76279996-makalah-KAD Kel 4 Bu Pitri
76279996-makalah-KAD Kel 4 Bu Pitri
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketoasidosis Diabetikum merupakan komplikasi akut yang paling serius yang
terjadi pada anak-anak pada DM tipe 1, dan merupaka kondisi gawat darurat yang
menimbulkan morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang
diketahui baik dari patogenesisnya maupun dalam hal diagbosis dan tata laksananya.
Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru dengan DM tipe
1, tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika Utara angkanya berkisar 15-67 %,
sedangkan di Indonesia dilaporkan antara 33-66 %
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara
tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan
dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abnormalitas
metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal,
okular, neurologik dan kardiovaskuler.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus yang
serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. KAD memerlukan
pengelolaan yang cepat dan tepat, mengingat angka kematiannya yang tinggi.
Pencegahan merupakan upaya penting untuk menghindari terjadinya KAD.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan
disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini
terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang
paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang
disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum
terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II)
B. ETIOLOGI
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung
insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun.
Sedangkan non insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus
tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin.
Resistensu insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya
terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami
desensitisasi terhadap glukosa.
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia
dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
1. Infeksi
2. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong
peningkatan proses katabolik . Menolak terapi insulin
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Assosiation (1997) sesuai anjuran
perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah :
Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap
100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh
sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat
dengan jumlah yang sesuai.
Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan.
EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-
7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi
respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan
keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam
darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion
untuk menilai derajat asidosis.
Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat
berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons
terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal,
dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis
diabetik (KAD).
Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran
kencing yang mendasari.
Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8.
Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya
memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330
mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis),
maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada
dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum
yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
Tabel 1. Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian) metabolik pada
diabetes.
(HONK)
Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada hebat
Dehidrasi Dominan dominan bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada ada
Pemeriksaan Diagnostik
Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis.
Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
Asidosis, bila pH darah < 7,3.
kadar bikarbonat < 15 mmol/L).
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma yang lain
termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis
laktat, intoksikasi salisilat, bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis
pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung
koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan
tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar
glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan
dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai
berupa koma dan kejang-kejang.
6. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan
pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan
mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.
I. PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis
(hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
Resusitasi
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk
menghindari aspirasi lambung.
Observasi Klinik
a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
Rehidrasi
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)
rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
Penggantian Natrium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun
konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium
intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan
pemberian insulin dan asidosis teratasi.
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi,
dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40
mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
Penggantian Bikarbonat
c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang
persistent.
d. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1
jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan ¼ dari
kebutuhan.
Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun
insulin belum diberikan.
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak
< 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml
atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam
500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½ Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10 ½
Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi
penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon
pemberian insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau
subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,
meliputi:
Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1) Memulai diet
per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL, pH >
7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit
sesudah snack berakhir.
3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60 menit
sesudah makan utama berakhir.
1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan anak
dapat menghabiskan makanan utama.
2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv
diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung kadar
gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan
dosis basal sebelumnya.
c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7
sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur.
Syok+dehidrasi berat
Penurunan kesadaran Dehidrasi >5%
Asidosis(hiperventilasi) -krisis sedang
Syok -bisa makan/minum
Resusitasi:
muntah
-Airway/nasogastric tube
-Berikan oksigen masker 100% -Berikan insulin sc
IVFD:
-Terapi syok: NS 20ml/kg(bisa -Rehidrasi oral
-Tentukan kebutuhan cairan+deficit
diulang)
-Koreksi deficit dalam 48 jam
-Menggunakan normal salin
-EKG
-Tambahan KCL 40 mmol/L cairan Tidak ada perbaikan
Observasi ketat:
-kadar gula darah setiap 1 jam Kesadaran menurun,sakit
Asidosis tidak -balans cairan setiap 1jam kepala,penurunan
-status neurologis HR,irritable/gelisah,inkontinen
membaik
-elektrolit darah sia,specific neurological sign
-EKG:perubahan gel T
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Ny R 45 tahun datang dirawat di IGD karena tidak sadarkan diri. Pasien terdiagnosa DM
tipe I sejak kecil. Sudah 2 hari ini keluarga menyatakan klien mengalami stress akibat
kondisi suami beliau yang sedang dirawat di RS karena mengalami serangan jantung.
Klien saat ini terpasang oksigen dan diberikan IVFD Normal Saline. Klien mendapatkan
terapi insulin per drip. Saat ini berdasarkan hasil pengkajian pada klien didapatkan GD
klien adalah 450 mg/dl, HCO3=10 meq/L, pH darah 7.
ANALISA DATA
A. Pengkajian
Pengkajian KAD pada KGD didasarkan pada prinsip – prinsip skala prioritas : Airway
(A), Breating (B), Circulation (C), dan pengkajian esensial yang lain.
1. Anamnesa
2. Keluhan utama
Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi, Polifagi; lemas, luka sukar
sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran dengan sebab tidak diketahui. Pada lansia
dapat terjadi nepropati, neurophati atau retinophati, serta penyakit pembuluh darah.
3. Eliminasi
S : Poliuri, nokturia, nyeri BAK, diare
O : Oliiguri/ anuri, urin keruh, bising usus turun
4. Makanan/ cairan
S : Anoreksia, mual, muntah, haus
O : Kulit kering, turgor turun, distensi abdomen, muntah
5. Respirasi
S : Batuk dengan atau tanpa sputum
O : Takhikardi, nafas kusmaul, nafas bau aseton
6. Neurosensori
S : Pusing, nyeri kepala, mati rasa, kelemahan otot, paratesia, gangguna penglihatan
O : Disorientasi, letargi, stupor, koma, gangguan memori, kejang
7. Keamanan
S : Kulit kering, ulserasi kulit
O : panas, diaporesis, kulit pecah, penurunan ROM
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun,
2. Sistem pernafasan
Nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang paru.
3. Sistem integument
Turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering.
4. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi
5. Sistem gastrointestinal
Nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia
6. Sistem neurologi
Sakit kepala, kesadaran menurun
7. Sistem penglihatan
Penglihatan kabur
Definisi :
- klien menunjukan pola nafas efektif, dibuktikan dengan status pernafasan yang tidak
berbahaya: ventilasi dan status TTV
- klien menunjukan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu, ditandai dengan :
kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas, ekspansi dan simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan, kusmaul (-),
INTERVENSI RASIONAL
1. Pemantauan pernapasan: 1. Pemantauan pernapasan
a. pantau adanya pucat dan sianosis a. Pucat dan sianosis merupakan tanda
b. pantau kedalaman nafas, penurunan ambilan oksigen di paru-
kecepatan, irama, dan usaha paru akibat hiperventilasi sehingga
repirasi. menyebabkan penurunan aliran
c. Perhatikan kesimetrisan dada, oksigen ke kapiler.
penggunaan otot bantu b. Pola dan kecepatan pernafasan
pernapasan, dipengaruhi oleh status asam basa,
d. Pantau pola pernapasan status hidrasi, status cardiopulmonal
hipervenliasi, pernapasan kusmaul dan sistem persyarafan. Keseluruhan
dan nafas berbau koton faktor harus dapat diidentifikasi
e. Kaji kemungkinan adanya secret untuk menentukan faktor mana yang
yang mungkin timbul berpengaruh/paling berpengaruh
f. Pantau Kadar AGD c. Hiperventilasi dan kusmaul akan
meningkatkan kerja pernapasan
2. Pertahankan oksigen masker 100 % d. Paru-paru mengeluarkan asam
3. Pastikan jalan nafas tidak tersumbat karbonat melalui pernafasan yang
4. Baringkan klien pada posisi nyaman, menghasilkan kompensasi alkalosis
semi fowler respiratorik terhadap keadaan
ketoasidosis. Pernafasn yang berbau
keton berhubungan dengan
pemecahan asam ketoasetat dan
harus berkurang bila ketosis harus
terkoreksi
e. Penurunan kesadaran mampu
merangsang pengeluaran sputum
berlebih akibat kerja reflek
parasimpatik dan atau penurunan
kemampuan menelan
f. AGD normal menunjukan perbaikan
sirulasi ogsigen darah, terutama pada
pambuluh kapiler. Evaluasi rutin
konsentrasi HCO3, CO2 dan O2
merupakan bentuk evaluasi objektif
terhadap keberhasilan terapi dan
pemenuhan oksigen
2. Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi
keasaman memberikan respon
penurunan CO2 dan O2, Pemberian
oksigen sungkup dalam jumlah yang
minimal diharapkan dapat
mempertahankan level CO2
3. Pengaturan posisi ekstensi kepala
memfasilitasi terbukanya jalan nafas,
menghindari jatuhnya lidah dan
meminimalkan penutupan jalan nafas
oleh sekret yang munkin terjadi
4. Pengaturan posisi ekstensi kepala
memfasilitasi terbukanya jalan nafas,
menghindari jatuhnya lidah dan
meminimalkan penutupan jalan nafas
oleh sekret yang munkin terjadi
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji riwayat durasi/intensitas mual, 1. Membantu memperkirakan
muntah dan berkemih berlebihan pengurangan volume total. Proses
infeksi yang menyebabkan demam
dan status hipermetabolik
meningkatkan pengeluaran cairan
insensibel.
2. Monitor tanda-tanda vital dan
2. Hypovolemia dapat dimanifestasikan
perubahan tekanan darah orthostatic
oleh hipotensi dan takikardia.
Hipovolemia berlebihan dapat
ditunjukkan dengan penurunan TD
lebih dari 10 mmHg dari posisi
berbaring ke duduk atau berdiri.
3. Monitor perubahan pernafasan :
kussmaul, bau aceton
3. Pelepasan asam karbonat lewat
respirasi menghasilkan alkalosis
respiratorik terkompensasi pada
ketoasidosis. Napas bau aceton
disebabkan pemecahan asam keton
4. Observasi kualitas nafas, penggunaan
dan akan hilang bila sudah terkoreksi
otot asesori dan cyanosis
BB, nadi tidak teratur dan adanya menimbulkan muntah dan potensial
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia (1990), Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit , EGC, Jakarta
2. Prof.DR.H.Tabrani.2008.agenda gawat darurat (critical care).
Bandung.PT.Alumni
3. Santoso, Budi (alih bahasa). 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda
2005-2006 Definisa & Klasifikasi. Prima Medika. Jakarta.
4. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
5. Novianto, Dewi. 2011. Askep Ketoasidosis Diabetikum. http//askep-
ketoasidosis-diabetikum.html. diakses pada 8 Desember 2011.