Anda di halaman 1dari 31

BINTANG

MATA KULIAH:
ILMU PENGETAHUAN BUMI DAN ANTARIKSA

DOSEN PENGAMPU:
Dr. SUYIDNO, M.Pd

OLEH:
RIF’AH RADHIYATI
NIM. 2020132320001

PROGRAM STUDI MAGISTER KEGURUAN IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FEBRUARI 2021

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur patut kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
penyertaan dan bimbinganNya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
BINTANG ini dengan baik. Kami juga berterimakasih kepada semua orang, baik secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah kami.
Makalah ini memuat dan membahas tentang salah satu benda langit yang utama, yaitu
bintang, beserta asal mula, klasifikasi, siklus bintang dan pengamatann tentang bintang.
Semoga makalah Ilmu Planet Bumi dan Antariksa ini dapat bermanfaat dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih.

Banjarbaru, 19 Februari 2021


Penulis,

Rif’ah Radhiyati

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................1


DAFTAR ISI ..............................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................3


1.1 Latar Belakang ....................................................................................3
1.2 Tujuan Penulisan Makalah ................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................6


2.1 Asal Mula dan Evolusi Bintang ....................................................................6
2.2 Klasifikasi Bintang .......................................................................................16
2.3 Siklus Bintang ..............................................................................................21
2.4 Pengamatan Bintang .....................................................................................24

BAB III PENUTUP ..................................................................................27


3.1 Kesimpulan ..........................................................................................27
3.2 Saran ....................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................29

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di alam semesta banyak sekali terdapat bintang. Bintang tersebut mengalami siklus
hidup atau evolusi meliputi kelahiran, tumbuh, dan akhirnya tak bersinar lagi (mati) dalam
waktu jutaan bahkan milyaran tahun. Dalam perkembangannya, sebuah bintang menjadi
bintang-bintang tidak stabil, bintang kerdil putih, bintang kerdil merah sangat besar (red
giant), super giant, dan akhirnya The Black hole.
Sejak masa lampau bintang-bintang telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia.
Banyak kebudayaan masa lampau yang menjadikan bintang-bintang sebagai patokan dalam
kegiatan praktik keagamaan, navigasi, penanda waktu dalam kegiatan agraris dan masih
banyak lagi. Hingga masa kini, ilmu perbintangan klasik masih dapat digunakan salah satunya
adalah pemanfaatan rasi bintang sebagai navigasi serta kalender Gregorian yang umum
digunakan manusia kini juga disusun berdasarkan posisi Bumi relatif terhadap bintang
terdekat, yakni Matahari.

Gambar (1.1) menunjukkan rasi bintang yang terlihat pada langit bagian utara dan
selatan. Penamaan rasi bintang kebanyakan diambil dari mahluk-mahluk mitologi Yunani.
Dengan penamaan rasi bintang berdasarkan mahluk mitologi yunani, maka menunjukkan
bahwa bangsa Yunani merupakan salah satu penyumbang terbesar perkembangan astronomi
dunia. Bangsa Yunani kuno sudah mulai sadar akan keberadaan obyek astronomi terutama
bintang-bintang, hal ini dibuktikan dengan hadirnya katalog bintang pertama astronom
3
Yunani yang dibuat oleh Aristillus dengan bantuan Timocharis kira-kira 300 tahun sebelum
masehi. Kemudian katalog populer lain dibuat oleh Hipparcus (190-120 SM) yang memuat
1028 bintang. Katalog lain disusun oleh Claudius Ptolemaus (90-168 SM) atau yang lebih
dikenal dengan Ptolemy dengan berisikan bintang-bintang yang terlihat oleh mata telanjang.
Pada awalnya studi tentang bintang-bintang sebatas bintang yang tampak karena
bermula dari rasa ingin tahu. Pada prosesnya rasa ingin tahu akan bintang-bintang telah
membuka dan menggiring manusia pada ilmu pengetahuan tentang alam semesta. Bintang
merupakan obyek astronomi yang menarik karena selain menghasilkan cahaya sendiri yang
membuatnya mudah terdeteksi, juga dikarenakan bintang memiliki jalur evolusi tersendiri
yang membuat manusia bisa memperkirakan keadaan bintang, baik di masa depan maupun di
masa lalu.
Bintang dapat terbentuk oleh karena adanya kontraksi awan molekul (nebula). Pada
prosesnya bintang-bintang terbentuk secara berkelompok. Kelompok-kelompok bintang ini
disebut sebagai gugus (cluster) dan dibagi menjadi beberapa kelas bedasarkan jumlah anggota
dan interaksi gravitasinya. Adapun klasifikasi bintang yang diurutkan berdasarkan interaksi
gravitasi terlemah hingga terkuat adalah asosiasi bintang, gugus terbuka (open cluster), gugus
muda masif (young massive cluster) serta gugus bola (globular cluster). Gugus bintang
merupakan obyek yang sangat penting dalam studi evolusi bintang. Bintang-bintang anggota
gugus terikat satu sama lain oleh gaya gravitasi dan terpengaruh oleh gravitasi dari obyek lain.
Bintang anggota gugus memiliki komposisi kimia yang mirip karena berasal dari awan
molekul yang sama, sehingga parameter utama anggota gugus seperti usia, jarak dan
pemerahan (reddening) akan lebih mudah dipelajari dibandingkan dengan bintang yang
menyendiri. Selain itu, gugus bintang memiliki anggota yang lahir dalam waktu yang hampir
bersamaan, oleh karenanya tiap bintang dalam satu gugus memiliki usia yang hampir sama
dan memudahkan dalam penelitian (Formert, 2007).
Alam semesta memiliki dimensi yang sangat luas. Sebagai tolok ukur batas
kemampuan akal dan teknologi, alam semesta menjadi cerminan kehidupan manusia sejak
dulu, kini, dan masa mendatang. Kehidupan sosial manusia tercermin melalui pergerakan
benda-benda langit, seperti adanya kecenderungan berkelompok, berpasangan, termasuk
kelahiran dan kematian. Pemahaman tentang alam semesta sudah masuk ke dalam kehidupan
budaya manusia sejak zaman dulu. Benda-benda langit seperti matahari, bulan, dan bintang,
selalu dijadikan simbol-simbol kepercayaan mereka. Dari fenomena bintang, manusia dapat
mengukur massa, suhu, dan susunan kimianya. Keberadaan bintang pun dapat diketahui
umurnya, apakah baru lahir, masih muda, sudah tua, atau sudah mati. Pengamatan pada

4
bermacam-macam bintang memungkinkan astronom memperoleh gambaran yang utuh
tentang evolusi bintang.
Evolusi bintang merupakan salah satu materi yang dibahas dalam perkuliahan
Astrofisika (FI567) yang merupakan perkuliahan pilihan wajib dalam kelompok bidang kajian
(KBK) Fisika Bumi dan Antariksa. Melalui perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memiliki
pengetahuan dan wawasan yang lebih luas mengenai astrofisika serta mampu menerapkan
ilmu fisika dan matematika dalam memahami keadaan alam semesta keseluruhan melalui
penelaahan gejala alam secara fisis.

1.2 Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari kajian makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui asal-usul dan evolusi bintang,
2. Membahas tentang klasifikasi bintang,
3. Membahas tentang siklus bintang,
4. Menjelaskan tentang pengamatan bintang.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal Mula dan Evolusi Bintang


2.1.1 Asal Mula Bintang
Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya.Di mana bintang
sendiri terbagi menjadi bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang
tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang
lain. Bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan
bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata). Bintang
merupakan benda langit yang jaraknya sangat jauh dari bumi. Penemuan jarak bintang baru
dapat dilihat pada abad ke-19, cara yang digunakan adalah cara paralaks trigonometri. Kita
tahu bahwa bumi bergerak mengitari matahari dalam waktu sekali keliling dalam waktu satu
tahun. Akibat gerak edar bumi, bintang yang dekat akan terlihat seolah-olah menempuh
lintasan berbentuk elips yang sebenarnya merupakan mencerminan gerak bumi. Penggunaan
teropong atau teleskop dapat membantu pengamatan bintang lebih teliti diantaranya:
1. Bintang yang lemah cahayanya dapat dilihat dan diamati dengan teleskop bergaris dengan
60 cm kita dapat melihat bintang yang 100.000 kali lebih lemah dari pada bintang
terlemah yang dilihat oleh mata telanjang (tanpa alat).
2. Bintang yang jarak sudutnya sangat kecil dapat dilihat secara terpisah.

Oleh sebab itu, bintang katai putih dan bintang netron yang sudah tidak
memancarkan cahaya atau energi tetap disebut sebagai bintang. Bintang terdekat dengan bumi
adalah matahari pada jarak sekitar 149.680.000 kilometer, diikuti oleh proxima dan centauri
dalam rasi bintang Centaurus berjarak sekitar 4 tahun cahaya. Bintang terbentuk di dalam
awan molekul, yaitu sebuah daerah medium antar bintang yang luas dengan kerapatan yang
tinggi (meskipun masih kurang rapat jika dibandingkan dengan sebuah acuum chamber yang
ada di bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar 23-28% helium dan
beberapa persen elemen berat. Komposisi awan dalam awan ini tidak banyak berubah sejak
peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam semesta. gravitasi mengambil peranan
sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Pembentukan bintang dimulai dengan
ketidakstabilan gravitasi dalam awan molekul yang dapat memiliki massa ribuan kali
matahari. Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau

6
tumbukan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup
memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya
gravitasi sendiri.
Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri,
melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang
besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh
pengamatan dimana banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi
bintang. Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang
padat yang disebut sebagai Globula Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50
kali matahari. Runtuhnya globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi
gravitasi diubah menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan
protobintang ini mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di
intinya. Bintang pra deret utama ini sering dikelilingi oleh piringan protoplanet. Pengerutan
atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika
peningkatan temperatur di inti, protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti
'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang
menyuplai cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan
berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.
Energi yang dihasilkan bintang, sebagi hasil samping dari reaksi fusi nuklir,
dipancarkan ke luar angkasa sebagai radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi
partikel yang dipancarkan bintang dimanifestasikan sebagai angin bintang dan pancaran tetap
neutrino yang berasal dari inti bintang. Hampir semua informasi yang kita miliki mengenai
bintang yang lebih jauh dari Matahari diturunkan dari pengamatan radiasi
elektromagnetiknya, yang terentang dari panjang gelombang radio hingga sinar gamma.
Namun tidak semua rentang panjang gelombang tersebut diterima oleh teleskop landas bumi.
Hanya gelombang radio dan gelombang cahaya yang dapat diteruskan oleh atmosfer Bumi
dan menciptakan 'jendela radio' dan 'jendela optik'. Teleskop- teleskop luar angkasa telan
diluncurkan untuk mengamati bintang-bintang pada panjang gelombang lain. Banyaknya
radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh bintang dipengaruhi terutama oleh luas
permukaan, suhu dan komposisi kimia dari bagian luar (fotosfer) bintang tersebut. Pada
akhirnya kita dapat menduga kondisi di bagian dalam bintang, karena apa yang terjadi di
permukaan pastilah sangat dipengaruhi oleh bagian yang lebih dalam.
Bintang yang paling dekat dengan kita di jagad raya ini adalah matahari yang
berjarak sekitar 150 juta kilometer dari bumi, sedangkan bintang-bintang lain yang jaraknya

7
sangat jauh biasanya dihitung dalam satuan “Tahun Cahaya” sehingga apabila kita lihat dari
bumi terlihat sangat kecil.

2.1.2 Evolusi Bintang


Evolusi bintang merupakan perubahan struktur bintang secara perlahan-lahan
selama kehidupannya. Keseluruhan galaksi kita (dan juga galaksi yang lain) merupakan
awan (sebagian besar terdiri dari gas hidrogen) dan debu yang sangat luas. Debu kosmos
dapat dilihat dengan memantulkan atau menghalangi sinar dari bintang-bintang tetangganya.
Debu atau gas cosmos ini dapat dideteksi secara optik bila gas kosmos mengeluarkan
cahaya atau melalui pengamatan radio bila keadaan gas kosmos gelap. Gas kosmos dapat
mengeluarkan cahaya bila gas ini memantulkan cahaya dari bintang-bintang didekatnya
atau jika sinar ultraviolet dari bintang-bintang didekatnya sangat panas sehingga
menyebabkan gas ini berflouresensi. Peristiwa ini terjadi jika sinar ultraviolet dari bintang
yang sangat panas mengeksitasi atom-atom dingin yang lain menaikkan elektron-elektron
ke tingkat orbit lebih tinggi, kemudian turun lagi menghasilkan sinar fluoresensi.
Kebanyakan gas di ruang angkasa adalah gas hidrogen dingin dalam keadaan
energi terendah yang tak dapat dideteksi secara optik dari bumi. Gas hidrogen memancarkan
gelombang radio dengan panjang gelombang 21 cm. Panjang gelombang radio ini sekitar
400.000 kali panjang daripada gelombang cahaya pada deret Balmer. Pancaran energi
rendah ini terjadi bukan sebagai hasil lompatan orbit elektron tetapi elektron atom hidrogen
dalam keadaan energi terendah mengubah arah spinnya.
Sehingga terjadi perubahan sangat kecil pada energi total atom. Pengetahuan kita
tentang penyebaran hidrogen dingin di ruang angkasa semakin banyak dengan mempelajari
pancaran radionya. Awan gas dan debu yang sangat luas seperti ini bergerak melewati
ruang angkasa, materi-materi yang ada di dalamnya menjadi terdistribusi tidak merata dan
membentuk bulatan-bulatan kecil padat. Bulatan-bulatan kecil ini jika cukup kepadatannya,
terjadi daya tarik menarik dan mulai mengkerut. Pada saat yang sama juga menarik lebih
banyak materi-materi kedalamnya. Hasilnya berupa bola gas dan debu yang terus
mengkerut, mengubah energi potensial gravitasi menjadi energi panas dan terbentuknya
Protostar. Suhu dan tekanan di dalam protostar bertambah hingga penyerapan materi terhenti
karena tekanan dorongan keluar. Keseimbangan terjadi dan terbentuk bintang yang stabil.
Bintang yang baru terbentuk terus memperoleh energi dari konstraksi gaya tarik menarik.
Energi ini terbawa ke permukaan secara konveksi. Karena suhu pusat bertambah besar,
suatu saat tercapai suhu yang memungkinkan terjadinya reaksi inti. Pada titik suhu ini, jika
8
hidrogen bintang mulai berubah menjadi helium maka bintang ini menjadi bintang deret
utama (main squence). Diperlukan berjuta juta tahun untuk mencapai peran ini. Sebagai
perbandingan sebuah bintang matahari menempati deret utama dalam beberapa milyar
tahun. Dengan demikian evolusi bintang terjadi pada saat bintang menempati deret utama,
yaitu pada saat hidrogen berubah menjadi helium.

Gambar 2.1 Horse Head Nebula IC 434 in Orion

Tahap berikutnya cahaya dan akibatnya jejak evolusi menjadi komplek. Beberapa
hidrogen dari lapisan luar bergabung kembali dengan inti dan mungkin untuk sementara
waktu bintang itu kembali pada deret utama. Selama hidupnya bintang kebanyakan bersinar
dengan sinar konstan. Dalam usia tuanya di luar tahap, perhitungan bintang sangat besar (red
giant) menunjukkan bahwa bintang bervariasi sinarnya sebagai akibat ketidakstabilannya.
Secara pasti terjadi dalam waktu yang lama ketika suplai helium berkurang.
Bintang merupakan benda langit yang dapat memancarkan cahaya sendiri. Lalu
yang dimaksud evolusi bintang adalah perubahan perlahan-lahan sejak suatu bintang terjadi
sampai menjadi bintang yang stabil, kemudian memasuki deret utama dalam waktu yang
lama, kemudian menjadi bintang raksasa merah, lalu mengalami keadaan degenerasi,
seterusnya melontarkan sebagaian masanya bagian luar dan membentuk masa kecil dengan
kerapatan yang besar. Sampai menjadi bintang neutron dan black hole melalui beberapa
tahapan. Tahap-tahapnya sebagai berikut :
1. Tahap Awal
Bintang terbentuk dari pengerutan gravitasional kabut atau nebula lalu sebagian
energi potensialnya tepancarkan mejadi energi termal dan energi radiasi menjadi gumpalan
membesar lalu suhu pusatnya cukup tinggi untuk berlangsungnya reaksi inti menjadi

9
tekanannya cukup besar untuk menghentikan pengerutan sehingga bintang menjadi stabil
dan kemudian masuk ke deret utama.

Bintang-Bintang yang Tidak Stabil


Ada banyak bentuk bintang yang tidak umum, masing-masing merupakan akibat
ketidakstabilan selama garis edar evolusinya. Garis edar yang diberikan oleh bintang-bintang
disekitar tahap bintang merah sangat besar ini tidak menentu. Beberapa bintang pada tahap ini
secara periodik mengembang dan menyusut sehingga mengakibatkan pencahayaannya
berubah-ubah.
Sebagai contoh adalah Cepheid yaitu sebuah bintang yang secara periodik
mengembang dan menyusut berubah-ubah bentuk maupun cahayanya. Selain itu, terdapat
bintang Lyrae yang ditemukan jauh dari galaxi dan dianggap berada diantara bintang-bintang
yang paling tua.

Gambar 2.2 Kurva Cahaya Beberapa Jenis Bintang

10
Pada tiap akhir evolusinya bintang ini mengeluarkan bagian-bagian massanya ke
ruang angkasa yang masing-masing mengandung 4% hingga 1.0% massa aslinya. Salah satu
yang terkenal adalah Cincin Nebula dalam gugus bintang Lyra. Karena bintang-bintang yang
tidak biasa itu pada dasarnya tidak stabil, pada tahap ini mereka cenderung relatif lebih cepat
terpantau. Pada diagram H-R bintang-bintang ini ditemukan dalam sebuah wilayah yang tidak
ditempati oleh bintang-bintang.

Gambar 2.3 The Ring Nebula dalam Gugus Lyra


2. Evolusi Deret Utama
Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam
reaksi fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di
intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut sebagai bintang
katai putih.
3. Bintang Raksasa Merah
Bila suatu bintang telah mulai menghabiskan bahan bakar hidrogennya sehingga
bintang itu sendiri kebanyakan helium, maka fusi hidrogen tidak bisa terjadi lagi. Akibatnya
tekanan radiasi tidak lagi mampu menahan keruntuhan gravitasi. Oleh karena itu pusat helium
mulai runtuh sehingga terjadi lagi perubahan energi potensial gravitasi menjadi energi kinetik
termal sehingga pusat bintang bertambah panas. Kerapatan pusat bintang meningkat dari 100
gr/cm3 menjadi sekitar 105 gr/cm3 dan suhu naik menjadi 108K. Pada tingkat suhu ini mulai
terjadi fusi helium menjadi unsur-unsur ruang lebih berat seperti karbon, oksigen, dan neon.
Proses ini dinamakan pula dengan proses pembakaran helium. Menurut hukum Stfaan-
Boltzmann Karena energi per satuan luas W berkurang maka suhunya T juga berkurang.
Dengan demikian kini permukaan bintang suhunya menjadi semakin rendah sehingga
cahayanya menjadi semakin merah. Jadi pada tahapan ini bintang menjadi bintang yang
sangat besar dan dengan cahaya yang kemerahan sehingga disebut raksasa merah.
4. Bintang Katai Putih (white dwarf)
Cepat atau lambat bintang akan kehabisan energi nuklirnya. Kemudian bintang
mengerut dan melepaskan energi potensialnya. Akhirnya bintang yang mengerut ini mencapai
11
kerapatan yang luar biasa besarnya, dan menjadi bintang yang kecil dan mampat dengan
kerapatan massa mencapai 103 kg/cm3 dan suhu permukaanya mencapai 104K. Bintang yang
seperti ini dinamakan Katai Putih atau White Dwarf.
Pertama kali bintang mencapai tahap bintang katai putih, energinya berasal dari
intinya. Karena tidak ada energi baru yang dihasilkan, sehingga perlahan-lahan menjadi
dingin kemudian menjadi gelap total. Periode pendinginan ini jauh lebih lama dibandingkan
dengan usia galaksi kita ini, oleh sebab itu tidak ada bintang katai hitam yang mungkin
terdapat dalam Bimasakti. Bintang katai putih yang terkenal adalah Sirius B. Masih banyak
lagi jenis bintang katai putih, namun karena cahayanya yang suram membuat sulit diamati.

Gambar 2.4 Hubungan Radius dan Massa Bintang Kerdil Putih

Gambar 2.5

5. Tahap Pelontaran
Bintang netron dan black hole setelah bintang menangkap elektron dan
mamancarkan netron, tekanan dipusat bintang menurun tajam sekali, sehingga menimbulkan
ledakan dahsyat dengan energi sekitar 10 pangkat 42 sampai 10 pangkat 44 Joule terkenal
dengan sebutan supernova, sehingga terlontar seluruh massanya yang dibagian luar dan
tinggal intinya yang menjadi massif dengan kerapatan 10 pangkat 18 Kg/m kubik, yang

12
dinamakan bintang netron atau pulsar dan black hole atau lorong gelap. Disebut lorong gelap,
karena sarnpai saat ini masih belum banyak diketahui orang keadaan area ini..

Bintang Neutron
Mekanisme keruntuhan bintang menjadi bintang neutron disebabkan karena
pengerutan inti oleh gaya gravitasi yang sangat besar yang menyebabkan bintang mengerut
dengan cepat menjadi bintang neutron yang sangat mampat.

1. Nova
Apabila sebuah bintang termasuk anggota sebuah sistem biner setelah dekat dengan
tahap akhir evolusinya akan dipengaruhi oleh bintang pasangannya. Jika dua bintang memiliki
massa yang lebih besar akan berkembang lebih cepat dan mencapai tahap bintang, katai putih
lebih dulu. Ketika anggota yang kedua mengembang menjadi bintang merah besar, maka
aliran materi dari atmosfer bintang pasangannya yang katai putih menyebabkan
ketidaksetabilan permukaannya. Hal ini mengakibatkan perubahan energi, dan semburan
materi ke ruang angkasa.
Pencahayaan bintang katai putih naik secara cepat puluhan ribu kali. Inilah yang
disebut "Nova" yang artinya "bintang baru". Disebut demikian karena memang sebelumnya
nova dan pasangannya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Setelah muncul, nova akan
bersinar selama periode waktu yang singkat. Gambar 2.6 menunjukan kurva cahaya sebuah
Nova.

Gambar 2.6

2. Supernova
Istilah "super" tidak menyatakan perbedaan antara bintang-bintang ini, dengan
nova. Keduanya mudah meledak akan tetapi ledakannya dapat dibandingkan dengan
perbedaan antara letusan petasan kecil dari dentuman dinamit. Sebuah Supernova menyala
terang ratusan juta kali dibanding dengan aslinya dan mencapai magnitude -14 sampai 18 atau
bahkan lebih terang.
13
Gambar 2.7

Dan supernova terakhir yang terlihat dalam galaksi kita adalah Tycho &ahd:pada
tahuri 1972 dan bintang Kepler pada tahun 1604. Sejak itu tidak pernah terlihat lagi dalam
galaksi kita, akan tetapi melalui pengamatan Supernova pada Observatorium comlitos di New
Mexico banyak ditemukan Supernova di galaksi lain. Meskipun Supernova hanya terlihat
dalam periode waktu yang singkat, sisanya masih ada selama berabad-abad. Nebula
Tudung (Veil Nebula) dalam gugus bintang Cygnus diyakini sebagai sisa yang nampak
(Gambar 2.8) antara letusan petasan kecil dan dentuman dinamit. Sebuah Supernova menyala
terang ratusan juta kali dibanding dengan aslinya dan mencapai magnitudo 14 sampai 18 atau
bahkan lebih terang.

Gambar 2.8 Veil Nebula dalam gugus Cygnus

Hampir 10 tahun sebelum penemuan pulsar pertama, fisikawan dan ahli Astronomi
telah menghipotesis keberadaan sebuah “Bintang Neutron”. Sebuah bintang yang partikelnya
tersusun padat sehingga muatan elektron dan protonnya terhenti bersama-sama. Akibatnya
14
massa keseluruhannya hanya tersusun dari neutron. Bintang Neutron ini dapat terbentuk dari
supernova. Terdapat bukti-bukti yang menyakinkan bahwa pulsar-pulsar adalah bintang-
bintang neutron. Perhitungan menunjukan bintang neutron berputar dengan kecepatan yang
terus-menerus berkurang.

Gambar 2.9

Gambar 2.10 Perbandingan ukuran


bumi, bintang neutron dan bintang
kerdil putih mempunyai jari-jari
yang sama dg bumi kira-kira 6000
km. Pehitungan juga menunjukan
bahwa bintang-bintang super padat
ini memiliki medan magnet jauh
melebihi medan magnet benda lain.
Matahari memiliki medan magnet
sebesar 10 juta hingga 100 juta
Gauss dan sebuah bintang neutron
dapat memiliki medan magnet
sebesar milyaran Gauss. Sebagai
perbandingan medan magnet bumi
yang menggerakkan kompas adalah
hanya sekitar 1 Gauss.

b. Black Hole atau Lubang Hitam


Bila massa bintang 3 kali massa matahari, maka gaya tarikan gravitasinya begitu
kuat dan bintang mengerut sehingga diameternya menjadi lebih kecil lagi dan kerapatannya
bertambah besar. Gaya yang begitu besar ini mengatasi prinsip larangan Pauli, sehingga
terjadi proses keruntuhan gravitasi. Pada proses ini, bintang telah kehabisan bahan bakar
nuklirnya dan tidak lagi memancarkan radiasi, dan tekanan materinya tidak mampu lagi
menahan gaya tarikan gravitasinya. Gravitasinya menjadi begitu kuat sehingga kecepatan
lepas dari bintang itu lebih besar dari pada laju cahaya. Jadi tidak ada radiasi yang dapat lepas
dari bintang tersebut, sehingga kita bisa mengamatinya. Oleh karena itu objek atau bintang
15
semacam ini dinamakan “black hole” atau “lubang hitam” dan sering diberi sebutan dengan
“bintang hantu”.
Untuk bisa menjadi sebuah “lubang hitam” suatu bintang haruslah mengalami suatu
keruntuhan gravitasi, mengerut karena tarikan gravitasinya sendiri sampai lebih kecil atau ada
di dalam jejari yang dinamakan “jejari Schwazschild” (Rs).

16
Perhitungan menunjukkan bahwa pada kondisi tertentu, bintang-bintang yang
massanya besar pada akhir evolusinya mengalami keruntuhan pada pusatnya dan menjadi
bintang neutron yang dapat diamati sebagai pulsar. Bintang pun semakin mampat dan medan
gravitasi permukaannya semakin besar. Dengan demikian kelengkungan ruang waktu
disekitar bintang pun makin besar. Maka ada materi atau cahaya yang keluar dari bintang
tersebut sehingga bintang ini menjadi lubang hitam (The Black hole).

Gambar 2.11 Black Hole (www.topnews.in)

2.2 Klasifikasi Bintang


Pada tahun 1860, Father Asecchi, seorang astromi dari Italia melakukan
penyelidikan tarhadap sekitar 4000 spektrum bintang hasil pengamatan yang
dilakukan menggunakan prisma objektif. Hanya dengan menggunakan mata, Secchi
menggolongkan bintang-bintang tersebut kedalam tiga kelas. Bintang dengan garis-
garis serapan sangat kuat dari atom hidrogen digolongkan sebagi tipe I berwarna
putih, bintang dengan garis-garis serapan sangat kuat dari ion logam digolongkan
sebagai tipe II berwarna kuning, dan dengan bintang dengan pita-pita serapan lebar
digolongkan sebagai tipe III berwarna merah. Dan setahun kemudian Secchi
memasukkan beberapa bintang yang memiliki garis-garis serapan dengan pola yang
aneh, jarang ada dan mirip tetapi tidak terlalu sama dengan pola tipe III, dan
menggolongkannya sebagai tipe IV.
Pada tahun 1886 Miss Annie Jump di Universitas Harvard
mengelompokkan 400.000 bintang dari belahan bumi bagian utara dan selatan
berdasarkan karakteristik spektralnya. Hasil dari katalok Henry Draper telah
digunakan secara luas, tetapi sistem klasifikasi dasarnya masih digunakan. Sampai
ahirnya ditemukan bahwa klasifikasi sebenarnya tergantung pada temperatur
permukaan bintang daripada komposisi kimianya.

16
Pengelompokan spektral disusun berdasarkan menurunnya temperatur dan
di desain dengan huruf alphabet. Kelompok tersebut adalah O, B, A, F, G, K, dan M
yang dibagi menjadi sepuluh bagian dan didesain dengan nomor 0 sampai 9, karena
perbedaan antara pengelompokan telah ditemukan menjadi satu-kesatuan dapat
digambarkan dengan jelas. Jadi bintang-bintang telah dikelompokkan, misalnya K2,
A5, M3, dan lain-lain. Secara umum komposisi kimia untuk semua bintang pada
dasarnya sama, keberadaan batas serapan dari bagian atomik menunjukkan keadaan
fisis dari atmosfer lebih dari komposisinya.
Temperatur atmosfer menyatakan bahwa atom-atom memberikan sebuah
unsur yang dapat menyerap karakteristik panjang gelombang yang dinyatakan dalam
daerah yang dapat diamati dari spektrum. Misalnya berdasarkan hasil garis serapan
dari hidrogen pada deret balmer, elektron harus menjadi yang pertama dalam tingkat
energi kedua. Jika bintang terlalu dingin atau terlalu panas, kebanyakan electron akan
berada pada orbit pertama, ketiga, keempat atau kelima dan akan menghasilkan garis
spektral pada panjang gelombang yang lebih pendek atau lebih panjang dan
menghasilkan radiasi yang dapat dilihat sekitar 10.000 K.
Para statistikal mengatakan bahwa mayoritas elektron akan berada di orbit
kedua dan oleh karena itu temperatur bintang akan menunjukkan garis hidrogen yang
paling kuat, disebut bintang tipe A. pada bintang lebih panas terdapat garis yang
lebih lemah karena kebanyakan elektron dari atom hidrogen berada pada orbit yang
lebih tinggi dan jarak pada daerah yang berada dari spektrum elektromagnetik. Hal
ini tidak berarti bahwa terdapat sedikit hidrogen di bintang, tetapi lebih dari itu
atomatom tidak mampu untuk menyerap deret yang dihasilkan dari tingkat kedua.
Pada bintang yang lebih dingin garis hidrogen juga terdapat sangat lemah
atau bahkan menghilang. Di matahari, dengan temperatur permukaan 6000 K, hanya
satu dari seratus juta atom hidrogen yang mempunyai elektron diorbit keduanya. Hal
ini cukup untuk menghasilkan garis hidrogen yang lemah dalam spektrum cahaya.
Bintang yang lebih panas bintang (O dan B) mempunyai garis serap yang sangat
kecil di spektranya. Pada temperatur yang tinggi, kebanyakan atom-atom
memancarkan energi pada daerah spektrum yang tidak dapat dilihat.
Bintang yang lebih dingin khususnya tipe M menunjukkan beberapa garis,
sebagian garis terrdiri dari logam karena temperatur tersebut (sekitar 3000 o K) garis
serap dari gas logam ini jatuh pada daerah yang dilihat. Beberapa abad lalu, melalui
penggunaan indikator keadaan bersinarnya, pengelompokan spektra bintang telah
dibuat dengan tepat dari sistem MK (Moorgan-Keenan). Berdasarkan pada kaliberasi
17
temperatur dan kedaan bersinarnya dalam spektra bintang, ditambahkan dimensi lain
pada metode yang lebih tua yang hanya berdasarkan temperatur. Disamping
klasifikasi dimensi dan huruf, angka romawi juga ditambahkan untuk mendesain
keadaan bersinarnya bintang. Bintang-bintang kelas O, B, dan A sering kali disebut
sebagai kelas awal, sementara K dan M disebut sebagai kelas akhir. Sebutan ini
muncul di awal-awal abad 20, karena A dan B terletak di urutan awal urutan alphabet
sementara K dan M diakhir, tetapi kemudian berkembang teori bahwa bintang
mengawali hidup mereka sebagai bintang “kelas awal” yang sangat panas dan secara
gradual mendingin menjadi bintang “kelas akhir” teori sama sekali salah (lihat
evolusi bintang).

Berikut ini adalah daftar kelas bintang yang paling panas hingga paling dingin

Tabel 2.1 Daftar Kelas Bintang


Spektra bintang dan temperaturnya juga sangat dekat hubungannya dengan
indeks warna bintang. Indeks warna merupakan perbedaan dalam ukuran bintang yang
diukur pada daerah biru dan kuning spektrum. Bintang yang lebih dingin, dengan
warna kuning tua atau merah akan kelihatan (Hukum Wien) dan akan terlihat lebih
terang jika divisualisasikan dibandingkan gambarnya atau penampakan pada piringan
fotografi sensitif biru.
Di bawah ini disajikan ciri-ciri dari tiap kelas. Perlu diingat bahwa ciri-ciri
ini terutama berdasar pada penampakan garis-garis serapan pola spektrumnya (bukan
pada warna atau temperatur-efektifnya). Akan sangat membantu jika dapat memahami
diagram Hertzprung-Russel (diagram H-R).

18
Gambar 2.12 Fotografi dari spektrum bintang

Warna yang ditunjukkan bintang merupakan hal yang sangat penting untuk
mempelajari pengelompokan jarak dari bintang yang secara individu anggotanya
sangat redup untuk menentukan kelas spektral. Fotografi yang dikelompokkan pada
piringan sensitif merah dan biru menghasilkan penentuan yang baik dari petunjuk
warna dari bintang-bintang tersebut yang melalui pengelompokkan temperatur dan
spektral.
Untuk intensitas garis spektral, bentuk dan lebar juga dapat diukur.
Kemajuan analisis menunjukkan bahwa variabel ini dihubungkan dengan kondisi fisis
dari bintang. Spektrum dari bintang tidak hanya kunci bagi temperatur dan keadaan
bersinarnya tetapi juga kelimpahan kimianya, terjadi gerakan atmosfer dan pergolakan
dalam atmosfer. Dari perubahan garis Doppler, kita juga menentukan kecepatan radial
dari bintang.
1. Bintang Kelas O
Bintang kelas O adalah bintang yang paling panas, temperatur
permukaannya lebih dari 25.000K. Bintang deret utama kelas O merupakan bintang
yang Nampak paling biru, walaupun sebenarnya kebanyakan energinya dipancarkan
pada Panjang gelombang ungu dan ultraungu. Dalam pola spektrumnya garis-garis
serapan terkuat berasal dari atom Helium yang terionisasi 1 kali (He II) dan karbon
19
yang terionisasi dua kali (C III). Garis-garis serapan dari ion lain juga terlihat, di
antaranya yang berasal dari ion-ion oksigen, nitrogen, dan silikon. Garis-garis Balmer
Hidrogen (hidrogen netral) tidak tampak karena hampir seluruh atom hidrogen berada
dalam keadaan terionisasi. Bintang deret utama kelas O sebenarnya adalah bintang
paling jarang di antara bintang deret utama lainnya (perbandingannya kira-kira 1
bintang kelas O di antara 32.000 bintang deret utama). Namun karena paling terang,
maka tidak terlalu sulit untuk menemukannya. Bintang kelas O bersinar dengan energi
1 juta kali energi yang dihasilkan Matahari. Karena begitu pasif, bintang kelas O
membakar bahan bakar hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga merupakan jenis
bintang yang pertama kali meninggalkan deret utama (Iihat diagram Hertzprung-
Russel). Contoh : Zeta Puppis
2. Bintang Kelas B
Bintang kelas B adalah bintang yang cukup panas dengan temperature
permukaan antara 11.000 hingga 25.000 Kelvin dan berwana putih-biru. Dalam pola
spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang netral. Garis-
garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral) nampak lebih kuat dibandingkan
bintang kelas O. Bintang kelas O dan B memiliki umur yang sangat pendek, sehingga
tidak sempat bergerak jauh dari daerah dimana mereka dibentuk, dan karena itu
cenderung berkumpul bersama dalam sebuah asosiasi OB. Dari seluruh populasi
bintang deret utama terdapat sekitar 0,13% bintang kelas B. Contoh : Rigel, Spica.
3. Bintang Kelas A
Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500 hingga
11.000 Kelvin dan berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom-atom
hidrogen di dalam atmosfernya berada dalam keadaan netral sehingga garis-garis
Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan logam
terionisasi, seperti magnesium, silikon, besi dan kalsium yang terionisasi satu kali (Mg
II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola spektrumnya. Bintang kelas A kira-
kira hanya 0,63% dari seluruh populasi bintang deret utama.
Spektrum dari bintang kelas A21. Tampak bahwa jika dibandingkan dengan
spektrum kelas lain, garis-garis serapan hidrogen (garis-garis Balmer) paling kuat
(paling tegas/paling hitam) pada kelas ini. Contoh : Vega, Sirius.
4. Bintang Kelas F
Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000 hingga 7500 Kelvin,
berwarna putih-kuning. Spektrumnya memiliki pola garis-garis Balmer yang lebih
lemah daripada bintang kelas A. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti Fe
20
II dan Ca II dan logam netral seperti besi netral (Fe I) mulai tampak. Bintang kelas F
kira-kira 3,1% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Canopus, Procyon.

5. Bintang Kelas G
Bintang kelas G barangkali adalah yang paling banyak dipelajari karena
Matahari adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan
antara 5000 hingga 6000 Kelvin dan berwama kuning. Garis-garis Balmer pada
bintang kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis-garis ion logam dan
logam netral semakin menguat. Profil spektrum paling terkenal dari kelas ini adalah
profil garis-garis Fraunhofer. Bintang kelas G adalah sekitar 8% dari seluruh populasi
bintang deret utama. Contoh : Matahari, Capella, Alpha Centauri A
6. Bintang Kelas K
Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin
daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500 hingga 5000 Kelvin. Alpha
Centauri B adalah bintang deret utama kelas ini. Beberapa bintang kelas K adalah
raksasa dan maharaksasa, seperti misalnya Arcturus. Bintang kelas K memiliki garis-
garis Balmer yang sangat lemah. Garis-garis logam netral tampak lebih kuat daripada
bintang kelas G. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Bintang
kelas K adalah sekitar 13% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh: Alpha
Centauri B, Arcturus, Aldebaran.
7. Bintang Kelas M
Bintang kelas M adalah bintang dengan populasi paling banyak. Bintang ini
berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500 Kelvin.
Semua Katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah salah satu
contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yang berada dalam fase
raksasa dan maharaksasa, seperti Antares dan Betelgeuse merupakan kelas ini, Garis-
garis serapan di dalam spektrum bintang kelas M terutama berasal dari logam netral.
Garis-garis Balmer hamper tidak tampak. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO)
sangat jelas terlihat. Bintang kelas M adalah sekitar 78% dari seluruh populasi bintang
deret utama. Contoh: Proxima, Centauri, Antares, Betelgeuse.

2.3 Siklus Bintang


Berdasarkan hasil pengamatan, luar angkasa diantara bintang-bintang
ternyata tidak benar-benar kosong, namun terdapat materi berupa gas dan debu yang
21
disebut materi antar bintang. Di beberapa tempat materi antar bintang dapat dilihat
sebagai awan antar bintang yang disebut Nebula, contohnya Nebula Orion. Kerapatan
awan bintang sangatlah kecil bila dibandingkan dengan udara di sekeliling kita.
Walaupun demikian, awan bintang memiliki volume yang sangat besar, sehingga
cukup banyak untuk membentuk ribuan bintang.
Lalu bagaimana awan antar bintang (Nebula) itu bisa membentuk bintang?
Gaya gravitasi memegang peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang.
Jika terjadi suatu peristiwa hebat, misalnya ledakan bintang, di suatu tempat
sekelompok materi antar bintang akan menjadi lebih mampat daripada sekitarnya.
Bagian luar awan ini akan tertarik oleh gaya gravitasi materi di bagian dalam.
Akibatnya, awan akan mengerut dan semakin mampat. Peristiwa ini disebut
kondensasi.
Tetapi, tidak semua awan yang berkondensasi itu akan menjadi bintang.
Akibat kondensasi tekanan di dalam awan akan meningkat dan akan melawan
pengerutan. Bila tekanan melebihi gaya gravitasi, awan akan tercerai kembali dan
proses terbentuknya bintang tidak akan terjadi.
Pada setiap kondensasi kerapatan gas dalam awan bertambah besar. Riwayat
gumpalan awan induk akan terjadi lagi di dalam gumpalan awan yang lebih kecil.
Demikian seterusnya. Peristiwa ini disebut fragmentasi. Awan yang tadinya satu
terpecah menjadi ratusan bahkan ribuan awan yang mengalami pengerutan gravitasi.
Pada akhirnya, suhu menjadi cukup tinggi sehingga awan-awan tersebut akan memijar
dan menjadi ‘embrio’ bintang yang disebut protostar. Jadi, bintang tidak terbentuk
sendiri-sendiri namun berasal dari suatu kondensasi besar, bintang terbentuk dalam
kelompok. Hal ini didukung oleh pengamatan. Dalam galaksi kita pun terdapat banyak
gugus bintang.
1. PROTOSTAR
Suatu protostar yang telah mengakhiri proses fragmentasinya akan terus
mengerut akibat gravitasinya sendiri. Materi dalam protostar sebagian besar adalah
hidrogen dengan kerapatan seragam pada awalnya. Evolusi protostar ditandai dengan
keruntuhan yang sangat cepat.
Laju evolusi pada tahap ini, temperatur di pusat bintang cukup tinggi untuk
berlangsungnya pembakaran hidrogen. Pada saat itu tekanan di dalam bintang menjadi
besar dan pengerutan pun berhenti. Ia menjadi bintang di deret utama. Namun bila
massa bintang terlalu kecil, suhu di pusat bintang tidak akan cukup tinggi untuk

22
berlangsungnya reaksi pembakaran hidrogen. Bintang akhirnya mendingin dan
menjadi bintang katai gelap tanpa adanya reaksi yang berarti.
2. EVOLUSI LANJUT
Selanjutnya bintang mencapai deret utama berumur nol (zero age main-
sequence, ZAMS). Komposisi bintang tersebut masih homogen, mencerminkan
komposisi awan antar bintang yang membentuknya. Energi yang dipancarkan bintang
terutama berasal dari reaksi inti yang berlangsung di pusat bintang. Yaitu reaksi fusi
yang merubah hidrogen menjadi helium, dengan perlahan terjadi perubahan komposisi
di pusat bintang, hidrogen berkurang dan helium bertambah. Akibatnya struktur
bintang pun berubah, bintang makin terang, jari-jari bertambah besar, tempertur efektif
berkurang.
Ada perbedaan proses evolusi bintang tergantung dari massa bintang
tersebut. Pada bintang bermassa besar, terjadi reaksi daur karbon yang terkonsentrasi
ke pusat, disebut pusat konveksi. Pada bintang tipe ini, di bagian selubungnya tidak
terjadi reaksi inti. Karena itu, komposisi selubung masih sama dengan komposisi awal.
Lain halnya dengan bintang bermassa rendah yang membangkitkan energinya tidak
terkonsentrasi di pusat. Konveksi justru terjadi di selubung.
Akibat reaksi pembakaran hidrogen, jumlah helium di pusat bintang
bertambah. Timbunan helium di pusat bintang itu mengakibatkan terjadinya
pengerutan gravitasi secara perlahan. Bila massa pusat helium ini mencapai 10 %
hingga 20% massa bintang, pusat helium tidak lagi mengerut dengan perlahan namun
runtuh dengan cepat. Saat itu struktur bintang berubah, bagian luar bintang akan
memuai dengan cepat, bintang berubah menjado bintang raksasa merah. Saat itu,
bintang mempunyai 2 sumber energi yaitu pembakaran hidrogen di kulit yang
melingkupi pusat helium, dan pembakaran helium di pusat bintang.
Evolusi tahap akhir suatu bintang masih belum pasti. Namun dari beberapa
perhitungan didapat bahwa unsur kimia yang lebih berat dari karbon terbentuk di pusat
bintang. Inti helium, berubah menjadi karbon, selanjutnya membentuk oksigen. Hal ini
menyebabkan temperatur pusat meningkat, dan saat mencapai 600 derajat, inti karbon
akan berinteraksi membentuk magnesium, neon, dan natrium. Demikian seterusnya
akan terjadi pembakaran unsur kimia dalam bintang. Hingga akhirnya akan terbentuk
inti besi. Besi merupakan inti yang paling mantap dan tidak akan bereaksi membentuk
inti yang lebih berat. Selanjutnya, akan terjadi keruntuhan gravitasi pusat besi yang
menyebabkan Supernova.
3. SUPERNOVA
23
Tidak semua bintang mengakhiri hidupnya dengan meledak menjadi
Supernova, yaitu hanya terjadi pada bintang yang massanya 8 kali massa matahari atau
lebih pasif dari Matahari. Nah, supernova akan terjadi ketika bintang tersebut tidak
lagi memiliki cukup bahan bakar untuk proses fusi di inti bintang. Menciptakan
tekanan keluar sehingga memicu terjadinya dorongan gravitasi kedalam massa bintang
yang besar.
Saat ledakan terjadi, bintang akan melepaskan sejumlah besar energi dan
memuntahkan elemen berat seperti kalsium dan besi ke ruang antar bintang. Materi
yang dilepaskan ini kemudian menjadi benih yang mengisi awan debu dan gas dimana
bintang dan planet baru akan dilahirkan. Dan siklus terbentuknya bintang dimulai dari
awal.
4. SISA KEMATIAN BINTANG
Materi yang dilepaskan bintang pada saat terjadinya Supernova akan
menjadi benih bintang baru. Lalu bagaimana nasib bintang yang mati? Untuk bintang
bermassa sedang, ia akan berubah menjadi bintang katai putih. Untuk bintang
bermassa besar yang setelah meledak massanya 1.4 – 3 kali massa Matahari akan
berubah menjadi bintang neutron. Sedangkan yang lebih besar dari 3 kali massa
Matahari akan berubah menjadi black hole.
5. KEMBALI KE ASAL
Sepintas supernova merupakan tahap akhir dari kehidupan sebuah bintang.
Namun, kita tidak boleh lupa bahwa bintang-bintang dan planet pengiringnya juga
dilahirkan dari keruntuhan gravitasional awan gas dan debu antar bintang. Dengan
demikian, supernova selain merupakan akhir dari riwayat sebuah bintang, di sisi lain
juga merupakan pemicu tahapan evolusi bintang yang melahirkan bintang-bintang
baru.
Banyak dari elemen-elemen berat yang dihasilkan selama hidup sebuah
bintang atau setelah meledak menjadi sebuah supernova tersebar di ruang antar
bintang. Sebagian dari "debu bintang" ini bergabung dengan gas yang runtuh dan
membentuk bintang lain di suatu tempat. Miliaran tahun kemudian, generasi bintang-
bintang berikutnya pun terlahir.

2.4 Pengamatan Bintang


Bintang tampak berkelip ketika diamati dengan mata. Namun, dengan
teleskop efek sama juga akan terjadi dari yaitu bintang juga berkelip. Cahaya yang
datang dari bintang yang sangat jauh membuat ia hanya tampak sebagai titik cahaya.
24
Ketika menerobos atmosfer bumi, cahaya bintang diganggu oleh debu yang banyak
bertebangan di atmosfer. Satu debu yang lewat di lintasan cahaya akan membuat
cahaya bintang menjadi terhalang. Peritiwa penghalangan cahaya bintang oleh debu
ini terjadi sangat cepat sehingga hasilnya adalah binang akan tampak berkelip.
Bintang-bintang terang tampak membentuk benda-benda tertentu. Orang Yunani kuno
memiliki imajinasi tertentu ketika melihat kelompok bintang di langit atau disebut
Rasi. Mereka menghubungkannya dengan dewi-dewi mereka dan member nama rasi
sesuai nama dewa-dewi tersebut.hal yang sama juga dilakukan oleh banyak bangsa di
dunia termasuk bangsa Indonesia. Terdapat 88 rasi yang sebagian besar namanya
merupakan warisan bangsa Yunani kuno. Hal ini dilakukan salah satunya untuk
menghargai jasa mereka yang telah melakukan pengamatan dan pencatatan astronomi
secara sistematis. Bintang-bintang dalam satu rasi hanyalah bintang-bintang yang
tampak mengelompok menurut arah pandang manusia di bumi tidak ada hubungan
fisis bintang-bintang tersebut. Namun, pengenalan rasi adalah teknik yang sangat baik
untuk mengenali posisi benda-benda langit. Sebagai contoh ketika kita akan
mengamati Antares maka kita cukup mencari rasi Scorpius lalu melihat kea rah
jantungnya dan dengan mudah kita menemui bintang terang berwarna merah di sana.
Pengamatan dengan teleskop tidak akan membuat bintang menjadi lebih
besar. Dengan teleskop kita akan melihat lebih banyak bintang karena teleskop mampu
mengumpulkan cahaya sehingga bintang-bintang redup menjadi terlihat lebih terang.
Teleskop juga tidak akan membuat komet, nebula, gugus bola dan galaksi menjadi
tampak berwarna. Gambar yang sering kita lihat merupakan hasil pemotretan dan telah
dilakukan serangkaian teknik untuk memperindah gambar tersebut. Ketika diamati
diamati dengan teleskop semua nebula akan tampak berwarna putih. Terdapat tiga
cabang teknik yang mempelajari perubahan bintang yaitu:
a. Fotometri
Fotometri pada prinsipnya mempelajari perubahan intensitas cahaya
bintang. Perubahan cahaya bintang umumnya terjadi secara periodic namun beberapa
terjadi secara sporadic. Perubahan yang terjadi secara periodic memiliki banyak
penjelasan antara lainkarena terjadi gerhana oleh bintang pasangan, kontraksi bintang,
okultasi planet dan lainnya. Perubahan yang terjadi secara sporadik dan tiba-tiba
terjadi pada kasus nova, supernova dan lainnya. Untuk mengamati fotometri
diperlukan pencatatan cerlang bintanguntuk waktu-waktu yang berbeda.
b. Astrometri

25
Astrometri berhubungan dengan pengukuran lokasi bintang . bintang
mengalami perubahan posisi di langit. Hal ini terjadi karena pada dasarnya bintang
bergerak dengan laju yang berbeda-beda untuk setiap bintang. Pergerakan ini di ukur
dengan membandingkan posisi bintang terhadap sistem koordinat yang telah kita
tentukan.

c. Spekstrokopi
Spekstrokopi adalah usaha untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada
spektrum bintang. Seperti yang telah kita ketahui bahwa cahaya tersusun atas banyak
panjang gelombang ataun spektrum. Bintang sewaktu-waktu dapat saja mengalami
perubahan spektrum. Untuk melakukan spekstroskopi dibutuhkan spektograf yang
dipasangkan bersama teleskop.
Teropong bintang/Teropong/teleskop yang sering digunakan untuk
mengamati bintang adalah teleskop Galileo Galilei (1564-1642). Galileo Galilei
dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia “lebih tajam” dalam
mengamati benda yang tidak bisa diamati dengan mata telanjang. Karena teleskop
Galileo bisa mengamatilebih tajam. Dia bisa melihat berbagai perubahan bentuk
penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat
perubahan posisi Venus terhadap matahari. Teleskop Galileo terus disempurnakan
oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629 – 1695) yang menemukan Titan,
satelit Saturnus yang berada hamper 2 kali jarak orbit Bumi – Yupiter.

26
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bintang adalah benda ruang angkasa yang jumlahnya tak terhitung dan
memancarkan cahaya sendiri atau ia merupakan sumber cahaya seperti halnya
matahari. Bintang merupakan pusat tata surya yang dikelilingi oleh planet-planetnya.
Bintang yang paling dekat adalah matahari. Bintang terbentuk daridari dalam awan
molekul yaitu sebuah daerah medium antar bintang yang luas dengan kerapatan yang
tinggi. Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan matahari dalam awan
molekul yang dapat memilki massa ribuan kali massa matahari. Ketidakstabilan ini
sering dipicu oleh gelombang kejut dari tumbukan antara dua galaksi. Bintang tidak
terbentuk sendiri – sendiri melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu
keruntuhan yang berada pada suatu awan molekul yang besar kemudian terpecah
menjadi konglomerasi individual. Energi yang dihasilkan bintang sebagai hasil
samping dari reaksi fusi nuklir dipancarkan ke luar angkasa sebagai radiasi
elektromagnetik dan radiasi partikel. Hampir semua informasi yang kita miliki
mengenai bintang yang lebih jauh dari matahari diturunkan dari pengamatan radiasi
elektromagnetik yang terentang dari panjang gelombang radio hingga sinar gamma.
Banyaknya radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh bintang dipengaruhi
terutama oleh luas permukaan, suhu dan komposisi kimia dari bagian luar (fotosfer)
bintang tersebut. Bintang memiliki 88 rasi bintang yang masing – masing dari rasi
bintang tersebut memiliki arti, singkatan, genetif, dan rasi bintang yang berbatasan.
Bintang tidak berbeda jauh dengan manusia atau makhluk hidup yang ada di
Bumi. Bintang dilahirkan, berkembang, dan pada akhirnya padam, tidak bersinar lagi.
Bedanya, tentu saja bintang tidak berkembang biak. Nah, proses evolusi bintang ini,
bila dibandingkan dengan usia manusia atau bahkan usia seluruh peradaban manusia,
tentunya memakan waktu yang sangat lama hingga milyaran tahun. Contohnya

27
Matahari dalam tata surya kita, yang tidak tampak berubah sejak zaman nenek moyang
hingga saat ini.
Bintang lahir dari sekumpulan awan gas dan debu yang kita sebut nebula.
Ukuran awan ini sangat besar (diameternya mencapai puluhan SA) tetapi kerapatannya
sangat rendah. Awal dari pembentukan bintang dimulai ketika ada gangguan gravitasi
(misalnya, ada bintang meledak/supernova), maka partikel-partikel dalam nebula
tersebut akan bergerak merapat dan memulai interaksi gravitasi di antara mereka
setelah sebelumnya tetap dalam keadaan setimbang. Akibatnya, partikel saling
bertumbukan dan temperatur naik.
Tidak semua bintang mengakhiri hidupnya dengan meledak menjadi
Supernova, yaitu hanya terjadi pada bintang yang massanya 8 kali massa matahari atau
lebih massif dari Matahari. Nah, supernova akan terjadi ketika bintang tersebut tidak
lagi memiliki cukup bahan bakar untuk proses fusi di inti bintang. Menciptakan
tekanan keluar sehingga memicu terjadinya dorongan gravitasi kedalam massa bintang
yang besar.

3.2 Saran
Begitu banyak kajian tentang bintang, karena itu diperlukan telaah lebih
mendalam lagi terkait tata nama bintang, peta bintang, cahaya bintang, terang dan
warna bintang, spektrum bintang, rasi bintang, suhu, umur, jarak, gerak, magnitudo
dan distribusi bintang

28
DAFTAR PUSTAKA

A. Hasyimy. Sejarah Kebudayaan Islam. Cet V. 1995. Jakarta : Bulan Bintang,

Esposito, John L. (Ed). Sains Sains Islam. 2004. Depok : Inisiasi Press, cet. I.

HK Tjasyono Bayong. Ilmu kebumian dan Antariksa. 2009. Bandung : UPI & PT
Remaja Rodaskarya

Suyidno, Suryajaya dan Zainuddin. Fisika Bumi dan Antariksa. 2021. Banjarmasin:
ULM Press

29

Anda mungkin juga menyukai