Anda di halaman 1dari 31

Makalah Titrasi Asam Basa

Analisis Sediaan Farmasi-B


Kelompok 1
Nama Anggota kelompok

Cahaya Azzahra R. 1706974334


Iqbal Cahya Maulana 1706034256
Hanna Christina Ginting 1706034350
Ni Putu Kania Ananda A. 1706034400
Karina Zulkifli 1706974486
Savira Rahmadanty 1706034432
Tesya Almadea 1706078384
Tiara Muzadilah 1706974611
Willy Leopatti Juhendi 1706034464

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. 1
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………. 3
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………….. 4
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….. 5
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………… 5
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………... 5
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………… 6
2.1 Pendahuluan …………………………………………………………………………. 6
2.2 Teori Asam Basa …………………………………………………………………….. 6
2.2.1 Teori Arrhenius …………………………………………………………………. 6
2.2.2 Teori Bronsted Lowry ……………………………………………………………6
2.2.3 Teori Lewis ……………………………………………………………………… 7
2.3 Prinsip-prinsip Titrasi Asam Basa …………………………………………………. 7
2.4 Jenis Titrasi Asam Basa ……………………………………………………………... 7
2.4.1 Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat ………………………………………………. 7
2.4.2 Titrasi Asam Kuat dan Basa Lemah ……………………………………………. 8
2.4.3 Titrasi Asam Lemah dan Basa Kuat ……………………………………………. 8
2.4.4 Titrasi Asam Lemah dan Basa Lemah ………………………………………….. 9
2.5 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Titrasi Asam-Basa ………………………. 10
2.5.1 Sebelum Melakukan Analisis …………………………………………………… 10
2.5.2 Saat Melakukan Analisis ………………………………………………………... 10
2.6 Komponen Sediaan Farmasi ………………………………………………………... 11
BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………………………….. 13
3.1. Titrasi Asam Basa Feniramin Maleat dengan Medium Hydro-alkohol ………… 13
3.1.1 Akurasi & Presisi ……………………………………………………………… 13
3.1.2 Ketangguhan …………………………………………………………………… 13
3.1.3 Uji Perolehan Kembali ………………………………………………………… 13
3.1.4 Dasar Analisis …………………………………………………………………. 14
3.1.5 Reaksi Yang Terjadi …………………………………………………………… 14
3.1.6 Langkah-langkah Percobaan …………………………………………………… 15

1
3.1.7 Menghitung Penetapan Kadar …………………………………………………. 16
3.1.8 Mengambil Kesimpulan ……………………………………………………….. 16
3.2 Titrasi Asam Basa Hidroxyzine Dihydrochloride Pada Sampel Farmasetik ……. 17
3.2.1 Pembuatan Larutan Uji ………………………………………………………… 17
3.2.2 Prosedur Titrasi ……………………………………………………………….... 17
3.2.3 Analisis Metode Titrasi ………………………………………………………… 18
3.2.4 Reaksi yang Terjadi …………………………………………………………….. 18
3.2.5 Analisis Metode Titrasi .…………………………………………………………19
3.2.6 Metode Penetapan Kadar ……………………………………………………….. 20
3.2.7 Validasi Metode Analisis ………………………………………………………..20
3.2.8 Penerapan Metode ……………………………………………………………… 23
3.3 Titrasi Asam Basa Lisinopril ……………………………………………………….. 23
3.3.1 Prosedur ………………………………………………………………………… 23
3.3.2 Metode Validasi ………………………………………………………………… 24
3.3.3 Hasil dan Pembahasan ………………………………………………………….. 25
3.3.4 Kesimpulan ……………………………………………………………………... 28
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………………………… 29
4.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………... 29
4.2. Saran ………………………………………………………………………………… 29
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. 30

2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1​ Kurva Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat …………………………………… 8
Gambar 2.2​ Kurva Titrasi Asam Kuat dan Basa Lemah ………………………………… 8
Gambar 2.3​ Kurva Titrasi Asam Lemah dan Basa Kuat ………………………………… 9
Gambar 2.4​ Jenis-jenis indikator untuk titrasi asam basa disertai perubahan warna yang
terjadi ………………………………………………………………………. 11
Gambar 3.1​ Reaksi yang Terjadi pada Percobaan 1 ……………………………………... 14
Gambar 3.2 ​Reaksi yang Terjadi pada Percobaan 2 ………………………………………18
Gambar 3.3​ Struktur Lisinopril …………………………………………………………... 26

3
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1​ Tabel beberapa indikator campuran …………………………………………… 9
Tabel 3.1 ​Tabel Akurasi dan Presisi data ​intra-day​ dan ​inter-day​ ……………………….. 13
Tabel 3.2​ Tabel Metode Ketangguhan ditunjukkan dengan %RSD ……………………… 13
Tabel 3.3 ​Tabel Hasil Uji Perolehan Kembali ……………………………………………. 14
Tabel 3.4​ Tabel Kesimpulan Percobaan 1 …………………………………………………17
Tabel 3.5​ Tabel Hasil Penetapan Kadar Tablet dan Komparasi dengan
Metode Resmi ………………………………………………………………….. 20
Tabel 3.6 Tabel Akurasi dan Presisi Data ​Intra-Day d​ an ​Inter-Day ………………………
21
Tabel 3.7​ Tabel Metode Ketangguhan dalam Bentuk RSD ……………………………… 22
Tabel 3.8​ Hasil Uji ​Recovery​ Menggunakan Metode Standar …………………………… 22
Tabel 3.9​ Hasil dari Pengujian Tablet dan Perbandingannya dengan
Official Method​ ……………………………………………………………….... 23
Tabel 3.10​ Evaluasi Akurasi dan Presisi Intra-day dan Inter-day …………………………25
Tabel 3.11​ Hasil Analisis Tablet dengan Metode yang Digunakan ……………………….27
Tabel 3.12​ Penilaian Akurasi dengan Uji Perolehan Kembali …………………………… 28

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sediaan farmasi semakin lama semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk menjamin
kelayakan sediaan farmasi bagi masyarakat, tidak hanya dilihat dari khasiat asli sediaan
farmasi, tetapi juga dilihat dari mutu, keamanan, dan kualitas sediaan tersebut. Titrasi
asam basa merupakan titrasi yang melibatkan reaksi penetralan ion H​+ dari asam oleh ion
OH​- dari basa atau sebaliknya. Kadar asam atau basa dalam suatu senyawa dapat
ditentukan dengan titrasi penetralan. Untuk memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kualitas suatu sediaan harus memenuhi beberapa persyaratan sesuai dengan yang
tercantum pada farmakope. Salah satu persyaratan yang tercantum pada farmakope
adalah penetapan kadar. Penetapan kadar pada sediaan farmasi dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya adalah titrasi. Terdapat berbagai macam metode titrasi, salah
satunya adalah titrasi asam basa. Titrasi asam – basa pada prinsipnya melibatkan reaksi
penetralan ion H​+ dari asam oleh ion OH​- dari basa, atau sebaliknya. Pada bidang
farmasi, titrasi asam basa digunakan untuk menguji kemurnian sampel.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa teori yang mendukung titrasi asam basa?
2. Bagaimana prinsip umum dari titrasi asam basa?
3. Bagaimana prosedur dalam melakukan titrasi asam basa?
4. Bagaimana penggunaan titrasi asam basa dalam analisis sediaan farmasi?
5. Bagaimana validasi metode pada sediaan farmasi?
1.3 Tujuan
1. Memahami teori dasar analisis titrasi asam basa
2. Memahami prosedur analisis dengan metode titrasi asam basa
3. Dapat melakukan kajian selektivitas, sensitivitas, rentang, akurasi dan presisi metode
analisis
4. Dapat melakukan perhitungan kadar terhadap hasil analisis

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Titrasi Asam Basa ​adalah penentuan kadar suatu larutan basa dengan larutan asam
yang diketahui kadarnya atau sebaliknya. Terdapat dua jenis titrasi asam basa, yaitu:
a. Asidimetri: Jika larutan baku berupa asam digunakan untuk menentukan kadar dari
suatu basa
contoh: HCL, asam cuka, asam oleat
b. Alkalimetri: Jika larutan baku berupa basa digunakan untuk menentukan kadar dari
suatu asam
contoh : NaOH, Al(OH)​3
2.2 Teori Asam Basa
2.2.1 Teori Arrhenius
Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang ketika dilarutkan dalam air akan
meningkatkan konsentrasi ion hidrogen (H​+​) dalam larutan.
HCl (aq) → H​+​ (aq) + Cl​-​ (aq)
Basa adalah zat yang ketika dilarutkan dalam air akan meningkatkan
konsentrasi ion hidroksida (OH​-​) dalam larutan.
NaOH (s) → Na​+​ (aq) + OH​-​ (aq)
Jika asam dan basa direaksikan akan membentuk garam dan air.
HCl (aq) + NaOH (aq) → NaCl (aq) + H​2​O (l)
2.2.2 Teori Bronsted Lowry
Konsep utama teori Bronsted Lowry sebagai berikut.
- Asam merupakan donor proton
- Basa merupakan akseptor proton
- Reaksi asam-basa melibatkan transfer proton dari asam ke basa membentuk
asam baru dan basa baru
Beberapa spesi lain dapat bersifat amfiprotik, yaitu dapat berperan sebagai
asam atau basa tergantung pada reaksi. Contoh senyawa amfiprotik adalah air.

6
2.2.3 Teori Lewis
Asam Lewis adalah senyawa yang menerima pasangan elektron dari atom lain
untuk membentuk suatu ikatan. Sedangkan basa lewis adalah senyawa yang
mendonorkan pasangan elektron ke atom lain untuk membentuk suatu ikatan.

2.3 Prinsip-prinsip Titrasi Asam Basa


a. Titrasi asam-basa didasarkan pada reaksi antara suatu asam dengan basa.
b. Titrasi asam basa dilakukan dengan cara menambahkan tetes demi tetes titran ke
dalam titrat sampai mencapai keadaan ekuivalen, yang ditandai dengan berubahnya
warna indikator yang disebut dengan titik ekuivalen (TE).
c. Pada saat titik ekuivalen tercapai, jumlah mol asam sama dengan jumlah mol basa.
d. Larutan baku yang digunakan pada titrasi asam-basa adalah asam kuat atau basa kuat.
e. Titik akhir titrasi ditentukan dengan memilih indikator yang warnanya berubah di
sekitar titik ekuivalen.

2.4 Jenis Titrasi Asam Basa


Titrasi asam basa terdiri dari beberapa bentuk berikut.
2.4.1 Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat
Titik ekivalen dari hasil titrasi asam kuat dan basa kuat akan diperoleh pada
pH 7. Dalam melakukan titrasi asam basa, penggunaan indikator memperhatikan hal
berikut.
- Untuk larutan 0,01 M, dapat digunakan indikator dengan rentang pH 5,5-8,5
- Untuk larutan 0,1 M atau lebih, dapat digunakan indikator dengan rentang
antara pH 4,5-9,5
- Jika terdapat karbon dioksida, dapat digunakan indikator dengan rentang pH di
bawah 5

7
Gambar 2.1​ Kurva Titrasi Asam Kuat dan Basa Kuat

2.4.2 Titrasi Asam Kuat dan Basa Lemah

Titik ekivalen dari hasil titrasi asam kuat dan basa kuat akan diperoleh pada
daerah pH asam. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi asam kuat dan basa
lemah, antara lain ​Methyl red,​ ​Methyl orange,​ ​Methyl yellow,​ ​Bromocresol green,​
dan ​Bromophenol blue​.

Gambar 2.2​ Kurva Titrasi Asam Kuat dan Basa Lemah

2.4.3 Titrasi Asam Lemah dan Basa Kuat

Titik ekivalen dari hasil titrasi asam lemah dan basa kuat akan diperoleh pada
daerah pH basa. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi asam lemah dan basa
kuat, antara lain ​Thymol blue,​ ​Thymolphthalein,​ dan ​Phenolphthalein​.

8
Gambar 2.3​ Kurva Titrasi Asam Lemah dan Basa Kuat

2.4.4 Titrasi Asam Lemah dan Basa Lemah

Titrasi asam lemah dan basa lemah jarang digunakan untuk analisis kuantitatif.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut.

- Loncatan pH yang kecil/sempit


- Sulit memperoleh indikator yang sesuai

Meskipun demikian, titrasi asam lemah dan basa lemah dapat dilakukan
menggunakan indikator campuran yang memberikan perubahan warna dalam
rentang pH yang sangat sempit. Sebagai contoh adalah untuk titrasi larutan amonia
dan asam (etanoat) asetat dapat digunakan indikator neutral red-methylene blue.

Tabel 2.1​ Tabel beberapa indikator campuran

9
2.5 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Titrasi Asam-Basa

2.5.1 Sebelum Melakukan Analisis


1. Melakukan penimbangan bobot sampel yang akan diuji atau pengukuran volume
titran harus dilakukan dengan teliti dan secara kuantitatif agar perhitungan kadar
menjadi tepat.
2. Mengetahui konsentrasi larutan standar secara teliti
3. Pada pemilihan indikator yang digunakan harus tepat untuk menunjukkan
perubahan warna yang dapat diamati dengan jelas saat terjadi lonjakan pH
ketika tercapainya titik ekuivalen.
4. Pastikan pula tidak terjadi reaksi samping yang dapat mengganggu hasil
pengamatan.
2.5.2 Saat Melakukan Analisis
1. Cara penambahan titran harus sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan
ekuivalen, yaitu keadaan dimana secara stoikiometri titran dan titer tepat habis
bereaksi.
2. Melakukan pengamatan dengan teliti terutama dalam mengamati perubahan
warna yang terjadi pada indikator warna
Indikator asam basa adalah asam dan basa yang mengalami perubahan warna karena
mereka memperoleh atau kehilangan proton. Indikator berasal dari molekul organik di
alam, dan dapat digunakan untuk memperkirakan titik ekivalen jika pH perubahan warna
adalah pH titik ekivalen. Titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna atau saat
mencapai titik akhir. Indikator yang dipilih adalah indikator yang mengubah pH pada
kisaran titik ekivalen. Indikator yang dipilih dengan benar akan terjadi perubahan warna
dengan cepat namun jika dipilih Indikator yang dipilih secara tidak benar maka akan
terjadi perubahan warna dengan sangat lambat.

10
Gambar 2.4​ Jenis-jenis indikator untuk titrasi asam basa disertai perubahan warna yang
terjadi (sumber: ​chem.libretexts.org​).

2.6 Komponen Sediaan Farmasi


Sediaan farmasi dapat diklasifikasikan menjadi sediaan solid, semisolid dan cair.
Masing masing sediaan tersebut memiliki komponen-komponen penyusun yang berbeda
sesuai dengan karakteristik sediaan. Secara umum, sediaan farmasi terdiri dari zat aktif
dan zat tambahan (eksipien). Zat aktif merupakan zat yang memiliki khasiat dan
pemberiannya berdasarkan dosis tertentu. Zat tambahan atau eksipien adalah zat selain
bahan obat atau prodrug yang termasuk dalam proses pembuatan atau terdapat pada
sediaan farmasi yang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas, meningkatkan keamanan,
dan efektifitas dari zat aktif. Zat tambahan ini tidak boleh berinteraksi dengan zat aktif
dan tidak memberikan efek terapi.
Sediaan farmasi yang berbentuk solid, antara lain tablet, kapsul, pellet, granul,
pulveres, pulvis, serbuk inhalasi, ovula, dan suppositoria. Setiap sediaan solid tersebut
memiliki komponen dasar yang sama yaitu zat aktif dan eksipien. Sediaan tablet terdiri
dari zat aktif dan eksipien yang terdiri dari filler, binder, disintegran, lubrikan, glidan dan
antiadheren. Selain itu, sediaan tablet dapat mengandung eksipien pemberi rasa dan
pewarna. Pada sediaan kapsul, terdapat cangkang kapsul yang biasanya terbuat dari
gelatin dan berisi zat aktif dan zat tambahan seperti filler dan disintegran. Pada sediaan
suppositoria atau ovula terdiri dari zat aktif dan basis, contohnya PEG.

11
Sediaan semisolid terdiri dari salep, pasta, krim, dan gel. Sediaan salep terdiri dari zat
aktif, basis, dan zat tambahan, seperti pelarut, emolien, pengawet, pendapar, pengkelat,
pengatur pH, pewarna, pewangi, dan lain sebagainya. Pada krim digunakan juga zat
tersebut dengan tambahan eksipien emulgator, dan ​gelling agent ​pada sediaan gel.
Sediaan cair terdiri dari larutan, suspensi, dan emulsi. Sediaan cair memiliki komponen,
yaitu zat aktif, eksipien utama dan eksipien tambahan. Eksipien utama adalah bahan
pelarut atau bahan pembasah atau surfaktan. Eksipien tambahan lain dapat berupa
pemberi rasa, antioksidan, pewarna, pengkelat, pengatur pH, pengaroma, dan lain-lain.
Pada emulsi digunakan pula emulgator, sedangkan pada suspensi menggunakan
suspending agent.​
Matriks yang terdiri dari eksipien utama dan eksipien pendukung akan memengaruhi
jumlah zat aktif yang dititrasi. Semakin besar matriks maka jumlah zat aktif semakin kecil
karena terperangkap dalam matriks sehingga tidak semua zat aktif bereaksi saat titrasi
berlangsung. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan dalam penetapan kadar zat aktif. Jika
diperlukan, sebelum melakukan analisis dapat dilakukan ekstraksi, penyaringan atau
pemisahan sampel zat aktif dari matriksnya terlebih dahulu.
Beberapa sampel yang dapat dianalisis menggunakan titrasi asam basa, antara lain
feniramin maleat, hidroksizin dihidroklorida, sildenafil sitrat, aspirin, ibuprofen, dan
antasida. Sebagian besar zat aktif tersebut dapat dianalisis dengan titrasi asam basa dalam
bentuk sediaan padat, misalnya tablet. Hal ini karena eksipien atau zat tambahan yang
digunakan dalam formulasi tablet umumnya bersifat inert sehingga tidak mempengaruhi
reaksi yang terjadi dalam proses analisis. Namun, beberapa sediaan semisolid dan cair
juga dapat dianalisis dengan titrasi asam basa selama eksipien yang terkandung dalam
sediaan tidak bersifat sebagai dapar, mengandung garam, atau bersifat asam/basa yang
dapat bereaksi dengan titran sehingga dapat menyebabkan hasil analisis menjadi bias.
Sebagai contoh, sediaan semisolid yang mengandung vaselin album masih dapat
dianalisis dengan titrasi asam basa karena netral dan inert.

12
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Titrasi Asam Basa Feniramin Maleat dengan Medium Hydro-alkohol
3.1.1 Akurasi & Presisi
Untuk mengetahui akurasi dan presisi dalam metode analisis ini, maka
dilakukan evaluasi dengan cara intra-day dan inter-day. Evaluasi dilakukan dengan
mengambil tiga kadar sampel yang berbeda dilakukan dalam 1 hari yang sama
(intra-day) dan 5 hari yang berbeda (inter-day). Baik pada ​intra-day dan ​inter-day
hasil evaluasi tergolong baik.

Tabel 3.1 ​Tabel Akurasi dan Presisi data ​intra-day​ dan ​inter-day
3.1.2 Ketangguhan
Ketangguhan dari suatu metode ditunjukkan dengan nilai RSD. Pada
percobaan ini dilakukan uji dengan mengulang prosedur/metode yang sama
sebanyak 4 kali menggunakan 4 buret yang berbeda. Hasil RSD yang didapat
sebesar 1,28% yang menandakan metode ini sudah tangguh (seragam).

Tabel 3.2​ Tabel Metode Ketangguhan ditunjukkan dengan %RSD


3.1.3 Uji Perolehan Kembali
Untuk menguji akurasi dari metode ini dilakukan uji perolehan kembali.
Dengan memasukkan zat murni dalam jumlah tertentu, tiap uji diulang sebanyak 3

13
kali. UPK yang didapat berada antara 97,48% - 106,3%. Yang mengartikan metode
ini cukup efektif walaupun terdapat penambahan beberapa eksipien.

Tabel 3.3 ​Tabel Hasil Uji Perolehan Kembali


3.1.4 Dasar Analisis
Pada titrasi asam-basa kali ini terdapat dua metode. Yang pertama adalah
metode untuk identifikasi materi biologi yang menggunakan:
a. HPLC
b. Kromatografi gas-massa spektrometer
Sedangakan untuk identifikasi materi farmasetika, metode yang digunakan
adalah sebagai berikut.
a. HPLC
b. KLT
c. Polargrafi
d. Elektropoesis kapiler
3.1.5 Reaksi Yang Terjadi
Reaksi yang terjadi pada percobaan kali ini adalah sebagai berikut

Gambar 3.1​ Reaksi yang Terjadi pada Percobaan 1


Pada titrasi PAM yang dilarutkan dalam air terhadap NaOH menyebabkan
pembentukan endapan yang sukar larut. Endapan putih yang terbentuk sebagai

14
hasil dari larutan PAM yang dititrasi dengan NaOH dapat mengganggu perolehan
titik akhir sehingga untuk mengatasi masalah itu ditambahkan alkohol.
3.1.6 Langkah-langkah Percobaan
Terdapat 2 metode dalam percobaan kali ini. Untuk metode yang pertama
menggunakan metode titrasi visual. Langkah-langkah yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Aliquot dari larutan obat berisi 2,0 – 20,0 mg pheniramin maleat dimasukkan
ke dalam labu 100 ml dan dimasukan 10 ml etanol netral
2. Ditambahkan 2 tetes phenolptalein 0,5% dan larutan dititrasi dengan larutan
standar NaOH 0,012 M sampai titik akhir titrasi dan larutan menjadi warna
merah muda.
3. Jumlah obat di dalam aliquot yang terukur dihitung dengan rumus:

Jumlah obat (mg) = V x Mw x R / n

Keterangan :

- V = volume NaOH yang dibutuhkan (ml)


- Mw = massa molekular relatif pheniramin maleat
- R = molaritas NaOH
- N = jumlah mol NaOH yang direaksikan dengan 1 mol pheniramin
maleat
Selanjutnya terdapat metode titrasi pH metrik. Langkah-langkah yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Aliquot dari larutan standar obat yang setara dengan 2,0-20,0 mg pheniramin
maleat dimasukkan ke beaker 100 ml dan dilarutkan dengan 25 ml etanol
netral.
2. Larutan tersebut diaduk dengan ​magnetic stirrer ​dan dititrasi dengan NaOH
0,012 M.
3. Ketika mendekati titik ekivalen, ditambahkan 0.1 ml larutan titran tambahan.
Setelah setiap penambahan titran, larutan dikocok selama 30 detik dan dicatat
pH nya.
4. Penambahan titran dilanjutkan sampai tidak ada lagi perubahan pH yang
signifikan.

15
5. Titik ekivalen ditentukan dengan cara metode grafik dan jumlah obat dihitung
dengan cara yang sama dengan metode A.
3.1.7 Menghitung Penetapan Kadar
Penetapan kadar yang dilakukan pada sediaan tablet pada percobaan ini
menggunakan Avil 25 dan Avil 50. Cara yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Timbang 20 tablet dan gerus hingga menjadi serbuk halus. Ditimbang
sejumlah serbuk yang ekuivalen dengan 200 mg Pheniramin Maleat.
2. Masukan kedalam labu ukur 100 ml dan tambahkan 70 ml alkohol. Kocok 20
menit.
3. Cukupkan dengan alkohol hingga batas, kocok hingga homogen.
4. Saring larutan. 10 ml filtrat pertama dibuang dan lakukan filtrasi dengan sisa
filtrat.
Sedangkan pada obat injeksi penetapan kadar dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Campurkan 5 ampul dan masukan 10 ml injeksi Avil (1 ml setara dengan
22,75 mg pheniramin maleat) ke dalam labu ukur 100 ml.
2. Tambahkan 70 ml alkohol dan kocok hingga homogen.
3. Cukupkan dengan alkohol hingga batas.
4. Lakukan analisis dengan larutan tersebut.
3.1.8 Mengambil Kesimpulan
Kesimpulan diambil dengan menggunakan rumus berikut
Jumlah obat (mg) = V x Mw x R / n

Keterangan:

- V = volume NaOH yang dibutuhkan (ml)


- Mw = massa molekular relatif pheniramin maleat
- R = molaritas NaOH
- n = jumlah mol NaOH yang direaksikan dengan 1 mol pheniramin maleat.
Didapatkan hasil sebagai berikut

16
Tabel 3.4​ Tabel Kesimpulan Percobaan 1

3.2 Titrasi Asam Basa Hidroxyzine Dihydrochloride Pada Sampel Farmasetik


3.2.1 Pendahuluan
Hydroxyzine dihydrochloride (HDH) atau yang secara kimia dikenal dengan
(RS)-2-{2-[4-(​p​-chlorophenylbenzyl)piperazin-1-yl]ethoxy}ethanol dihydrochloride
merupakan antihistamin generasi pertama dari kelas piperazine yang merupakan
antagonis reseptor H​1 yang
​ digunakan untuk mengobati ansietas dan digunakan sebagai
obat asma bronchial dan pada beberapa kasus dapat merelaksasi pasien sebelum operasi.
Beberapa metode analitis pada literatur yang dilaporkan untuk menentukan HDH dalam
sampel farmasetik atau cairan biologis, antara lain:
1. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
2. Kromatografi Gas
3. Kromatografi Lapis Tipis
4. Micellar liquid chromatography
5. Capillary zone electrophoresis
6. Voltametri
7. LC-MS
8. Potensiometri
9. Gravimetri
10. Visible spectrophotometry

17
Metode USP yang digunakan untuk menguji obat dalam tablet adalah sistem
kromatografi dengan deteksi UV, dimana HDH dapat dideteksi pada 232 nm. Namun,
teknik kromatografi untuk menentukan HDH membutuhkan operator yang memiliki ​skill
tinggi serta instrumennya yang mahal. Prosedur lainnya juga memakan waktu yang lama,
membutuhkan tahapan yang panjang, serta waktu reaksi yang lama. Selain itu, sebagian
besar metode yang dijelaskan juga membutuhkan pengaturan instrumen yang mahal.
Beberapa metode titrasi juga ditemukan dalam literatur untuk menguji HDH, antara
lain: presipitasi dari obat dengan sodium tetraphenylborate, filtrasi dan pelarutan
presipitat dalam aseton dan titrasi potensiometri dengan AgNO​3​. Selain itu, titrasi dengan
menggunakan merkuri (II) sebagai titran dan diphenylcarbazone-bromothymol blue
sebagai indikator. Pada penentuan HDH dalam obat-obatan digunakan metode yang
cepat dan ekonomis. Prosedur titrimetri merupakan teknik yang sangat mudah untuk
menentukan kadar obat dalam level miligram pada laboratorium ​quality control y​ ang
tidak memiliki instrumen modern dan mahal.
Dalam jurnal ini, dilakukan penentuan HDH dengan prosedur yang tidak
membutuhkan operasi eksperimental seperti metode yang telah dilaporkan. Metode
didasarkan dengan titrasi larutan obat dalam etanol netral dengan ​aqueous NaOH dengan
menggunakan indikator phenolphthalein untuk menentukan titik akhir. Prosedur ini
memiliki beberapa kelebihan karena pengujiannya yang cepat, mudah, akurat, presisi,
selektif, serta biaya yang dibutuhkan lebih murah.

3.2.2 Reaksi yang Terjadi

Gambar 3.2 ​Reaksi yang Terjadi pada Percobaan 2

3.2.3 Pembuatan Larutan Uji


Sebanyak 20 tablet Altrax ditimbang dan dihaluskan (digerus). Sejumlah serbuk
halus yang setara dengan 200 ml HBD ditimbang dan dimasukan dalam labu yang telah

18
dikalibrasi 100mL. Serbuk dilarutkan dengan 70 ml alkohol, campuran kemudian
dikocok selama 20 menit. Volume larutan ditingkatkan hingga batas kalibrasi dengan
penambahan Alkohol, larutan dikocok kembali. Larutan uji kemudian disaring dengan
kertas saring Whatmann no 40, 10 ml larutan filtrat pertama dibuang.

3.2.4 Prosedur Titrasi


i. Titrasi visual asam basa (dengan menggunakan indicator)
Ukur larutan sampel yang setara dengan 2-20 mg HDH, masukkan ke dalam
erlenmeyer 100 ml. Volume larutan ditambahkan hingga 10 ml dengan alcohol.
Larutan uji kemudian, ditambahkan 2 sampai 4 tetes indikator fenolftalein 0,5%.
Titrasi dilakukan dengan titran larutan natrium hidroksida (0,01 M) hingga
larutan berwarna merah muda yang merupakan titik akhir titrasi.

ii. Titrasi potensiometri


ukur larutan sampel yang setara dengan 2.0-20.0 gr HDH, masukkan ke
Erlenmeyer 100 ml. larutan sampel kemudian dilarutkan hingga 25 ml dengan
alcohol, masukkan magnetic stirrer kedalam beaker. Lakukan titrais dengan
Titran 0.01 M NaOH dari microburet. Di sekitar titik ekuivalen, titrasi
ditambahkan secara bertahap tiap 0.05 ml. Setiap penambahan titran, larutan
diaduk dengan magnetic stirrer selama 30 detik. Penambahan titran dilanjutkan
sampai tidak ada perubahan potensial secara signifikan. Titik ekivalen ditentukan
dengan metode garis

3.2.5 Analisis Metode Titrasi


Titrasi HDH dengan Natrium hidroksida dalam air dapat menyebabkan
pembentukan endapat yang tidak larut dalam air saat titrasi berlangsung. Metode titrasi
volumetri memiliki kelemahan, yaitu sensitivitasnya yang rendah. Untuk mengatasinya,
pada penelitian ini digunakan titran dengan normalitas yang lebih rendah (0,01 N) untuk
meningkatkan selektivitas. Endapan ini dapat mengganggu akurasi titik akhir akhir
titrasi. Untuk mencegah pengendapan, alkohol digunakan untuk melarutkan endapan.
Selain itu, alkohol juga dapat meningkatkan kemiringan infleksi dalam kurva titrasi
potensiometri dan meningkatkan ketajaman titik akhir fenolftalein dalam titrasi visual.

19
Fenolftalein digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam basa karena memberikan
perubahan warna yang jelas pada titik akhir titrasi.
3.2.6 Metode Penetapan Kadar
Perhitungan kadar HDH diukur berdasarkan jumlah titran (NaOH) yang diperlukan
untuk mentitrasi sampel. Kadar HDH dapat dihitung dengan persamaan:

Amount (mg) = VM​w​R/n

Dimana

V = volume NaOH diperlukan

M​w​ = massa molekul relatif dari obat

R = molaritas NaOH

n = jumlah mol NaOH yang bereaksi dengan setiap mol HDH

Tabel 3.5​ Tabel Hasil Penetapan Kadar Tablet dan Komparasi dengan Metode Resmi

3.2.7 Validasi Metode Analisis


A. Presisi dan Akurasi
Kesaksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji-uji individual yang diukur melalui
penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara
berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen.
Presisi metode dilakukan dengan presisi intermediet yang terdiri dari
presisi ​intra-day ​dan presisi ​inter-day.​ HDH dengan tiga jumlah yang berbeda
dianalisis dengan tujuh dan lima sampel pada metode A dan B. Presisi

20
intra-day d​ ilakukan pada hari yang sama, sedangkan presisi ​inter-day
dilakukan pada lima hari berturut-turut sebanyak tiga kali setiap harinya.
Simpangan baku relatif dari studi ​intra-day ​dan ​inter-day ​untuk HDH
menunjukkan presisi metode yang baik. Akurasi metode ditentukan dari
persentase penyimpangan rata-rata dari konsentrasi yang telah diketahui.

Tabel 3.6​ Tabel Akurasi dan Presisi Data ​Intra-Day d​ an ​Inter-Day

B. Ketangguhan (​Ruggedness)​
Ketangguhan (ruggedness) suatu metode merupakan derajat ketertiruan
hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai
kondisi uji normal (laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu,
dan hari) yang berbeda. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan
pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis.
Ketangguhan metode dinyatakan sebagai RSD dari prosedur yang
sama yang diaplikasikan oleh empat analis berbeda dengan empat buret
berbeda. RSD inter analis berada dibawah 2%. Sedangkan, RSD inter buret
hasilnya sekitar 2,2% yang menunjukkan metode yang dikembangkan
tangguh.

21
Tabel 3.7​ Tabel Metode Ketangguhan dalam Bentuk RSD

C. Uji Perolehan Kembali


Kecermatan atau akurasi merupakan kedekatan hasil penetapan yang
diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Syarat akurasi yang baik adalah
98-102%. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali
(recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan metode
simulasi (​spiked-placebo recovery)​ atau metode penambahan baku (​standard
addition method​). Metode simulasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah
analit bahan murni ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi
(plasebo) lalu campuran dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar
analit yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Metode penambahan baku
dilakukan dengan menganalisis sampel lalu sejumlah tertentu analit yang
diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Selisih
kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya.
Sejumlah analit bahan murni dengan tiga konsentrasi berbeda
ditambahkan ke dalam obat dengan jumlah tetap dalam formulasi. Setiap uji
dilakukan tiga kali. Perolehan kembali berada pada rentang 97,8 - 106,3%
dengan simpangan baku relatif sebesar 1.76 - 3.42%. Hal ini menunjukkan
eksipien yang umumnya ditambahkan ke dalam tablet tidak mengganggu
pengukuran.

22
Tabel 3.8​ Hasil Uji ​Recovery​ Menggunakan Metode Standar

3.2.8 Penerapan Metode


Prosedur titrasi berhasil diterapkan untuk menentukan HDH dalam formulasi
farmasetik (Atarax Tablet 10 dan 25 mg HDH/tablet). Hasil yang diperoleh secara
statistik dibandingkan dengan yang diperoleh dengan metode kromatografi.
Metode referensi terdiri dari deteksi kromatografi dari HDH menggunakan detektor
UV pada 232 nm. Hasilnya dibandingkan dengan metode yang diusulkan sesuai
dengan metode referensi dan ​label claim​. Hasil juga dibandingkan secara statistik
dengan ​student’s t-test u​ ntuk akurasi dan dengan uji F varians untuk presisi dengan
tingkat kepercayaan 95%. Hasil menunjukkan bahwa nilai t dan F yang dihitung
tidak melebihi nilai tabulasi menyimpulkan bahwa metode yang diusulkan seakurat
dan setepat metode referensi.

Tabel 3.9​ Hasil dari Pengujian Tablet dan Perbandingannya dengan ​Official Method

3.3 Titrasi Asam Basa Lisinopril


3.3.1 Prosedur
a. Pembuatan Larutan Standar dan Penentuan Lisinopril di dalam tablet
Dua puluh tablet ditimbang secara akurat dan ditumbuk menjadi bubuk
halus. Empat bagian bubuk yang setara dengan 200 mg atau 100 mg LNP
secara akurat ditimbang menjadi labu ukur 100 mL dan ekstraksi dilakukan
dengan mengocok selama setengah jam dengan 40 ml pelarut yang ditentukan
dalam masing-masing metode; kemudian, volume diencerkan sampai tanda
dengan masing-masing pelarut, dicampur dengan baik dan disaring
menggunakan kertas saring Whatman No. 42. Bagian 10 mL pertama dibuang

23
dan jumlah berikutnya dari ekstrak tablet dititrasi dengan mengikuti prosedur
yang disebutkan di bawah.
b. Metode Titrasi Asam-Basa
10,0 ml aliquot larutan standar yang mengandung 2,0-20,0 mg LNP
diukur secara akurat dan dipindahkan ke dalam labu titrasi 100 mL. Dua tetes
fenolftalein 0,2% ditambahkan dan dititrasi terhadap larutan standar 0,005 N
natrium hidroksida hingga mencapai titik akhir atau berwarna warna merah
muda.

3.3.2 Metode Validasi


Metode validasi yang dilakukan sesuai dengan guideline ICH.
a. Selektivitas
Metode yang diajukan diuji selektivitasnya dengan analisis blanko plasebo dan
campuran yang dibuat. Blanko plasebo mengandung 20 mg talk, 15 mg pati, 5
mg laktosa, 10 mg kalsium karbonat, 10 mg kalsium dihidrogenorthofosfat, 5
mg metil selulosa. 15 mg Na Alginat dan 10 mg magnesium stearat. Blanko
tersebut disiapkan, diekstraksi dengan pelarut yang digunakan dan dilakukan
analisis dengan titrasi asam basa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
zat tambahan tersebut bereaksi dengan titran.
Eksperimen terpisah dilakukan dengan campuran sintetis. Pada blangko
plasebo dengan komposisi serupa, 100 atau 200 mg lisinopril ditambahkan,
kemudian dihomogenisasi dan larutan campuran sintesis disiapkan dengan
prosedur sesuai. 10 ml larutan yang didapatkan kemudian diuji (n=5) dan
didapatkan persen perolehan kembali yaitu 101.3±0.62 - 104±0.23. Hasil ini
melengkapi hasil analisis blangko plasebo sehingga lebih selektif.
b. Akurasi
Akurasi dari metode yang diajukan ditentukan dengan menentukan kadar dari
replikasi sampel. Variasi dari intra-day dan inter-day pada analisis lisinopril
diukur pada tiga konsentrasi yang berbeda. Akurasi dari metode analisis
menunjukkan kemiripan nilai yang ditemukan dengan nilai dari referensi.
Akurasi dievaluasi sebagai persentase kesalahan relatif antara
jumlah/konsentrasi yang diambil dan diukur.

24
Tabel 3.10​ Evaluasi Akurasi dan Presisi Intra-day dan Inter-day
c. Presisi
Presisi dari metode yang diajukan dievaluasi secara intra-day dan inter-day.
Tiga konsentrasi berbeda dari Lisinopril dianalisis sebanyak tujuh kali pada hari
yang sama (presisi intra-day) dan pada lima hari berturut-turut (presisi
inter-day). Nilai standar deviasi relatif (RSD) dari uji intra-day dan inter-day
dari lisinopril menunjukkan bahwa presisi dari metode yang digunakan bagus.
d. Ketangguhan
Metode ketangguhan dapat diketahui dari standar deviasi relatif (RSD) pada
prosedur yang sama yang diaplikasikan pada empat analis yang berbeda juga
menggunakan tiga buret yang berbeda. RSD yang didapatkan dari empat analis
yang berbeda adalah 1,1% dan RSD yang didapatkan dari buret yang berbeda
untuk konsentrasi lisinopril yang sama berkisar dari 2,54-3,14% sehingga
metode yang digunakan cukup tangguh.

3.3.3 Hasil dan Pembahasan


Karena sifat ​non-leveling dari pelarut organik, banyak asam dan basa organik lemah
secara kuantitatif dititrasi berdasarkan netralisasi karena pembentukan ikatan koordinat
antara asam dan basa. Kebasaan dari dua kelompok amino (primer dan sekunder) yang
terdapat dalam LNP ditingkatkan dalam asam asetat glasial yang bertindak sebagai

25
pelarut protogenik dan dititrasi sebagai asetat amina dengan asam perklorat. Titik akhir
terdeteksi oleh perubahan keseimbangan protolitik indikator kristal violet. Reaksi
stoikiometri yang ditemukan adalah 1:2 (LNP:HClO​4​), menandakan kedua amina terlibat
dalam titrasi. Metode B melibatkan netralisasi gugus asam karboksilat yang ada dalam
LNP dalam media berair oleh NaOH menggunakan fenolftalein sebagai indikator. Salah
satu gugus asam karboksilat pada posisi α-amino terlalu lemah untuk dilacak dalam
media berair dan karenanya rasio molar ditemukan 1:1 (LNP:NaOH); dimana seperti pada
metode C, kedua gugus asam karboksilat menunjukkan sifat asam yang ditingkatkan
dalam media pelarut 3:1 benzena-metanol ketika dititrasi terhadap natrium metoksida
menggunakan fenolftalein sebagai indikator sebagaimana disimpulkan oleh reaksi
stoikiometri 1:2 (LNP:MeONa). Pelarut benzena-metanol (3:1) telah berhasil digunakan
dalam titrasi banyak asam organik lemah karena seluruh kurva titrasi berada dalam
kisaran potensial pelarut. Umumnya, benzena yang merupakan pelarut relatif netral dari
konstanta dielektrik rendah digunakan bersama dengan pelarut asam atau basa apa pun
untuk meningkatkan sensitivitas titik akhir titrasi dan untuk atribusi diferensial. Dalam
titrasi potensiometri (metode D), LNP dalam metanol dititrasi terhadap KOH metanol dan
menunjukkan salah satu kelompok karboksilat terlalu lemah untuk dititrasi secara
kuantitatif dan pada saat yang sama puncak yang sesuai tidak signifikan kecil.

Gambar 3.3​ Struktur Lisinopril

26
Oleh karena itu, reaksi stoikiometri 1:1 digunakan untuk tujuan perhitungan.
Selanjutnya, titrasi potensiometri dilakukan dengan memvariasikan rasio
benzena-metanol sebagai pelarut dan natrium metoksida sebagai titran dan menemukan
bahwa puncaknya agak luas dan terdistorsi. Demikian pula, 5:1 benzena-metanol
menunjukkan banyak fluktuasi dalam pembacaan potensial.
a. Aplikasi Untuk Analisis Tablet
Tablet LNP komersial dianalisis menggunakan metode yang terdiri dari
pengukuran absorbansi kompleks transfer muatan yang terbentuk antara LNP
dan asam para-chloranilic dalam metanol pada 525 nm. Hasil yang diperoleh
dibandingkan secara statistik dengan uji-t Student dan uji-varians rasio-F. Nilai
t- dan F- yang dihitung tidak melampaui nilai yang ditabulasikan pada tingkat
kepercayaan 95% dan untuk empat derajat kebebasan, yang menunjukkan
kesamaan antara metode yang diusulkan dan metode referensi dengan akurat.

Tabel 3.11​ Hasil Analisis Tablet dengan Metode yang Digunakan


b. Uji Perolehan Kembali
Untuk lebih memastikan keakuratan dan keandalan metode, uji perolehan
kembali dilakukan melalui prosedur penambahan standar. Tablet bubuk

27
pra-dianalisis dibubuhi dengan LNP murni pada tiga tingkat yang berbeda dan
total ditemukan dengan metode yang diusulkan. Setiap penentuan diulang tiga
kali. Persentase pemulihan LNP murni yang ditambahkan berada dalam batas
yang diizinkan yang menunjukkan tidak adanya bahan aktif dalam pengujian.

Tabel 3.12​ Penilaian Akurasi dengan Uji Perolehan Kembali

3.3.4 Kesimpulan
Metode yang digunakan selektif karena obat tersebut mengandung gugus amino dan
asam karboksilat, yang secara khusus dinetralkan oleh asam dan alkali. Semua metode
tidak menunjukkan interferensi dari eksipien dan zat tambahan yang umum. Parameter
statistik dan data pemulihan mengungkapkan akurasi dan presisi yang baik dari metode
yang diusulkan. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa metode yang diusulkan selektif
untuk penentuan LNP dalam bentuk murni dan bentuk sediaan komersial.

28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Titrasi asam basa merupakan titrasi yang melibatkan reaksi penetralan ion H​+
dari asam oleh ion OH​- dari basa atau sebaliknya. Kadar asam atau basa dalam suatu
senyawa dapat ditentukan dengan titrasi penetralan. Metode Titrasi Asam Basa ini dapat
digunakan untuk melakukan penetapan kadar dan kemurnian dari suatu sediaan obat.
Setiap metode dan tahapan yang digunakan harus disesuaikan kembali dengan
karakteristik senyawa yang diuji. Modifikasi metode Titrasi Asam Basa dilakukan untuk
meningkatkan keakuratan, presisi, sensitivitas dan selektivitas.
Pada pengujian terhadap Pheniramin Maleat yang menggunakan metode titrasi
asam basa dilakukan berdasarkan prinsip netralisasi pada dua gugus karboksilat. Pelarut
yang digunakan pada pengukuran tersebut, yaitu hidroalkohol. Hidroalkohol digunakan
untuk menghindari terbentuknya endapan putih pada titrasi PAM dengan NaOH.
Terbentuknya endapan putih tersebut dapat mengganggu perolehan titik akhir, sehingga
sensitivitas akan menurun. Dengan menggunakan pelarut hidroalkohol dapat
meningkatkan sensitivitasnya.
Pada pengujian terhadap Lisinopril, metode yang digunakan selektif karena
obat tersebut mengandung gugus amino dan asam karboksilat, yang secara khusus
dinetralkan oleh asam dan alkali. Pelarut yang digunakan dalam pengujian ini adalah
HClO​4​, NaOH, MeONa, dan benzena-metanol. Semua metode tidak menunjukkan
interferensi dari eksipien dan zat tambahan yang umum. Parameter statistik dan data
pemulihan mengungkapkan akurasi dan presisi yang baik dari metode yang diusulkan.

4.2. Saran
Untuk mengetahui lebih dalam tentang titrasi asam basa disarankan untuk lebih
banyak membaca jurnal-jurnal tentang titrasi asam basa dan juga referensi buku buku
terkait dengan titrasi asam basa.

29
DAFTAR PUSTAKA

Allen, Loyd V., Popovich, Nicholas G., Ansel, Howard C. 2011. ​Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Forms and Drug Delivery Systems.​ Philadelphia : Lippincott Williams Wilkins
Basavaiah, K., Tharpa, K., & Vinay, K. (2010). Titrimetric assay of lisinopril in aqueous and
non-aqueous media. ​Eclética Química,​ 35(2), 07-14. doi:
10.1590/s0100-46702010000200001
British Pharmacopoeia Commision Office. (2009). British Pharmacopoeia 2009. London :
The Department of Health..
Council of Europe., European Pharmacopoeia Commission., & European Directorate for the
Quality of Medicines & Healthcare. (2010). ​European pharmacopoeia​. Strasbourg:
Council Of Europe.
Kotz, J. C., Treichel, P. M., & Townsend, J. R. (2015). ​Chemistry & chemical reactivity​.
Stamford, CT: Cengage Learning.
Vogel, Arthur I. (Arthur Israel). (1989). ​Vogel's textbook of quantitative chemical analysis​.
Harlow, Essex, England : New York :Longman Scientific & Technical ; Wiley,

30

Anda mungkin juga menyukai