Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah makalah ini yang berjudul Luminositas Bintang dapat
diselesaikan tepat pada waktunya sesuai waktu yang telah ditentukan.
Saya juga memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya
serta ucapan terima kasih kepada :
1. Drs. Muhammad Nawir, M.Si. selaku dosen mata kuliah Ilmu
Pengetahuan Bumi dan Antariksa yang telah memberikan banyak sekali
ilmu, bimbingan dan motivasi.
2. Perpustakaan Universitas Palangka Raya dan Perpustakaan Daerah
Kalimantan Tengah yang telah memberikan akses kami dalam mencari
buku-buku referensi, walaupun dengan koleksi yang belum terlalu
lengkap. Semoga dikemudian hari, perpustakaan tersebut dapat menjadi
rumah kedua mahasiswa dalam menjalani aktivitas perkuliahannya dalam
menunjang pendidikan
Kritik dan saran yang membangun, kreatif dan inovatif seyogyanya sangat
saya harapkan sebagai keikutsertaan membangun dunia ilmu pendidikan.
Saya ucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak
terdapat kesalahan, sebab kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa semata
dan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.
Penyusun
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 3
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah yang berjudul Luminositas Bintang antara
lain ialah :
1. Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa.
2. Menjelaskan pengertian luminositas bintang.
3. Menjelaskan bintang sebagai benda hitam.
4. Menjelaskan sistem perhitungan luminositas bintang.
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 5
Radiasi
Tenaga yang dihasilkan oleh bintang, sebagai hasil samping dari reaksi fusi
nuklir, dipancarkan ke luar angkasa sebagai radiasi elektromagnetik dan
radiasi partikel. Radiasi partikel yang dipancarkan bintang dimanifestasikan
sebagai angin bintang (yang berwujud sebagai pancaran tetap partikel-
partikel bermuatan listrik seperti proton bebas, partikel alpha dan partikel
beta yang berasal dari bagian terluar bintang) dan pancaran tetap neutrino
yang berasal dari inti bintang. Hampir semua informasi yang kita miliki
mengenai bintang yang lebih jauh dari Matahari diturunkan dari pengamatan
radiasi elektromagnetiknya, yang terentang dari panjang gelombang radio
hingga sinar gamma. Namun tidak semua rentang panjang gelombang
tersebut dapat diterima oleh teleskop landas Bumi. Hanya gelombang radio
dan gelombang cahaya yang dapat diteruskan oleh atmosfer Bumi dan
menciptakan ‘jendela radio’ dan ‘jendela optik’. Teleskop-teleskop luar
angkasa telah diluncurkan untuk mengamati bintang pada panjang gelombang
yang lain. Banyaknya radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh bintang
dipengaruhi terutama oleh luas permukaan, suhu dan komposisi kimia dari
bagian luar (fotosfer) bintang tersebut. Pada akhirnya kita dapat menduga
kondisi di bagian dalam bintang, karena apa yang terjadi di permukaan
pastilah sangat dipengaruhi oleh bagian yang lebih dalam. Dengan menelaah
spektrum bintang, astronom dapat menentukan temperatur permukaan,
gravitasi permukaan, metalisitas, dan kecepatan rotasi dari sebuah bintang.
Jika jarak bisa ditentukan, misal dengan metode paralaks, maka luminositas
bintang dapat diturunkan. Massa, radius, gravitasi permukaan, dan periode
rotasi kemudian dapat diperkirakan dari pemodelan. Massa bintang dapat
juga diukur secara langsung untuk bintang-bintang yang berada dalam sistem
bintang ganda atau melalui metode mikrolensing. Pada akhirnya astronom
dapat memperkirakan umur sebuah bintang dari parameter-parameter di atas.
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 6
Fluks Pancaran
Kuantitas yang pertama kali langsung dapat ditentukan dari pengamatan
sebuah bintang adalah fluks pancarannya, yaitu jumlah cahaya atau tenaga
yang diterima permukaan kolektor (mata atau teleskop) per satuan luas per
satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt per cm2 (satuan
internasional) atau erg per detik per cm2 (satuan cgs).
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 7
𝑂𝐸
tan 𝑝 =
𝑂𝑆
1 ly = 9,46 x 1017 cm
1 pc = 3,26 ly
2.2 Luminositas
Di dalam astronomi, luminositas adalah jumlah cahaya atau energi yang dipancarkan
oleh sebuah bintang ke segala arah per satuan waktu. Biasanya satuan luminositas
dinyatakan dalam watt (satuan internasional), erg per detik (satuan cgs) atau
luminositas Matahari. Dengan menganggap bahwa bintang adalah sebuah benda
hitam sempurna, maka luminositasnya adalah,
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 8
dengan E adalah fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah jarak bintang ke
pengamat.
massa Matahari: kg
radius Matahari: m
Skala panjang seperti setengah sumbu besar dari sebuah orbit sistem bintang ganda
seringkali dinyatakan dalam satuan astronomi (AU = astronomical unit), yaitu jarak
rata-rata antara Bumi dan Matahari
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang dinyatakan
dengan huruf O, B, A, F, G, K, M yang juga menunjukkan urutan suhu, warna dan
komposisi-kimianya. Klasifikasi ini dikembangkan oleh Observatorium Universitas
Harvard dan Annie Jump Cannon pada tahun 1920an dan dikenal sebagai sistem
klasifikasi Harvard. Untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya digunakan
kalimat "Oh Be A Fine GirlKiss Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik
memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 9
bilangan (0 hingga 9) yang mengikuti huruf. Sudah menjadi kebiasaan untuk
menyebut bintang-bintang di awal urutan sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir
urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal daripada F5,
dan K0 lebih awal daripada K5.
Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith Kellman
dari Observatorium Yerkes menambahkan sistem pengklasifikasian berdasarkan kuat
cahaya atau luminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian
tersebut dikenal sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam
kelas-kelas berikut :
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 10
IV Sub-raksasa
V deret utama (katai)
VI sub-katai
VII katai putih
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 11
tahun untuk mencapai Bumi. Jarak ini adalah jarak antar bintang tipikal di dalam
sebuah piringan galaksi. Bintang-bintang dapat berada pada jarak yang lebih dekat
satu sama lain di daerah sekitar pusat galasi dan di dalam gugus bola, atau pada jarak
yang lebih jauh di halo galaksi. Karena kerapatan yang rendah di dalam sebuah
galaksi, tumbukan antar bintang jarang terjadi. Namun di daerah yang sangat padat
seperti di inti sebuah gugus bintang atau lingkungan sekitar pusat galaksi, tumbukan
dapat sering terjadi . Tumbukan seperti ini dapat menghasilkan pengembara-
pengembara biru yaitu sebuah bintang abnormal hasil penggabungan yang memiliki
temperatur permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bintang deret utama lainnya di
sebuah gugus bintang dengan luminositas yang sama. Istilah pengembara merujuk
pada jejak evolusi yang berbeda dengan bintang normal lainnya pada diagram
Hertzsprung-Russel.
Karena jaraknya yang sangat jauh, semua bintang (kecuali Matahari) hanya tampak
sebagai titik saja yang berkelap-kelip karena efek turbulensi atmosfer Bumi.
Diameter sudut bintang bernilai sangat kecil ketika diamati menggunakan teleskop
optik landas Bumi, hingga diperlukan teleskop interferometer untuk dapat
memperoleh citranya. Bintang dengan ukuran diameter sudut terbesar setelah
Matahari adalah R Doradus, dengan 0,057 detik busur. Telah lama dikira bahwa
kebanyakan bintang berada pada sistem bintang ganda atau sistem multi bintang.
Kenyataan ini hanya benar untuk bintang-bintang masif kelas O dan B, dimana 80%
populasinya dipercaya berada dalam suatu sistem bintang ganda atau pun multi
bintang. Semakin redup bintang, semakin besar kemungkinannya dijumpai sebagai
sistem tunggal. Dijumpai hanya 25% populasi katai merah yang berada dalam
sebuah sistem bintang ganda atau sistem multi bintang. Karena 85% populasi
bintang di galaksi Bimasakti adalah katai merah, maka tampaknya kebanyakan
bintang di dalam Bimasakti berada pada sistem bintang tunggal. Sistem yang lebih
besar yang disebut gugus bintang juga dijumpai. Bintang-bintang tidak tersebar
secara merata mengisi seluruh ruang alam semesta, tetapi terkelompokkan ke dalam
galaksi-galaksi bersama-sama dengan gas antarbintang dan debu. Sebuah galasi
tipikal mengandung ratusan miliar bintang, dan terdapat lebih dari 100 miliar galaksi
di seluruh alam semesta teramati. Astronom memperkirakan terdapat 70 sekstiliun
(7×1022) bintang di seluruh alam semesta yang teramati. Ini berarti 70 000 000 000
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 12
000 000 000 000 bintang, atau 230 miliar kali banyaknya bintang di galaksi
Bimasakti yang berjumlah sekitar 300 miliar. Bintang terdekat dengan Matahari
adalah Proxima Centauri, berjarak 39.9 triliun (1012) kilometer, atau 4.2 tahun
cahaya. Cahaya dari Proxima Centauri memakan waktu 4.2 tahun untuk mencapai
Bumi. Jarak ini adalah jarak antar bintang tipikal di dalam sebuah piringan galaksi.
Bintang-bintang dapat berada pada jarak yang lebih dekat satu sama lain di daerah
sekitar pusat galasi dan di dalam gugus bola, atau pada jarak yang lebih jauh di halo
galaksi.
Karena kerapatan yang rendah di dalam sebuah galaksi, tumbukan antar bintang
jarang terjadi. Namun di daerah yang sangat padat seperti di inti sebuah gugus
bintang atau lingkungan sekitar pusat galaksi, tumbukan dapat sering terjadi .
Tumbukan seperti ini dapat menghasilkan pengembara-pengembara biru yaitu
sebuah bintang abnormal hasil penggabungan yang memiliki temperatur permukaan
yang lebih tinggi dibandingkan bintang deret utama lainnya di sebuah gugus bintang
dengan luminositas yang sama. Istilah pengembara merujuk pada jejak evolusi yang
berbeda dengan bintang normal lainnya pada diagram Hertzsprung-Russel.
Terbentuknya Bintang
Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium antarbintang
yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat jika
dibandingkan dengan sebuah vacuum chamberyang ada di Bumi). Awan ini
kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar 23–28% helium dan beberapa persen
elemen berat. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak
peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam semesta.
Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang.
Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan
molekul yang dapat memiliki massa ribuan kali Matahari. Ketidakstabilan ini
seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua
galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi
syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya
gravitasinya sendiri. Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk
sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di
suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi
individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak bintang berusia sama
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 13
tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang. Begitu awan runtuh, akan terjadi
konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang disebut sebagai globula
Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali Matahari. Runtuhnya
globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi diubah
menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini
mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di intinya.
Bintang pra deret utama ini seringkali dikelilingi oleh piringan protoplanet.
Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta
tahun. Ketika peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta
kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir.
Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan
tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai
kehidupan baru sebagai bintang deret utama.
Deret Utama
Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam reaksi
fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di
intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut
sebagai bintang katai.
Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan
membebaskan banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar
bintang yang masih banyak hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan
disebut bintang raksaksa merah yang dapat mencapai 100 kali ukuran Matahari
sebelum membentuk bintang kerdil putih. Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih
besar dari matahari, bintang tersebut akan membentuk superraksaksa merah.
Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk Nova atau Supernova dan
kemudiannya membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.(wikipedia)
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 14
BAB III
METODE PENULISAN
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 15
BAB IV
PEMBAHASAN
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 16
c = kecepatan cahaya = 2,998 x 108 m/s
T = temperatur mutlak (K)
Distribusi energi menurut panjang gelombang untuk pancaran benda hitam
dengan berbagai temperatur (spektrum benda hitam):
makin tinggi temperatur suatu benda hitam, makin tinggi pula intensitas spesifik
yang dimilikinya. Energi total yang dipancarkan benda hitam untuk seluruh panjang
gelombang adalah
𝜎 4
𝐵(𝑇) = 𝑇
𝜋
Panjang gelombang untuk pancaran maksimum benda hitam, yaitu pada
harga λmax dapat ditentukan dengan menggunakan syarat maksimum yaitu:
𝑑𝐵(𝜆)
=0
𝑑𝑇
sehingga diperoleh Hukum Wien
0,2898
λmax =
𝑇
dengan λmax dalam cm dan T dalam K. Hukum Wien mengatakan bahwa makin
tinggi temperatur suatu benda hitam, maka makin pendek panjang gelombang tempat
pancaran maksimum itu terjadi. Sehingga menjelaskan gejala pada bintang yang
makin biru jika makin tinggi temperaturnya, dan bintang dengan temperatur rendah
akan berwarna merah. Dari intensitas spesifik Bλ(T) dapat ditentukan junmlah energi
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 17
yang dipancarkan oleh setiap cm2 permukaan benda hitam per detik ke segala arah,
yaitu:
𝜎
𝐹 = 𝜋( 𝑇 4 )
𝜋
𝐹 = 𝜎𝑇 4
dengan 𝜎 merupakan tetapan Stefan-Boltzmann, bernilai 5,67 x 10-5 erg cm-2 K-4 s-1
dan F disebut fluks energi benda hitam.
Bila benda hitam berbentuk bola dengan radius R, jumlah energi yang
dipancarkan seluruh permukaan benda hitam per detik ke segala arah, adalah:
𝐿 = 𝐴 𝐹 = (4𝜋𝑟 2 )( 𝜎𝑇 4 )
L disebut luminositas benda. Jika dihunungkan dengan fluks energi yang diterima
pada jarak d dari benda hitam per detik per cm2 adalah
𝐿
𝐸=
4𝜋𝑑 2
E inilah yang disebut fluks pancaran pada jarak d.
Bintang dapat dianggap sebagai benda hitam. Hal ini tampak dalam kurva
distribusi energi bintang yang memiliki temperatur efektif Tef = 54.000 K sama
dengan distribusi energi pada benda hitam. Oleh karena itu, semua hukum-hukum
untuk benda hitam dapat digunakan pada bintang.
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 18
Jumlah energi yang dipancarkan oleh setiap cm2 permukaan bintang per detik
ke semua arah (fluks pancaran) adalah,
𝐹 = 𝜋𝐵(𝑇) = 𝜎𝑇 4
dengan 𝜎 merupakan tetapan Stefan-Boltzmann, bernilai 5,67 x 10-5 erg cm-2 K-4 s-1
Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith
Kellman dari Observatorium Yerkes menambahkan sistem pengklasifikasian
berdasarkan kuat cahaya atau luminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya.
Pengklasifikasian tersebut dikenal sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi
bintang ke dalam kelas-kelas berikut :
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 19
0 Maha maha raksasa
I Maharaksasa
II Raksasa-raksasa terang
III Raksasa
IV Sub-raksasa
V deret utama (katai)
VI sub-katai
VII katai putih
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 20
4.2.2 Luminositas Matahari
Luminositas Matahari, L☉, adalah satuan luminositas atau tenaga radian (tenaga yang
dikeluarkan dalam bentuk foton) yang digunakan oleh astronom untuk menghitung luminositas
bintang. Satuan ini sama dengan luminositas Matahari yang disetujui, 3.839×1026 W, atau
3.839×1033 erg/s. Nilainya sedikit lebih tinggi, 3.939×1026 W (sama dengan 4.382×109 kg/s
atau 2.107×10−15 M☉/d) bila radiasi neutrino Matahari dimasukkan bersama radiasi
elektromagnetik. Matahari adalah sebuah bintang variabel yang lemah dan luminositasnya
mengambang (fluktuasi). Fluktuasi besar adalah siklus Matahari sebelas tahun (siklus bintik
Matahari), yang menyebabkan variasi periodik sekitar ±0.1%. Variasi lain dalam 200-300 tahun
terakhir dianggap lebih kecil daripada jumlah ini.
Luminositas Matahari terkait dengan irradiansi Matahari yang diukur di Bumi atau
melalui satelit dalam orbit Bumi. Irradiasi rata-rata di puncak atmosfer Bumi kadang dikenal
sebagai konstanta Matahari, I☉. Irradiansi ditetapkan sebagai tenaga per luas satuan, sehingga
luminositas Matahari (tenaga total yang dikeluarkan Matahari) adalah irradiansi yang diterima di
Bumi (konstanta Matahari) dikali dengan luas lingkaran yang radiusnya merupakan jarak rata-
rata antara Bumi dan Matahari:
L☉ = 4πkI☉ A2
di mana A adalah jarak satuan (nilai satuan astronomi dalam meter) dan k adalah konstanta (yang
nilainya sangat dekat dengan satu) yang menyatakan fakta bahwa jarak rata-rata dari Bumi ke
Matahari bukanlah satu satuan astronomi.
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 21
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah Luminositas Bintang dan Magnitudo Bintang maka dapat
disimpulkan antara lain :
1. Bintang dapat dianggap sebagai benda hitam. Hal ini tampak dalam kurva distribusi energi
bintang yang memiliki temperatur efektif Tef = 54.000 K sama dengan distribusi energi pada
benda hitam. Oleh karena itu, semua hukum-hukum untuk benda hitam dapat digunakan
pada bintang.
2. Luminositas bintang merupakan jumlah energi yang dipancarkan bintang ke segala arah per
satuan waktu. Dengan menganggap bintang sebagai benda hitam maka energi yang
dipancarkan oleh seluruh permukaan bintang yang beradius R dan bertemperatur T=Tef per
detik ke semua arah adalah,
𝐿 = 4 𝜋 𝑅2 𝜎 𝑇 4
dan Energi bintang yang diterima/melewati permukaan pada jarak d per cm2 per detik (E)
adalah,
𝐿
𝐸=
4𝜋𝑑 2
5.2 Saran
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan tambahan yang akan diperlukan
dalam kehidupan dalam mempelajari mengenai alam.
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 22
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Luminositas
http://id.wikipedia.org/wiki/Luminositas_matahari
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 23
Pertanyaan :
dikeluarkan dalam bentuk foton) yang digunakan oleh astronom untuk menghitung
luminositas bintang. Satuan ini sama dengan luminositas Matahari yang disetujui,
3.839×1026 W, atau 3.839×1033 erg/s. Nilainya sedikit lebih tinggi, 3.939×1026 W
(sama dengan 4.382×109 kg/s atau 2.107×10−15 M☉/d) bila radiasi neutrino Matahari
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 24
Luminositas Bintang
Universitas Palangkaraya 2013 Page 25