Anda di halaman 1dari 2

KOMA DIABETIKUM

DIAGNOSIS

Diagnosis ensefalopati uremik biasanya berdasarkan gejala klinis dan kemajuannya setelah
dilakukan terapi yang adekuat. Pemeriksaan laboratorium pada UE antara lain darah lengkap,
elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, fungsi hati dan amonia. Pada UE terdapat nilai kreatinin yang
tinggi. Darah lengkap diperiksa untuk melihat adanya anemia karena dapat berperan dalam beratnya
perubahan status mental. Sementara jika ditemukan leukositosis menunjukkan adanya proses infeksi.
Elektrolit, dan glukosa diperiksa untuk menyingkirkan penyebab ensefalopati lainnya.

Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan untuk menyingkirkan dugaan infeksi. Pada ensefalopati
uremik, LCS sering abnormal, kadangkala menunjukan pleositosis ringan (biasanya <25 sel/mm 3) dan
meningkatnya konsentrasi protein (biasanya <100mg/dl).

EEG biasanya abnormal, tetapi tidak spesifik namun berhubungan dengan gejala klinis. Selain
itu, EEG dapat berguna untuk menyingkirkan penyebab lain dari konfusi seperti infeksi dan
abnormalitas struktural. Gambaran EEG yang sering ditemukan adalah perlambatan secara general.

Pencitraan otak seperti CT scan atau MRI dilakukan untuk menyingkirkan adanya hematom
subdural, stroke iskemik. Namun biasanya menunjukkan atrofi serebri dan pelebaran ventrikel pada
pasien dengan chronic kidney disease.

TATALAKSANA

Pada penatalaksanaan uremic encephalopathy, penyakit ginjal yang terjadi sangat penting,
karena pada keadaan irreversibel dan progresif, prognosis buruk tanpa dialisis dan transplantasi renal.
UE akut ditatalaksana dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis, walaupun biasanya dibutuhkan
waktu 1 sampai 2 hari dibutuhkan untuk mengembalikan status mental. Kelainan kognitif
dapatmenetap meskipun setelah dialisis. Kerugian dari dialisis adalah sifat non-spesifik sehingga
dialisis juga dapat menghilangkan komponen esensial. Transplantasi ginjal juga dapat
dipertimbangkan.

Eliminasi toksin uremik juga dipengaruhi oleh uptake intestinal dan fungsi renal. Uptake
intestinal bisa dikurangi dengan mengatur diet atau dengan pemberian absorbent secara oral. Studi
menunjukkan untuk menurunkan toksin uremik dengan diet rendah protein, atau pemberian
prebiotik.atau probiotik seperti bifidobacterium. Menjaga sisa fungsi ginjal juga penting untuk
eliminasi toksin uremik.
Dalam praktek klinis, obat antikonvulsan yang sering digunakan dalam menangani kejang
yang berhubungan dengan uremia adalah benzodiazepine untuk kejang myoklonus, konvulsif atau
non-konvulsif parsial kompleks atau absens; ethosuximide, untuk status epileptikus absens;
Fenobarbital, untuk status epileptikus konvulsif. Sementara itu, gabapentin dapat memperburuk
kejang myoklonik pada end stage renal disease.

Benzodiazepin (BZD) dan Fenobarbital bekerja meningkatkan aktivitas GABA dengan


berikatan pada kompleks reseptor GABA A, sehingga memfasilitasi GABA untuk berikatan dengan
reseptor spesifiknya. Terikatnya BZD menyebabkan peningkatan frekuensi terbukanya channel
klorida, menghasilkan hiperpolarisasi membran yang menghambat eksitasi selular.

Koreksi anemia dengan eritropoetin rekombinan pada pasien dialisis dengan target Hb 11
sampai 12 g/dl dapat berhubungan dengan meningkatnya fungsi kognitif dan menurunkan
perlambatan pada EEG.

Anda mungkin juga menyukai