Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

KIMIA ANALIS
Disusun Oleh :
Nama : Diyah Puspita Sari
Nim : 221003242010449
Dosen Pengampu : Ahmad Shobib, ST. MT
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK KIMIA
2022/2023

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami panjatkan

puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inyah-Nya kepada

kami semua, sehingga dapat menyelesaikan makalah kimia analis tentang titrasi asisi-alkalimetri,

titrasi permanganometri, titrasi iodo idiometri, titrasi argentometri dan titrasi kompleksometri.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak

sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima

kasih kepada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini.Terlepas dari

semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat

maupun tata bahasanya.

Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar

saya dapat memperbaiki makalah ini.Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang kimia analis

ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi pembaca.


Semarang, 22 Agustus 2022

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................2

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................4

BAB I PENDAHULUAN................................................................................5

1.1 Latar Belakang...................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................6

2.1 Titrasi Asidi – Alkalimetri......................................................................6

2.2 Titrasi Permanganometri......................................................................10

2.3 Iodo – Iodometri...................................................................................14

2.4 Titrasi Argentometri.............................................................................22

2.5 Titrasi Kompleksometri........................................................................30

BAB III PENUTUP........................................................................................36

3.1 Kesimpulan...........................................................................................36

3.2 Saran.....................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................37
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : MAKALAH KIMIA ANALIS

Pogram Studi/ Jurusan : S-1 TEKNIK KIMIA

Fakultas : Teknik

Semarang, Agustus 2022

DISAHKAN OLEH : DOSEN PENGAMPU TEKNIK KIMIA

AHMAD SHOBIB, ST. MT


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan

zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis

reaksiyang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam-basa maka

disebut sebagai titrasi asam-basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi

oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan

lain sebagainya. Zat yang akan ditentukan kadarnyadisebut sebagai ”titrant” dan biasanya

diletakkan didalamerlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinyadisebut

sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik titer maupun titrant biasanya berupa

larutan. Berbicara masalah reaksi asam-basa atau yang biasa juga disebut reaksi penetralan,

maka tidak akan terlepas dari titrasi asam-basa. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa reaksi

asam-basa atau reaksi penetralan dapat dilakukan dengan titrasi asam-basa. Adapun titrasi asam-

basa ini terdiri dari titrasi asam kuat-basa kuat, titrasi asam kuat-basa lemah, titrasi basa lemah-

asam kuat, dan titrasi asam lemah-basa lemah. Titrasi asam-basa disebut juga titrasi asidi-

alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam-basa larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri

dengan teknik titrasi asam-basa. Solumetri adalah teknik analisis kimia kuantitati untuk
menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi berdasarkan

kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang diketahui dari

perubahan warna indikator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui perhitungan berdasarkan

persamaan reaksi. Titrasi asam-basa ini ditentukan oleh titik ekuivalen ( equivalen point )

indikator asam-basa. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi

dengan disertai perubahan warna indikatornya sedangkan titik akhir titrasi adalah saat perubahan

warna indikator.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Titrasi Asidi – Alkalimetri

Asidi-alkalimetri (lebih dikenal sebagai Titrasi asam-basa) adalah teknik analisis kimia

berupa titrasi yang menyangkut asam dan basa atau sering disebut titrasi asam-basa. Reaksi

dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit sampai

jumlah zat-zat yang direksikan tepat menjadi ekivalen (telah tepat banyaknya untuk menghabiskan

zat yang direaksikan) satu sama lain. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titran, sedangkan

larutan yang ditambah titran disebut titrat (dalam hal ini titran dan titrat berupa asam dan basa atau

sebaliknya). Pada saat ekivalen, penambahan titran harus dihentikan, saat ini dinamakan titik akhir

titrasi. Untuk mengetahui keadaan ekivalen dalam proses asidi-alkalimetri ini, diperlukan suatu zat

yang dinamakan indikator asam-basa. Indikator asam-basa adalah zat yang dapat berubah warna

apabila pH lingkungannya berubah. Asidi-alkalimetri menyangkut reaksi antara asam kuat-basa kuat,

asam kuat-basa lemah, asam lemah-basa kuat, asam kuat-garam dari asam lemah, dan basa kuat-

garam dari basa lemah.

Alkalimetri dan Asidimetri

Alkalimetri dan asidimetri adalah jenis analisis volumetrik yang menjadi reaksi fundamental

dalam suatu reaksi netralisasi. Alkalimetri merupakan analisis khusus menggunakan titrasi asam-
basa untuk menentukan konsentrasi basa (alkalin). Asidimetri, terkadang dieja asidometri, adalah

konsep serupa yang merupakan analisis khusus menggunakan titrasi asam-basa, tetapi untuk zat

asam.

Peralatan

Peralatan titrasi

Peralatan kunci yang digunakan dalam sebuah titrasi adalah:

 Buret

 Keramik putih – digunakan untuk melihat perubahan warna saat titrasi

 Pipet

 Indikator asam-basa (bergantung pada reaktan)

 Labu Erlenmeyer
 Pentiter atau titran (suatu larutan standar dengan konsentrasi yang telah diketahui, biasanya

digunakan asam oksalat atau natrium karbonat)

 Analit atau titrat (larutan dengan konsentrasi yang belum diketahui)

Metode

Pengaturan titrasi. Buret normalnya disokong dengan klem (tidak ditunjukkan). Warna merah muda

kemungkinan disebabkan oleh penggunaan indikator fenolftalein.

Pemilihan indikator

Sebelum memulai titrasi indikator asam-basa yang sesuai harus ditentukan. Titik ekivalen reaksi,

keadaan di mana sejumlah ekivalen reaktan telah bereaksi, akan memiliki pH yang bergantung pada

kekuatan relatif asam dan basa yang digunakan. Nilai pH pada titik ekivalen dapat diestimasi

menggunakan aturan berikut:


 Asam kuat akan bereaksi dengan basa kuat membentuk larutan netral (pH = 7).

 Asam kuat akan bereaksi dengan basa lemah membentuk larutan asam (pH < 7).

 Asam lemah akan bereaksi dengan basa kuat membentuk larutan basa (pH > 7).

Ketika suatu asam lemah bereaksi dengan basa lemah, larutan pada titik ekivalen akan bersifat basa

jika kebasaannya cukup kuat serta bersifat asam jika keasamannya cukup kuat. Jika keduanya sama

kuat, maka pH ekivalen akan netral. Tetapi, asam lemah tidak selalu ditirasi dengan basa lemah

karena perubahan warna yang ditunjukkan oleh indikator terkadang sangat cepat, sehingga karenanya

sangat sulit bagi pengamat untuk melihat perubahan warna tersebut.

Keadaan di mana indikator mengalami perubahan warna disebut sebagai titik akhir titrasi. Suatu

indikator yang sesuai harus dipilih, lebih disukai indikator yang akan mengalami perubahan warna

(titik akhir titrasi) yang terdekat dengan titik ekivalen titrasi. Titrasi asam-basa dilakukan dengan

indikator bromotimol biru, untuk titrasi asam kuat-asam lemah, indikator fenolftalein pada titrasi

asam lemah – basa kuat, dan metil jingga untuk titrasi asam kuat – basa lemah. Jika basa berada di

luar rentang pH indikator-indikator tersebut, misalnya basa dengan pH >13.5, dan asam dengan pH

>5.5, dapat digunakan indikator Alizarin kuning. Sementara itu, jika asam di luar rentang pH,

misalnya pH <0.5, dan basa dengan pH <8.5, indikator Timol biru dapat digunakan.

Tahapan titrasi :

 Pertama, buret harus dibilas dengan larutan standar, pipet larutan yang tidak diketahui

konsentrasinya, dan dimasukkan ke dalam buret tersebut.

 Kedua, larutan dengan konsentrasi yang belum diketahui dengan sejumlah volume tertentu

harus diambil dengan pipet ukur dan ditempatkan ke dalam labu erlenmeyer, bersama dengan

sejumlah kecil indikator yang telah dipilih.

Larutan yang telah diketahui konsentrasinya kemudian harus dikeluarkan dari buret, ke dalam labu

erlenmeyer. Pada tahap ini perkiraan kasar jumlah larutan dibutuhkan untuk menetralisasi larutan
dengan konsentrasi yang belum diketahui. Larutan dibiarkan keluar dari buret sampai indikator

berubah warna dan nilai pada buret harus dicatat. Nilai tersebut dicatat sebagai volume (kasar) titrasi

dan harus dikeluarkan dari perhitungan apapun.

Setidaknya tiga kali titrasi (triplo) atau lebih harus dilakukan, agar lebih akurat, dengan

mempertimbangkan kira-kira di mana titik akhir akan terjadi. Pembacaan awal dan akhir pada buret

(sebelum memulai titrasi dan pada titik akhir, masing-masing) harus dicatat. Mengurangkan volume

awal dari volume akhir akan menghasilkan jumlah titran digunakan untuk mencapai titik akhir. Titik

akhir tercapai hanya ketika indikator berubah warna secara permanen.

Metode grafik

Proses titrasi membuat larutan dengan komposisi mulai dari asam murni hingga basa murni.

Mengidentifikasi pH yang terkait dengan setiap tahap dalam proses titrasi relatif sederhana untuk

asam dan basa monoprotik. Kehadiran lebih dari satu asam atau basa gugus mempersulit perhitungan

ini. Metode grafik, seperti equiligraph, telah lama digunakan untuk menjelaskan interaksi

kesetimbangan ganda. Metode grafik larutan tersebut sederhana untuk diimplementasikan, namun

mereka jarang digunakan.

2.2 Titrasi Permanganometri

Permanganometri merupakan titrasi redoks yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium

permanganat (KmnO4). Titrasi ini melibatkan dua tahapan, yakni titrasi analit dengan larutan kalium

permanganat dan kemudian standardisasi kalium permanganat dengan larutan natrium oksalat.

Titrasi melibatkan manipulasi volumetrik untuk mempersiapkan larutan analit.

Larutan permanganat, MnO4


Larutan mangan(II), Mn2+

Bergantung pada bagaimana titrasi dilakukan, ion permanganat dapat direduksi menjadi Mnx di

mana x adalah +2, +3, +4 and +6. Menggunakan permanganometri dapat mengestimasi secara

kuantitatif kehadiran dari Fe+2, Mn+2, Fe+2 dan Mn+2 dan Mn+2 ketika keduanya hadir sebagai

campuran, C2O42−,NO2−, H2O2 dan lain sebagainya.

Prinsip dasar

Larutan manganat, MnO42- .

Dalam banyak kasus, permanganometri dilakukan dalam larutan yang sangat asam di mana reaksi

berikut terjadi :

MnO-4 + 8H+ + 5e-→ Mn2+ + 4 H2O


Potensial standar dari reaksi elektrokimia ini adalah :

EO = +1.51 V

Yang menunjukkan bahwa KMnO4 (dalam medium asam) adalah suatu agen pengoksidasi yang

sangat kuat.

Dalam larutan asam lemah MnO4− tidak dapat menerima 5 elektron untuk membentuk Mn+2 kali ini

hanya menerima 3 elektron dan membentuk MnO2(s) melalui reaksi elektrokimia berikut :

MnO-4 + 4H+ +3e- → MnO2 + (EO = +1.69 V)

Dan jika larutan memiliki konsentrasi c(NaOH)>1 mol dm−3 reaksi berikut terjadi:

MnO-4 + 4H+ + 3e- → MnO42- + (EO = + 0.56 V)

Reaksi

Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan

baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi

dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat

yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara

tidak langsung dengan permanganometri seperti:

 Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah

endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam

oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat

dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.

 Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci,

dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+

dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan

menitrasinya dengan KMnO4.


Galat

Larutan kalium Permanganat

Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada:

 Larutan pentiter KMnO4 pada buret

Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang

terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh

pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.

 Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4

Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan asam oksalat (H2C2O4) yang telah

ditambahkan asam sulfat (H2SO4) dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi

antara MnO4- dengan Mn2+.

MnO-4 + 3Mn2++2H2O → 5Mr

 Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4

Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan (H2C2O4 ) yang telah ditambahkan
( H2SO4 )dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk

hidrogen peroksida yang kemudian terurai menjadi air.

H2C2O4 + O2 → H2O2 + 2CO2

H2O2 → H2O + O2

Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi yang pada

akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan.

2.3 Iodo – Iodometri

Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi

oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan

metode lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang sederhana

pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah. (Rivai, 1995:98)

Perbedaan Iodometri & Iodimetri diantaranya :

Iodometri Iodimetri

Termasuk kedalam reduktometri Termasuk kedalam oksidimetri

Oksidator sebagai titrat Reduktor sebagai titrat

Titran sebagai reduktor Reduktor sebagai titrat

Penambahan KI sebagai zat penambah Penambahan NaHCO3 sebagai zat

penambah

Termasuk kedalam titrasi tidak langsung Termasuk kedalam titrasi langsung


Larutan indicator kanji disaat mendekati Penambahan indicator kanji saat awal

titik akhir penitraan

Larutan Na2S2O3 ( Tio) sebagai penitar Larutan I2 sebagai penitar ( titran)

( Titran)

Selain itu juga terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan dari metode iodimetri yaitu sebagai

berikut:

1. Kelebihan

 Pemutaran berlangsung lebih cepat karena titrat dan titran langsung bereaksi

 Penambahan kanji diawal titrasi

 Warna titik akhir lebih mudah teramati dan tidak berwarna menjadi biru

2. Kekurangan

 Panitarnya mudah terurai oleh cahaya sehingga preparasi contoh harus dilakukan

terlebih dahulu

 Pada saat titrasi dikhawatirkan kehilangan ion iod

 Dalam keadaan asam, larutan iod dapat dioksida si oleh udara

Penggunaan Metode Titrasi dengan iodimetri-iodometri

Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara

melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak

langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-

reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri

ini jarang dilakukan mengingatiodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara

tidaklangsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudiandireaksikan dengan ion iodida
berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan

dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat standar atau asam arsenit).

1.Titrasi langsung (Iodimetri)

Iodium merupakan oksidator yang sedikit / relative kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar

+ 0,535 V. Pada saat reaksi osidasi, iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi :

I2 + 2e ↔ 21-

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil

dari pada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.

2.Titrasi tidak langsung (Iodometri)

Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-

senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada sistem Iodium-Iodida atau

senyawa-senyawa yang bersifat oksidator, seperti CuSO4.5H2O, garam besi (III), dimana zat-zat

oksidator ini direduksi lebih dulu dengan ICI, dan iodin yang dihasilkandalam jumlah yang setara

ditentukan kembali dengan larutan baku natrium tiosulfat. Larutan standar yang dipergunakan dalam

kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai

pentahidrat Na2S2O 3.5 H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung,

tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu

yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutannatrium tiosulfat.

Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam

penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan

iodium dari iodida, suatu proses iodometrik.

Larutan iodium sendiri dapat digunakan sebagai indikator suatu tetes larutan iodium 0,1 mL air

memberikan warna pucat yang masih dapatdiamati. Supaya lebih peka, digunakan larutan kanji
sebagai indicator,dimana kanji dengan iodium membentuk kompleks yang berwarna birudan masih

dapat diamati pada kadar yang sangat rendah. Ada juga dapat bahwa warna biru adalah disebabkan

absorbs iodium atau ion triiodia pada permukaan makromolekul kanji.Komponen utama dari kanji

ada dua yaitu : amilosa danamilopektin yang perbandingannya pada setiap tumbuh-tumbuhan

berbeda. Amilosa, senyawa yang mempunyai rantai lurus dan dapat banyak / sedikit terdapat dalam

kentang dan memberikan rantai bercabang memebentuk warna merah violet, mungkin karena

absorbs. Indikator kanji bersifat reversibel, artinya warna biru yang timbul akan hilang lagi apabila

yodium direduksi oleh natrium tiosulfat atau reduktor lainnya. Selain indikatornya tersebut, maka

untuk menetapkan titik akhir titrasi dapat juga digunakan pelarut-pelarut organik ini penting terutama

sebagai berikut :

 Susunan sangat asam sehingga kanji terhidrolisis

 Titrasi berjalan lambat.

 Larutannya sangat encer

Kerugian pemakaian pelarut organik antara lain :

 Harus dipakai labu tertutup gelap

 Harus digojog kuat-kuat untuk memisahkan yodium dari air.

Dalam suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti, perlu dilakukan

pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut larutan baku primer, yaitu

larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara penimbangan zat secara seksama yang

digunakan untuk standarisasi suatu larutan karena zatnya relatif stabil.

Selain itu, pembakuan juga bisa dilakukan dengan menggunakan larutan baku sekunder, yaitu

larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara dibakukan oleh larutan baku primer, karena

sifatnya yang labil, mudah terurai, dan higroskopis. Titrasi iodimetri harus dilakukan dengan lambat

agar I2 sempurna bereaksi dengan sampel, jika titrasi cepat maka I 2 tidak bereaksi sempurna dengan
sampel sehingga titik akhir titrasi lebih cepat tercapai dan hasilnya tidak akurat. Deteksi titik akhir

titrasi pada iodimetri dilakukan dengan menggunakan indikator kanji atau amilum yang akan

memberikan warna biru saat tercapainya titik akhir titrasi.

Standarisasi Larutan Iodin

Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134 mol/liter pada 25˚C) namun larut dalam larutan yang

mengandung ion iodida. Iodin membentuk kompleks triiodida dengan iodida.

I2 + I- ↔ I3-

Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25˚C. Kalium iodida berlebih ditambahkan untuk

meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan keatsirian iodin.

Larutan-larutan iodin standar dapat dibuat melalui penimbangan langsung iodin murni dan

pengenceran dalam labu volumetrik. Iodin akan dimurnikan oleh sublimasi dan ditambahkan ke

dalam larutan KI yang konsentrasinya diketahui yang ditimbang secara akurat sebelum dan sesudah

penambahan iodin. Namun demikian, biasanya larutan tersebut distandarisasi terhadap larutan

standar primer seperti As2O3. Kekuatan reduksi dari HAsO2 tergantung pada pH, seperti yang

ditunjukkan oleh persamaan di bawah :

HAsO2 + I2 + 2H2O ↔ H3AsO4 + 2H+ + 2I-

Nilai konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini adalah 0,17 karena itu reaksi ini tidak berjalan

sampai selesai pada titik ekivalen. Namun demikian, jika konsentrasi ion hidrogen diturunkan, reaksi

dipaksa bergeser ke kanan sehingga bisa digunakan untuk titrasi. Biasanyalarutannya disangga pada

pH sedikit diatas 8 menggunakan natrium bikarbonat . Kelemahan larutan iod adalah :

1. Larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah menguap.

2. Dapat mengoksidasi karet, gabus dan zat-zat organik lainnya.

3. Dipengaruhi oleh udara dengan reaksi sebagai berikut :


4- + O2 + 4H+ → 2 I2 + 2H2O4.

4. Tidak dapat dilakukan pada suasana basa yakni pada Ph > 9 karena akan terjadi reaksi :

I2 + OH-→ HOI + 2H2

O3HOI + 3OH-→ 2- + IO3- + 3H2O

Indikator Iodo-Iodimetri

Larutan I2 dalam larutan KI encer berwarna coklat muda. Bila 1 tetes larutan I 2 0,1 N

dimasukkan kedalam 100 ml aquadest akan memberikan warna kuning muda, sehingga

dapatdikatakan bahwa dalam suatu larutan yang tidak berwarna I 2 dapat berfungsi sebagai indikator.

Warna dari larutan iodin 0,1N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi

dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut

seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisiini digunakan untuk mendeteksi titik

akhir titrasi. Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum digunakan,

karena warna biru gelap darikompleks iodin-kanji bertindak sebagai tes yang sensitif untuk iodin.

Komponen utama kanji yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki rantai lurus dan

memberikan warna biru jika bereaksi dengan iodium. Amilopektin memiliki rantai bercabang dan

memberikan warna merah violet jika bereaksi dengan iodium. Keuntungan penggunaan kanji adalah

harganya murah, sedangkan kerugiannya adalah tidak mudah larut dalam air dingin, tidak stabil pada

suspensi dengan air, karenanya dalam proses pembuatannya harus dibantu dengan pemanasan.

Penambahan indikator kanji sebaiknya dilakukan pada saat medekati titik akhir titrasi karena iod

dengan kanji membentuk kompleks yang berwarna biru yang tidak larut dalam air dingin sehingga

dikhawatirkan mengganggu penetapan titik akhir titrasi. Karena adanya kelemahan ini dianjurkan

pemakaian kanji natrium glukonat yang mana indikator ini tidak higroskopis; cepat larut dan stabil

dalam penyimpanan, tidak membentuk kompleks yang tidak larut dengan iodium sehingga boleh
ditambahkan pada awal titrasi dan titik akhir jelas reprodusibel dan tidak tiba-tiba. Namun indikator

ini harganya mahal.

Mekanisme reaksi indikator kanji adalah sebagai berikut :

Iodimetri : Amilum (tak berwarna) + I2→ iod-amilum (biru)

Iodometri : Iod-amilum (biru) + Na2S2O3→ 2NaI + Na2S4O6 + amilum (tak berwarna)

Perbedaan dari iodometri dan iodimetri berdasarkan perbedaan warna pada titik ekivalennya adalah :

pada iodometri perubahan warna pada titik ekivalen (TE) dari biru menjadi tak berwarna sedangkan

pada iodimetri perubahan warna pada titik ekivalen (TE) dari tak berwarna menjadi biru.

Hal – hal yang harus diperhatikan Pada Titrasi Secara Iodometri :

 Reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH<8), jika terlalu basa,maka

akan terjadi reaksi :

I2 + 2OH-→ IO- (ion hipoiodit) + I- + H2O3IO → 2I- + IO3-(ion iodat)

Sehingga volume tiosufat (titran) berkurang, kesalahan sampai 4% terjadi pada pH sekitar

11,52.

 Larutan kanji yang telah rusak akan memberi warna violet yang sulit hilang warnanya,

sehingga akan mengganggu penitaran.

 Pemberian kanji terlalu awal, dapat menyebabkan iodium menguraikan amilum dan hasil

peruraian mengganggu perubahan warna pada titik akhir.

 Penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam air tetapi mudah

larut dalam KI, jadi KI yang ditambahkan selain mereduksi analit juga melarutkan I 2 hasil

reaksi.

 Larutan tiosulfat (H2S2O3) dapat terdekomposisi, pada suasana yang sangat asam dapat

menguraikan larutan tiosulfat menjadi belerang.


Natrium Tiosulfat sebagai Titran

Larutan standar yang umum digunakan dalam proses iodometri adalah natriumthiosulfat.

Natrium tiosulfat biasanya dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3. 5H2O dan larutan-larutannya

distandarisasi terhadap sebuah larutan primer. Larutan-larutan tersebut tidak stabil dalam jangka

waktu lama, sehingga boraks atau natrium karbonat sering ditambahkan sebagai bahan pengawet.

Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :

I2+ 2 S2O3 2- →2 I-+ S4O62-

Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan. Berat ekivalendari

Na2S2O3.H2O adalah berat molekularnya, 248,17; karena satu elektron per satu molekul hilang. Jika

pH dari larutan diatas 9, tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi sulfat :

4I2 + S2O32- + 5H2O → 8- + 2SO42- + 10H+

Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul, terutama jika

iodin digunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksidasi kuat, seperti garam permanganat, garam

dikromat, dan garam serium (IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat,namun reaksinya tidak

kuantitatif.

Penentuan dengan Iodometri dan Iodimetri

Penentuan Dengan Iodometri

Ada banyak aplikasi proses iodometrik dalam kimia analisis. Penentuan iodometrik tembaga

banyak digunakan baik untuk bijih maupun paduannya. Metode ini memberikan hasil yang sempurna

dan lebih cepat daripada penentuan elektrolitik tembaga. Metoda klasik dari Winkler adalah sebuah
metoda sensitif ntuk menentukan oksigen yang dilarutkan dalam air. Ke dalam sampel air

ditambahkan garam mangan (II),natrium iodida dan natrium hidroksida berlebih. Mn(OH) putih

diendapkan dan secara tepat dioksidasi menjadi Mn(OH)3 coklat. Larutannya kemudian diasamkan,

dan Mn(OH)3 mengoksidasi iodida menjadi iodin, yang kemudian di titrasi dengan larutan standar

dari natrium tiosulfat.

ANALIT REAKSI

Arsenik (v) H3ASO4 + 2I- ↔ HAsO2 + I2 + 2H2O

Bromin Br2 + 2I- ↔ 2Br +I2

Bromat BrO-3 + 6H+ + 6I- ↔Br- + 3I2 + 3H2O

Klorin CI2 +2I- ↔ 2CI- + I2

Klorat CIO-3 + 6H+ + 6I- ↔ CI- +3I2 + 3H2O

Iodat IO-3 + 5I- + 6H+ ↔ 3I2 + 2H2O

Nitrit 2HNO2 + 2I- + 2H+ ↔ 2NO +I2 + 2H2O

Penentuan dengan Iodimetri

Penentuan antimon serupa dengan penentuan arseni, kecuali ion-ion tartrat, C 4H4O62-

ditambahkan ke dalam kompleks antimon dan mencegah pengendapan darigaram-garam sperti

SbOCl ketika larutan dinetralkan. Titrasi dilakukan di dalam sebuah penyangga bikarbonat dengan

pH sekitar 8. Dalam penentuan timah dan sulfit, larutanyang sedang dititrasi harus dilindungi dari

oksidasi oleh udara. Titrasi hidrogen sulfi dan digunakan untuk menentukan belerang di dalam besi

atau baja.

ANALIT REAKSI
Ferisianida 2Fe(CN)4-6 + I2 ↔ 2Fe(CN)3-6 + 2I-

Hidrigen sianida HCN + I2 ↔ ICN + H+ + I-

Hidrazin N2H4 + 2I2 ↔ N2 + 4H+ + 41-

Belerang (sulfida) H2S + I2 ↔ 2H+ + 2I- + S

Belerang (sulfida) H2SO3 +I2 ↔ 2H+ + 2I- + S

Tiosulfat 2SO2-3 + I2 ↔ S4O2-6 + 2H+ + 2I-

Timah (II) Sn2+ + I2 ↔ Sn4+ + 2I-

2.4 Titrasi Argentometri

Dalam kimia analitik, argentometri adalah jenis titrasi yang melibatkan ion perak. Ini

digunakan untuk menentukan jumlah hadir klorida dalam sampel. Larutan sampel dititrasi terhadap

larutan perak nitrat dengan konsentrasi yang diketahui. Ion klorida bereaksi dengan ion perak untuk

menghasilkan perak klorida yang tidak larut:

Ag+ (aq) + Cl- (aq) → AgCl (s) (K = 5.88 × 109)

Di dalam titrasi argentometri dikenal terdapat 3 metode yaitu metode Mohr, metode Volhard,

dan metode Fajans.

a. Metode Mohr

Dalam metode Mohr ini indikator yang digunakan yaitu kalium kromat (K2CRO4). Pada metode

ini larutan standar yang digunakan yaitu perak nitrat ( AgNO3 ). Ion klorida merupakan larutan yang

bertindak sebagai analit yang dapat ditentukan pada metode ini. Selama proses titrasi berlangsung
akan 46 terbentuk endapan putih akibat adanya perak klorida. Indikator yang digunakan pada metode

ini yaitu larutan kalium kromat encer(sekitar 2%).

Maka reaksi yang terjadi yaitu :

Ag+ (aq ) + CI-(aq) → AgCI(aq)putihKsp AgCl = 1,8 +10-10

K2CRO4 (ag) +2AgNO3(aq) → 2KNO3(aq) + Ag2CrO4(s)

Ksp Ag2CrO4 = 1,7 × 10-12

Berdasarkan data Ksp di atas, maka dapat dihitung kelarutan dari AgCl dan Ag2CrO4 dengan cara

sebagai berikut :

 AgCl(s) ↔ Ag- (aq) +Cl-(aq)

Misal kelarutan AgCl = s mol/L , maka: [Ag⁺ ] = [Cl⁻ ] = s mol/L , sehingga:

Ksp = [Ag⁺] [Cl⁻l ]

1,8 × 10-12 = (s)(s)

s= 1,3 × 10-10 mol/L

 Ag2CrO4(s) ↔ 2Ag+ (aq) + CrO42- (aq)

Misal kelarutan Ag2CrO4 = s mol/L , maka: [Ag⁺ ] = 2s dan [CrO₄²⁻] = s mpl/L, sehingga :

Ksp = [Ag⁺ ]² [CrO₄²⁻ ]

1,7 × 10-12= (2s)² (s)

s³ = (7,5 × 10-12) / 4

s = 7,5 × 10-5 mol/L

Jadi berdasarkan perhitungan di atas Ksp AgCl lebih kecil dibandingkan dengan Ksp Ag2CrO4,

maka dapat dipastikan bahwa pengendapan terlebih dahulu terjadi pada AgCl sebab memiliki Ksp

(kelarutan) yang lebih rendah. Setelah semua ion klorida membentuk endapan, kelebihan ion Ag⁺

akanbereaksi dengan indikator metode Mohr ini (kalium kromat) yang akan membentuk endapan
dari Ag2CrO4 yang memiliki warna coklat kemerahan. Konsentrasi dari ion perak pada saat titik

ekivalen berlangsung ditentukan dengan harga Ksp AgCl yaitu:

[Ag⁺ ] = Ksp = 1,8 × 10-10 =1,3 ×10-5 M

dengan demikian konsentrasi dari ion kromat yang diperlukan untuk memperoleh endapan perak

kromat yaitu :

[CrO₄ ²⁻ ] = Ksp /[Ag+]2= 1,7×10-12 / (1,3×10-12)2 = 0,01 M

Pada dasarnya agar terbentuk endapan perak kromat perlu penambahan konsentrasi ion kromat

sebesar 0,01 M. Tetapi jika ditambahkan sedemikian akan menyebabkan terbentuknya warna kuning

yang sangat intensif pada analit. Hal ini menyebabkan warna endapan dari perak kromat akan sukar

diamati karna adanya warna kuning tersebut. Oleh karena itu, penambahan konsentrasi ion kromat

lebih kecil dari 0,01 M agar warna endapan dari perak kromat akan dapat dengan mudah terlihat.

Biasanya konsentrasi ion kromat yang digunakan yaitu 0,005 M sampai dengan 0,01 M.

Pada titrasi argentometri metode Mohr ini harus dilakukan pada pH kisaran 6,5-10. Hal ini

dikarenakan ion 48 kromat merupakan basa konjugasi dari asam kromat. Jika titrasi dilakukan pada

pH <6,5 , maka ion kromat akan terprotonasi dalam bentuk HCrO₄. Ion tersebut selanjutnya berubah

menjadi ion kromat. Ion kromat inilah yang akan mendominasi didalam larutan. Oleh sebab itu,

keasaman larutan pada titrasi argentometri metode Mohr ini sangat penting untuk diperhatikan.

Reaksi yang terjadi jika dilakukan titrasi dengan pH<6,5 :

2H+ (aq) + 2CrO-2 (aq) ↔ 2HcrO4(aq) ↔Cr2O7-2 (aq) + H2O(I)

Kondisi di atas dapat menyebabkan konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil (sedikit) untuk

memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4 . Akibat dari kecilnya konsentrasi dari ion kromat akan

menyebabkan kesulitan dalam menentukan titik akhir titrasi. Oleh sebab itu, pada analit yang

memiliki sifat asam perlu untuk ditambahkan dengan kalsium karbonat agar pH tepat pada kisaran
6,5-10. Selain dengan penambahan kalsium karbonat juga dapat dilakukan dengan penambahan

padatan natrium hidrogen karbonat yang akan membuat pH larutan menjadi naik dengan kisaran pH

6,5-10. Sebaliknya jika titrasi argentometri dengan metode Mohr ini dilakukan pada pH >10 , maka

ion Ag⁺ akan bereaksi dengan ion OH⁻ membentuk endapan AgOH yang berwarna kecoklatan.

Endapan tersebut akan mempersulit dalam pengamatan saat titik akhir titrasi berlangsung.

Reaksi yang terjadi jika dilakukan titrasi dengan pH >10 :

Ag+ (aq) +OH- (aq) ↔ AgOH(s)

Melakukan pengadukan pada saat penambahan larutan standar akan mempermudah pengamatan saat

tercapainya titik akhir titrasi. Selain hal tersebut sebelum titik akhir titrasi tercapai, pengadukan juga

akan menyebabkan endapan perak kromat akan terurai atau larut kembali. Hal lain yang perlu

diperhatikan dalam titrasi argentometri metode Mohr ini yaitu saat larutan perak nitrat dan endapan

perak klorida yang terbentuk harus jauh dari paparan sinar matahari sebab perak klorida dapat

terdekomposisi menjadi logam perak dan klor. Menurut reaksi :

2AgCl(s) → 2Ag(s) +Cl2(g)

Kedua hal yang telah dikemukakan di atas akan mempengaruh ketepatan dan kecermatan hasil

analisis. Oleh sebab itu, maka perlu dibutuhkan larutan blanko pada saat melakukan titrasi

argentometri ini. Larutan blanko untuk mengoreksi hasil dari titrasi yang telah dilakukan. Larutan

blanko diperlukan dengan menggunakan metode yang sama selama analisis akan tetapi tanpa larutan

analit.Sebelum dilakukan untuk menentukan kuantitas analit, larutan perak nitrat yang merupakan

larutan standar sekunder terlebih dahulu dilakukan standarisasi untuk mengetahui konsentrasi dari

larutan tersebut. Standarisasi oleh larutan perak nitrat dapat dilakukan menggunakan larutan natrium

klorida standar.

b. Metode Volhard
Titrasi argentometri metode Volhard ini indikator yang digunakan yaitu Fe(III) atau ion Fe³⁺

dan ion tiosianat (SCN⁻) bertindak sebagai larutan standar. Titik akhir titrasi pada metode Volhard

ini ditandai dengan perubahan warna putih menjadi merah. Titrasi dengan metode ini merupakan

titrasi langsung terhadap Ag⁺ serta merupakan titrasi balik terhadap ion klorida, bromida dan iodida.

Penambahan AgNO₃ dalam jumlah tertentu dan berlebih, kemudian kelebihan larutan perak nitrat

(AgNO₃) tersebut akan dititrasi dengan larutan standar ion tiosianat (SCN⁻). Setelah titik ekivalen

berlangsung, penambahan ion tiosianat (SCN⁻) ini akan bereaksi dengan indikator Fe(III)

membentuk ion kompleks yang berwarna merah. Dan saat perubahan warna inilah titrasi harus

segera dihenmtikan karna sudah mencapai titik akhir titrasi.

Reaksi yang terjadi pada titrasi argentometri ini dengan menggunakan metode Volhard yaitu sebagai

berikut :

Ag+ (aq) berlebih + Cl- (aq) → AgCl (s)(putih)

Ag+ (aq) sisa + SCN- (aq) → AgSCN (s)(putih)

Fe3+(aq) + SCN-(aq) → Fe (SCN)+ (kompleks berwarna merah)

Titrasi argentometri dengan menggunakan metode Volhard ini biasanya disebut sebagai titrasi

balik atau titrasi kembali. Mol analit ditentukan dari pengurangan jumlah mol perak yang

ditambahkan dengan mol larutan standar tiosianat. Seperti larutan perak nitrat, larutan tiosianat juga

harus dilakukan standarisasi terlebih dahulu menggunakan perak nitrat standar yang digunakan untuk

mengetahui konsentrasi atau kadar dari larutan tiosianat tersebut.

c. Metode Fajans

Pada titrasi argentometri menggunakan metode Fajans ini menggunakan indikator yang disebut

dengan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ini merupakan senyawa organik yang dapat berubah
warnanya jika teradsorpsi pada permukaan endapan. Misalnya titrasi antara ion klorida dengan

larutan standar Ag⁺ , yang reaksinya :

Ag+ (aq) + Cl- (aq) → AgCl(s) (putih)

Titrasi tersebut menunjukkan proses adsorpsi dengan menggunakan indikator yang bermuatan

negatif seperti fluoroscein (Fl⁻). Saat sebelum tercapai titik ekivalen larutan tersebut memiliki Cl⁻

yang berlebih , sehingga indikator fluoroscein (Fl⁻) tidak teradsorpsi pada permukaan endapan yang

menyebabkan permukaan endapan masih diselimuti oleh ion Cl⁻ yang bebas akibatnya antara

endapan dengan Fl⁻ saling tolak menolak.

Reaksinya adalah

(AgCl)Cl⁻ + Fl⁻ → tidak ada adsorpsi

Endapan akan bersifat netral pada saat titik ekivalen berlangsung, karena pada saat titik ekivalen

berlangsung ion Cl⁻ maupun Ag⁺ tidak ada lagi dipermukaan endapan. Hilangnya kedua ion tersebut

akibat adanya reaksi yang berlangsung. Penambahan sejumlah kecil ion Ag⁺ pada saat setelah titik

ekuivalen berlangsung akan menyebabkan lebihnya jumlah muatan ion Ag⁺ didalam larutan tersebut,

sehingga pada permukaan endapan hanya terdapat ion Ag⁺ dan Fl⁻. Ion Fl⁻ akan teradsopsi pada

permukaan endapan melalui gaya elektrostatis. Gaya elektrostatis merupakan gaya yang timbul yang

memiliki muatan listrik statik. Jika muantan yang dimiliki sama atau sejenis maka akan saing tolak

menolak tetapi jika muatan yang dimiliki berlawanan jenis maka akan saling tarik menarik. Adanya

ion Fl⁻ yang teradsorpsi ini mengakibatkan terjadinya perubahan warna indikator.

Dengan reaksi :

(AgCl)Ag⁺ + Fl⁻ → (AgCl) (Ag⁺Fl⁻)


Semua indikator adsorpsi dapat teradsopsi pada permukaan endapan karena indikator adsorpsi

bersifat ionik. Ion sulfat dengan ion barium dalam pelarut aseton yaitu thorin atau alizarin yang

merupakan indikator adsorpsi yang sering digunakan untuk proses penitrasian.

Penggunaan indicator adsorpsi ini memiliki keuntungan yaitu memiliki galat yang kecil dalam

penentuan titik akhir titrasi dan pada saat titik akhir titrasi berlangsung perubahan warna dapat

diamati dengan jelas. Indikator ini saat digunakan pada saat titrasi argentometri menghasailkan

endapan yang luas permukaan yang besar, sehingga indicator dapat teradsorpsi dengan baik. Jenis

indicator adsorpsi dan kegunaanya :

Indikator Titrasi Kondisi Larutan

Fluoresecein CI- dengan Ag+ Ph 7-8

Diklorofluoresecein CI- dengan Ag+

Brom hijau SCN- dengan Ag+ Ph 4-5

Eosin Br-, I-, SCN- dengan Ag+ Ph 2

Metil ungu Ag+ dengan CI- Laruran asam

Rhodamin 6 G Ag+ dengan CI- Hno3 (0,3M)

Thorin SO42- dengan Ba+ PH 1,5-3,5

Bromfenol biru Hg2+ dengan CI- Larutan 0,1 M

Ortokrom T Pb2+ dengan CO4 2- Netral laarutan 0,02M


Penentuan Titik Akhir Titrasi

Berikut merupakan penentuan titik akhir titrasi:

 Pembentukan Suatu Endapan Berwarna

Sebagai contoh pada metode Mohr untuk penetapan klorida dan bromide. Larutan kalium

kromat ditambahkan sedikit pada suatu larutan netral dari ion klorida dengan larutan perak

nitrat. Penambahan sedikit larutan kalium kromat ini berfungsi sebagai indikator pada

larutan tersebut. Saat titik akhir titrasi berlangsung ion kromat dengan ion perak akan

membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah. Dalam titrasi menggunakan

metode Mohr ini hendaknya dilakukan pada suasana yang netral atau sedikit basa yaitu pH

sekitar 6,59.

 Pembentukan Suatu Senyawaan Berwarna yang dapat Larut

Metode Volhard digunakan sebagai contoh dalam prosedur ini, titrasi dengan adanya

perak yaitu asam nitrat bebas dengan larutan standar kaliun atau ammonium tiosianat dan

sebagai indikatornya digunakan Fe³⁺. Saat penambahan larutan standar tiosianat awalnya

akan menghasilkan endapan perak klorida. Kelebihan larutan tiosianat akan dapat

menghasilkan larutan kompleks yang berwarna coklat kemerahan.

Reaksinya :

Ag⁺ + SCN⁻ → AgSCN

Fe³⁺ + SCN⁻ → FeSCN²⁺

Metode ini dapat juga digunakan untuk penetapan klorida, bromide dan iodide dalam larutan

asam. Ditambahkan secara berlebih larutan standar perak nitrat dan kelebihannya dititrasi

lagi dengan larutanm standar tiosianat.

Reaksi :

Ag⁺ + Cl⁻ → AgCl

Ag⁺ + SCN⁻ → AgSCN


 Penggunaan Indikator Adsorpsi

Dinamakan indikator adsorpsi karena pada saat terjadi titik ekuivalen, indikator itu

diserap (diadsorpsi) oleh permukaan endapan tersebut dan selama proses itu suatu larutan

akan mengalami perubahan dalam indikator yang menimbulkan adanya perubahan warna

pada larutan tersebut. Zat yang digunakan yaitu zat-zat warna asam seperti, fluoresein yang

digunakan sebagai garam natriumnya. Pada titrasi menggunakan perak klorida dengan

larutan perak nitrat, perak klorida akan mengendap dan terjadi proses adsorpsi oleh ion-ion

klorida dan ion fluoresein akan membentuk senyawa yang kompleks dari perak yang

berwarna merah jambu.

Perbedaan Metode pada Titrasi Argentometri

Metode Indikator Suasana Metode Yang di Titik akhir titrasi

Reaksi dalam

buret

Mohr K2CrO4 Netral Langsung AgNO3 Endapan merah

bata

Volhard Fe3+/ Fe allum Asam Tidak KCNS Larutan merah

Langsung bata

Fajans Adsorpsi Netral Langsung AgNO3 Larutan pink


2.5 Titrasi Kompleksometri

Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkanreaksi

kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA( disodium

ethylendiamintetraasetat/ tritiplex/ komplekson, dll ). Senyawa ini dengan banyakkation membentuk

kompleks dengan perbandingan 1 : 1, Beberapa valensinya:

M2+ + (H2Y) = (MY)2- +2H + M3+ + (H2Y) =(MY)- +2H + M4+ +(H2Y) = (MY) + 2H+

Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling

mengkompleks,membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks

atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam

titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini

pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri:

Ag+ + 2 CN- = Ag(CN)2

Hg2+ + 2Cl- = HgCl2

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik

melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit

terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion

logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral. Titrasi kompleksometri

juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ionkompleks ataupun

pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya

kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di

atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang
menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ionpusat, disebut ligan, dan dalam

larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :

M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks, yaitu :

1. Kemampuan mengkompleks logam-logam. Kemampuan mengkompleks relatif (dari) logam-

logam digambarkan dengan baik menurut klarifikasi Schwarzenbach, yang dalam garis

besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam Lewis (penerima pasangan

elektron) kelas A dan kelas B.

2. Ciri-ciri khas ligan itu. Di antara ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai

mempengaruhi kestabilan kompleks dalam mana ligan itu terlibat, adalah :

 Kekuatan basa dari ligan itu

 Sifat-sifat penyepitan (jika ada)

 Efek-efek steril (ruang)

Keinertan dan kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum

berikut ini merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari berbagai unsur,

yaitu diantaranya :

 Unsur grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.

 Dengan kekecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisibaris-pertama, membentuk

kompleks-kompleks labil.

 Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks inert.

Suatu reaksi kompleks dapat dipakai dalam penitaran apabila:


 Kompleks cukup memberikan perbedaan pH yang cukup besar pada daerah titik setara.

 Terbentuknya cepat.

Beberapa jenis senyawa Kompleks

Ada 2 jenis lignan dilihat dari jumlah atom donor di dalamnya :

 Ligand monodentat : terdapat 1 atom di dalamnya

 Ligand polidentat : terdapat lebih dari 1 atom donor di dalamnya

Contoh beberapa komplekson :

1. Asam nitrilotriasetat (III), nama lainnya adalah :

 NITA

 NTA

 Komplekson I

2. Asam trans-1, 2- diaminosikloheksana-N,N,N’,N’- tetraasetat(IV)

Nama lainnya adalah:

 EDTA

 DcyTA

 DCTa

 Komplekson IV

3. Asam 2,2’2 etilenadioksibis (etiliminodiasetat) (V), nama lainnya : Asametilenaglikolbis (2-

aminoetil eter) N,N,N’,N-tetraasetat (EGTA)

4. Asam trietilenatetramina-N,N,N’,N”,N”’,N”’- heksaasetat (TTHA)


Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satujenis

asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi

dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksilnya atau disebut ligan

multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi permolekul, misalnya asam 1,2

diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, ETDA) yang mempunyai dua atom nitrogen

penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul.

Suatu ETDA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam

sehingga ETDA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak masam, dapat terjadi

protonsi parsial ETDA tanpa pematahan sempurna kompleks logam yang menghasilkan spesies

eperti CuHY- . Ternyata bila beberapa ion logaam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi

dengan ETDA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut.

Faktor-faktor yang akan membantu menaikkan seleksivitas,yaitu :

 Dengan mengendalikan ph larutan dengan sesuai

 Dengan menggunakan zat-zat penopang

 Kompleks-kompleks sianida

 Pemisahan secara klasik

 Indikator

 Anon-anion

 ‘penopengan kinetik’

Indikator

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan idikator yang berguna sebagai tanda

tercapai titk akhir titrasi. Ada lima syarat suatu iindictorion logam dapat digunakan pada

pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu :


1. Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila semua ion logam

telah berkompleks dengan ETDA larutan akan berwarna kuat.

2. Reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus) atau sedikitnya selektif.

3. Kompleks indicator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup karena disosiasi

tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam.

4. Kompleks indicator logam itu harus kurang stabil disbanding kompleks logam-ETDA

untuk menjamin agar pada titk akhir ETDA memindahkan ion-ion logam dari

kompleks indicator logam ke kompleks logam-ETDA harus tajam dan cepat.

5. Kontras warna antara indicator bebas dan kompleks indicator logam harus sedemikian

sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terahadap ion logam yaitu

terhadaap PM sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik

ekuivalen. Larutan indicator yang banyak digunakakan dalam titrasi kompleksometri

adalah :

 Hitam eriokrom

 Bromopirogalol merah

 Timolftalekson

Kesalahan Titrasi

Kesalahan titras kimpleksometri tergantung pada cara yang dipakai untuk mengetahui

titik akhir. Pada prinsipnya ada dua cara, yaitu kelebihan titran yang pertama ditunjukkan

atau berkurangnya konsentrasi komponen tertentu sampai batas yang ditentukkan dideteksi.

Pertama kesalahan titrasi dihitung dengan cara yangn sama pada titrasi pengendapan. Kedua

digunakan senyawa yang membntuk senyawa kompleks yangn berwarna tajam dengan logam

yang ditetapkan. Warna ini hilang atau berubah sewaktu logam telah diikat menjadi kompleks

yang lebih stabil, misalnya ETDA


Kegunaan

1. Penetatapan Total Kesadahan Air

Pada umumnya kesadahan jumlah air disebabkan oleh kandungan garam, kalsium

atau magnesium. Larutan Mg2+ dan ion Ca2+ dititar secara kopmpleksometri dengan

larutan ETDA dan digunakan petunjuk EBT. Pertama-tama ETDA akan bereaksi

dengan ion Ca2+ kemudian dengan ion Mg2+ dan akhirnya dengan senyawa rangaki

Mg-EBT yang berwarna merah anggur. Titik akhir pada pH 7-11 dengan adanya

perubahan warna dari merah anggur menjadi biru yang berasal larutan petunjuk yang

bebas.

2. Penetatapan Kadar Mg dan MgCI2

Pada pH 10 Mg dapat ditetapkan secara kompleksometri Mg 2+ dalam contoh dapat

bereaksi dengan ETDA dan menggunakan indicator EBT Mg dan EBT membentuk

senyawa rangkai yang berwarna merah anggur. Larutan petunjuk yang bebas warna

biru pada pH 7-11 warna larutan pada titik akhir berubah dari warna merah menjadi

biru.

3. Analisis Kadar Attapulgite dalam Tablet A

Attapulgite dalam tablet A dapat ditetapkan dengan cara titrasi kompleksometri.

Attapulgite dapat dititar dengan ETDA 0,05 M. Dengan indicator EBT akan

menghasilkan titik akhir berwarna biru kecoklatan.

Kelebihan

ETDA stabil akan mudah larut dan menunjukkan komposisi kimiawi yang terentu.

Selektivitas kompleks dapat diukur dengan pengendalian pH, missal Mg, Cr, Cad an Ba dapat

dititrasi pada pH 11 : Mn2+, Fe, Co, Ni, Cd, Al, Pb, Cu, Ti dan V dapat dititrasi pada pH 4-7 terakhir

logam seperti Hg, BI, Cr, Ca, In, Sc, Ti, V dan Th dapat dititrasi pada pH 1-4 ETDA sebagai natrium
Na2H2Y sendiri merupakan standar primer sehingga tidak perlu distandarisasi lebih lanjut.

Kompleks yang mudah larut dalam air ditemukan. Suatu titik ekuivalen segera tercapai dalam titrasi

dan akhirnya titrasi kompleksometri dapat digunakan untuk penentuan logam pada operasi sekala

semi-mikro.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asidimetri adalah analisia titrimetri yang menggunakan larutan baku asam kuat sebagai

titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa. Titrasi alkalimetri

adalah suatu proses titrasi untuk penentuan konsentrasi suatu asam dengan menggunakan larutan

basa sebagai standar. TAT dari asidimetri dan alkalimetri adalah terbentuknya warna pink. Iodometri

adalah analisa titrimetric yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator. TAT-nya

warna hijau muda terang. Sedangkan iodometri merupakan titrasi langsung dan merupakan metode

penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi
dengan sample. Indikator yang digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada

titik akhir penitran. Permanganometri adalah penetepan kadar zat berdasarkan hasil oksidasi dengan

KMnO4. Selanjutnya Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam

suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pembentukan endapan dengan Ag+.

3.2 Saran

Dalam melakukan titrasi asidimetri, alaklimetri, iodometri, iodimetri, permanganometri

maupun argentometri haruslah memperhatikan prinsip dan metode apa yang digunakan dalam proses

tersebut. Serta memperehatikan titik akhir yang seharusnya terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, James E 1994 “ Kimia Universitas Edisi Kelima “. Jilid Pertama. Penerbit Erlangga : Jakarta

Diakses pada tanggal 22/08/2022 Pukul 13.00

Day, R.Ajr and, A. L. Underwood 1988 “ Analisi Kimia Kuantitatif “. Edisi Revisi Terjemahan.

R.Soendoro dkk. Erlangga : Jakarta

Diakses pada tanggal 25/08/2022 Pukul 10.05

Khopkar, S.M.(1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press


Diakses pada tanggal 26/08/2022 Pukul 09.50

Ibnu,Sodiq.2005.Kimia Analitik I. Malang : UM Press

Diakses pada tanggal 26/08/2022 Pukul 18.15

Anda mungkin juga menyukai