Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PERAN ISLAM DALAM DUNIA SEJARAH


Telaah Perspektif Marshall G. S. Hodgson dalam ‘The Role of Islam in World History”
Oleh: Moona Maghfirah (19200013015)

Sekilas Tentang Marshall Hodgson

Marshall Goodwin Simms Hodgson lahir pada tahun 1922. Ia menutup usia pada tanggal
10 Juni tahun 1968 dengan umur yang masih relatif muda yaitu 48 tahun, saat itu ia masih
dalam proses menyelesaikan karya monumentalnya, The Venture of Islam. Hodgson
merupakan seorang spesialis dalam sejarah peradaban Islam yang “lahir” dari Universitas
Chicago. Tiga volume karyanya dalam The Venture of Islam; Conscience and History in a
World Civilization telah mengangkat seorang Marshall Hodgson menjadi salah satu sejarawan
Islam yang cukup berpengaruh di kalangan akademisi penggiat sejarah. Meskipun ia
mempunyai latar belakang ajaran Quaker (Kristen), akan tetapi ia terus berusaha untuk
seobjektif mungkin dalam menafsirkan sejarah. Hodgson mempunyai sebuah rencana besar,
rencana yang berusaha untuk menempatkan sebuah pendekatan yang benar- benar baru dalam
kajian sejarah. Suatu pendekatan yang diharapkan dapat memberikan gambaran yang objektif
tentang sejarah. Rencana serta visi- visi Hodgson yang masih berwujud “file” yang masih
berserakan dan belum tersusun, dikumpulkan serta di edit kembali oleh kolega dekatnya yaitu
Reuben Smith. Kemudian diterbitkan oleh universitas Chicago. Pada awalnya Hodgson berniat
untuk menulis sejarah tentang dunia – selain The Venture of Islam dan Rethinking World
History –, akan tetapi sebelum menyelesaikan apa yang menjadi keinginan serta ambisinya
tersebut, Hodgson harus menutup lembar kehidupannya dalam usianya yang masih sangat
muda.

Asumsi Dekadansi Peradaban Islam

Rethinking World History adalah kumpulan esai oleh mendiang Marshal Hodgson yang
menawarkan pemandangan komprehensif tentang sejarah dunia dan Islam. Salah satu tema
utama yang dikajinya adalah perhatian Hodgson dengan skema peradaban sejarah dunia Islam
yang dituangkanya dalam bab The Role of Islam in World History. Hodgson menganalisis
sejarah Isalm dari abad kesepuluh hingga keenam belas, yang mempertimbangkan pengaruh
moderenitas pada Muslim dan membandingkan peradaban Islam dan Eropa.
Sejak awal pembahasan ia telah menyatakan poin dari pembahasanya secara umum
bahwa selama periode premodern, umat Islam berhasil membangun tatanan sosial dan budaya
yang melampaui batas-batas wilayah dan hampir mencapai dimensi dunia. Dinasme
masyarakat Islam, inklusi, pencampuran, dan perkembangan berbagai elemen dari berbagai
peradaban, dan cakupan luas pencapaiannya yang pada akhirnya menggarisbawahi pentingnya
Islam dalam sejarah umum umat manusia.

Menurutnya, masyarakat Islam yang diasosiasikan dengan agama Islam adalah


masyarakat yang paling luas di belahan Afro-Eurasia dan memiliki pengaruh paling besar pada
masyarakat lain hingga abad ke-17. Kejayaan mereka bukan hanya karena aspek geografi,
tetapi juga karena adanya tekanan budaya tertentu yang mengiringinya, yakni kosmopolitan
dan egaliter (dan anti-tradisional) — yang diperoleh dari masa sebelum Islam. Lanjutnya,
budaya Islamdom1 menawarkan norma internasional kecanggihan bagi banyak orang karena
mereka diintegrasikan ke dalam belahan otak perhubungan komersial. Menurutnya juga hal ini
menawarkan kerangka kerja politik yang fleksibel untuk meningkatkan jumlah dari masyarakat
yang sudah lama beradab. Dalam peran dunia ini, masyarakat dan budaya Islam menunjukkan
kreativitas dan pertumbuhan yang gigih. Hanya sampai masa moderenisasi kemudian budaya
Islam itu terganggu, bukan oleh dekadensi internal tetapi oleh peristiwa eksternal yang belum
pernah terjadi sebelumnya.

Pendekatan historis yang dikolaborasikanya dengan komperatif diterapkanya untuk


menjelaskan bagaimana keunggulan Islam menjadi peradaban yang begitu besar dalam
perjalanan sejarah dunia. Berangkat dari anggapan orang-orang Barat mengenai Muslim yang
mencapai puncak kekuasaanya ketika penyerangan oleh kaum Frand di Galia Utara. Hodgson
menyangkal dan menegaskan pada abad ke-16 Muslim jaya dengan tiga kekuasaan besar
Islamdom; Ottoman, Safavi, dan Mughal. Tidak hanya itu saja, di wilayah lain negara-negara
Muslim kecial juga telah berhasil dalam menghadapi berbagai tantangan diawal abad ini,
seperti di Samudera Hindia dengan perlawanan terhadap Portugis, dan Muslim di ujung Utara
dengan tantangan dari Kristen Eropa.

1
Marshall G. S. Hodgson dalam bukunya The Venture of Islam13 13 Marshall G. H. Hudgson, The Venture of
Islam: Conscience and History in World Civilization, Volume One, The Classical Age of Islam, Chicago: The
University of Chicago Press, 1974 menteorikan bahwa Islam dipandang dari realitas. Pertama, Islamics; Islam
sebagai doctrine; kedua, Islamicate, fenomena Ketika doktrin telah masuk dan berproses dalam masyarakat
kultural; dan ketiga, adalah Islamdom. Islam menjadi sebuah dunia yang politis dalam kenegaraan.
Hodgson juga melihat titik puncak kekuatan Muslim juga datang dari kreativitas
budaya, terutama terjadi di wilayah inti lama budaya Muslim, The Fertile Crescent dan daratan
tinggi Iran. Contohnya saja, adanya tradisi seni lukis yang popular disebut sebagai miniature
Persia pada abad ke-14, dilanjutkan dengan portrait-potrat ilustrasi yang bergenre pada abad
ke-15, dan titik puncaknya adalah tradisi arsitektur terkenal yakni Taj Mahal di India. Begitu
juga dibidang sastra dan prosa, ada tiga bahasa Muslim besar yang mengembangkan seni
kesusastraan, yakni Persia, Arab, dan Turki.

Hodgson pun dengan tegas mengatakan bahwa adalah lazim bagi para sarjana modern
untuk berasumsi bawha budaya Islam mengalami kemerosotab atau dekadensi setelah
runtuhnya kekhalifahan tertinggi atau paling lambar pada saat penaklukan Mongol diabad ke-
13; dan karena itu menganggap bukti vitalitas atau kejayaan apapun di masa setelahnya,
terutama di abad ke-16, sebagai sesuatu yang luar biasa yang seolah-olah itu bukan bagian dari
budaya Islam, melainkan hanya serangkaian kejadian yang tidak terkait. Hal tersebut menurut
pendapatnya adalah sebuah kesalahpahaman dari gambaran nyata budaya Islam secara
keseluruhan.

Dalam konteks ini, Hodgson melihat ada dua kecenderungan yang menjadi sumber
kesalahpahaman daripada peradaban Islam. Pertama, kecenderungan yang terbentuk dari
konsepsi Islamdom wilayah Mediterenian, kerajaan Ottoman yang saat itu sangat menyoroti
perkembangan arabisasi. Faktanya, pusat paling kreatif Islamdom dalam semua periode
kebanyakan datang dari arah timur Mediterania, yakni dari Suriah ke lembah Oxus.
Kecenderungan kedua datang dari Muslim itu sendiri yang menolak masa lalu sebagai sebuah
kegagalan dan menganggap warisan-warisan ‘klasik’ sebagai tawaran dan senjata untuk
melawan peradaban modern Barat.

Islam Mewarisi Tradisi Irano Semit

Selanjutnya, Hodgson berusaha untuk menangkal asumsi-asumsi dekadansi peradaban


Muslim yang tumbuh di pemahaman orang-orang Barat,yang sering bertanya-tanya “apa yang
salah pada wilayah-wilayah Muslim yang pernah superior, tetapi tidak ikut serta dalam
transmisi abad ke-17 dan ke-18 dimana berkembangnya peradaban modern Barat?. Untuk
menjawab ini Marshal memilih untuk memahami caranya Islam bisa sukses selama beribu
tahun. Oleh karenanya, ia menjelaskan terlebih dahulu bagaimana awal mula Islam masuk dan
sejarahnya. Karenanya, Marshal menuntun untuk memamahi tradisi Iran-Semit, wilayah
dimana Islam datang.
Memahami latar belakang turunnya Islam di Hijaz Arab adalah unsur penting. ia datang
kepada sebuah kesetiaan komunitas besar di zona iran-Semit antara sungai Nil dan sungai
Oxus. Oleh karenanya, Marshall menekankan bahwa ruang lingkup Islam turun bukan saja
Arab, akan tetapi dinamika peristiwa yang terjadi didalamnya dibangun diatas sumber daya
budaya wilayah yang sangat luas. Ketika Nabi Muhammad datang dengan ajaran yang ia bawa,
Ia mampu beradaptas dengan tradisi dan agama yang sudah terbentuk.

Sebelum Islam masuk, tradisi Irano Semit di wilayah Nile to Oxus telah menjadi
wilayah yang memiliki keunikan daripada wilayah lain. Berawal dari usaha Marshall yang
mengkomparasikan tradisi huruf yang ada di wilayah Nile to Oxus dengan tiga tradisi huruf
lainya yang ada dibelahan dunia. Walaupun tradisi Irano Semit tampak relatif lemah, ia mampu
berkembang dengan perkembangan khas warisanya kenabiannya, terutama di tanah Iran tengah
yang memainkan peran sosial yang sangat formatif, Selain itu, tradisi ini juga

Pertengahan milenium ke-1 SM, Periode dari 800 hingga 200 SM telah disebut Zaman
Aksial karena sangat penting bagi sejarah agama dan budaya. Dimana dunia telah mengkristal
menjadi empat wilayah inti budaya: Mediterania, Nil-ke-Oxus, India, dan Asia Timur. Sungai
Nil ke Oxus, inti masa depan Islam, adalah yang paling tidak kohesif dan paling rumit.
Sementara masing-masing wilayah lain mengembangkan satu bahasa budaya tinggi- Yunani,
Sanskerta, dan Cina. Wilayah Nil-ke-Oxus dengan tradisi Irano Semit adalah palimpsest
linguistik dari beberapa jenis bahasa Irano-Semit: Aram, Siria (timur atau Iran Aram), dan
Persia Tengah (bahasa Iran timur). Selain berbagai kelompok linguistiknya, kawasan Nil-ke-
Oxus juga memiliki perbedaan iklim dan ekologi. Mereka terletak di tengah zona kering yang
luas yang membentang diAfro-Eurasia. Meskipun potensi pertaniannya sangat terbatas,
kemungkinan komersialnya hampir tidak terbatas. Terletak di persimpangan perdagangan
trans-Asia dan diberkati dengan banyak titik transit alami,2 kawasan ini menawarkan
keunggulan sosial dan ekonomi khusus kepada para pedagangnya. Sehingga tanah Iran- Semit
menjadi satu-satunya dari wilayah budaya inti yang besar yang memiliki kontak langsung
dengan negara-negara lain, serta dengan daerah perbatasan besar. Aktivitas perdagangan inilah

2
. Melalui kota-kota seperti Nishapur dan Balkh di Khurasan (Iran timur laut) melewati hampir semua daratan
luar perdagangan dari wilayah India: naik melalui celah Khaibar dan ke barat menujuMediterania, ke utara ke
dataran Volga dan Irtysh, ke timur ke Cina. Melaluimereka juga melewati rute darat yang paling sering digunakan
antara Cina dan Mediterania. Itukota-kota pusat di Iran barat juga melakukan perdagangan darat antara
Mediteraniadi satu sisi dan India atau Cina di sisi lain; dan banyak di antaranya antaraLaut Selatan serta jalur
darat dan perairan Kaspia ke utara ke Volga-Irtyshdaerah. Di Fertile Crescent, akhirnya, atau di sebelah Mesir,
banyak berkumpu lrute darat yang disebutkan di atas, serta semua rute antara bagian selatan yang terjauhLaut
dan wilayah Mediterania, dengan pedalaman utara (Eropa) dan jugatanah Sudanic di selatan.
yang ditekankan Marshall sebagai elemen yang berperan penting dalam memberikan kekuatan
Islamdom.

Perdagangan jarak jauh tidak menjadi sumber utama pendapatan, tapi secara kumulatif
selama berabad-abad aktivitas ini memberikan kesempatan untuk membangun sumber
kekayaan yang relatif dapat diandalkan daripada agraris local. Namun Marshall melihat bahwa
kondisi ini cenderung rata-rata meninggikan peran dagang dalam masyarakat dan mengorbakan
aktivitas agraria, yang selanjutnya memberikan dampak yakni kecenderungan sekuler yang
mengarah kepada peningkatan bias perdagangan, sebagai zona budaya yang meluas ke belahan
dunia. Marshall menunjukan indikator yang lebih terlihat dari bias perdagangan dapat
ditelusuri dalam sejarah monoteisme Irano-Semit. Adanya kecenderungan egaliter dan
cosmopolitan dalam tradisi ini: kecenderungan mereka untuk menolak hierarki atau ikatan
aristokrat; merendahkan simbolisme yang terikat dengan alam (ikonophobic); menekankan
interpersonal, norma-norma moral dengan mengorbankan sisi estetika atau sisi emosional
simbolis dari pengalaman agama. Dalam pandangan Marshall, keberadaan dan dominasi
komunal yang kurang aristocrat ini sangat bertolak belakang dengan Kerajaan utama di wilayah
tersebut, Sasanian, yang telah berbentuk aristocrat dan agrarian. Pada akhirnya, kerajaan ini
mengalami pergejolakan yang serius, baik dari agama maupun politik,

Pada titik inilah Islam muncul, membawa agama baru dan kebijakan baru dimana
Sasanian berdiri, serta penaklukanya sebagian besar merupakan para pedagang yang
cosmopolitan. Berasal dari seorang pedagang dikota yang terlibat dalam perdagangan jarak
jauh, hal ini menjadi titik temu gerakan yang kompleks. Marshall mengakatakan bahwa salah
satu benang merah dalam gerakan ini adalah perpanjangan tangan secara politik dan sistem
ekonomi yang telah dibangun orang Makkah untuk mengontrol rute antara Syria dan Yaman.
Hasilnya adalah bahwa keraan Muslim awal diperintah oleh keluarga pedangang terkemuka
Mekah (Bani Ummayah), sebuah keluarga yang pernah berinteraksi dalam perdagangan
Suriah. Marshall kemudian melihat bagaimana budaya-budaya Islam tersebar luas. Islam yang
dipenuhi dengan cara luar biasa dengan kecenderungan moralistik, egaliter, dan komunal
itutelah tumbuh dalam monoteisme Irano-Semit.

Selanjtunya lagi Marshall menarasikan bahwa Islam dikembangkan lebih lanjut sebagai
komunitas total otonom. Mereka yang mengembangkan Islam sebagai perangkat sosial cita-
cita kemudian mendapatkan Islam dalam pertentangan sengit, yakni mereka yang
mengembangkan warisan Muhammad dalam prakteknya; dan mereka yang memiliki
kecenderungan untuk mengatur masyarakat Islam sebagai kerajaan absolut agrarian. Untuk itu
hadilah hukum Syariah yang menurut Marshall sebagai sesuatu yang paling radikal dari
kecenderungan lama. Salah satu konsekuensi dari otonomi dan eksklusivitas dalam hukum
syariah ini adalah merongrong legitimasi otoritas absolut agrarian. Yang menurutnya sebagian
besar pedagang yang menarik hukum Syariah untuk pertama kali, di abad-abad Muslim
sebelumnya; dan para ulamahukum, ulama, sering kali merupakan keluarga pedagang atau
bahkan pedagang itu sendiri. Pada umumnya adalah kelas pedagang yang merupakan
pendukung paling setia hukum. Marshal ingin mengatakan bahwa hukum Syariah yang
memiliki kecenderungan seakan rekonstruksi dari tradisi Irano Semit yang agrarian, yang justru
membawa kemunduran untuk dibawa pada masa modern.

Sebagai penutup, Marshal mengatakan nasib peradaban Islam bukanlah contoh hukum
biologis bahwa setiap organisme harus berkembang dan kemudian membusuk; karena
peradaban bukanlah organisme. Lebih tepatnya, prinsip ekonomi yang sukses adalah mungkin
karena berinvestasi begitu banyak dalam satu jenis keunggulan, yang disesuaikan dengan satu
jenis kesempatan, yang akan hancur ketika keadaan baru membawa jenis kesempatan yang
lain. Meskipun beberapa decade telah berlalu sejak ditulis, tulisan-tulisan ini menawarkan nilai
kontemporer yang sangat besar bagi sejarawan umum dan cendekiawan Islam. Selain memberi
ringkasan dari pemikiran utama seorang sejarawan dan Islamis terkemuka, tulisan ini turut
memperluas jangkauan visi ilmiah, menyajikan alternatif dan kontribusi penting bagi
pemahaman keseluruhan tentang sejarah peradaban manusia.

Anda mungkin juga menyukai