Anda di halaman 1dari 16

Makalah Kimia Titrasi Asam Basa

DI SUSUN OLEH
Taufik Rahman
NIM : 230104102
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
2023/2024

KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh Alhamdullillahhirobil alamin,

segalah puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya

tercurahkan kepada kita yang tak terhingga ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini tepat pada waktunya.

Sholawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad

SAW dan keluarganya, sahabatnya, beserta pengikutnya sampai akhir zaman amin ya robal

alamin. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu dan pengetahuan

mengenai “Titrasi Asam Basa”

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.

Penulis menyadari penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu

penulis sangat mengaharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan

penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan

menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas

Nahdlatul Ulama.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 1

1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 1

1.4 Metode penulisan.......................................................................................................... 1

1.5 Sistematik Penulisan.................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3

2.1 Cara Membuat Dan Manfaat Besi................................................................................. 3

2.2 Cara Membuat Dan Manfaat Tembaga........................................................................ 3

2.3 Cara Membuat Dan Manfaat Timah ............................................................................ 5

2.4 Cara Membuat Dan Manfaat Kromium........................................................................ 5

2.5 Cara Membuat Dan Manfaat Emas............................................................................... 6

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 7

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat
dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya.
Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa.

Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di
netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik
equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa.
Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana
titik equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang
mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen
tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik equivalen.
Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.

Titrasi asam basa merupakan contoh analisis glumetri, yaitu suatu cara atau metode
yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang
disebut buret. Titik dalam titrasi dimana titran yang telah ditambahkan cukup untuk bereaksi
secara tepat dengan senyawa yang ditentukan disebut titik ekivalen atau titik stoikhiometri,
titik ini sering ditandai dengan perubahan warna senyawa yang disebut indikator.

Berikut ini syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :

1. Konsentrasi titrasi harus diketahui. Larutan seperrti ini disebut larutan standar.

2. Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.

3. Titik stoikhiometri atau titik ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan
perubahan warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat
indikator berubah warna disebut titik akhir.

4. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat
mungkin.

1.2 Permasalahan

Untuk mengetahui teknik titrasi asam basa serta mengetahui proses standarisasi larutan
1.3 Tujuan

1. Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang


mengandung asam.

2. Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran lain-lain
sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata metri berasal dari bahasa yunani
yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu
dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata
Yunani. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran dengan
asam (yang diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 1990)

Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan asam atau
larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan basa,
atau sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi). Jika
molaritas salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi
dapat ditentukan. (Michael. 1997)

Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik, sebaliknya jika
larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik yang
menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut kurva
titrasi. Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik
ekuivalen. (Michael. 1997)

Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan
pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik akhir
titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam
kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 10 4 .pH berubah secara
drastis bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke
molekul lain. Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat
reversibel. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna
indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)

Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen (PP) dan
metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator yang lain,
misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen. (Harjadi,
W. 1990)

Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :(Susanti,1995)

1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk
menentukan basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam
borat.

2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan yang
digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan jumlah
senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan
organik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa
organik tidak larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam
pelarut organik, karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa
dalam pelarut inert. Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya
HCl, sedangkan untuk menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik
akhir titrasi biasanya ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai
atau dengan bantuan peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer,
konduktometer. (Rivai, H, 1990)

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer
tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan
titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator.
Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama
dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan
jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan
dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik
akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik
ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen. (Esdi,
2011)

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa,
maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka
rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:

N asam x V asam = N asam x V basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa

Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan bahan

- NaOH 0,1 M - Buret 50 mL

- HCl 0,1 M - Statif dab klem

- H2C2O4 - Gelas ukur 25 mL atau 10 mL

- Erlenmeyer -- Indikator penolphetalein

- Corong kaca

3.2 Cara kerja

3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M

Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan 5 mL
larutan NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret,
selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret. Kemudian
larutan dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai
skala tertentu. Mencatat kedudukan volume awal NaOH dalam buret.

Proses standarisasi :

- Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml, larutan asam oksalat 0,1 M dan memasukkan ke
dalam setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes
indicator penophtalein (PP).

- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang.

- Mencatat volume NaOH terpakai

- Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

- Menghitung molaritas (M) NaOH.

3.2.1 Penentuan konsentrasi HCl

- Mencuci 3 Erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap
Erlenmeyer

- Menambahkan kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penolphtalein (PP)


- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk
warna merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.

- Mencatat volume NaOH terpakai

- Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

- Menghitung molaritas (M) HCl.


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengamatan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan Rata-
No Prosedur
I II III rata

1 Volume larutan asam oksalat 0,1 M 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 19,8 mL 21 mL 18,6 mL 19,8 mL

3 Molaritas (M) NaOH 0,050 M 0,047 M 0,053 M 0,050 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III

1 Volume larutan HCl 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 25,4 mL 27 mL 23,5 mL 25,3 mL

3 Molaritas (M) NaOH Berdasarkan hasil percobaan diatas 0.050 M

4 Molaritas (M) larutan HCl 0,039 M

4.2 Perhitungan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan I V1.M1 = V2.M2

10 . 0,1 = 19,8 . M2

1 = 19,8 . M2
M2 =1 = 0,050 M

19,8

Ulangan II V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 21 . M2

1 = 21 . M2

M2 = 1 = 0,047 M

21

Ulangan III V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 18,6 . M2

1 = 18,6 . M2

M2 = 1 = 0,053 M

18,6

Rata-rata : V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 19,8 . M2

1 = 19,8 . M2

M2 = 1 = 0,050 M

19,8

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Rata-rata : V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 25,3 . M2

M2 = 1 = 0,039

25,3
PEMBAHASAN

Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan dalam tiga
kali ulangan dengan proses :

Ulangan pertama, mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan menggunakan


gelas ukur 10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam gelas ukur
sebanyak 10 mL tersebut dituangkan ke dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator
penolphetalein sebanyak 3 tetes. Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan dibawah buret
dan ditetesi dengan larutan NaOH yang ada didalam buret setetes demi setetes, erlemeyer
sambil di goyang-goyang hingga larutan asam oksalat yang semula bening berubah menjadi
pink atau ungu. Apabila larutan asam oksalat sudah berubah warna menjadi pink atau ungu,
maka cepat tutup kran pada buret supaya larutan dalam buret tidak keluar lagi. Langkah
selanjutnya menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai. Pada ulangan I didapatkan
volume NaOH terpakai sebanyak 19,8 mL, catat pada tabel laporan sementara dibagian
Ulangan I. Kemudian hitung Molaritas NaOH sebagai berikut :

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 19,8 . M2

1 = 19,8 . M2

M2 = 1 = 0,050 M

19,8

Berikutnya ialah mengulangi langkah-langkah diatas sebanyak dua kali, hingga didapatkan
pada ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 21 mL

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 21 . M2

1 = 21 . M2

M2 = 1/21 = 0,047 M
pada ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 18,6 mL

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 18,6 . M2

1 = 18,6 . M2

M2 = 1 = 0,053 M

18,6

Sehingga dapat kita cari rata-rata volume NaOH terpakai dengan cara :

19,8 mL + 21 mL + 18,6 mL = 19,8 mL

Rata-rata Molaritas (M) NaOH adalah :

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 19,8 . M2

1 = 19,8 . M2

M2 = 1 = 0,050 M

19,8

Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga dilakukan dengan
tiga kali pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :

Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume asam oksalat
tadi dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan menggunakan gelas ukur
10 mL sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer. Kemudian tetesi larutan HCl dengan
indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer
tadi dibawah buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil
erlenmeyer digoyang-goyang. Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya benih hingga
berubah menjadi pink/ungu. Apabila larutan HCl sudah berubah warna menjadi pink/ungu,
maka cepat-cepat tutup kran pada buret untuk menghindari larutan NaOH menetes kembali,
lalu didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 25,4 mL. Kemudian mengulangi pada
percobaan tadi sebanyak dua kali hingga didapatkan hasil pada ulangan II volume NaOH
terpakai sebanyak 27 mL dan pada ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak
23,5 mL. Kemudian menghitung rata-rata volume NaOH terpakai yaitu :
25,4 mL + 27 mL + 23,5 mL = 25,3 mL

Langkah selanjutnya ialah menghitung Molaritas (M) larutan HCl dengan rumus :

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1 = 25,3 . M2

1 = 25,3 . M2

M2 = 1 = 0,039 M

25,3

Jadi, nilai rata-rata Molaritas (M) larutan HCl ialah 0,039 M


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Perhitungan pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari volume rata-
rata dari larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau konsentrasi HCL.

Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 3 tetes indikator berubah
warna dari bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi
hasil konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum
ini. Setelah volume NaOH (basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung.

5.2 Saran

Dalam melakukan praktikum, sebaiknya harus berhati-hati dalam menggunakan larutan-


larutan yang ada di laboratorium dan dalam melakukan praktikum kali ini kita juga harus
memperhatikan ketelitian dalam mengukur volume larutan basa (NaOH), karena volume
larutan NaOH sangat mempengaruhi hasil konsentrasi HCl.
DAFTAR PUSTAKA

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta

Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga: Jakarta

Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta

Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. LEPHAS: Makassar

Anda mungkin juga menyukai