Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah makalah ini yang berjudul Luminositas Bintang dapat
diselesaikan tepat pada waktunya sesuai waktu yang telah ditentukan.
Saya juga memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya
serta ucapan terima kasih kepada :
1. Drs. Muhammad Nawir, M.Si. selaku dosen mata kuliah Ilmu
Pengetahuan Bumi dan Antariksa yang telah memberikan banyak sekali
ilmu, bimbingan dan motivasi.
2. Perpustakaan Universitas Palangka Raya dan Perpustakaan Daerah
Kalimantan Tengah yang telah memberikan akses kami dalam mencari
buku-buku referensi, walaupun dengan koleksi yang belum terlalu
lengkap. Semoga dikemudian hari, perpustakaan tersebut dapat menjadi
rumah kedua mahasiswa dalam menjalani aktivitas perkuliahannya dalam
menunjang pendidikan

Kritik dan saran yang membangun, kreatif dan inovatif seyogyanya sangat
saya harapkan sebagai keikutsertaan membangun dunia ilmu pendidikan.
Saya ucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak
terdapat kesalahan, sebab kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa semata
dan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.

Palangka Raya, Maret 2013

Penyusun

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................... 4

1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jarak Bintang ............................................................................. 7

2.2 Luminositas ............................................................................... 8

2.3 Satuan pengukuran .................................................................... 9

2.4 Klasifikasi ................................................................................ 9

BAB III METODE PENULISAN

3.1 Objek Penulisan......................................................................... 15

3.2 Metode Penulisan ...................................................................... 15

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Bintang Sebagai Benda Hitam .................................................. 16

4.2 Luminositas Bintang ................................................................. 19

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan................................................................................ 22

5.2 Saran .......................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benda-benda langit yang memiliki cahaya sendiri akan meninggalkan
gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnet yang dipancarakan benda-
benda langit ini meliputi berbagai warna atau panjang gelombang. Cahaya yang
tampak oleh mata kita sebenarnya hanya merupakan sebagian kecil dari gelombang
elektomagnet. Melalui gelombang elektomagnet inilah kita dapat informasi
mengenai benda-benda langit.
Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya. Bintang serupa
dengan Matahari, adalah sebuah bola gas yang mengeluarkan cahaya sendiri. Ada
yang ukuran diameternya besar dan ada yang kecil. Ada yang temperaturnya tinggi
dan ada yang rendah. Ada yang cemerlang (brilliant), dan ada yang redup (dimmer).
Semua terletak pada jarak yang sangat jauh dibandingkan jarak Bumi-Matahari.
Pengetahuan kita tentang bintang dibangun terutama dari pengukuran terang dan
perubahan terang mereka, posisi dan perubahan posisi mereka, warna dan spektrum
mereka, serta dengan menerapkan pengetahuan kita mengenai fisika dan kimia untuk
menginterpretasikan hasil pengamatan.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa
rumusan masalah antara lain :
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bintang?
2. Apa yang dimaksud dengan luminositas bintang?
3. Mengapa bintang dianggap sebagai benda hitam?
4. Bagaimana sistem perhitungan luminositas bintang?

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 3
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah yang berjudul Luminositas Bintang antara
lain ialah :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa.
2. Menjelaskan pengertian luminositas bintang.
3. Menjelaskan bintang sebagai benda hitam.
4. Menjelaskan sistem perhitungan luminositas bintang.

1.3 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan makalah yang berjudul Luminositas Bintang antara lain :
1. Mampu memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan
luminositas bintang
2. Mampu memberikan penjelasan mengenai perhitungan luminositas
bintang.
3. Dapat menjadi pengetahuan dan bahan referensi.

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bintang-bintang telah menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-


bintang digunakan dalam praktik-praktik keagamaan, dalam navigasi, dan bercocok
tanam. Kalender Gregorian, yang digunakan hampir di semua bagian dunia, adalah
kalender Matahari, mendasarkan diri pada posisi Bumi relatif terhadap bintang
terdekat, Matahari. Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya.
Terdapat bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak
menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang
lain. Bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum
sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri
(bintang nyata). Menurut ilmu astronomi, definisi bintang adalaah semua benda
masif (bermassa antara 0,08 hingga 200 massa matahari) yang sedang dan pernah
melangsungkan pembangkitan energi melalui reaksi fusi nuklir. Oleh sebab itu
bintang katai putih dan bintang neutron yang sudah tidak memancarkan cahaya atau
energi tetap disebut sebagai bintang. Bintang terdekat dengan Bumi adalah
Matahari pada jarak sekitar 149.680.000 kilometer, diikuti oleh Proxima
Centauri dalam rasi bintang Centaurus berjarak sekitar empat tahun cahaya.
Astronom-astronom awal seperti Tycho Brahe berhasil mengenali ‘bintang-bintang
baru’ di langit (kemudian dinamakan novae) menunjukkan bahwa langit tidaklah
kekal. Pada 1584 Giordano Bruno mengusulkan bahwa bintang-bintang sebenarnya
adalah Matahari-matahari lain, dan mungkin saja memiliki planet-planet seperti
Bumi di dalam orbitnya, ide yang telah diusulkan sebelumnya oleh filsuf-filsuf
Yunani kuno seperti Democritus dan Epicurus. Pada abad berikutnya, ide bahwa
bintang adalah Matahari yang jauh mencapai konsensus di antara para astronom.
Untuk menjelaskan mengapa bintang-bintang ini tidak memberikan tarikan gravitasi
pada tata surya, Isaac Newton mengusulkan bahwa bintang-bintang terdistribusi
secara merata di seluruh langit, ide dari Rachel Barley.

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 5
 Radiasi

Tenaga yang dihasilkan oleh bintang, sebagai hasil samping dari reaksi fusi
nuklir, dipancarkan ke luar angkasa sebagai radiasi elektromagnetik dan
radiasi partikel. Radiasi partikel yang dipancarkan bintang dimanifestasikan
sebagai angin bintang (yang berwujud sebagai pancaran tetap partikel-
partikel bermuatan listrik seperti proton bebas, partikel alpha dan partikel
beta yang berasal dari bagian terluar bintang) dan pancaran tetap neutrino
yang berasal dari inti bintang. Hampir semua informasi yang kita miliki
mengenai bintang yang lebih jauh dari Matahari diturunkan dari pengamatan
radiasi elektromagnetiknya, yang terentang dari panjang gelombang radio
hingga sinar gamma. Namun tidak semua rentang panjang gelombang
tersebut dapat diterima oleh teleskop landas Bumi. Hanya gelombang radio
dan gelombang cahaya yang dapat diteruskan oleh atmosfer Bumi dan
menciptakan ‘jendela radio’ dan ‘jendela optik’. Teleskop-teleskop luar
angkasa telah diluncurkan untuk mengamati bintang pada panjang gelombang
yang lain. Banyaknya radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh bintang
dipengaruhi terutama oleh luas permukaan, suhu dan komposisi kimia dari
bagian luar (fotosfer) bintang tersebut. Pada akhirnya kita dapat menduga
kondisi di bagian dalam bintang, karena apa yang terjadi di permukaan
pastilah sangat dipengaruhi oleh bagian yang lebih dalam. Dengan menelaah
spektrum bintang, astronom dapat menentukan temperatur permukaan,
gravitasi permukaan, metalisitas, dan kecepatan rotasi dari sebuah bintang.
Jika jarak bisa ditentukan, misal dengan metode paralaks, maka luminositas
bintang dapat diturunkan. Massa, radius, gravitasi permukaan, dan periode
rotasi kemudian dapat diperkirakan dari pemodelan. Massa bintang dapat
juga diukur secara langsung untuk bintang-bintang yang berada dalam sistem
bintang ganda atau melalui metode mikrolensing. Pada akhirnya astronom
dapat memperkirakan umur sebuah bintang dari parameter-parameter di atas.

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 6
 Fluks Pancaran
Kuantitas yang pertama kali langsung dapat ditentukan dari pengamatan
sebuah bintang adalah fluks pancarannya, yaitu jumlah cahaya atau tenaga
yang diterima permukaan kolektor (mata atau teleskop) per satuan luas per
satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt per cm2 (satuan
internasional) atau erg per detik per cm2 (satuan cgs).

2.1 Jarak Bintang

Metode pertama yang digunakan untuk menentukan jarak bintang dari


matahari yaitu metode heliosentrik paralaks yang memiliki sifat yang terbatas. Bila
bintang terdekat nampak berotasi membelakangi dan kemudian berada di depan latar
belakang bintang disebabkan revolusi bumi terhadap matahari, maka sudut paralaks
p (lihat gambar) menunjukkan besar perubahan posisi bintang. Sudut ini dapat
ditinjau secara trigonometri yaitu dengan mengambil radius orbit bumi dan jarak OS.

Dari gambar, jarak bintang terhadap matahari dapat ditentukan dari:

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 7
𝑂𝐸
tan 𝑝 =
𝑂𝑆

OE merupakan radius orbit bumi dan OS merupakan jarak bintang terhadap


matahari. Apabila jarak matahari terhadap bintang diketahui maka jarak bintang
terhadap bumi juga dapat ditentukan. Satuan yang sering digunakan dalam astronomi
untuk menyatakan jarak suatu bintang adalah parsek dan tahun cahaya. Satu parsek
(pc) didefinisikan sebgai jarak bintang yang paralaksnya satu detik busur sedangkan
satu tahun cahaya (ly) didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh cahaya selama satu
tahun.

1 pc = 206.265 AU = 3,086 x 1018 cm

1 ly = 9,46 x 1017 cm

1 pc = 3,26 ly

Pergeseran posisi tahunan yang terlihat terhadap bintang terdekat inilah


yangdisebut heliosentrik paralaks. Ketika posisi bumi di E1 maka bintang seolah-
olah tampak berada di S1 dan enam bulan kemudian ketika posisi bumi di E2 maka
bintang seolah-olah berada di S2. (Stuard J. Ingglis, 1963). Paralaks bintang tampak
sebagai pergeseran posisi yang cukup besar untuk ribuan bintang terdekat. Bintang
terdekat adalah Proxima Centauri yang berjarak 4 x 1016 meter dari matahari.

2.2 Luminositas
Di dalam astronomi, luminositas adalah jumlah cahaya atau energi yang dipancarkan
oleh sebuah bintang ke segala arah per satuan waktu. Biasanya satuan luminositas
dinyatakan dalam watt (satuan internasional), erg per detik (satuan cgs) atau
luminositas Matahari. Dengan menganggap bahwa bintang adalah sebuah benda
hitam sempurna, maka luminositasnya adalah,

dimana L adalah luminositas, σ adalah tetapan Stefan-Boltzmann, R adalah jari-jari


bintang dan Te adalah temperatur efektif bintang. Jika jarak bintang dapat diketahui,
misalnya dengan menggunakan metode paralaks, luminositas sebuah bintang dapat
ditentukan melalui hubungan

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 8
dengan E adalah fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah jarak bintang ke
pengamat.

2.3 Satuan Pengukuran


Kebanyakan parameter-parameter bintang dinyatakan dalam satuan SI, tetapi satuan
cgs kadang-kadang digunakan (misalnya luminositas dinyatakan dalam satuan erg
per detik). Penggunaan satuan cgs lebih bersifat tradisi daripada sebuah konvensi.
Seringkali pula massa, luminositas dan jari-jari bintang dinyatakan dalam satuan
Matahari, mengingat Matahari adalah bintang yang paling banyak dipelajari dan
diketahui parameter-parameter fisisnya. Untuk Matahari, parameter-parameter
berikut diketahui:

massa Matahari: kg

luminositas Matahari: watt

radius Matahari: m

Skala panjang seperti setengah sumbu besar dari sebuah orbit sistem bintang ganda
seringkali dinyatakan dalam satuan astronomi (AU = astronomical unit), yaitu jarak
rata-rata antara Bumi dan Matahari

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang dinyatakan
dengan huruf O, B, A, F, G, K, M yang juga menunjukkan urutan suhu, warna dan
komposisi-kimianya. Klasifikasi ini dikembangkan oleh Observatorium Universitas
Harvard dan Annie Jump Cannon pada tahun 1920an dan dikenal sebagai sistem
klasifikasi Harvard. Untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya digunakan
kalimat "Oh Be A Fine GirlKiss Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik
memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 9
bilangan (0 hingga 9) yang mengikuti huruf. Sudah menjadi kebiasaan untuk
menyebut bintang-bintang di awal urutan sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir
urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal daripada F5,
dan K0 lebih awal daripada K5.

Kelas Warna Suhu Permukaan °C Contoh

O Biru > 25,000 Spica

B Putih-Biru 11.000 - 25.000 Rigel

A Putih 7.500 - 11.000 Sirius

F Putih-Kuning 6.000 - 7.500 Procyon A

G Kuning 5.000 - 6.000 Matahari

K Jingga 3.500 - 5.000 Arcturus

M Merah <3,500 Betelgeuse

Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith Kellman
dari Observatorium Yerkes menambahkan sistem pengklasifikasian berdasarkan kuat
cahaya atau luminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian
tersebut dikenal sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam
kelas-kelas berikut :

 0 Maha maha raksasa


 I Maharaksasa
 II Raksasa-raksasa terang
 III Raksasa

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 10
 IV Sub-raksasa
 V deret utama (katai)
 VI sub-katai
 VII katai putih

Umumnya kelas bintang dinyatakan dengan dua sistem pengklasifikasian di atas.


Matahari kita misalnya, adalah sebuah bintang dengan kelas G2V, berwarna kuning,
bersuhu dan berukuran sedang. Diagram Hertzsprung-Russell adalah diagram
hubungan antara luminositas dan kelas spektrum (suhu permukaan) bintang.
Diagram ini adalah diagram paling penting bagi para astronom dalam usaha
mempelajari evolusi bintang. Penampakan dan Distribusi Karena jaraknya yang
sangat jauh, semua bintang (kecuali Matahari) hanya tampak sebagai titik saja yang
berkelap-kelip karena efek turbulensi atmosfer Bumi. Diameter sudut bintang
bernilai sangat kecil ketika diamati menggunakan teleskop optik landas Bumi,
hingga diperlukan teleskop interferometer untuk dapat memperoleh citranya. Bintang
dengan ukuran diameter sudut terbesar setelah Matahari adalah R Doradus, dengan
0,057 detik busur. Telah lama dikira bahwa kebanyakan bintang berada pada sistem
bintang ganda atau sistem multi bintang. Kenyataan ini hanya benar untuk bintang-
bintang masif kelas O dan B, dimana 80% populasinya dipercaya berada dalam suatu
sistem bintang ganda atau pun multi bintang. Semakin redup bintang, semakin besar
kemungkinannya dijumpai sebagai sistem tunggal. Dijumpai hanya 25% populasi
katai merah yang berada dalam sebuah sistem bintang ganda atau sistem multi
bintang. Karena 85% populasi bintang di galaksi Bimasakti adalah katai merah,
maka tampaknya kebanyakan bintang di dalam Bimasakti berada pada sistem
bintang tunggal. Sistem yang lebih besar yang disebut gugus bintang juga dijumpai.
Bintang-bintang tidak tersebar secara merata mengisi seluruh ruang alam semesta,
tetapi terkelompokkan ke dalam galaksi-galaksi bersama-sama dengan gas
antarbintang dan debu. Sebuah galasi tipikal mengandung ratusan miliar bintang, dan
terdapat lebih dari 100 miliar galaksi di seluruh alam semesta teramati. Astronom
memperkirakan terdapat 70 sekstiliun (7×1022) bintang di seluruh alam semesta yang
teramati. Ini berarti 70 000 000 000 000 000 000 000 bintang, atau 230 miliar kali
banyaknya bintang di galaksi Bimasakti yang berjumlah sekitar 300 miliar. Bintang
terdekat dengan Matahari adalah Proxima Centauri, berjarak 39.9 triliun (1012)
kilometer, atau 4.2 tahun cahaya. Cahaya dari Proxima Centauri memakan waktu 4.2

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 11
tahun untuk mencapai Bumi. Jarak ini adalah jarak antar bintang tipikal di dalam
sebuah piringan galaksi. Bintang-bintang dapat berada pada jarak yang lebih dekat
satu sama lain di daerah sekitar pusat galasi dan di dalam gugus bola, atau pada jarak
yang lebih jauh di halo galaksi. Karena kerapatan yang rendah di dalam sebuah
galaksi, tumbukan antar bintang jarang terjadi. Namun di daerah yang sangat padat
seperti di inti sebuah gugus bintang atau lingkungan sekitar pusat galaksi, tumbukan
dapat sering terjadi . Tumbukan seperti ini dapat menghasilkan pengembara-
pengembara biru yaitu sebuah bintang abnormal hasil penggabungan yang memiliki
temperatur permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bintang deret utama lainnya di
sebuah gugus bintang dengan luminositas yang sama. Istilah pengembara merujuk
pada jejak evolusi yang berbeda dengan bintang normal lainnya pada diagram
Hertzsprung-Russel.

Penampakan dan Distribusi

Karena jaraknya yang sangat jauh, semua bintang (kecuali Matahari) hanya tampak
sebagai titik saja yang berkelap-kelip karena efek turbulensi atmosfer Bumi.
Diameter sudut bintang bernilai sangat kecil ketika diamati menggunakan teleskop
optik landas Bumi, hingga diperlukan teleskop interferometer untuk dapat
memperoleh citranya. Bintang dengan ukuran diameter sudut terbesar setelah
Matahari adalah R Doradus, dengan 0,057 detik busur. Telah lama dikira bahwa
kebanyakan bintang berada pada sistem bintang ganda atau sistem multi bintang.
Kenyataan ini hanya benar untuk bintang-bintang masif kelas O dan B, dimana 80%
populasinya dipercaya berada dalam suatu sistem bintang ganda atau pun multi
bintang. Semakin redup bintang, semakin besar kemungkinannya dijumpai sebagai
sistem tunggal. Dijumpai hanya 25% populasi katai merah yang berada dalam
sebuah sistem bintang ganda atau sistem multi bintang. Karena 85% populasi
bintang di galaksi Bimasakti adalah katai merah, maka tampaknya kebanyakan
bintang di dalam Bimasakti berada pada sistem bintang tunggal. Sistem yang lebih
besar yang disebut gugus bintang juga dijumpai. Bintang-bintang tidak tersebar
secara merata mengisi seluruh ruang alam semesta, tetapi terkelompokkan ke dalam
galaksi-galaksi bersama-sama dengan gas antarbintang dan debu. Sebuah galasi
tipikal mengandung ratusan miliar bintang, dan terdapat lebih dari 100 miliar galaksi
di seluruh alam semesta teramati. Astronom memperkirakan terdapat 70 sekstiliun
(7×1022) bintang di seluruh alam semesta yang teramati. Ini berarti 70 000 000 000
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 12
000 000 000 000 bintang, atau 230 miliar kali banyaknya bintang di galaksi
Bimasakti yang berjumlah sekitar 300 miliar. Bintang terdekat dengan Matahari
adalah Proxima Centauri, berjarak 39.9 triliun (1012) kilometer, atau 4.2 tahun
cahaya. Cahaya dari Proxima Centauri memakan waktu 4.2 tahun untuk mencapai
Bumi. Jarak ini adalah jarak antar bintang tipikal di dalam sebuah piringan galaksi.
Bintang-bintang dapat berada pada jarak yang lebih dekat satu sama lain di daerah
sekitar pusat galasi dan di dalam gugus bola, atau pada jarak yang lebih jauh di halo
galaksi.
Karena kerapatan yang rendah di dalam sebuah galaksi, tumbukan antar bintang
jarang terjadi. Namun di daerah yang sangat padat seperti di inti sebuah gugus
bintang atau lingkungan sekitar pusat galaksi, tumbukan dapat sering terjadi .
Tumbukan seperti ini dapat menghasilkan pengembara-pengembara biru yaitu
sebuah bintang abnormal hasil penggabungan yang memiliki temperatur permukaan
yang lebih tinggi dibandingkan bintang deret utama lainnya di sebuah gugus bintang
dengan luminositas yang sama. Istilah pengembara merujuk pada jejak evolusi yang
berbeda dengan bintang normal lainnya pada diagram Hertzsprung-Russel.

Terbentuknya Bintang

Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium antarbintang
yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat jika
dibandingkan dengan sebuah vacuum chamberyang ada di Bumi). Awan ini
kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar 23–28% helium dan beberapa persen
elemen berat. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak
peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam semesta.
Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang.
Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan
molekul yang dapat memiliki massa ribuan kali Matahari. Ketidakstabilan ini
seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua
galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi
syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya
gravitasinya sendiri. Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk
sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di
suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi
individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak bintang berusia sama

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 13
tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang. Begitu awan runtuh, akan terjadi
konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang disebut sebagai globula
Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali Matahari. Runtuhnya
globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi diubah
menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini
mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di intinya.
Bintang pra deret utama ini seringkali dikelilingi oleh piringan protoplanet.
Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta
tahun. Ketika peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta
kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir.
Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan
tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai
kehidupan baru sebagai bintang deret utama.

Deret Utama

Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam reaksi
fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di
intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut
sebagai bintang katai.

Akhir sebuah bintang

Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan
membebaskan banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar
bintang yang masih banyak hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan
disebut bintang raksaksa merah yang dapat mencapai 100 kali ukuran Matahari
sebelum membentuk bintang kerdil putih. Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih
besar dari matahari, bintang tersebut akan membentuk superraksaksa merah.
Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk Nova atau Supernova dan
kemudiannya membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.(wikipedia)

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 14
BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Objek Penulisan


Objek penulisan dalam makalah yang berjudul Luminositas Bintang adalah
mengenai sistem luminositas.

3.2 Metode Penulisan


Dalam menyusun makalah ini, ada 2 metode pengumpulan data antara lain :
1. Studi Kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan buku literatur – literatur
yang berkaitan dengan proses pembentukan bumi.
2. Studi Internet, yaitu pengumpulan literatur – literatur melalui media
internet.

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 15
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Bintang sebagai Benda Hitam


Jika suatu benda disinari dengan radiasi elektromagnetik, benda itu akan
menyerap sebagian energi radiasi tersebut. Akibat penyerapan ini, temperatur benda
akan naik. Jika benda tersebut menyerap semua energi yang datang tanpa
memancarkannya kembali, maka temperatur benda akan terus naik. Namun, dalam
kenyataannya, hal ini tidak terjadi. Sebagian energi yang diserap benda akan
dpancarkannya kembali. Temperatur akan terus naik apabila laju penyerapan energi
lebih besar dari pancarannya sampai akhirnya benda mencapai temperatur
keseimbangan dimana laju penyerapan sama dengan laju pancarannya. Keadaan ini
disebut setimbang termal (setimbang termodinamik).
Untuk memahami sifat pancaran suatu benda kita hipotesakan suatu
pemancar sempuma yang disebut benda hitam (black body) yang pancarannya hanya
bergantung pada temperatur. Benda hitam ini menyerap semua cahaya yang datang
padanya. Meskipun namanya benda hitam, namun warnanya tidak selalu harus
hitam. Sebuah benda hitam dapat rnempunyai cahayanya sendiri sehingga warnanya
bisa lebih terang walaupun menyerap semua cahaya yang datang.
Menurut Planck (seorang fisikawan Jerman), suatu benda hitam yang
temperatumya T akan memancarkan energi dengan panjang gelombang antara λ dan
λ + dλ dengan intensitas spesifik sebesar Bλ(T) dλ dengan:
2ℎ𝑐 2 1
Bλ(T) =
𝜆5 𝑒 ℎ𝑐⁄𝜆𝑘𝑇 −1
Intensitas Spesifik Bλ(T) atau sering juga dituliskan Iλ(T) adalah jumlah
energi yang mengalir pada arah tegak lurus permukaan per cm2 per detik per
steradian (steradian adalah satuan untuk sudut ruang). Persamaan diatas dinamakan
fungsi Planck.
Apabila dinyatakan dalam frekuensi (λ = c / v), fungsi Planck menjadi,
2ℎ𝑣 3 1
Bv(T) =
𝑐2 𝑒 ℎ𝑣⁄𝑘𝑇 −1
Dengan : h = tetapan planck = 6,625 x 10-27 erg s
k = tetapan boltzmann = 1,380 x 10-16 erg K-1

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 16
c = kecepatan cahaya = 2,998 x 108 m/s
T = temperatur mutlak (K)
Distribusi energi menurut panjang gelombang untuk pancaran benda hitam
dengan berbagai temperatur (spektrum benda hitam):

makin tinggi temperatur suatu benda hitam, makin tinggi pula intensitas spesifik
yang dimilikinya. Energi total yang dipancarkan benda hitam untuk seluruh panjang
gelombang adalah
𝜎 4
𝐵(𝑇) = 𝑇
𝜋
Panjang gelombang untuk pancaran maksimum benda hitam, yaitu pada
harga λmax dapat ditentukan dengan menggunakan syarat maksimum yaitu:
𝑑𝐵(𝜆)
=0
𝑑𝑇
sehingga diperoleh Hukum Wien
0,2898
λmax =
𝑇
dengan λmax dalam cm dan T dalam K. Hukum Wien mengatakan bahwa makin
tinggi temperatur suatu benda hitam, maka makin pendek panjang gelombang tempat
pancaran maksimum itu terjadi. Sehingga menjelaskan gejala pada bintang yang
makin biru jika makin tinggi temperaturnya, dan bintang dengan temperatur rendah
akan berwarna merah. Dari intensitas spesifik Bλ(T) dapat ditentukan junmlah energi
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 17
yang dipancarkan oleh setiap cm2 permukaan benda hitam per detik ke segala arah,
yaitu:

𝜎
𝐹 = 𝜋( 𝑇 4 )
𝜋
𝐹 = 𝜎𝑇 4
dengan 𝜎 merupakan tetapan Stefan-Boltzmann, bernilai 5,67 x 10-5 erg cm-2 K-4 s-1
dan F disebut fluks energi benda hitam.
Bila benda hitam berbentuk bola dengan radius R, jumlah energi yang
dipancarkan seluruh permukaan benda hitam per detik ke segala arah, adalah:
𝐿 = 𝐴 𝐹 = (4𝜋𝑟 2 )( 𝜎𝑇 4 )
L disebut luminositas benda. Jika dihunungkan dengan fluks energi yang diterima
pada jarak d dari benda hitam per detik per cm2 adalah
𝐿
𝐸=
4𝜋𝑑 2
E inilah yang disebut fluks pancaran pada jarak d.
Bintang dapat dianggap sebagai benda hitam. Hal ini tampak dalam kurva
distribusi energi bintang yang memiliki temperatur efektif Tef = 54.000 K sama
dengan distribusi energi pada benda hitam. Oleh karena itu, semua hukum-hukum
untuk benda hitam dapat digunakan pada bintang.

Jumlah energi yang dipancarkan bintang dengan temperatur T pada arah


tegak lurus permukaab per cm2 per detik per steradian (intensitas spesifik) adalah,
2ℎ𝑐 2 1
Bλ(T) =
𝜆5 𝑒 ℎ𝑐⁄𝜆𝑘𝑇 −1

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 18
Jumlah energi yang dipancarkan oleh setiap cm2 permukaan bintang per detik
ke semua arah (fluks pancaran) adalah,
𝐹 = 𝜋𝐵(𝑇) = 𝜎𝑇 4
dengan 𝜎 merupakan tetapan Stefan-Boltzmann, bernilai 5,67 x 10-5 erg cm-2 K-4 s-1

4.2 Luminositas Bintang


Luminositas adalah jumlah energi yang dipancarkan sebuah benda ke segala
arah per satuan waktu. Luminositas dinyatakan dalam watt atau erg per detik dalam
satuan internasional (SI). Sehingga Luminositas bintang merupakan jumlah energi
yang dipancarkan bintang ke segala arah per satuan waktu. Dengan menganggap
bintang sebagai benda hitam maka energi yang dipancarkan oleh seluruh permukaan
bintang yang beradius R dan bertemperatur T=Tef per detik ke semua arah adalah,
𝐿 = 4 𝜋 𝑅2 𝜎 𝑇 4
Temperatur efektif merupakan temperatur lapisan paling luar sebuah bintang (lapisan
fotosfer).
Energi bintang yang diterima/melewati permukaan pada jarak d per cm2 per
detik (E) adalah,
𝐿
𝐸=
4𝜋𝑑 2
Dalam persamaan ini, E menyatakan terang bintang yang terlihat, sedangkan
L menyatakan kuat cahaya yang sebenarnya. Persamaan tersebut juga dikenal
sebagai hukum kuadrat kebalikan. Dapat disimpulkan bahwa makin jauh sebuah
bintang, makin redup cahayanya.

4.2.1 Klasifikasi Luminositas Bintang

Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith
Kellman dari Observatorium Yerkes menambahkan sistem pengklasifikasian
berdasarkan kuat cahaya atau luminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya.
Pengklasifikasian tersebut dikenal sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi
bintang ke dalam kelas-kelas berikut :

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 19
 0 Maha maha raksasa
 I Maharaksasa
 II Raksasa-raksasa terang
 III Raksasa
 IV Sub-raksasa
 V deret utama (katai)
 VI sub-katai
 VII katai putih

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 20
4.2.2 Luminositas Matahari

Luminositas Matahari, L☉, adalah satuan luminositas atau tenaga radian (tenaga yang

dikeluarkan dalam bentuk foton) yang digunakan oleh astronom untuk menghitung luminositas
bintang. Satuan ini sama dengan luminositas Matahari yang disetujui, 3.839×1026 W, atau
3.839×1033 erg/s. Nilainya sedikit lebih tinggi, 3.939×1026 W (sama dengan 4.382×109 kg/s

atau 2.107×10−15 M☉/d) bila radiasi neutrino Matahari dimasukkan bersama radiasi

elektromagnetik. Matahari adalah sebuah bintang variabel yang lemah dan luminositasnya
mengambang (fluktuasi). Fluktuasi besar adalah siklus Matahari sebelas tahun (siklus bintik
Matahari), yang menyebabkan variasi periodik sekitar ±0.1%. Variasi lain dalam 200-300 tahun
terakhir dianggap lebih kecil daripada jumlah ini.
Luminositas Matahari terkait dengan irradiansi Matahari yang diukur di Bumi atau
melalui satelit dalam orbit Bumi. Irradiasi rata-rata di puncak atmosfer Bumi kadang dikenal
sebagai konstanta Matahari, I☉. Irradiansi ditetapkan sebagai tenaga per luas satuan, sehingga
luminositas Matahari (tenaga total yang dikeluarkan Matahari) adalah irradiansi yang diterima di
Bumi (konstanta Matahari) dikali dengan luas lingkaran yang radiusnya merupakan jarak rata-
rata antara Bumi dan Matahari:
L☉ = 4πkI☉ A2
di mana A adalah jarak satuan (nilai satuan astronomi dalam meter) dan k adalah konstanta (yang
nilainya sangat dekat dengan satu) yang menyatakan fakta bahwa jarak rata-rata dari Bumi ke
Matahari bukanlah satu satuan astronomi.

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 21
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah Luminositas Bintang dan Magnitudo Bintang maka dapat
disimpulkan antara lain :
1. Bintang dapat dianggap sebagai benda hitam. Hal ini tampak dalam kurva distribusi energi
bintang yang memiliki temperatur efektif Tef = 54.000 K sama dengan distribusi energi pada
benda hitam. Oleh karena itu, semua hukum-hukum untuk benda hitam dapat digunakan
pada bintang.
2. Luminositas bintang merupakan jumlah energi yang dipancarkan bintang ke segala arah per
satuan waktu. Dengan menganggap bintang sebagai benda hitam maka energi yang
dipancarkan oleh seluruh permukaan bintang yang beradius R dan bertemperatur T=Tef per
detik ke semua arah adalah,
𝐿 = 4 𝜋 𝑅2 𝜎 𝑇 4
dan Energi bintang yang diterima/melewati permukaan pada jarak d per cm2 per detik (E)
adalah,
𝐿
𝐸=
4𝜋𝑑 2

5.2 Saran
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan tambahan yang akan diperlukan
dalam kehidupan dalam mempelajari mengenai alam.

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 22
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penulis. 2006. Menuju Olimpiade Astronomi. Bandung: Kelompok Keahlian


Astronomi FMIPA ITB.

VanCleave, Janice. 2004. A+ Proyek-Proyek Astronomi. Bandung: Pakar Raya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Luminositas

http://id.wikipedia.org/wiki/Luminositas_matahari

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 23
Pertanyaan :

1. Apa yang dimaksud dengan Luminositas Bintang ?


2. Apa yang dimaksud dengan Luminositas Matahari ?
3. Kenapa bintang disebut sebagai benda hitam ?
JAWABAN
1. Luminositas bintang merupakan jumlah energi yang dipancarkan bintang ke segala arah
per satuan waktu. Dengan menganggap bintang sebagai benda hitam maka energi yang
dipancarkan oleh seluruh permukaan bintang yang beradius R dan bertemperatur T=Tef
per detik ke semua arah adalah,
𝐿 = 4 𝜋 𝑅2 𝜎 𝑇 4
dan Energi bintang yang diterima/melewati permukaan pada jarak d per cm 2 per detik (E)
adalah,
𝐿
𝐸=
4𝜋𝑑 2
2. Luminositas Matahari, L☉, adalah satuan luminositas atau tenaga radian (tenaga yang

dikeluarkan dalam bentuk foton) yang digunakan oleh astronom untuk menghitung
luminositas bintang. Satuan ini sama dengan luminositas Matahari yang disetujui,
3.839×1026 W, atau 3.839×1033 erg/s. Nilainya sedikit lebih tinggi, 3.939×1026 W

(sama dengan 4.382×109 kg/s atau 2.107×10−15 M☉/d) bila radiasi neutrino Matahari

dimasukkan bersama radiasi elektromagnetik. Matahari adalah sebuah bintang variabel


yang lemah dan luminositasnya mengambang (fluktuasi). Fluktuasi besar adalah siklus
Matahari sebelas tahun (siklus bintik Matahari), yang menyebabkan variasi periodik
sekitar ±0.1%. Variasi lain dalam 200-300 tahun terakhir dianggap lebih kecil daripada
jumlah ini.
3. Bintang dapat dianggap sebagai benda hitam. Hal ini tampak dalam kurva distribusi
energi bintang yang memiliki temperatur efektif Tef = 54.000 K sama dengan distribusi
energi pada benda hitam. Oleh karena itu, semua hukum-hukum untuk benda hitam dapat
digunakan pada bintang.

Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 24
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 25

Anda mungkin juga menyukai