Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

ANALISIS KUANTITATIF
TITRASI ASAM BASA
(PENENTUAN KADAR ASAM CUKA DALAM PERDAGANGAN &
MAGNESIUM HIDROKSIDA)

Disusun oleh:
Kelompok 2
Ajeng Septira Khitami F.16.043
Anita Nur Husna F.16.045
Fadly Priyatna F.16.051
Nadimah Firza F.16.065
Yenny Harliantika F.16.081

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2018

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Kompetensi Praktikum ............................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
BAB III. METODE PRAKTIKUM ......................................................................5
3.1. Alat ...............................................................................................................5
3.2. Bahan ............................................................................................................5
3.3. Prosedur Kerja ..............................................................................................5
BAB IV. HASIL .....................................................................................................7
4.1. Perhitungan Normalitas dan Penetapan Kadar .............................................7
4.2. Tabel Titrasi Asam Oksalat ..........................................................................9
4.3. Tabel Titrasi Asam Asetat ............................................................................9
BAB V. PEMBAHASAN ....................................................................................10
BAB VI. KESIMPULAN ....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................14

ii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan


asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi).
Larutan yang konsentrasinya sudah diketahui disebut larutan baku. Titik ekuivalen
adalah titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi disertai perubahan warna
indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna indikator.

Kadar atau konsentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode
volumetri dengan teknik titrasi asam basa secara alkalimetri maupun asidimetri.
Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel
dengan pengukuran volume yang terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia.
Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi (TAT) yang diketahui dari
perubahan warna indikator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui
perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai ‘titrat’ dan biasanya
diletakkan dalam erlen meyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai ‘titran’ dan biasanya diletakkan dalam buret. Baik titrat maupun
titran biasanya berupa larutan. Salah satu penerapan titrasi yang sering dijumpai
adalah penentuan kadar asam asetat atau cuka. Cuka merupakan asam lemah
dengan rumus senyawa CH3COOH.

Berdasarkan sifat larutan standarnya, titrasi dibedakan menjadi asidimetri


dan alkalimetri. Asidimetri merupakan reaksi penetralan yang menggunakan
larutan baku asam sebagai titran, sedangkan alkalimetri merupakan reaksi
penetralan yang menggunakan larutan baku basa sebagai titran. Salah satu analisis
alkalimetri adalah titrasi basa terhadap asam cuka (asam asetat). Reaksi antara
natrium hidroksida (NaOH) dengan asam asetat akan menghasilkan garam yang
berasal dari asam lemah dan basa kuat sehigga titik ekuivalen terjadi (Susanti,
1995). Salah satu contoh dari asidimetri adalah titrasi antara HCl dengan
Magnesium Hidroksida, dimana HCl sebagai larutan baku asam sebagai titran dan
Magnesium Hidroksida sebagai titrat yang sifatnya basa. Sedangkan contoh dari

1
alkalimetri adalah titrasi antara NaOH dengan Asam Asetat, dimana NaOH
sebagai larutan baku basa sebagai titran dan Asam Asetat sebagai larutan baku
asam yang menjadi titratnya.

1.2. KOMPETENSI PRAKTIKUM

1) Memahami prinsip-prinsip metode analisis titrasi asam-basa


2) Menetapkan kadar asam cuka dalam perdagangan

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Teori Bronsted memperluas definisi asam dan basa dengan menjelaskan


lebih banyak mengenai suatu larutan kimia. Misalnya, teori Bronsted lebih banyak
mengenai suatu larutan NH4Cl bersifat asam dan C2H4O2 bersifat basa. Dalam
teori Bronsted, asam didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan
proton kepada zat lain. Dalam hal ini, proton adalah atom hidrogen yang
kehilangan elektronnya. Basa adalah zat yang menerima proton dari zat lain.
Reaksi asam dan basa menghasilkan asam dan basa yang lain (Goldberg, 2004).

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut titrat yang diletakkan dalam
erlen meyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut titran
yang diletakkan didalam buret. Baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan
(Almatsier, 2003).

Titik ekuivalen, yang sudah kita ketahui ialah titik pada saat sejumlah mol
ion OH- yang ditambahkan ke dalam larutan sama dengan jumlah mol ion H+ yang
semula ada. Jadi, untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu titrasi, kita harus
mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang ditambahkan dari buret ke
asam dalam erlen meyer. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan
menambahkan beberapa tetes indikator asam basa ke larutan asam saat awal titrasi
(Raymond, 2004).

Titik akhir titrasi terjadi bila indikator menunjukkan perubahan warna saat
pereaksian. Namun, tidak semua indikator berubah warna pada pH yang sama,
jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada sifat asam dan basa
yang digunakan dalam titrasi (dengan kata lain apakah mereka kuat atau lemah).
Dengan demikian memilih indikator yang tepat untuk titrasi, kita dapat
menggunakan titik akhir untuk menentukan titik ekuivalen (Raymond, 2004).

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titrat maupun
titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau
sebaliknya. Titran ditambahkan ke titrat tetes demi tetes sampai mencapai keadaan
ekuivalen (artinya secara stoikiometri, titran dan titrat tepat habis bereaksi) yang
biasanya ditandai dengan berubahanya warna indikator. Keadaan ini disebut

3
sebagai ‘’titik ekuivalen’’ yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan
jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai ‘’titik
akhir titrasi’’. Titik akhir titrasi (TAT) ini mendekati titik ekuivalen, tetapi
biasanya TAT melewati titik ekuivalen jadi tidak selalu sama, hanya saja
berdekatan (Esdi, 2011).

Asam cuka atau asam asetat atau asam etanoat adalah senyawa asam
organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam asetat digolongkan sebagai asam lemah dan merupakan salah satu asam
karboksilat paling sederhana setelah asam format. Asam asetat dapat diproduksi
secara sintetis maupun alami melalui fermentasi bakteri. Sekarang ini, hanya 10%
dari produksi asam asetat dihasilkan melalui proses alami. Asam asetat murni
bersifat korosif dan menyebabkan luka bakar parah. Selain itu uap asam asetat
yang terhirup dapat mengakibatkan iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kadar
yang tinggi dapat menyebabkan peradangan saluran pernafasan dan akumulasi
cairan pada paru-paru. Lalu, jika terjadi kontak dengan mata akan mengakibatkan
iritasi dan kerusakan mata permanen.

Adapun sampel lain yang kami gunakan untuk metode asidimetri adalah
Promag yang merupakan antasida. Obat maag jenis antasida adalah obat yang
mengandung bahan-bahan untuk menetralkan asam lambung dan tidak diserap ke
dalam tubuh sehingga cukup aman untuk dikonsumsi. Antasida mengandung
senyawa penetral asam lambung yang dapat mengurangi derajat keasaman
lambung. Antasida umumnya senyawa bersifat basa sehingga dapat menetralkan
kelebihan asam pada lambung (Tjahjadarmawan, 2016).

4
BAB III. METODE PRAKTIKUM
3.1. ALAT
a) Erlenmeyer 100 ml dan batang pengaduk
b) Labu ukur 25 ml
c) Buret dan perlengkapannya
d) Gelas ukur 10 ml
e) Gelas beker 50 ml dan 250 ml
f) Kaca arloji dan kertas perkamen
g) Tissue
h) Serbet
i) Pipet volume 5 ml
3.2. BAHAN
a) Larutan NaOH 0,1 N
b) Asam cuka 25%
c) Asam oksalat
d) Aqua destillata
3.3. PROSEDUR KERJA
1. Standarisasi larutan NaOH

Timbang NaOH 0,4 gram masukkan dalam 100 ml air, dibuat 2 x


dalam wadah yang berbeda, hitung normalitas NaOH

Timbang asam oksalat sebanyak 0,63 gram masukkan ke dalam


labu ukur dalam 100 ml air, kemudian ambil 10 ml

Masukkan 2-3 tetes indikator PP sebelum titrasi. Titrasi dengan


NaOH 0,1 N sampai TAT.

Replikasi sebanyak 3 kali kemudian hitung rata-ratanya

gxn
Menghitung Normalitas dengan rumus : N = BM x V

Rumus untuk larutan baku primer : V₁ x N₁ = V₂ x N₂ 5


2. Penetapan kadar asam cuka

Ambil 10 ml asam cuka sampel, kemudian titrasi dengan NaOH


0,1 N menggunakan indikator PP 2-3 tetes sampai TAT

Replikasi sebanyak 3 kali, kemudian hitung rata-ratanya

Catat masing-masing volume HCl yang dibutuhkan untuk


mencapai TAT sebanyak 3 data replikasi tadi

Vtitran x Ntitran x BExfaktor pengenceran


Kadar (% b/v) = 𝑥 100%
ml sampel x 1000

6
BAB IV. HASIL

Normalitas baku primer :

gxn
N = = Hasil
BM x V

= 0,63 g x 2
= 0,1 N
126 x 0,1 g

4.1. PERHITUNGAN NORMALITAS DAN PENETAPAN KADAR

Normalitas NaOH dengan Asam Oksalat :

Replikasi 1 :

V1.N1 = V2.N2
12,4ml x N1 = 10ml x 0,1 N
12,4ml x N1 = 1/12,4
N1 = 0,08 N

Replikasi 2 :

V1.N1 = V2.N2
12,3ml x N1 = 10ml x 0,1 N
12,3ml x N1 = 1/12,3
N1 = 0,08 N

Replikasi 3 :

V1.N1 = V2.N2
12,3ml x N1 = 10ml x 0,1 N
12,3ml x N1 = 1/12,3
N1 = 0,08 N

7
Rata-rata :

0,08 + 0,08 + 0,08


= 0,08 N
3

Penetapan Kadar Asam Cuka :

V replikasi 1 : 10 ml
V replikasi 2 : 9,2 ml
V replikasi 3 : 6,1 ml

Replikasi 1 :

Vtitran.Ntitran.BE
%b/v = x100% = Hasil
10ml x 1000

%b/v = 10ml.0,08 N.60.25


x100% = 12%
10ml x 1000

Replikasi 2 :

Vtitran.Ntitran.BE
%b/v = x100% = Hasil
10ml x 1000

%b/v = 9,2ml.0,08 N.60.25


x100% = 11,04%
10ml x 1000

Replikasi 3 :

Vtitran.Ntitran.BE
%b/v = x100% = Hasil
10ml x 1000

%b/v = 6,1ml.0,08 N.60.25


x100% = 7,32%
10ml x 1000

8
Rata-rata :

12% + 11,04% + 7,32%


= 10,12%
3
4.2. TABEL TITRASI ASAM OKSALAT

Volume
No. Titrasi NaOH Volume H2C2O4 Normalitas H2C2O4
NaOH
1 Pertama 12,4 ml 0,1 N 10 ml 0,08 N
2 Kedua 12,3 ml 0,1 N 10 ml 0,08 N
3 Ketiga 12,3 ml 0,1 N 10 ml 0,08 N

4.3. TABEL TITRASI ASAM ASETAT

Volume Volume
No. Titrasi NaOH Kadar CH3COOH
NaOH CH3COOH
1 Pertama 10 ml 0,1 N 10 ml 12 %
2 Kedua 9,2 ml 0,1 N 10 ml 11,04 %
3 Ketiga 6,1 ml 0,1 N 10 ml 11,04 %

BAB V. PEMBAHASAN

Reaksi yang terjadi pada NaOH ketika direaksikan dengan Asam Oksalat :

2NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O

Pada standarisasi NaOH terhadap asam oksalat, indikator yang digunakan


adalah phenophtalein atau PP. Saat indikator ditambahkan beberapa tetes, warna

9
larutan asam oksalat tetap bening . Namun, pada saat ditambahkan lagi beberapa
tetes hingga 12,4 ml warnanya berubah menjadi merah muda atau pink namun
hampir keunguan. Begitu juga pada replikasi yang kedua dan ketiga memiliki
hasil normalitas yang sama namun memiliki perbedaan 1 ml pada volumenya
(12,4ml, 12,3ml, dan 12,3ml) jika dibandingkan dengan volume titrasi pertama
tadi. Banyaknya titran yang harus terbuang disebabkan karena adanya
kemungkinan erlen meyer yang kurang bersih, karena saat itu kami masih melihat
ada sedikit partikel-partikel bekas tisu yang kami gunakan untuk membersihkan
sebelumnya sehingga saat sudah berwarna sebelum 12,4 ml kembali menjadi
bening saat digoyangkan. Perubahan warna pada larutan disebabkan adanya
resonansi isomer elektron. Indikator asam basa akan cenderung untuk bereaksi
kelebihan asam atau basa saat titrasi untuk menghasilkan warna. Adapun sebab
digunakan phenophtalein (PP) yang biasanya digunakan pada percobaan karena
trayek pH yang mereka miliki tidak berbeda jauh antara TAT dan titik
ekuivalennya sehingga diharapkan mampu mencapai hasil pendataan yang sesuai
(Harjadi, 1990).

Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda, sehingga


menunjukkan warna pada range pH yang berbeda pula. Indikator memiliki
interval pH yang berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam basa
berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya (Sukardjo, 1984).

Indikator PP adalah indikator yang dibuat dengan kondensasi anhidrida


phtalein dengan fenol. Indikator PP digunakan untuk melihat titik ekuivalen, jika
indikator yang digunakan berubah warna pada saat titik ekuivalen, maka titik
akhir titrasi (seharusnya) akan sama dengan titik ekuivalen. Selain itu, indikator
PP merupakan asam diplotik yang tidak berwarna. Indikator ini sukar larut dalam
air tetapi dapat berinteraksi dengan air sehingga cincin laktonnya terbuka dan
membentuk asam yang tidak berwarna. Perub ahan warna yang terjadi ialah dari
putih bening menjadi merah muda. Pada saat inilah titik akhir titrasi terjadi
sehingga titrasinya segera dihentikan saat itu juga.

Sebelumnya, untuk cara pengerjaan titrasi pada asam asetat sama dengan
cara yang dilakukan pada asam oksalat tadi. Hanya saja berbeda pada volume

10
titrasi pada ketiga replikasi. Hasil yang didapatkan pada setiap replikasi hingga 3x
adalah 10ml, 9,2 ml, dan 6,1 ml yang dimana kami lihat bahwa NaOH yang kami
titrasikan kepada asam asetat ini kemungkinan terbilang terlalu banyak. Hal ini
memiliki alasan yang sama dengan alasan ketidaksesuaian pada jumlah yang
dititrasikan pada asam oksalat sebelumnya, yaitu karena faktor yang
mempengaruhinya : kurang bersihnya alat yang digunakan, kemungkinan masih
ada jumlah NaOH yang sedikit tertinggal saat sebelum dan setelah menimbang,
sehingga pH yang didapatkan mempengaruhi sulitnya tercapai titik ekuivalen
dalam jumlah volume NaOH yang sedikit saja dan seharusnya sudah mencapai
TAT. Faktor lainnya juga kemungkinan adalah temperatur ruang yang
mempengaruhi proses pengerjaan, karena secara teori, Temperatur, secara tidak
langsung pH dan perubahan warna dipengaruhi oleh suhu (Khopkar, 1990).

Umumnya pada kelompok praktikan lain hanya membutuhkan volume


titran yang sedikit untuk mencapai TAT sedangkan pada kelompok kami saat
pengerjaan memang membutuhkan volume yang kelebihan untuk mencapai TAT
hingga ditandai dengan munculnya warna mulai dari merah muda agak ungu
hingga yang merah mudanya kebeningan.

Dari hasil praktikum yang dilakukan, rata-rata normalitas yang didapatkan


dari ketiga replikasi adalah 0,08 N. Setelah larutan baku NaOH tersebut sudah
diketahui konsentrasinya, maka larutan tersebut sudah dapat digunakan untuk
menentukan kadar asam cuka 25%. Pada titrasi asam asetat dengan NaOH sebagai
larutan standar akan dihasilkan garam yang berasal dari asam lemah dan basa
kuat:

NaOH (aq) + CH3COOH (aq) → CH3COONa (aq) + H2O (l)

Pada percobaan ini, menetapkan kadar asam cuka untuk mengetahui apakah sesuai
kadar yang tertera pada kemasan asam cuka perdagangan tersebut dengan kadar
yang telah diuji praktikan. Analisis dilakukan secara alkalimetri yaitu dengan cara
menitrasi larutan asam asetat dengan larutan NaOH. Untuk menganalisis asam
cuka dapat dilakukan dengan titrasi netralisasi, titrasi ini merupakan titrasi
alkalimetri, proses titrasi dengan larutan standar basa untuk menitrasi asam bebas.

11
Setelah mengetahui normalitas larutan NaOH, maka selanjutnya
menghitung kadar yang ditetapkan untuk asam cuka perdagangan tadi. NaOH
rata-rata yang digunakan pada penetapan kadar asam cuka perdagangan yaitu 8,43
ml. Lalu setelah dihitung kadar % b/v yang didapatkan rata-ratanya adalah
10,12%. Faktor yang menyebabkan adanya perbedaan jauh yang signifikan ini
yaitu berkaitan dengan penyebab-penyebab ketidaksesuaian pada jumlah titran
yang dititrasikan pada asam oksalat dan asam asetat tadi diantaranya; pH mampu
mempengaruhi proses titrasi dan perubahan warna yang terjadi, juga apakah
indikator tersebut merupakan asam lemah ataukah basa lemah. Indikator memiliki
interval pH yang berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam basa
berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya, selain itu juga
kemungkinan faktor lainnya terletak pada temperatur, entah temperatur dari
larutan ataukah suhu ruang saat pengerjaan yang mempengaruhi. Sehingga persen
penetapan kadar yang didapatkan pun juga agak besar bedanya dibandingkan hasil
persen yang didapatkan kelompok praktikan lain.

Adapun yang tidak boleh dilupakan juga adalah bahwa disini yang
berperan sebagai larutan baku primer adalah Asam Oksalat dan Asam Asetat,
sedangkan larutan baku sekundernya adalah NaOH (Natrium Hidroksida).

Kelarutan asam dan basa ditentukan pula oleh kemampuan pelarut untuk
menerima dan melepaskan proton. Berdasarkan hal ini maka pelarut dapat
dibedakan menjadi pelarut protogenik, protofilik, amfopritik, dan aprotik. Sesuai
sampel pada percobaan, secara teori asam asetat maupun asam oksalat termasuk
ke dalam kategori pelarit amfiprotik, yang mana pelarut jenis ini mampu
menerima dan memberikan proton.

BAB VI. KESIMPULAN

Titrasi merupakan cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume


tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dan
mengukur volumenya secara pasti. Titik ekivalen merupakan keadaan dimana
jumlah asam tepat bereaksi dengan jumlah basa. Titik akhir titrasi dapat dilihat

12
saat terjadi perubahan warna indikator saat penitrasian (saat itulah titrasi
dihentikan dan dilihat berapa ml titran yg dihabiskan, itulah TAT nya).

Pada standarisasi NaOH terhadap asam oksalat indikator yang digunakan


adalah phenophtalein atau PP, kadar normalitas rata-rata pada proses titrasi yang
dilakukan pada saat praktikum di atas adalah 0,08 N, sedangkan perhitungan
kadar rata-rata asam asetat yang didapatkan adalah 10,12%.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia.

13
Esdi, Pangganti. 2011. Titrasi Asam Basa.
http://esdikimia.wordpress.com/2011/06/17/titrasi-asam-basa diakses pada
tanggal 20 november 2013 pukul 19:23

Goldberg, David. 2004. Kimia Untuk Pemula. Erlangga : Jakarta.

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia : Jakarta.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press : Jakarta.

Raymond, Chang. 2004. Kimia Dasar Edisi III. Erlangga : Jakarta.

Sukardjo, 1984. Kimia Organik. Rineka Cipta : Jakarta.

Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Kualitatif. Lephas : Jakarta.

Tjahjadarmawan, Elizabeth. 2016. Bernas Kimia Jilid II. Yogyakarta : Citra


Media.

14
PERTANYAAN

1. Apa yang harus diperhatikan dalam pemilihan indikator? Jelaskan !


2. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip metode analisis titrasi asam basa !

JAWABAN

1) Pertama : pH indikator, karena pH mampu mempengaruhi proses titrasi


dan perubahan warna yang terjadi, juga apakah indikator tersebut
merupakan asam lemah ataukah basa lemah. Indikator memiliki interval
pH yang berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam basa
berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya (Sukardjo,
1984).
Kedua : pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saat
titrasi. Jika indikator yang digunakan berubah warna saat titik ekuivalen,
maka titik akhir titrasi seharusnya akan sama dengan titik ekuivalen.
Indikator yang lebih dianjurkan yaitu phenophtalein (PP) karena
memberikan perubahan warna yang lebih jelas yaitu merah muda dari
yang bening atau tidak berwarna (pH= 8,2-10).
Ketiga : pada pemilihan indikator harus diperhitungkan pula zat apa yang
digunakan sebagai titran (yang diisikan dalam buret). Bila titrannya basa
maka titrat yang dipakai adalah asam, begitu juga sebaliknya bila titrannya
asam maka titrat yang dipakai semestinya adalah basa.
Sebab digunakan phenophtalein (PP) dan methyl orange (MO)
yang sering digunakan pada percobaan karena trayek pH yang mereka
miliki tidak berbeda jauh antara TAT dan titik ekuivalennya sehingga
diharapkan mampu mencapai hasil pendataan yang sesuai (Harjadi,
1990).
2) Titrasi adalah suatu proses atau prosedur dalam analisis volumetrik
dimana suatu titran atau larutan standar (yang telah diketahui
konsentrasinya) diteteskan melalui buret kelarutan lain yang dapat
bereaksi dengannya (belum diketahui konsentrasinya) hingga tercapai titik
ekuivalen dan TAT (Titik Akhir Titrasi) nya. Zat yang akan ditentukan
kadarnya disebut titrat yang diletakkan dalam erlen meyer, sedangkan zat

15
yang telah diketahui konsentrasinya disebut titran yang diletakkan didalam
buret. Baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan (Almatsier, 2003).

Untuk mengetahui titik ekuivalen pada titrasi asam basa kita bisa
menggunakan indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada sampel
sebelum proses titrasi. Indikator ini akan berubah warna kerika mendekati
titik ekuivalen yang terjadi yang kita sebut sebagai TAT, pada saat inilah
titrasinya kita hentikan. Jadi, prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan
pada reaksi netralisasi asam basa. Titik ekuivalen pada titrasi asam basa
adalah saat sejumlah asam tepat dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama
titrasi berlangsung, terjadi perubahan pH. Lalu, pH pada titik ekuivalen
ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisasi asam basa.

16

Anda mungkin juga menyukai