Referat Keratitis
Referat Keratitis
PENDAHULUAN
Kornea merupakan bagian media refraksi yang terletak di bagian anterior mata.
Sebuah kornea yang sehat, dengan lapisan air mata di atasnya, berperan penting dalam
menyediakan permukaan refraksi yang baik serta perlindungan mata. Bentuk kornea lebih
rata di tepi dan lebih terjal di bagian tengah, sehingga membentuk sistem optik asferis.
Kornea terdiri atas 5 lapisan, yaitu epitel, membrane Bowman, stroma, membrane
Descemet, dan endotel. Lapisan endotel tidak dapat melakukan regenerasi sehingga
Sebaliknya, lapisan epitel yang memiliki sifat regenerasi akan menyebabkan edema lokal
merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi.
keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman lesi pada
Gejala umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa silau, dan
merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis
yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda
tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika
keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu
1
ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan
keratitis haruslah cepat dan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan di
masa yang akan datang terutama pada pasien yang masih muda.
2
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. ANATOMI KORNEA
Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat transparan,
berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1 mm. Indeks bias
kornea 1,375 dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya
ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesens atau
keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif
pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada
epitel dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih
berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat
transparan hilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan
edema lokal sesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel.
Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa
cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem karena suatu
sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar
pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga
mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak serat
saraf sensorik yang didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V
yang berjalan supra koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran bowman
3
dan melepaskan selubung schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan
didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam
waktu 3 bulan.
Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan
terdiri atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan epitel (yang bersambung
1. Epitel
Lapisan epitel kornea tebalnya 50m berbentuk pipih berlapis tanpa tanduk, ada satu
lapis sel basal dan sel polygonal. Sel bersifat fat soluble substance. Pada sel basal
sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap
dan semakin maju kedepan menjadi sel pipih, sel basal berikatan erat dengan sel basal
4
disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden.
Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal
menghasilkan membran basal yang saling melekat erat. Bila terjadi gangguan akan
menjadi erosi rekuren. Ujung saraf kornea berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan
pada epitel akan menyebabkan gangguan sensibilitas korena dan rasa sakit dan
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini
tidak mempunyai daya regenerasi. Kerusakan pada lapisan ini akan berakhir dengan
3. Stroma
Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup sekitar 90% dari
ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri atas jaringan kolagen yang
tersusun atas lamel-lamel, pada permukaannya terlihat anyaman yang teratur sedang
dibagian perifer serat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang menarik
air, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel.
sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast
terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan
4. Membran Descemet
5
Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening, terletak dibawah
stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah. Membran
ini sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40m.
5. Endotel
mengatur cairan didalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya regenerasi,
seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi
dapat menjaga keseimbangan cairan akibat gangguan sistem pompa endotel, maka
stroma akan bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan hilangnya
transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat
trauma bedah, penyakit intraokuler dan usia lanjut. Lapisan endotel berasal dari
mesotalium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal dengan tebal 20-40m
yang melekat pada membran descmet melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
B. DEFINISI KERATITIS
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada
media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis
terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar (Ilyas,
2008). Keratitis biasanya diklasifikasikan sesuai lapisan yang terkena seperti keratitis
6
C. EPIDEMIOLOGI
trauma kornea, penggunaan obat imunosupresif. Ulkus kornea terkait pengunaan lensa
kontak pada populasi umum telah meningkat dari hampir 0% pada tahun 1960 menjadi
52% pada 1990an. (Abdulah 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Gopinathanet al,
dari 5897 kasus diduga microbial keratitis 3563 (60,4%) telah dibuktikan dengan kultur
Acanthamoeba sejumlah 86, (2,4%); campuran sejumlah 268, (7,5%). Pasien dengan
kegiatan berbasis pertanian mempunyai 1,33 kali (CI 1,16-1,51) risiko lebih besar terkena
keratitis mikroba dan pasien dengan trauma okular adalah 5.33 kali (CI 6,41-6,44) lebih
mungkin untuk mengembangkan keratitis mikroba. Sebagian besar infeksi bakteri yang
D. ETIOLOGI
Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan
obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis
menahun. Infeksi korena pada umumnya didahului trauma, penggunaan lensa kontak,
1. Virus
7
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sun lamps, dan
6. Mata kering disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara
E. PATOFISIOLOGI
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu
peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus
dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel
lekosit, selsel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi tidak licin. ( Ilyas,
2008). Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat dibuktikan
dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna kehijauan pada kornea. Bila
tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa
8
meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi
penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang
dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar
menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan
di bilik mata depan. Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion (Ilyas, 2008). Beberapa
Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan
Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement
yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimana hanya membaran
dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan
indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan
9
F. KLASIFIKASI
a. Keratitis Pungtata
bercak bercak halus. Penyebab: Moluscum kontagiosum, acne rosasea, Herpes simpleks,
Herpes zoster, Blefaritis neuroparalitik, Infeksi virus, vaksinia, Trakoma dan trauma
Keratitis Pungtata biasanya terdapat bilateral, berjalan kronis tanpa terlihat gejala
konjungtiva atau tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda. Keratitis Pungtata
kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein.
Dapat disebabkan sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmos, keracunan obat
topical (neomisin, tobramisin ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia
ringan dan pemakaian lensa kontak. Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah dan
rasa kelilipan. Pasien diberi air mata buatan, tobramisin tetes mata dan siklopegik.
keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala
kelainan konjungtiva ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus.
Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya
blefarokonjungtivitis. Bila tidak diobati dengan baik maka akan mengakibatkan tukak
kornea. Penderita mengeluh sakit seperti kelilipan, lakrimasi, fotofobia berat. Pada mata
akan terlihat blefarospasme satu mata, Injeksi konjungtiva, Infiltrat atau ulkus memanjang,
dangkal unilateral dapat tunggal atau multiple, sering disertai neovaskularisasi dari arah
limbus.
Diberikan juga vit B dan C dosis tinggi. Pada kelainan yang indolen dilakukan kauterisasi
dengan listrik ataupun AgNO3 di pembuluh darah / dilakukan flep konjungtiva yang kecil.
c. Keratitis Interstisial
Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Seluruh kornea
keruh sehingga iris susah dilihat. Keratitis Interstisial akibat lues kogenital didapatkan
11
Pasien mengeluh fotofobia, lakrimasi dan menurunnya visus. Keluhan akan
bertahan seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan
kornea seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi Siliar disertai serbukan pembuluh ke
dalam sehingga memberi gambaran merah kusam yang disebut “Salmon Patch” dari
Hutchinson. Seluruh kornea dapat berwarna merah cerah. Keratitis disebabkan sifilis
kogenital atau bisa juga oleh tuberkulosis, trauma. Pengobatan tergantung penyebabnya.
Diberikan juga Sulfas Atropin tetes mata untuk mencegah sinekia akibat uveitis dan
Keratitis Bakterial
Enterobakteriacea.
12
Moxifloxacin/Gatofloxacin. Kokus Gram (-): Ceftriaxone, Ceftazidime,
Moxifloxacin/Gatofloxacin.
Keratitis Jamur
Penyebab trauma kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh-tumbuhan.
Dapat juga akibat efek samping penggunaan antibiotik dan kortikosteroid yang tidak
cepat. Keluhan timbul setelah 3 minggu kemudian. Keluhan sakit mata hebat, berair dan
silau. Pada mata terlihat infiltrat berhifa dan satelit bila terletak didalam stroma, disertai
keratitis jamur filamentosa seperti miconazole, amphoterisin, nistatin dan lain-lain dan
sikloplegik disertai obat oral anti glaukoma jika disertai peningkatan tekanan intraokular.
13
Gambar 2.5. Keratitis Jamur
Keratitis Virus
dataran depan kornea yang dapat terjadi pada herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus,
vaksinia dan trakoma. Keratitis terkumpul di daerah membran Bowman, bilateral dan
kronis tanpa terlihat kelainan konjungtiva. Jenis Keratitis Virus yaitu Keratitis herpetik,
Epidemi.
a) Keratitis Herpetik
Disebabkan herpes simpleks dan herpes zoster. Keratitis karena herpes Simpleks
dibagi 2 bentuk yaitu epitalial dan stromal. Epitelial adalah Keratitis dendritik. Pada
epitelial terjadi pembelahan virus di dalam sel epitel yang mengakibatkan kerusakan sel
tubuh terhadap virus yang menyerang. Antigen (virus) dan antibodi (tubuh pasien)
bereaksi di dalam stroma kornea dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini
14
mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak antigen (virus) yang juga merusak
jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan pada virus dan reaksi radangnya, biasanya
menghambat sintesis DNA virus dan manusia sehingga toksik untuk epitel normal dan
tidak boleh digunakan lebih dari 2 minggu. Bentuk larutan 1% diberikan setiap jam.
Salep 0,5% diberikan setiap 4 jam. Vibrabin sama dengan IDU, hanya ada dalam bentuk
salep. Trifluorotimidin (TFT) sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam. Acyclovir
bersifat selektif terhadap sintesis DNA virus. Bentuk salep 3% diberikan setiap 4 jam.
b) Keratitis Dendritik
disertai sensibilitas kornea yang hipestesia. Karena gejala ringan, pasien terlambat
15
Penatalaksanaanya dapat sembuh spontan. Dapat juga diberikan antivirus (IDU
0,1% salep tiap 1 jam atau Asiklovir) dan sikloplegik dan antibiotik dengan bebat tekan.
c) Keratitis Disiformis
Merupakan keratitis yang membentuk kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong
pada usia lanjut. Gejalanya rasa sakit di daerah yang terkena, badan terasa hangat, merah
16
dan penglihatan berkurang. Pada kelopak terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea.
Vesikel juga tersebar pada dermatom yang dipersarafi saraf Trigeminus, progresif dan
pada usia lanjut diberikan Steroid. Penyulit berupa Uveitis, Parese otot penggerak mata,
Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat lagoftalmus dimana kelopak mata tidak bisa menutup
eksoftalmus, paralise saraf fasial, atoni orbikularris okuli dan proptosis karena tiroid.
17
Gambar 2.10. keratitis lagoftalmus.
Keratitis Neuroparalitik
kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Gangguan persarafan dapat terjadi
akibat herpes zoster, tumor fossa posterior kranium, peradangan sehingga kornea menjadi
Gejalanya tajam penglihatan menurun, silau, tidak nyeri. Refleks berkedip hilang,
injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea.
Penatalaksanaanya air mata buatan dan salep untuk menjaga kornea tetap basah.
Untuk cegah infeksi sekunder keratitis, tarsorafi, dan menutup pungtum lakrimal.
Keratokonjungtivitis Sika
18
Merupakan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Gejalanya mata
berpasir, gatal, silau, penglihatan kabur, sekresi mukus mata yang berlebihan, sukar
menggerakkan kelopak mata, mata kering karena ada erosi kornea, Edema kojungtiva
Tes Schimer : resapan air mata pada kertas Schimer normal 10-25 mm dalam
Tes zat warna Rose Bengal konjungtiva zat warna ini akan mewarnai sel epitel
kurang adalah komponen air. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan tetapi
hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan penatalaksana
19
fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas
dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam penegakan diagnosis
H. DIAGNOSA
pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya
riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks
sering kambuh, namun erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak,
obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes
diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan
dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan
pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu
peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan,
pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari
infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan.
20
Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit
yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan
melihat tanda – tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan
epitel bervariasi secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi,
pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma
kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada edema
kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea. Pemeriksaan fisik pada
superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat alat
tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus
melihat jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya dengan hati – hati ke
seluruh kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat
21
I. PENATALAKSAAN
ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan
klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus
22
dan luasnya infiltrat. Sebagian besar pakar menganjurkan
obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost"
etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri
gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri
infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin
atau fluconazol. Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan.
Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan
terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-
keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid.
Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai
kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan
kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya
pada pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat
23
memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah
virus.
Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan
radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain.
bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi
peradangannya seperti halnya kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri
karena tidak akan menyebabkan katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.
Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya
dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra,
Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga
bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu
misalnya KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi
kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat
dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut
24
kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek
maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam
hingga 3 hari. Sedangkan trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit,
dengan efek maksimal dicapai setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini
Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lem
dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva
hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap
keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan
juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlalu sering
terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada
konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas,
dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki riwayat atopi
sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat memperberat
lesi yang telah ada.Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya
kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan
tisu.
25
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya
Gangguan refraksi
Ulkus kornea
Perforasi kornea
Glaukoma sekunder
K. PROGNOSIS
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak
diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat
26
BAB III
KESIMPULAN
Keratitis adalah peradangan pada kornea yang ditandai dengan adanya infiltrat di
interstisial dan profunda. Keratitis superfisial adalah radang kornea yang mengenai
lapisan epitel dan membran bowman. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun
dewasa. Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau, epifora, nyeri,
Setiap etiologi menunjukan gejala yang berbeda – beda tergantung dari jenis
pathogen dan lapisan kornea yang terkena. Diagnosis keratitis dapat ditegakkan melalui
Prognosis pada setiap kasus tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya
dan kedalaman lapisan kornea yang terlibat, ada atau tidak nya perluasan ke jaringan
ada atau tidaknya vaskularisasi dan deposit kolagen pada jaringan tersebut, waktu
lainnya seperti kultur pathogen, dan diagnosis serta pengobatan yang diberikan.
27
DAFTAR PUSTAKA
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC.
2009. h 125-49.
3. Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. h
147-158.
4. American Academy of Ophthalmology. External eye disease and cornea. San Fransisco.
2012
5. Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. h
113-116.
6. Ibrahim MM, Vanini R, et al. Epidemiology and medical protection of microbial keratitis
8. Reed KK. Thygeson’s SPK photos. Nova Southeastem University College of Optometry
9. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika Jakarta,
2009
28