Sulisetijono2)
Materi pembelajaran biologi berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata. Biologi berkembang dari hasil kerja para peneliti biologi,
penggalian pengetahuan dari objek-objek biologi. Objek biologi merupakan makhluk
hidup. Penggalian ciri objek harus dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap
objek tersebut. Dengan demikian semua makhluk dapat menjadi objek pengamatan.
Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran meliputi mengamati
(observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting),
membentuk jejaring (networking). Salah satu sasaran pengamatan suatu objek biologi
adalah bentuk dan susunan tubuh. Kegiatan untuk mengamati bentuk dan susunan tubuh,
maka perlu dipersiapkan satuan objek pengamatan, dapat berupa: sel, jaringan, organ-
organ penyusun tubuh individu. Objek pengamatan juga dapat berupa populasi, komunitas,
atau ekosistem. Untuk melakukan pengamatan perlu mempersiapkan objek pengamatan.
Pembuatan sayatan untuk mengamati susunan sel atau jaringan, pembuatan awetan organ
atau bagian organ, atau melakukan pembedahan.
Berdasarkan sifat ketahanannya, preparat dapat dibedakan menjadi preparat
sementara (preparat basah), preparat semipermanen (setengah awetan) dan preparat
permanen (awetan). Preparat sementara bersifat tidak tahan lama dan biasanya hanya
untuk sekali pengamatan. Preparat ini menggunakan medium air atau bahan kimia yang
mudah menguap. Preparat semipermanen menggunakan media gliserin dan mampu
bertahan untuk sekitar seminggu penyimpanan. Preparat permanen atau preparat awetan
merupakan preparat yang diawetkan menggunakan balsam kanada atau entelan, glycerin
jelly, lactophenol atau senyawa lain sebagai agen mountingnya. Preparat permanen dapat
bertahan beberapa lama.
A. Koleksi dan Pembuatan Preparat
Pada objek dapat digali gejala-gejala, penemuan masalah dan pemecahannya. Namun
tidak semua objek dengan mudah ditemukan di sekitar. Untuk objek tumbuhan atau hewan
yang cukup langka, atau habitatnya jauh (misal di pantai), maka dibutuhkan suatu koleksi
awetan.
Untuk koleksi objek perlu diperhatikan kelengkapan organ tubuh, pengawetan dan
penyimpanannya. Koleksi objek harus memperhatikan pula kelestarian objek tersebut.
Pengambilan objek perlu ada pembatasan. Salah satunya dengan cara pembuatan awetan.
Pengawetan dapat dilakukan terhadap objek tumbuhan maupun hewan. Pengawetan dapat
dengan cara basah ataupun kering. Cara dan bahan pengawetnya bervariasi, tergantung
sifat objek.
49
50
Organ tumbuhan berdaging seperti buah, biasanya dilakukan dengan awetan basah.
Daun, batang dan akar, umumnya dengan awetan kering berupa herbarium. Demikian
halnya untuk pengawetan hewan. Hewan dapat diawetkan dengan cara kering ataupun
basah. Macam-macam serangga dapat diawetkan cara kering disebut insektarium. Awetan
kering untuk burung atau mamalia yang terbuat dari awetan kulitnya disebut taksidermi.
Pengawetan juga dapat dilakukan terhadap hewan-hewan Avertebrata lainnya.
Objek tumbuhan yang dibuat sediaan dan diamati di bawah mikroskop, kadang kala
perlu diawetkan untuk pengamatan berulang. Pengawetan dapat dilakukan secara semi
permanen ataupun permanen. Sebelum dilakukan pengawetan, maka perlu dilakukan
pembuatan preparat.
50
51
51
Gambar 3. Langkah-langkah dalam Pembuatan Preparat Irisan Melintang Daun Mahkota Bunga
52
52
53
4. Tangkai daun diiris secara melintang setipis mungkin. Arah irisan mengarah ke praktikan. Hasil irisan
yang baik berupa lembaran tipis yang transparan.
5. Hasil irisan diletakkan pada tetesan air dalam kaca benda, kemudian ditutup dengan kaca penutup.
6. Kaca benda bagian bawah dilap agar sisa-sisa air pada permukaan bawah kaca benda tidak membasahi
meja benda mikroskop.
53
54
Pembuatan preparat semipermanen dapat dilakukan dengan leaf clearing terlebih dahulu
dengan kloral hidrat. Selain dengan kloral hidrat, leaf clearing dapat dilakukan dengan
merendam potongan daun dengan alkohol 70%, kalau perlu dilakukan pemanasan di atas
water bath. Setelah larutan berwarna hijau, alkohol dibuang, diganti dengan alkohol yang
baru sampai alkohol tidak berwarna lagi. Selanjutnya daun yang sudah tidak berwarna
ditambah dengan KOH 10%, direndam selama 1-2 jam, segera KOH dibuang kemudian
dicuci dengan aquadest tiga kali dan diberi larutan gliserin 5% untuk mengawetkan
preparat. Preparat ini dapat dipergunakan untuk menghitung kristal Ca oksalat, stomata,
dan sebagainya.
asetat sebanyak 0,5-1 mg setiap 100 ml larutan. Setelah warna tumbuhan sempurna,
sediaan dipindahkan pada larutan pengawet FAA yang bebas merkuri asetat. FAA dapat
juga diberi 1,5 ml terusi (cuprisulfat) setiap 100 ml larutan. Untuk lumut dan makroalga
dapat menggunakan larutan pengawet alkohol 70%. Bahan tumbuhan berpembuluh yang
lunak dapat menggunakan larutan pengawet FAA50%, sedangkan larutan pengawet untuk
bahan tumbuhan berpembuluh yang keras menggunakan FAA70%.
DAFTAR PUSTAKA
Bhojwani, S.S and S.P. Bhatnagar. 1978. The Embryologi of Angiosperms. Third Revised
Edition. Vikas Publishing Hous, PVT, LTD.
Erdtman, G. 1952. Pollen Morphology and Plant Taxonomy Angiospermae (An
Introduction to Palinology I). USA : The Chronica Botanica Co. Waltham. Mass.
Kartini, E. 2010. Petunjuk Praktikum Anatomi Tumbuhan. Malang: Biologi FMIPA UM.
Moore, P.D., J.A. Webb andM.E. Collinson. 1991. Pollen Analysis. Oxford: Blackwell
Scientific Publication Oxford.
Weaver, W.G. 1972. Laboratory Invertigatons for General Biology. New York: J.B.
Lippinoott Company.
55