dalam
proses kering, namun pada wet process, campuran bahan bakunya dilakukan
pada kondisi basah (Hidayat, 2009).
Semen hidraulik campuran kapur (CaO) dengan abi vulkanik kering
bereaksi perlahan dengan air pada suhu rendah membentuk padatan yang
awet. Semen Portland merupakan campuran serbuk gerusan halus dari
senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh reaksi dari kapur, silika, alumina dan
besi oksida pada suhu tinggi. Kapur (CaO) dapat berasal dari batu gamping atau
tambang kapur dan silika (SiO2) serta alumina (Al2O3) sering diperoleh dalam
lempung atau terak (slag). Komposisi terak bervariasi tetapi dapat dikatakan
sebagai aluminium silikat dengan rumus hampiran CaO Al2O3..(SiO2)2. Lelehan
terak memadat menjadi klinker (kerak) tanur sembur (blast furnace clinkers) jika
didinginkan tiba-tiba dengan memasukkannya kedalam air, material ini digerus
dan digiling menjadi serbuk halus, dicampur dengan kapur dalam
perbandingan yang benar dan dibakar dalam tanur putar horizontal pada suhu
sampai 15000C untuk menghasilkan klinker semen (semen mentah). Tahap
terakhir yang berupa penambahan gips (CaSO4.2H2O) untuk memperpanjang
waktu pemadatan (setting) akan mengakhiri proses pembuatannya (Oxtoby et
al., 2003).
Menurut Cassiophea (2013), bahwa semen portland adalah hasil
industri dari paduan bahan baku batu kapur atau gamping dan
lempung atau tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil
akhir berupa padatan berbentuk bubuk atau bulk. Untuk menghasilkan
Semen Portland, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian
5

untuk membentuk klinkernya, yang kemudian dihancurkan dan


ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir
dari proses produksi dikemas dalam kantong atau zak dengan berat
rata–rata 40 kg atau 50 kg. Komponen utama Semen Portland (Portland
Cement) yaitu batu kapur yang mengandung komponen C2O dan
lempung yang mengandung komponen SiO 2 (Silika), AL2O3 (Oksida
Alumina) dan Fe2O3 (Oksida Besi). Fungsi semen ialah untuk
merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang kompak
atau padat. Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga di antara
butiran agregat. Perbedaan sifat jenis semen satu terhadap semen yang
lain dapat terjadi karena perbedaan susunan kimia maupun kehalusan
butir-butirnya.
Menurut Sukandarrumidi (2004), bahan baku utama yang
digunakan dalam proses pembuatan semen adalah:
a. Batu Kapur (Limestone / CaCO3)
Dalam pembuatan semen batu kapur digunakan sebanyak ± 81%. Batu
kapur merupakan sumber utama oksida yang mempunyai rumus CaCO 3
(Calcium Carbonat), pada umumnya tercampur dengan MgCO3 dan MgSO4. Batu
kapur yang baik dalam penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5%.

Gambar 1. Limestone
b. Batu Silika (SilicaStone / SiO2)
Batu Silika adalah bahan mentah semen yang kaya akan silika dioksida
dan alumina yang merupakan bahan aditif dan bahan untuk mengkonfersikan
kekurangan komposisi kimia pada pembuatan semen. Senyawa-senyawa yang
terkandung dalam batu silika ± 68% SiO2, ±13% Al2O3, ±16% Fe2O3, dan ±1%
CaO, batu silika digunakan sebanyak 10 %.
Batu silika semen padang diperoleh dari deposit dari bukit ngalau yang
merupakan pertambangan milik PT. Semen Padang. Pertambangan ini berada
1,5 km dari pabrik dengan luas ± 60 hektar. Kebutuhan batu silika untuk
6

seluruh produksi PT Semen Padang adalah 4.500 ton/hari dengan kadar air
SiO2 minimal 65% .

Gambar 2. Silikastone
c. Tanah Liat (Clay / Al2O3)
Tanah liat adalah senyawa alumina silika yang dalam pembuatan
semen adalah sebagai sumber alumina oksida (Al2O3) dan dipakai
sebanyak 8 %. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam tanah liat
adalah ± 42% SiO2, 27% Al2O3, 3-7% Fe2O3.
Untuk pengambilannya tanah liat diperoleh dari bukit atas, namun
karena depositnya yang semakin sedikit, maka saat ini penyediaan
tanah liat dilakukan oleh pihak ke-3, yaitu PT. Igasar dan PT. Yasiga
Andalas digunung Sarik.

Gambar 3. Clay
d. Pasir Besi (Irond Sand / Fe2O3)
Pasir besi digunakan sebagai sumber Fe2O3 dengan kandungan 53%
dan dipakai sebanyak 1-2 % dalam proses produksi yang didatangkan dari
Cilacap. Pasir besi ini berfungsi untuk memberi warna gelap pada semen dan
secara teoritis sebagai fluks dalam pembakaran dan menurunkan C 3A. selain
ironsand juga dapat digunakan copper slag.
Untuk pemakaian pasir besi di PT. Semen Padang didatangkan dari PT
Aneka Tambang Cilacap.
7

Gambar 4. Irondsand
Bahan baku tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan semen
adalah gypsum alam yang di impor dari Thailand dan Gypsum sintesis dari
Petrokimia Gresik sebanyak 17.000 ton/tahun. Gypsum digunakan sebagai
sumber kalsium sulfat (CaSO4.2H2O) dengan reaksi pembentukan menghasilkan
sedikit panas. Gypsum berfungsi sebagai zat pengatur proses setting atau
penahan agar semen tidak cepat mengering dan mengeras. Penambahan
gypsum pada klinker berfungsi sebagai retarder yaitu zat yang dapat
mengendalikan atau mengatur proses pengerasan semen atau mengatur
kecepatan reaksi bila ditambah air.
Bahan aditif / material Ke-3, bahan ditif merupakan bahan
mentah yang ditambahkan ke dalam rawmix atau klinker untuk
menghasilkan semen jenis tertentu. Bahan aditif yang digunakan adalah
:
a. Pozzolan, berfungsi sebagai kuat tekan dan umur panjang pada bangunan.
b. Lime Stone, berfungsi sebagai kekuatan semen, nilai kehalusan dan residu.

c. Fly Ash, berfungsi sebagai kuat tekan dan memiliki kemampuan mengikat.
8

III. METODOLOGI ANALISIS

3.1 Tempat dan Waktu


Kegiatan analisis ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan, Unit
Quality Assurance, PT. Semen Padang yang berlokasi di Kelurahan Indarung,
Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Provinsi Sumatra Barat. Telp. (0751)
815250 (hunting) Fax. (0751) 34590, pada tanggal 04 Januari sampai dengan
04 Maret 2020.

3.2 Bahan dan Peralatan


Bahan yang digunakan pada kegiatan ini analisis semen yaitu limestone,
clinker, gypsum, pasir dan air.
Alat yang digunakan yaitu, mixer mortar, bowl, paddle, pisau, caliper,
flow table, container, tamper, cube mold, cabinet, tempat perendaman, toni
teknik, kuas, oven pemanas, tube mill, blanemeter, balance, ayakan dan lap.
3.3 Metode Analisis
Prinsip Kerja
Pada pengujian mengacu pada American Standard Testing Method
(ASTM) C109 untuk uji compressive strength, ASTM C114 untuk uji analisis
kimia, ASTM C204 dan ASTM C430 untuk uji kehalusan.
Prosedur Kerja
Uji Kehalusan Semen (Blaine)
Dalam pengujian ini, digunakan standar ASTM C 204 dengan spesifikasi
air permeability apparatus, piringan logam, silinder, torak, tony blaine 1 set,
kertas saring no. 40.
Uji Komposisi Kimia Dengan XRF
Dalam pengujian ini, digunakan standar ASTM C-114-10.
Uji Kuat Tekan Semen (Compressive Strength)
Dalam pengujian ini, digunakan standar ASTM C 109. Alat yang digunakan
adalah mixer mortar, bowl, paddle, pisau, caliper, flow table, container, tamper, cube
mold, cabinet, tempat perendaman, toni teknik, kuas, dan lap. Bahan yang digunakan
adalah semen, air, dan pasir.
Perhitungan
9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Kehalusan Semen (Blaine)


Uji kehalusan dan residu dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel
dari semen. Semakin kecil ukuran partikelnya, maka residu yang tertinggal di
saringan akan semakin sedikit dan menghasilkan nilai kehalusan yang tinggi.
Proses hidrasi dari semen diawali dari permukaan partikel semen, semakin
besar luas permukaan spesifik dari semen akan meningkatkan kecepatan
hidrasi yang pada akhirnya mempercepat proses pengikatan dan pengerasan
semen. Adapun data pengujian yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1. Data
pengukuran.

Kode Sampel Pengulangan Variasi Limestone Blaine (cm2 /gr)


(%)
Cm 0 1 0 4180
2 4160
Rata –rata
Cm 1 1 5 4430
2 4410
Rata –rata 4170
Cm 2 1 10 4690
2 4710
Rata –rata 4420
Cm 3 1 15 5090
2 5130
Rata -rata 4700
Cm 4 1 20 5300
2 5320
Rata -rata 5310
Cm 5 1 25 5560
2 5540
Hasil uji kehalusan dengan variasi komposisi limestone disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan pengaruh nilai kehalusan semen dengan penambahan variasi
komposisi limestone, semakin banyak penambahan limestone maka nilai kehalusan
semen akan menjadi semakin tinggi. Kehalusan semen ini akan mempengaruhi
konsistensi normal dan waktu pengikat. Semakin halus suatu semen maka semakin
10

besar luas permukaannya, sehingga air yang diperlukan untuk mencapai konsistensi
normal semakin tinggi. Reaksi hidrasi dan waktu pengikatan semakin cepat, serta panas
hidrasi dan kuat tekan semakin tinggi. Bila semen terlalu kasar maka kuat tekan,
plastisitas, dan kestabilannya akan rendah.

4.2 Uji Komposisi Kimia Dengan XRF


Komposisi kimia di dalam semen ditetapkan dengan menggunakan
metode X-ray fluorescence (XRF). Komposisi kimia blended cement meliputi
oksida logam seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, dan SO3. Penambahan aditif
batu kapur yang ditambahkan pada blended cement. Menunjukkan bahwa
dengan semakin bertambahnya penambahan batu kapur di dalam semen maka
berpengaruh terhadap komposisi kimia semen. Hasil penetapan komposisi
kimia dengan menggunakan XRF memperlihatkan semakin tinggi penambahan
aditif batu kapur pada blended cement, maka kadar SiO 2 yang diperoleh
semakin rendah. Hal ini disebabkan kandungan SiO 2 merupakan senyawa
kedua terbesar yang ada dalam semen setelah CaO. Dalam semen, SiO 2 selalu
berikatan dengan oksida kalsium, baik sebagai C 3S maupun sebagai C2S.
Besarnya kadar SiO2 akan sangat mempengaruhi nilai silica modulus (SM).
Jika kadar SiO2 rendah maka nilai SM yang dihasilkan pun rendah, jika
kadar SiO2 tinggi maka nilai SM yang dihasilkan juga tinggi. Nilai silica modulus
yang rendah akan mempengaruhi waktu pengikatan semen pendek dan kuat
tekan awal semen pada umur 3-7 hari rendah. Penentuan kadar SiO 2 tidak ada
batasan khusus yang diberikan SNI 15-7064-2004. Penambahan aditif batu
kapur yang semakin besar pada blended cement akan menyebabkan kadar
Al2O3 yang diperoleh semakin rendah. Hal ini disebabkan karena kandungan
Al2O3 juga rendah. Besarnya kadar Al2O3 akan sangat mempengaruhi nilai
alumina modulus (AM). Jika kadar rendah maka nilai AM yang dihasilkan pun
rendah. Begitu pula sebaliknya, jika kadar Al 2O3 tinggi maka nilai AM yang
dihasilkan juga tinggi. Nilai AM yang rendah akan mempengaruhi kuat tekan
awal semen rendah pada umur 3-7 hari. Penentuan kadar Al 2O3 tidak ada
batasan khusus yang diberikan SNI 15-7064- 2004. Penambahan aditif batu
kapur yang semakin besar pada blended cement, maka kadar Fe 2O3 yang
diperoleh semakin rendah. Hal ini disebabkan karena pada semen, kandungan
Fe2O3 juga rendah. Di samping itu Al 2O3, Fe2O3, dan CaO akan membentuk
senyawa kalsium alumina ferrit (C 4AF) yang akan dapat mempengaruhi warna
pada blended cement. Penentuan kadar Al2O3 tidak ada batasan khusus yang
diberikan SNI 15-7064-2004, karena penentuan kadar Fe 2O3 dimaksudkan
untuk mencapai target semen yang akan diproduksi. Penambahan aditif
11

(limestone) yang semakin besar pada blended cement, maka kadar CaO yang
diperoleh semakin tinggi. Hal ini disebabkan unsur terbanyak dari batu kapur
adalah CaCO3 dengan kandungan CaCO3 di dalam limestone berkisar antara 80-
99%. Di samping itu juga merupakan senyawa yang bereaksi dengan senyawa
silika, alumina, dan besi yang akan membentuk senyawa potensial penyusun
utama semen yaitu C3S dan C2S. Penentuan kadar CaO tidak ada batasan
khusus yang diberikan SNI 15-7064-2004. Penambahan aditif limestone yang
semakin besar pada blended cement berpengaruh pada penurunan kadar MgO.
MgO diperoleh dari peruraian (dekomposisi) dolomite, CaCO 3, dan MgCO3 yang
terdapat dalam batu kapur dan kandungan oksida logam MgO juga bisa berasal
dari mineral-mineral tanah liat. Standar SNI 15-7064-2004 untuk kadar MgO
adalah maksimum 6.0%. Kadar MgO yang terlalu tinggi di dalam semen pada
efek jangka panjang menyebabkan semen mengalami ekspansi sehingga dapat
menimbulkan kerusakan pada konstruksi bangunan. Selain itu juga
menyebabkan kualitas semen menurun. Gypsum ditambahkan dalam semen
bertujuan untuk mengatur pengikatan semen selama proses hidrasi
berlangsung (sebagai retarder). Pada hidrasi semen C 3A segera bereaksi dengan
air membentuk 3CaO.Al2O3.3H2O senyawa ini bereaksi dengan air membentuk
ettringite. Namun bila terlalu banyak gypsum akan menimbulkan kerugian pada
sifat ekspansi (keretakan semen) dan menurunkan kuat tekan. Penambahan
aditif (limestone) yang meningkat pada blended cement berpengaruh pada
penurunan kadar SO3. Batas maksimum yang ditentukan oleh SNI 15-7064-
2004 adalah maksimum 4,0%. Tingginya kadar SO3 di dalam semen terjadi
karena kadar SO3 di dalam clinker terlalu tinggi sebesar 1,17% sehingga SO 3
yang seharusnya hanya disumbangkan oleh gypsum dapat tambahan dari
clinker dan clinker merupakan komponen utama dalam semen. Tingginya
kandungan SO3 dalam clinker diakibatkan adanya sirkulasi dalam proses
pembakaran di dalam tanur putar.
4.3 Uji Kuat Tekan Semen (Compressive Strength)
Kuat tekan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu material
menahan suatu beban tekan. Kuat tekan merupakan sifat yang paling penting
bagi semen. Perbedaan kuat tekan semen dapat dilihat dari komposisi mineral,
kandungan kapur bebas, magnesium, kandungan gypsum, temperatur,
perbandingan air dengan semen, kualitas agregat, cara pengerjaan, dan
perlakuan. Kecepatan pengembangan kuat tekan semen sangat dipengaruhi
oleh komposisi kimia mineral semen yang ada, seperti telah kita ketahui bahwa
semen mengandung 4 mineral utama yaitu C 3S, C2S, C3A, dan C4AF yang
mempunyai reaktifitas masing-masing berbeda sewaktu bertemu dengan air.
12

Kode Pengulanga Variasi Compressi Strengt (kg/cm


sampe n Limeston ve h 2)
l e (%)
1 hari 3 hari 7 hari 28 hari
Cm 0 1 0 181,5 284,4 350,0 460,0
2 180,3 285,7 351,7 462,4
3 382,3 284,0 350,8 464,8
Rata-rata 181,4 284,7 350,8 462,4
Cm 1 1 5 168,3 279,4 332,5 450,3
2 170,0 280,9 333,4 448,4
3 168,4 280,2 336,7 458,9
Rata-rata 168,9 280,2 334,2 452,5
Cm 2 1 10 154,2 268,7 325,2 440,9
2 156,5 268,2 324,4 442,5
3 156,2 267,8 325,5 441,8
Rata-rata 155,6 268,2 325,0 441,7
Cm 3 1 15 142,5 250,7 298,6 395,6
2 143,5 253,7 299,6 395,9
3 140,8 251,6 298,8 393,5
Rata-rata 142,3 252,0 299,0 395,0
Cm 4 1 20 133,4 228,5 267,8 370,4
2 130,8 226,7 267,4 371,4
3 130,5 228,2 265,6 372,2
Cm 5 25 120,4 210,2 249,5 353,4
124,5 212,1 250,8 350,2
122,4 212,9 252,6 352,8
Tabel 4 menunjukkan bahwa penambahan komposisi optimum aditif
limestone yaitu 15%, karena dengan penambahan batu kapur di atas 15%
kekuatan tekannya berada di bawah spesifikasi yaitu pada umur 7 hari dan 28
hari menurut persyaratan SNI 15-7064-2004 minimal kuat tekan 290 kg/cm 2
dan 380 kg/cm2 . Tabel 4 juga menunjukkan bahwa semakin halus ukuran
partikel semen maka kecepatan reaksi hidrasi bertambah cepat, karena luas
permukaannya akan lebih besar dan reaksi dengan air akan cepat. Reaksi
hidrasi adalah reaksi pengikatan kemudian disusul dengan reaksi pengerasan,
dengan kata lain semakin halus semen maka semakin cepat reaksi hidrasi.
Semakin cepat reaksi hidrasi maka reaksi pengikatan dan pengerasan
berlangsung dengan cepat pula. Penambahan limestone ke dalam semen
memberikan pengaruh terhadap kekuatan semen, nilai kehalusan, dan nilai
residu. Semakin besar persentase penambahan limestone maka kuattekan
semen semakin rendah. Nilai kehalusan semen semakin rendah dan nilai residu
semen semakin tinggi. Limestone mempunyai sifat lunak maka ketika digiling
berasama dengan clinker, kehalusan limestone akan lebih besar, karena ukuran
partikelnya kecil maka limestone dapat mengisi rongga di dalam mortar yang
pengaruhnya terhadap kekuatan tekan. Akan tetapi, semakin banyak
penambahan limestone ke dalam semen tidak berarti kuat tekannya juga
bertambah, karena dengan bertambahnya limestone maka clinker yang
13

digunakan menjadi berkurang, sedangkan yang menyumbangkan kuat tekan


semen yaitu senyawa potensial yang terdapat di dalam clinker seperti C 3S, C2S,
C3A, dan C4AF.
14

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan data analisis komposisi kimia seman menunjukkan bahwa
pengaruh penambahan aditif limestone terhadap kualitas komposisi kimia
blended cement yaitu semakin banyak aditif limestone yang ditambahkan
pada blended cement maka kualitas komposisi kimia blended cement
semakin rendah. Berdasarkan analisis kuat tekan semen, kuat tekan semen
yang baik apabila nilai kuat tekan selama 1 hari, 3 hari, 7 hari, dan 28 hari
semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian, didapat harga kuat tekan
semen yang tertinggi yaitu nilai kuat tekan pada umur 2 hari.
2. Dalam pengujian ini, digunakan standar ASTM C 109. Alat yang digunakan
adalah mixer mortar, bowl, paddle, pisau, caliper, flow table, container,
tamper, cube mold, cabinet, tempat perendaman, toni teknik, kuas, dan lap.
Bahan yang digunakan adalah semen, air, dan pasir.

5.2 Saran
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, maka disarankan bahwa :
1. Perlu dilakukan percobaan lebih lanjut hasil penambahan aditif limestone
terhadap kualitas komposisi kimia seharusnya lebih bervariasi penambahan
aditif limestone agar dapat membandingkan hasilnya.
2. Pada analisa uji tekanan semen agar didapatkan akurat diperhatikan pada
proses pengadukan menggunakan mixer mortar agar tercampur sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Cassiophea, L. 2013.“Analisis Penggunaan Portland Cement (PPC) Dan Kapur


Untuk Stabilitasi Tanah Lempung Sebagai Subgrade”. Jurnal Pendidikan
Teknologi dan Kejurusan Balangla. Vol.1 (1) : 39-50.
Hidayat, S. 2009. Semen Jenis dan Aplikasinya. Jakarta : Kawan Pustaka.

Octoby, D.W., Gillis. H.P dan Nachtrieb. N.H. 2009. Kimia Modern Edisi Keempat
Jilid II. Jakarta : Erlangga.

Purnawan, I dan A. Prabowo. 2017.” Pengaruh Penambahan Limestone


terhadap Kuat Tekan Semen Portland Komposit”. Jurnal Rekayasa
Proses. Vol. 11 (2) : 86-93.

Sukandarrumidi. 2004. Bahan Galian Industri. Yogyakarta : Gadjah Mada.


LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Kerja


Uji Kehalusan Semen (Blaine)

Semen

 dispesifikasi air permeability apparatus


 dimasukkan ke dalam piringan logam
 dimasukkan ke dalam piringan logam
 disilinder
 ditorak
 ditony blaine 1 set
 dilakukan filtrasi dengan kertas saring no. 40.

16
17

MAKALAH MANAJEMEN INDUSTRI


“MANAJEMEN PRODUKSI, BIAYA PRODUKSI , HARGA D
PRODUKSI ”

Fitri Yani
F0A018006

Dosen Pengampu:
1. Dr. Leny Marlinda, S.T., M.T.
2. Heriyanti, S.T., M.Sc., M.Eng.
3. Edwin Permana, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI D-III KIMIA INDUSTRI


18

Hasil

Uji Komposisi Kimia Dengan XRF

XRF

 digunakan standar ASTM C-114-10.

Hasil
19

Uji Kuat Tekan Semen (Compressive Strength)

Semen , air dan pasir

 di lalukan pencampuran mixer mortar


 dimasukkan pada bowl
 dipaddle
 dicaliper
 digunakan flow table
 dimasukkan container
 ditamper
 dimasukkan cube mold
 dicabinet
 dilakukan tempat perendaman
 ditoni teknik, kuas

Hasil
20

Lampiran 2. Grafik XRF

Anda mungkin juga menyukai