Anda di halaman 1dari 3

Artinya: dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata, Rasul SAW bersabda: “makan

dan minumlah, bersedekahlah serta berpakaianlah dengan tidak berlebihan dan tidak sombong.”
(HR. Nasa’i)
KONSUMSI

1. Konsumsi dalam Islam


Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan.
Konsumsi meliputi keperluan, kesenangan dan kemewahan
Ajaran Islam sebenarnya bertujuan untuk mengingatkan umat manusia agar membelanjakan
harta sesuai kemampuannya. Pengeluaran tidak seharusnya melebihi pendapatan dan juga
tidak menekan pengeluaran terlalu rendah sehingga mengarah pada kebakhilan. Manusia
sebaiknya bersifat moderat dalam pengeluaran sehingga tidak mengurangi sirkulasi kekayaan
dan juga tidak melemahkan kekuatan ekonomi masyarakat akibat pemborosan.[2][1]
2. Prinsip Konsumsi:
a. Halal
Ibnu Katsir berkata, Allah menjelaskan tentang tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha
Memberi kepada seluruh makhluknya. Dia kemudian memberitahukan akan izin-Nya
terhadap segala sesuatu (sumber daya) yang ada di bumi untuk dimakan dengan syarat
halal, selama tidak membahayakan akal dan badan.[3][3]
Halal yang murni, misalnya adalah buah-buahan, binatang sembelihan, minuman sehat,
pakaian dari kapas atau wol, pernikahan yang sah, warisan, rampasan perang dan hadiah.
Haram yang murni misalnya bangkai, darah, babi, arak, pakaian sutra bagi kaum lelaki,
pernikahan sesama mahram, riba, hasil rampok dan curian
Sementara diantara keduanya adalah syubhat. Syubhat adalah beberapa masalah yang
diperselisihkan hukumnya, seperti daging kuda, keledai, biawak, minuman anggur yang
memabukkan apabila banyak, pakaian kulit binatang buas.[4][4]
Kewajiban seorang hamba adalah menjauhi segala bentuk syubhat dan syahwat (keinginan)
yang diharamkan, membersihkan hati dan anggota badannya dari segala hal yang dapat
melenyapkan iman. Hal itu dilakukan dengan memperbaiki hati dan anggota badannya
sehingga akan semakin kuat hatinya.[5][5]
b. Baik/Bergizi
Gizi dalam ajaran Islam, bukan sekedar mengharamkan makanan yang berbahaya bagi
kesehatan seperti bangkai, darah dan daging babi. Tetapi lebih dari itu, Islam juga
memperhatikan tentang kualitas bentuk makanan yang dihidangkannya. Islam memberikan
motivasi kepada umat Islam, agar menyediakan menu-menu yang bermanfaat/bergizi,
seperti daging binatang darat dan daging binatang laut serta segala sesuatu yang dihasilkan
bumi seperti biji-bijian, buah-buahan, termasuk juga minum madu dan susu karena nilai
gizi yang tinggi[6][7]
Maksud Allah menekankan perintah pentingnya memakan makanan yang bergizi
disamping halal adalah karena untuk kebaikan manusia itu sendiri. Makanan bergizi
merupakan makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk memperoleh
kualitas kesehatan yang baik. Dan kesehatan yang baik berarti sangat berpengaruh terhadap
kualitas akal dan rohaninya. Nabi muhammad saw bersabda dalam khotbahnya yang
artinya “Dan untuk badanmu ada haknya bagimu”.
c. Makan dan Minum Secukupnya
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang seringkali menahan rasa lapar dan
dahaga. Bukan karena mereka tidak mampu untuk mengkonsumsinya, tetapi karena Allah
SWT telah menetapkan bahwa jalan ini adalah jalan yang paling utama untuk ditempuh
oleh Rasulullah dan para pengikutnya. Inilah yang dilakukan oleh Ibnu Umar r.a. dan
Umar Bin Khattab r.a. Padahal mereka mampu dan memiliki banyak makanan.
d. Bukan dari Hasil Suap
Hendaklah seorang muslim sangat mewaspadai terjerumus dalam perangkap suap, hadiah,
atau penghormatan melalui jalur kerja. Orang yang menyuap dan menerima suap itu akan
diusir dari rahmat Allah yang luas. Hal itu disebabkan oleh sejumlah uang yang tidak
bernilai. Yakni, demi Allah alangkah ruginya seperti ini. Sebagian dari sifat amanah adalah
hendaknya seorang manusia tidak memangku jabatan di mana dirinya ditunjuk untuk
mendudukinya guna mendatangkan keuntungan untuk dirinya atau keluarga dekatnya.
Sebenarnya kenyang dengan harta publik adalah suatu dosa dan perbuatan yang tidak halal.
[7][15]
3. Sasaran Konsumsi
a. Konsumsi untuk Diri dan Keluarga
Syariat Islam telah menggariskan kewajiban suami menafkahi istrinya. Hal ini telah disinggung
oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruh. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya (QS. Al-Baqarah: 233).
Rasulullah SAW, kemudian mempertegas lagi dalam sabdanya: “bagi kamu (para suami)
bertanggung jawab menafkahi para istri-istrimu dan memberikan mereka pakaian secara baik.
(HR. Bukhori)
b. Konsumsi sebagai Tanggung Jawab Sosial
Banyak orang menyangka cara untuk mendapatkan kehidupan yang baik adalah dengan
mengumpulkan harta digunakan untuk membeli kebahagiaan. Mereka menghabiskan umur
mereka untuk mencari dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Mereka sengsara karena
mengumpulkan dan menjadi rakus terhadapnya. Mereka tidak memberi hak Allah sehingga di
akhirat pun mereka diadzab karenanya.[8][18]
Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Jauhilah neraka walaupun dengan bersedekah setengah
buah kurma.”(HR. Bukhori)[9][20]
Sedekah merupakan amalan yang paling agung dan suci serta amat banyak manfaatnya bagi yang
bersedekah dan juga bagi mayoritas anggota masyarakat, yayasan sosial, dakwah secara merata.
Tingginya kedudukan orang yang mengerjakan sedekah tidak hanya di akhirat semata, melainkan
juga berlaku di dunia. Maka barang siapa yang bersedekah akan terangkat dan bagi yang bakhil
akan terhina. Bahkan Muhammad bin Hayyan berkata: “setiap pemimpin baik dalam masa
jahiliyah maupun Islam hingga tersohor kepemimpinannya, kaumnya melindunginya dan dituju
oleh yang jauh maupun yang dekat, maka kepemimpinannya itu belumlah sempurna, dengan
memberikan makanan dan makanan dan menghormati tamu.[10][21]
Daftar Pustaka : 1 . lifi Nur Diana,M.SI, Hdis-hadis Ekonomi Malang UIN Malang Press , 2008)
h.55
2 .Abu Dzar Al Qilmani, kunci mencari rejeki yang halal(Jakarta:Mizan,2004)
h. 57
3 . Ahmad Fuad, pohon imansolo ; pustaka arafah ,2008) h 58-59

Anda mungkin juga menyukai