ANALISIS KUANTITATIF
TITRASI ASAM BASA
(PENENTUAN KADAR ASAM CUKA DALAM PERDAGANGAN &
MAGNESIUM HIDROKSIDA)
Disusun oleh:
Kelompok 2
Ajeng Septira Khitami F.16.043
Anita Nur Husna F.16.045
Fadly Priyatna F.16.051
Nadimah Firza F.16.065
Yenny Harliantika F.16.081
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I. PENDAHULUAN
Kadar atau konsentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode
volumetri dengan teknik titrasi asam basa secara alkalimetri maupun asidimetri.
Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel
dengan pengukuran volume yang terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia.
Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi (TAT) yang diketahui dari
perubahan warna indikator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui
perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai ‘titrat’ dan biasanya
diletakkan dalam erlen meyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai ‘titran’ dan biasanya diletakkan dalam buret. Baik titrat maupun
titran biasanya berupa larutan. Salah satu penerapan titrasi yang sering dijumpai
adalah penentuan kadar asam asetat atau cuka. Cuka merupakan asam lemah
dengan rumus senyawa CH3COOH.
1
alkalimetri adalah titrasi antara NaOH dengan Asam Asetat, dimana NaOH
sebagai larutan baku basa sebagai titran dan Asam Asetat sebagai larutan baku
asam yang menjadi titratnya.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut titrat yang diletakkan dalam
erlen meyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut titran
yang diletakkan didalam buret. Baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan
(Almatsier, 2003).
Titik ekuivalen, yang sudah kita ketahui ialah titik pada saat sejumlah mol
ion OH- yang ditambahkan ke dalam larutan sama dengan jumlah mol ion H+ yang
semula ada. Jadi, untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus
mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke
asam dalam erlen meyer. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan
menambahkan beberapa tetes indikator asam basa ke larutan asam saat awal titrasi
(Raymond, 2004).
Titik akhir titrasi terjadi bila indikator menunjukkan perubahan warna saat
pereaksian. Namun, tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama,
jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat asam dan basa
yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apakah mereka kuat atau lemah).
Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi, kita dapat
menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (Raymond, 2004).
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titrat maupun
titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau
sebaliknya. Titran ditambahkan ke titrat tetes demi tetes sampai mencapai keadaan
ekuivalen (artinya secara stoikiometri, titran dan titrat tepat habis bereaksi) yang
biasanya ditandai dengan berubahanya warna indikator. Keadaan ini disebut
3
sebagai ‘’titik ekuivalen’’ yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan
jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai ‘’titik
akhir titrasi’’. Titik akhir titrasi (TAT) ini mendekati titik ekuivalen, tetapi
biasanya TAT melewati titik ekuivalen jadi tidak selalu sama, hanya saja
berdekatan (Esdi, 2011).
Asam cuka atau asam asetat atau asam etanoat adalah senyawa asam
organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam asetat digolongkan sebagai asam lemah dan merupakan salah satu asam
karboksilat paling sederhana setelah asam format. Asam asetat dapat diproduksi
secara sintetis maupun alami melalui fermentasi bakteri. Sekarang ini, hanya 10%
dari produksi asam asetat dihasilkan melalui proses alami. Asam asetat murni
bersifat korosif dan menyebabkan luka bakar parah. Selain itu uap asam asetat
yang terhirup dapat mengakibatkan iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kadar
yang tinggi dapat menyebabkan peradangan saluran pernafasan dan akumulasi
cairan pada paru-paru. Lalu, jika terjadi kontak dengan mata akan mengakibatkan
iritasi dan kerusakan mata permanen.
Adapun sampel lain yang kami gunakan untuk metode asidimetri adalah
Promag yang merupakan antasida. Obat maag jenis antasida adalah obat yang
mengandung bahan-bahan untuk menetralkan asam lambung dan tidak diserap ke
dalam tubuh sehingga cukup aman untuk dikonsumsi. Antasida mengandung
senyawa penetral asam lambung yang dapat mengurangi derajat keasaman
lambung. Antasida umumnya senyawa bersifat basa sehingga dapat menetralkan
kelebihan asam pada lambung (Tjahjadarmawan, 2016).
4
BAB III. METODE PRAKTIKUM
3.1. ALAT
a) Erlenmeyer 100 ml dan batang pengaduk
b) Labu ukur 25 ml
c) Buret dan perlengkapannya
d) Gelas ukur 10 ml
e) Gelas beker 50 ml dan 250 ml
f) Kaca arloji dan kertas perkamen
g) Tissue
h) Serbet
i) Pipet volume 5 ml
3.2. BAHAN
a) Larutan NaOH 0,1 N
b) Asam cuka 25%
c) Asam oksalat
d) Aqua destillata
3.3. PROSEDUR KERJA
1. Standarisasi larutan NaOH
gxn
Menghitung Normalitas dengan rumus : N = BM x V
6
BAB IV. HASIL
gxn
N = = Hasil
BM x V
= 0,63 g x 2
= 0,1 N
126 x 0,1 g
Replikasi 1 :
V1.N1 = V2.N2
12,4ml x N1 = 10ml x 0,1 N
12,4ml x N1 = 1/12,4
N1 = 0,08 N
Replikasi 2 :
V1.N1 = V2.N2
12,3ml x N1 = 10ml x 0,1 N
12,3ml x N1 = 1/12,3
N1 = 0,08 N
Replikasi 3 :
V1.N1 = V2.N2
12,3ml x N1 = 10ml x 0,1 N
12,3ml x N1 = 1/12,3
N1 = 0,08 N
7
Rata-rata :
V replikasi 1 : 10 ml
V replikasi 2 : 9,2 ml
V replikasi 3 : 6,1 ml
Replikasi 1 :
Vtitran.Ntitran.BE
%b/v = x100% = Hasil
10ml x 1000
Replikasi 2 :
Vtitran.Ntitran.BE
%b/v = x100% = Hasil
10ml x 1000
Replikasi 3 :
Vtitran.Ntitran.BE
%b/v = x100% = Hasil
10ml x 1000
8
Rata-rata :
Volume
No. Titrasi NaOH Volume H2C2O4 Normalitas H2C2O4
NaOH
1 Pertama 12,4 ml 0,1 N 10 ml 0,08 N
2 Kedua 12,3 ml 0,1 N 10 ml 0,08 N
3 Ketiga 12,3 ml 0,1 N 10 ml 0,08 N
Volume Volume
No. Titrasi NaOH Kadar CH3COOH
NaOH CH3COOH
1 Pertama 10 ml 0,1 N 10 ml 12 %
2 Kedua 9,2 ml 0,1 N 10 ml 11,04 %
3 Ketiga 6,1 ml 0,1 N 10 ml 11,04 %
BAB V. PEMBAHASAN
Reaksi yang terjadi pada NaOH ketika direaksikan dengan Asam Oksalat :
9
larutan asam oksalat tetap bening . Namun, pada saat ditambahkan lagi beberapa
tetes hingga 12,4 ml warnanya berubah menjadi merah muda atau pink namun
hampir keunguan. Begitu juga pada replikasi yang kedua dan ketiga memiliki
hasil normalitas yang sama namun memiliki perbedaan 1 ml pada volumenya
(12,4ml, 12,3ml, dan 12,3ml) jika dibandingkan dengan volume titrasi pertama
tadi. Banyaknya titran yang harus terbuang disebabkan karena adanya
kemungkinan erlen meyer yang kurang bersih, karena saat itu kami masih melihat
ada sedikit partikel-partikel bekas tisu yang kami gunakan untuk membersihkan
sebelumnya sehingga saat sudah berwarna sebelum 12,4 ml kembali menjadi
bening saat digoyangkan. Perubahan warna pada larutan disebabkan adanya
resonansi isomer elektron. Indikator asam basa akan cenderung untuk bereaksi
kelebihan asam atau basa saat titrasi untuk menghasilkan warna. Adapun sebab
digunakan phenophtalein (PP) yang biasanya digunakan pada percobaan karena
trayek pH yang mereka miliki tidak berbeda jauh antara TAT dan titik
ekuivalennya sehingga diharapkan mampu mencapai hasil pendataan yang sesuai
(Harjadi, 1990).
Sebelumnya, untuk cara pengerjaan titrasi pada asam asetat sama dengan
cara yang dilakukan pada asam oksalat tadi. Hanya saja berbeda pada volume
10
titrasi pada ketiga replikasi. Hasil yang didapatkan pada setiap replikasi hingga 3x
adalah 10ml, 9,2 ml, dan 6,1 ml yang dimana kami lihat bahwa NaOH yang kami
titrasikan kepada asam asetat ini kemungkinan terbilang terlalu banyak. Hal ini
memiliki alasan yang sama dengan alasan ketidaksesuaian pada jumlah yang
dititrasikan pada asam oksalat sebelumnya, yaitu karena faktor yang
mempengaruhinya : kurang bersihnya alat yang digunakan, kemungkinan masih
ada jumlah NaOH yang sedikit tertinggal saat sebelum dan setelah menimbang,
sehingga pH yang didapatkan mempengaruhi sulitnya tercapai titik ekuivalen
dalam jumlah volume NaOH yang sedikit saja dan seharusnya sudah mencapai
TAT. Faktor lainnya juga kemungkinan adalah temperatur ruang yang
mempengaruhi proses pengerjaan, karena secara teori, Temperatur, secara tidak
langsung pH dan perubahan warna dipengaruhi oleh suhu (Khopkar, 1990).
Pada percobaan ini, menetapkan kadar asam cuka untuk mengetahui apakah sesuai
kadar yang tertera pada kemasan asam cuka perdagangan tersebut dengan kadar
yang telah diuji praktikan. Analisis dilakukan secara alkalimetri yaitu dengan cara
menitrasi larutan asam asetat dengan larutan NaOH. Untuk menganalisis asam
cuka dapat dilakukan dengan titrasi netralisasi, titrasi ini merupakan titrasi
alkalimetri, proses titrasi dengan larutan standar basa untuk menitrasi asam bebas.
11
Setelah mengetahui normalitas larutan NaOH, maka selanjutnya
menghitung kadar yang ditetapkan untuk asam cuka perdagangan tadi. NaOH
rata-rata yang digunakan pada penetapan kadar asam cuka perdagangan yaitu 8,43
ml. Lalu setelah dihitung kadar % b/v yang didapatkan rata-ratanya adalah
10,12%. Faktor yang menyebabkan adanya perbedaan jauh yang signifikan ini
yaitu berkaitan dengan penyebab-penyebab ketidaksesuaian pada jumlah titran
yang dititrasikan pada asam oksalat dan asam asetat tadi diantaranya; pH mampu
mempengaruhi proses titrasi dan perubahan warna yang terjadi, juga apakah
indikator tersebut merupakan asam lemah ataukah basa lemah. Indikator memiliki
interval pH yang berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam basa
berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya, selain itu juga
kemungkinan faktor lainnya terletak pada temperatur, entah temperatur dari
larutan ataukah suhu ruang saat pengerjaan yang mempengaruhi. Sehingga persen
penetapan kadar yang didapatkan pun juga agak besar bedanya dibandingkan hasil
persen yang didapatkan kelompok praktikan lain.
Adapun yang tidak boleh dilupakan juga adalah bahwa disini yang
berperan sebagai larutan baku primer adalah Asam Oksalat dan Asam Asetat,
sedangkan larutan baku sekundernya adalah NaOH (Natrium Hidroksida).
Kelarutan asam dan basa ditentukan pula oleh kemampuan pelarut untuk
menerima dan melepaskan proton. Berdasarkan hal ini maka pelarut dapat
dibedakan menjadi pelarut protogenik, protofilik, amfopritik, dan aprotik. Sesuai
sampel pada percobaan, secara teori asam asetat maupun asam oksalat termasuk
ke dalam kategori pelarit amfiprotik, yang mana pelarut jenis ini mampu
menerima dan memberikan proton.
12
saat terjadi perubahan warna indikator saat penitrasian (saat itulah titrasi
dihentikan dan dilihat berapa ml titran yg dihabiskan, itulah TAT nya).
DAFTAR PUSTAKA
13
Esdi, Pangganti. 2011. Titrasi Asam Basa.
http://esdikimia.wordpress.com/2011/06/17/titrasi-asam-basa diakses pada
tanggal 20 november 2013 pukul 19:23
14
PERTANYAAN
JAWABAN
15
yang telah diketahui konsentrasinya disebut titran yang diletakkan didalam
buret. Baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan (Almatsier, 2003).
Untuk mengetahui titik ekuivalen pada titrasi asam basa kita bisa
menggunakan indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada sampel
sebelum proses titrasi. Indikator ini akan berubah warna kerika mendekati
titik ekuivalen yang terjadi yang kita sebut sebagai TAT, pada saat inilah
titrasinya kita hentikan. Jadi, prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan
pada reaksi netralisasi asam basa. Titik ekuivalen pada titrasi asam basa
adalah saat sejumlah asam tepat dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama
titrasi berlangsung, terjadi perubahan pH. Lalu, pH pada titik ekuivalen
ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisasi asam basa.
16