Anda di halaman 1dari 64

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Continuity Of Care


2.1.1 Pengertian

Continuity of care merupakan hal yang mendasar dalam model praktik kebidanan
untuk memberikan asuhan yang holistik, membangun kemitraan yang berkelanjutan untuk
memberikan dukungan, dan membina hubungan saling percaya antara bidan dengan klien
(Astuti, dkk, 2017).

Menurut Reproductive, Maternal, Newborn, And Child Health (RMNCH).


“Continuity Of Care” meliputi pelayanan terpadu bagi ibu dan anak dari prakehamilan
hingga persalinan, periode postnatal dan masa kanak-kanak. Asuhan disediakan oleh
keluarga dan masyarakat melalui layanan rawat jalan, klinik, dan fasilitas kesehatan
lainnya (Astuti, dkk, 2017).

2.1.2 Dimensi
Menurut WHO dalam Astuti (2017), dimensi pertama dari continuity of care yaitu
dimulai saat kehamilan, pra kehamilan, selama kehamilan, persalinan, serta hari-hari awal
dan tahun kehidupan. Dimensi kedua dari Continuity of care yaitu tempat pelayanan yang
menghubungkan berbagai tingkat pelayanan mulai dari rumah, masyarakat, dan sarana
kesehatan. Dengan demikian bidan dapat memberikan asuhan secara berkesinambungan.

2.1.3 Tujuan
Menurut Saifuddin (2014), tujuan umum dilakukan asuhan kehamilan yang
berkesinambungan adalah sebagai berikut :

a) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang
bayi
b) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi.
c) Mengenal secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan.
d) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
f) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara optimal.
g) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

2.1.4 Manfaat
Continuity of care dapat diberikan melalui tim bidan yang berbagi beban kasus, yang
bertujuan untuk memastikan bahwa ibu menerima semua asuhannya dari satu bidan atau
tim praktiknya. bidan dapat bekerja sama secara multi disiplin dalam melakukan konsultasi
dan rujukan dengan tenaga kesehatan lainnya (Astuti, dkk, 2017).

2.1.5 Dampak Tidak Dilakukan Asuhan Berkesinambungan


Dampak yang akan timbul jika tidak dilakukan asuhan kebidanan yang
berkesinambungan adalah dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi pada ibu yang
tidak ditangani sehingga menyebabkan penanganan yang terlambat terhadap komplikasi
dan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Komplikasi yang dapat timbul pada
kehamilan diantaranya meliputi anemia, hipertensi, perdarahan, aborsi, oedema apda wajah
dan kaki, dan lain-lain. Komplikasi yang mungkin timbul pada persalinan meliputi distosia,
inersia uteri, presentasi bukan belakang kepala, prolap tali pusat, ketuban pecah dini
(KPD), dan lain-lain. Komplikasi yang mungkin timbul pada masa nifas meliputi,
bendungan ASI, dan lain-lain. Komplikasi yang mungkin timbul pada bayi baru lahir
meliputi berat badan lahir rendah (BBLR), asfiksia, kelainan kongenital, tetanus
neonatorum, dan lain-lain (Saifuddin, 2014).

2.2 Standar Asuhan Kebidanan


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/MENKES/SK/VIII/2007 Standar
Asuhan Kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan dan tindakan yang
dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan
ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa dan atau masalah
kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan asuhan kebidanan. (Permenkes RI.
2007)
STANDAR I : Pengkajian
Pernyataan Standar :
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Kriteria Pengkajian:
a. Data tepat, akurat dan lengkap
b. Terdiri dari Data Subjektif (Hasil Anamnesa, biodata, keluhan utama, riwayat obstetri,
riwayat kesehatan dan latar belakang sosisal budaya ).
c. Data Objektif (Hasil pemeriksaan fisik, psikologi dan pemeriksaan penunjang)

STANDAR II : Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan


Pernyataan Standar :
Bidan menganalisis data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikan secara akurat
dan logis untuk menegakan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat.
Kriteria Perumusan diagnosa dan atau Masalah:
a. Diagnosa sesuai dengan nomenkuler Kebidanan
b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien
c. Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri, kolaborasi
dan rujukan.

STANDAR III : Perencanaan


Pernyataan Standar :
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan masalah yang ditegakkan.
Kriteria perencanaan
a. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien; tindakan
segera, tindakan antisipasi, dan asuhan secara komprehensif.
b. Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga.
c. Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya klien/keluarga.
d. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan based dan
memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien.
e. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumberdaya serta fasilitas
yang ada.

STANDAR IV : Implemenetasi
Pernyataan standar
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif.
Kriteria:
a. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual-kultural.
b. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluarganya
(inform consent).
c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evaluasi based.
d. Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan.
e. Menjaga privasi klien/pasien.
f. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.
g. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan.
h. Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai.
i. Melakukan tindakan sesuai standar.
j. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
STANDAR V : Evaluasi
Pernyataan standar
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan
kondisi klien.
Kriteria Evaluasi:
a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melakukan asuhan sesuai kondisi klien.
b. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan / keluarga.
c. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
d. Hasil evaluasi ditindak lanjut sesuai dengan kondisi klien/pasien.

STANDAR VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan


Pernyataan standar
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai
keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan.
Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan
a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia
(Rekam medis/KMS/Status Pasien/buku KIA)
b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang
sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara
komprehensif ; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi atau follow up dan rujukan.

2.3 Kewenangan Bidan


Dalam UU NO 4 TAHUN 2019 Bagian Kedua Tugas Dan Wewenang Pasal 46 dijelaskan
bahwa Bidan memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu, pelayanan
kesehatan anak, pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. (UU
No. 4, 2019)

1. Pelayanan Kesehatan Ibu


Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa
persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. (Permenkes no.
28, 2017)
Pelayanan kesehatan ibu meliputi :
a. Konseling pada masa sebelum hamil.
b. Antenatal pada kehamilan normal.
c. Persalinan normal.
d. Ibu nifas normal.
e. Ibu menyusui.
Bidan dalam memberikan pelayanan berwenang untuk melakukan :
a. Episiotomi.
b. Pertolongan persalinan normal.
c. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II.
d. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
e. Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil.
f. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas.
g. Fasilitasi atau bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif.
h. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan post partum.
i. Penyuluhan dan konseling.
j. Bimbingan pada kelompok ibu hamil.
k. Pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran

2. Pelayanan Kesehatan Anak


Pelayanan kesehatan anak diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra
sekolah.(Permenkes no. 25, 2014)
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang untuk:
a. Pelayanan neonatal esensial meliputi :
Menjaga bayi tetap hangat, inisiasi menyusu dini, pemotongan dan perawatan tali
pusat, pemberian suntikan vitamin K1, pemberian salep mata antibiotik, pemberian
imunisasi hepatitis HB0, pemeriksaan fisik Bayi Baru Lahir, pemantauan tanda
bahaya, penanganan asfiksia Bayi Baru Lahir, pemberian tanda identitas diri dan
merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat waktu ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
b. Pelayanan Kesehatan Bayi, Anak Balita dan Prasekolah meliputi:
Pemberian ASI Eksklusif hingga usia 6 bulan, pemberian ASI hingga 2 (dua) tahun,
pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) mulai usia 6 (enam) bulan,
pemberian imunisasi dasar lengkap bagi bayi, pemberian imunisasi lanjutan
DPT/HB/Hib pada anak usia 18 bulan dan imunisasi campak pada anak usia 24
bulan, pemberian vitamin A, upaya pola mengasuh anak, pemantauan pertumbuhan,
pemantauan perkembangan, pemantauan gangguan tumbuh kembang, MTBS dan
merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat waktu ke ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.

3. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Perempuan dan Keluarga Berencana.


Setiap orang berhak untuk menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari
diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak
merendahkan martabat sesuai dengan norma agama. (Permenkes No. 97, 2014)
Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai
dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Pengaturan
kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami istri untuk melahirkan pada
usia yang ideal, memiliki jumlah anak dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal
dengan menggunakan cara, alat dan obat kontrasepsi. Pelayanan kontrasepsi adalah
pemberian atau pemasangan kontrasepsi maupun tindakan-tindakan lain yang berkaitan
kontrasepsi kepada calon dan peserta Keluarga Berencana yang dilakukan dalam fasilitas
pelayanan KB.
a. Hal-hal penting dalam pemberian pelayanan kontrasepsi
Dalam melakukan pemberian pelayanan kontrasepsi, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu:
1) Konseling dan persetujuan tindakan medis.
2) Perencanaan keluarga dan penapisan klien.
3) Pencegehan infeksi.
4) Persyaratan medis dalam penggunaan kontrasepsi.
5) Infeksi menular seksual dalam dan kontrasepsi.
6) Remaja dan kontrasepsi.
7) Kontrasepsi untuk perempuan berusia lebih dari 35 tahun.
8) Kontrasepsi pasca persalinan.
9) Kontrasepsi pasca keguguran.
10) Kontrasepsi darurat.
b. Pemilihan Metode Kontrasepsi Rasional
1) Fase mencegah kehamilan: Pil, IUD, suntikan dan Implant
2) Fase menjarangkan: IUD, suntikan dan Implant
3) Fase tidak hamil lagi: Kontrasepsi mantap (MOW dan MOP)

2.4 Asuhan Kebidanan Kehamilan


Definisi dari masa kehamilan dimulai dari kosepsi sampai lahirnya janin, lamanya
hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama
haid terakhir. Kehamilan adalah mulai dari ovulasi sampai partus lamanya 280 hari (40
minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Pembagian kehamilan dibagi dalam 3
trimester: Trimester pertama, dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan (0-12 minggu);
Trimester kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan (13-28 minggu); Trimester ketiga dari
bulan ketujuh sampai 9 bulan (29-42 minggu). Antenatal Care adalah asuhan yang diberikan
ibu sebelum persalinan dan prenatal care. (Ai Yeyeh dkk, 2019)

1. Standar Pelayanan Antenatal Care


Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium
rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai resiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Pemeriksaan ANC terpadu “14 T” meliputi: (Ely Dwi Wahyuni, 2018)
a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
Ukur berat badan dalam kilogram tiap kali kunjungan. Kenaikan Berat badan normal 0,
5 kg setiap minggunya mulai trimester kedua.
b. Pemeriksaan tekanan darah.
Tekanan darah normal 110/80 – 140/90 mmHg.
c. Ukur tinggi fundus uteri.
d. Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan.
e. Skrining status imunisasi dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT).
f. Pemeriksaan Haemoglobin darah.
g. Pemeriksaan VDRL.
h. Perawatan payudara, senam payudara dan pijat tekan payudara.
i. Temu wicara (konseling) termasuk perencanaan persalinan dan
pencegahan komplikasi (P4K) serta KB pasca salin.
j. Pemeliharaan tingkat kebugaran/senam ibu hamil.
k. Pemeriksaan protein urin atas indikasi.
l. Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi.
m. Pemeriksaan terapi konsul yodium untuk daerah endemis gondok.
n. Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria.
Namun saat ini di UPTD Puskesmas Beji pelayanan asuhan kepada ibu hamil
mengacu kepada standar yang dikeluarkan pemerintah melalui PERMENKES No. 97 tahun
2014 yaitu standar ANC dengan 10T.
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan. Penambahan berat badan yang kurang dari
9kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1kilogram setiap bulannya menunjukkan
adanya gangguan pertumbuhan janin. Pengukuran tinggi badan pada pertama kali
kunjungan dilakukan untuk menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan
ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan risiko untuk terjadinya CPD (Cephalo Pelvic
Disproportion) (Permenkes no. 97, 2014)

Rumus IMT = BB (Kg): TB 2 (m)

Tabel 2.1 Indeks Masa Tubuh

Nilai Indeks Kenaikan berat badan


Kategori
Masa Tubuh yang dianjurkan
BB kurang <19,8 12,5 kg - 18 kg
19,8-26
Normal 11,5 kg - 16 kg
BB berlebih 26-29 7 kg - 11,5 kg
Obesitas >29 7
Gemelli 16 kg - 20,5 kg
2) Ukur Tekanan Darah.
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk me
ndeteksi adanya hipertensi (tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg) pada kehamilan dan
preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah dan atau protein ur
ia). (Permenkes no.97, 2014)
3) Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas /LİLA).
Pengukuran LİLA hanya dilakukan pada kontak pertama oleh tenaga kesehatan di tr
imester I untuk skrining ibu hamil berisiko Kurang Energi Kronis (KEK). Kurang Energi
Kronis (KEK) disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah ber
langsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LİLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil deng
an KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). (Permenkes no. 97, 201
4)
4) Ukur Tinggi fundus uteri.
Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk me
ndeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus ti
dak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Stand
ar pengukuran kehamilan 24 minggu menggunakan pita. (Permenkes no. 97, 2014)
Tabel 2.2 Tinggi Fundus Uteri

Tinggi Fundus
5) Tentu Usia kehmilan Dalam cm Menggunakan penunjuk-penunjuk badan
28 cm (± 2
kan p 28 mgg
cm) Teraba 3 jari diatas pusat
resen 32 cm (± 2
32 mgg
cm) Teraba pada pertengahan pusat dan prosesus xiphoideus
tasi ja 36 cm (± 2
36 mgg
nin d cm) Teraba 3 jari dibawah prosesus xiphoideus
36 cm (± 2
an de 40 mgg
cm) Teraba pada pertengahan pusat dan prosesus xiphoideus
nyut j
antung janin (DJJ).
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setia
p kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. J
ika pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk k
e panggul berarti dicurigai ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain. Peni
laian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal
DJJ lambat kurang dari 120 kali/menit atau DJJ cepat lebih dari 160 kali/menit menunjuk
kan adanya gawat janin. (Permenkes no. 97, 2014)
6) Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diper
lukan.
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisa
si TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi T-nya. Pemberian i
munisasi TT pada ibu hamil, sesuai dengan status imunisasi TT ibu saat ini. Ibu hamil mi
nimal 2 kali di suntik TT agar mendapatkan status perlindungan terhadap infeksi tetanus.
Ibu hamil dengan status imunisasi T5 (TT Long Life) tidak perlu diberikan imunisasi TT
lagi. (Permenkes no. 97, 2014)

Tabel 2.3 Imunisasi TT


Pemberian Selang Waktu Minimal
TT1 Saat kunjungan pertama (sedini mungkin
padakehamilan )
TT2 4 minggu setelah TT1
TT3 6 bulan setelah TT2
TT4 1 tahun setelah TT3
TT5 1 tahun setelah TT4

7) Pemberian Tablet zat besi.


Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet tambah
darah. Beri ibu 60 mg tablet tambah darah (tablet zat besi) dan 400 μg asam folat 1x/hari
asam folat selama kehamilan yang diberikan sejak kontak petama. Tablet Fe yang wajib
di konsumsi ibu selama hamil adalah minimal 90 tablet. (Permenkes no. 97, 2014)
8) Test laboratorium (rutin dan khusus).
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu hamil adalah pemeriksaan
laboratorium rutin dan khusus. Pemeriksaan laboratorium rutin adalah pemeriksaan
laboratorium yang harus dilakukan pada setiap ibu hamil yaitu golongan darah,
hemoglobin darah dan pemeriksaan spesifik daerah endemis/epidemi (malaria, HIV, dll).
Sementara pemeriksaan laboratorium khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain yang
dilakukan atas indikasi pada ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal. (Permenkes
no. 97, 2014)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal tersebut meliputi:
a) Pemeriksaan golongan darah.
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis
golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang
sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawat daruratan.
b) Pemeriksaan kadar Hemoglobin darah (Hb).
Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada
trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya
karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam
kandungan. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil pada trimester kedua
dilakukan atas indikasi.

c) Pemeriksaan protein dalam urin.


Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester kedua dan
ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria
pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya preeklampsia
pada ibu hamil.
d) Pemeriksaan kadar gula darah.
Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes melitus harus dilakukan pemeriksaan gula
darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada
trimester kedua dan sekali pada trimester ketiga.
e) Pemeriksaan darah Malaria.
Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria
dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria
dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.
f) Pemeriksaan tes Sifilis.
Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang
diduga menderita sifilis. Pemeriksaaan sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin
pada kehamilan.
g) Pemeriksaan HIV
Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua ibu hamil secara
inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau
menjelang persalinan.
Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan di
prioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB secara inklusif. Pada pemeriksaan
laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan.
Teknik penawaran ini disebut Provider Initiated Testing and Councelling (PITC) atau
Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling (TIPK).

h) Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita tuberkulosis
sebagai pencegahan agar infeksi tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan
janin.Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.
9) Tatalaksana/penanganan Kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap
kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan
kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan
sistem rujukan.(Permenkes NO 97 TAHUN 2014)
10) Temu wicara (konseling)
Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi :
(Permenkes NO 97 TAHUN 2014)
a) Kesehatan ibu.
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin ke tenaga
kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar beristirahat yang cukup selama
kehamilannya (sekitar 9-10 jam per hari) dan tidak bekerja berat.
b) Perilaku hidup bersih dan sehat.
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama kehamilan
misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari dengan menggunakan
sabun, menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olah raga
ringan.
c) Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan.
Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama suami. Suami,
keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi,
transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting apabila terjadi komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas kesehatan.
d). Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan menghadapi
komplikasi.
Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenal tanda-tanda bahaya baik selama kehamilan,
persalinan, dan nifas misalnya perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua, keluar
cairan berbau pada jalan lahir saat nifas dan sebagainya. Mengenal tanda-tanda bahaya
ini penting agar ibu hamil segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan.
e) Asupan gizi seimbang
Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang cukup dengan
pola gizi yang seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh kembang janin dan
derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara
rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya.
Selain itu, mengkonsumsi tambahan makanan seperti buah juga diperlukan untuk
menambah asupan gizi. Jika asupan gizi nya seimbang maka persalinan pun akan lancar
contohnya seperti manfaat buah kurma. Tanaman kurma dan komponennya memainkan
peran penting sebagai penghilang rasa sakit dan juga menyebabkan kontraksi rahim saat
melahirkan. Hal ini dimungkinkan karena senyawa flavanoid dari kurma dapat
merangsang pengeluran oksitosin yang berperan dalam proses persalinan. Sebuah studi
lainnya pada peran kurma dalam persalinan menunjukkan bahwa kurma memiliki efek
yang signifikan sebagai dilatasi serviks, mengurangi induksi, dan peningkatan
persalinan
f) Gejala penyakit menular dan tidak menular.
Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular dan penyakit tidak
menular karena dapat mempengaruhi pada kesehatan ibu dan janinnya.
g) Penawaran untuk melakukan tes HIV dan Konseling di daerah Epidemi
meluas dan terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS dan TB di daerah
epidemic rendah.
Setiap ibu hamil ditawarkan untuk dilakukan tes HIV dan segera diberikan
informasi mengenai resiko penularan HIV dari ibu ke janinnya. Apabila ibu hamil
tersebut HIV positif maka dilakukan konseling Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Anak (PPIA). Bagi ibu hamil yang negatif diberikan penjelasan untuk menjaga HIV
negative selama hamil, menyusui dan seterusnya.
h) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif.
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya segera setelah bayi
lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk kesehatan bayi.
Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan.
i) KB paska persalinan.
Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah persalinan untuk
menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya waktu merawat kesehatan diri sendiri,
anak dan keluarga.
j) Imunisasi.
Setiap ibu hamil harus mempunyai status imunisasi (TT) yang masih memberikan
perlindungan untuk mencegah ibu dan bayi mengalami tetanus neonatorum. Setiap ibu
hamil minimal mempunyai status imunisasi T2 agar terlindungi terhadap infeksi tetanus.
k) Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain booster).
Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu hamil dianjurkan
untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak (Brain
Booster) secara bersamaan pada periode kehamilan.
l) Memberikan asuhan terkait kebugaran ibu seperti senam hamil, prenatal yoga dan Teknik
rebozo.
(1) Prenatal Yoga
Yoga yang telah disesuaikan dengan kondisi fisik wanita hamil yang dilakukan
dengan intensitas yang lebih lembut dan perlahan. Selain mengatasi gangguan tidur,
berlatih yoga pada masa kehamilan trimester III juga merupakan salah satu solusi
yang bermanfaat sebagai media self help yang akan mengurangi ketidaknyamanan
selama hamil, membantu proses persalinan. Berikut beberapa gerakan prenatal yoga :
(Sindhu 2009)
(a) Pranayama (pernapasan)
Letakkan satu tangan pada perut bagian atas dan tangan lainnya pada perut bagian
bawah. Tarik napas melalui hidung, rasakan perut mengembang, dan jarak
diantara kedua tangan semakin merenggang. Buang napas, rasakan perut kembali
melembut mengempis dan jarak antara kedua tangan kembali seperti semula.
Lakukan selama beberapa putaran dan lakukan sambil memejamkan mata.
(b) Latihan pemanasan
Melakukan latihan untuk leher, dengan merentangkannya ke belakang dan ke
depan, menengok ke kanan dan kiri, dan memutar leher. Selanjutnya memutar
sendi bahu, siku, dan pergelangan tangan. Merentangkan tubuh ke samping,
memuntir ringan tulang punggung, meregangkan panggul, merentangkan lutut,
memutar pergelangan kaki dan merentangkan jari-jari kaki. (Sindhu 2009)
(c) Postur yoga Mudhasana (postur anak)
Duduk diatas tumit dan regangkan kedua lutut hingga sejajar panggul. Buang
napas, condongkan tubuh ke depan dan istirahatkan kening pada alas. Letakkan
kedua lengan disamping tubuh dengan kedua telapak tangan sejajar dengan
telapak kaki dan menghadap keatas. Pejamkan mata dan dalamkan napas.
Lakukan posisi ini selama yang ibu inginkan. Tarik napas dan perlahan kembali
duduk diatas tumit. (Sindhu 2009)
(d) Postur yoga Bilikasana (postur peregangan kucing)
Postur ini bermanfaat untuk menguatkan dan melenturkan otot punggung,
menguatkan dan terbebas dari tekanan akibat pertumbuhan janin, mengatasi sakit
punggung (back pain), melatih otot dan sendi panggul serta melancarkan aliran
darah ke janin. Adapun postur bilikasana 1 ialah sebagai berikut: Dalam posisi
meja/ merangkak. Letakkan kedua telapak tangan dialas dan sejajar dengan bahu,
lutut dialas sejajar panggul. Telapak tangan menempel flat pada alas dan
regangkan jari-jari tangan. Perlahan buang napas dan tarik tulang ekor ke dalam,
bungkukkan tulang punggung mulai dari pinggang hingga ke leher, dan tarik dagu
ke dada. Mata menatap pusar dan bernapas perlahan. Tarik napas, arahkan tulang
ekor ke luar, panjangkan tulang punggung, dorong dada ke depan, dan tarik dagu
keatas. Mata menetap pada satu titik diatas dan bernapas perlahan. Lakukan 5-10
putaran secara perlahan seiring napas. (Sindhu 2009)
(e) Meditasi metta (menjalin komunikasi dengan buah hati)
Duduk atau berbaring dalam posisi yang nyaman. Atur beberapa tarikan napas
dalam dan hembusan napas perlahan. Saat mengatur napas, atur pola pikiran
untuk semakin melambat dan melambat. Arahkan perhatian pada tubuh, rasakan
sensasi dan posisi tangan, kaki, torso dan kepala. Sadari bagian tubuh tersebut dan
biarkan bagian tubuh yang mengalami ketegangan untuk melembut relaks. Jaga
tubuh agar senyaman mungkin. Saat tubuh terasa lebih nyaman, arahkan perhatian
pada pusat rongga dada. Dalamkan napas, hadirkan perasaan kasih sayang
meliputi pusat rongga dada. Ibu dapat mengingat memori di masa lalu yang dapat
menghangatkan perasaaan. Biarkan rasa tersebut meliputi rongga dada sambil
tetap menjaga kesadaran napas. Ucapkan di dalam hati dengan penuh perasaan
“semoga saya sehat, semoga saya bahagia, semoga saya terlepas dari kesulitan,
dan lain-lain”. Pusatkan perhatian pada sensasi perasaan yang muncul. Lakukan
selama beberapa kali, dan ketika konsentrasi berkurang kembali dalamkan napas
dan ucapkan kalimat-kalimat pengharapan. Sesekali pindahkan perhatian ibu pada
rongga perut, rasakan kehadirannya saat ini, alirkan pengharapan baik bersama
napas ke janin, ibu dapat mengelus lembut perut untuk membantu pikiran agar
lebih mudah merasakan respon janin. Lakukan meditas ini selama mungkin. Bawa
kembali perhatian pada sensasi tubuh dan mulai gerakkan tubuh secara lembut dan
perlahan. Kembali dalamkan napas dan perlahan buka mata. Jangan terburu-buru
untuk menyudahinya, nikmati kebersamaan ibu dengan janin beberapa saat.
(Sindhu 2009)
(2) Teknik Rebozo
Teknik rebozo berasal dari mexiko. Rebozo merupakan teknik melilitkan kain
jarik ke bagian perut ibu dan menggoyang-goyangkan bagian perut ibu secara
lembut. Gerakan ini bertujuan supaya posisi bayi optimal dan ibu lebih nyaman, bisa
dilakukan pada usia kandungan di atas 28 minggu. (Andien Aisya, 2010)
Gerakan ini sangat membantu ibu hamil yang akan melahirkan agar lebih
merasa nyaman. Lilitan yang tepat akan membuat ibu merasa dipeluk dan memicu
keluarnya hormon oksitosin atau hormon senang supaya persalinan ibu lebih lancar.
Kadang otot ligamen panggul ibu itu tegang, bayi juga sulit masuk panggul karena
harusnya di usia 38 minggu bayi turun ke panggul. Karena itulah gerakan rebozo ini
sangat membantu ketika ibu bersalin. (www.haibunda.com)
(a) Teknik sifting
Pada teknik ini, ibu hamil atau ibu yang sedang dalam fase persalinan diminta
untuk berlutut atau bertopang pada gym ball. Meminta pasangan atau
pendamping persalinanan untuk melilitkan kain jarik di bagian perut ibu.
Pendamping akan menarik kain dan menggoyang-goyangkan bagian perut ibu
secara lembut. Gerakan ini membantu ibu merasa lebih nyaman. Lilitan yang
tepat akan membuat ibu merasa seperti dipeluk dan memicu keluarnya hormon
oksitoksin yang bisa membantu proses persalinan lebih lancar.
(id.theasianparent.com)
(b) Teknik shake the apple
Posisi ini adalah dengan cara berlutut dan pendamping membalut bagian bokong
dengan kain jarik. Ketika kontraksi datang, pendamping akan menggerak-
gerakkan kain sehingga bokong bergoyang lembut ke kiri dan ke kanan.

2. Tanda Bahaya Kehamilan


a. Perdarahan vagina pada awal kehamilan.
Perdarahan yang tidak normal adalah merah, perdarahan banyak, atau perdarahan
dengan nyeri (berarti abortus, KET, mola hidatidosa) Pada kehamilan lanjut,
perdarahan yang tidak normal adalah merah, banyak/sedikit dan nyeri (berarti
plasenta previa dan solusio plasenta). (Ai Yeyeh, dkk. 2011)
b. Sakit kepala yang hebat.
Sakit kepala yang menunjukkan suatu masalah yang serius adalah sakit kepala hebat,
yang menetap dan tidak hilang dengan beristirahat. Kadang-kadang, dengan sakit
kepala yang hebat tersebut, ibu mungkin menemukan bahwa penglihatannya menjadi
kabur atau berbayang. Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan adalah gejala dari
preeklampsia. (Ai Yeyeh, dkk. 2011)
c. Perubahan visual secara tiba-tiba (pandangan kabur).
Masalah visual yang mengindikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah
perubahan visual mendadak, misalnya pandangan kabur atau berbayang. (Ai Yeyeh,
dkk. 2011)
d. Nyeri abdomen yang hebat.
Nyeri yang hebat, menetap dan tidak hilang setelah beristirahat. Hal ini bisa berarti
appendicitis, kehamilan ektopik, aborsi, penyakit radang panggul, persalinan
preterm, gastritis, penyakit kantong empedu, abrupsi plasenta, infeksi saluran kemih,
atau infeksi lain. (Ai Yeyeh, dkk. 2011)

e. Bengkak pada muka atau tangan.


Bengkak bisa menunjukkan adanya masalah serius jika muncul pada muka dan tangan,
tidak hilang setelah beristirahat dan disertai dengan keluhan fisik yang lain. Hal ini
dapat merupakan pertanda anemia, gagal jantung, atau preeklampsia. (Ai Yeyeh, dkk.
2011)
f. Bayi kurang bergerak seperti biasa.
Ibu mulai merasakan gerakan bayinya pada bulan ke-5 atau ke- 6, beberapa ibu dapat
merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika bayi tidur gerakannya akan melemah.
Bayi harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam periode 3 jam. Gerakan bayi akan
lebih muda terasa jika ibu berbaring atau beristirahat dan jika ibu makan dan minum
dengan baik. (Ai Yeyeh, dkk. 2011)

3. Perubahan Fisiologis pada Trimester III


Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil sebagian besar sudah
terjadi segera setelah fertilisasi dan terus berlanjut selama kehamilan. Kebanyakan
perubahan ini merupakan respon terhadap janin. Satu hal yang menakjubkan adalah
bahwa hampir semua perubahan ini akan kembali seperti keadaan sebelum hamil setelah
proses persalinan dan menyusui selesai. (Sarwono, 2016)
Pemahaman tentang perubahan anatomi dan fisiologi selama kehamilan
merupakan salah satu tujuan utama dari ilmu kebidanan yang terjadi selama kehamilan
dan masa nifas tanpa disertai pemahaman mengenai perubahan anatomi dan fisiologi ini.
a. Perubahan Fisik ibu
1) Uterus.
Pada kehamilan 28 minggu tinggi fundus uteri 25 cm, pada 32 minggu 27 cm,
pada 36 minggu 30 cm dan pada kehamilan 40 minggu TFU turun kembali dan
terletak 3 jari dibawah prosessus xyfoideus. Berat menjadi 1000 gram pada akhir
kehamilan, ukurannya untuk pertumbuhan janin rahim menjadi lebih besar, akhir
hamil bentuknya seperti bujur. Akhir 36 minggu TFU teraba 3 jari di bawah
procesus xypidieus. Uterus yang hamil sering berkontraksi tanpa rasa nyeri juga
kalau disentuh pada waktu pemeriksaan (palpasi) konsistensi lunak kembali
kontraksi ini disebut kontraksi Baxton Hichs. (Ai Yeyeh, dkk. 2011)
2) Sistem Muskuloskeletal.
Perubahan tubuh secara bertahap dari peningkatan berat wanita hamil,
menyebabkan postur dan cara berjalan wanita berubah secara menyolok.
Peningkatan distensi abdomen yang membuat panggul miring ke depan,
penurunan tonus otot perut dan peningkatan beban berat badan pada akhir
kehamilan membutuhkan penyesuaian tulang. Pusat gravitasi wanita bergeser ke
depan. Lordosis merupakan gambaran karakteristik pada kehamilan normal.
Selama trimester terakhir kehamilan, rasa pegal, mati rasa dan lemah kadang kala
dialami pada anggota badan atas, kemungkinan sebagai akibat lordosis.
3) Mammae.
Payudara terus tumbuh disepanjang kehamilan dan ukuran serta beratnya
meningkat hingga mencapai 500gram untuk masing masing payudara. Aerola
menjadi lebih gelap dan dikelilingi oleh kelenjar kelenjar sebasea yang menonjol.
4) Vagina dan Perineum.
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hiperemia terlihat jelas pada
kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat
berwarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi
penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel
otot polos. Dinding vagina mengalami banyak perubahan yang merupakan
persiapan untuk mengalami peregangan pada waktu persalinan dengan
meningkatnya ketebalan mukosa, mengendornya jaringan ikat dan hipertrofi sel
otot polos. Perúbahan ini mengakibatkan bertambah panjangnya dinding vagina.
Papilla mukosa juga mengalami hipertrofi dengan gambaran seperti paku sepatu.
5) Pernapasan.
Peningkatan vaskularisasi yang merupakan respon terhadap peningkatan kadar
estrogen, juga terjadi pada traktus pernapasan atas. Oleh karena kapiler membesar,
terbentuklah edema dan hiperemia di hidung, faring, laring, trakea dan bronkus.
Akibatnya menyebabkan timbulnya sumbatan pada sinus, hidung berdarah,
perubahan suara dan respon peradangan yang menyolok.
6) Pencernaan.
Peningkatan sensitivitas kandung kemih dan pada tahap selanjutnya merupakan ak
ibat kompresi kandung kemih. Pembesaran uterus menekan kandung kemih dan m
enimbulkan rasa ingin berkemih walaupun kandung kemih hanya berisi sedikit uri
ne.

b. Perubahan psikologis
Trimester tiga sering disebut periode penantian dengan penuh kewaspadaan. Pada
periode ini wanita mulai menyadari kehadiran bayinya sebagai makhluk yang
terpisah sehingga ia tidak sabar menanti kehadiran sang bayi. (Ai Yeyeh dkk, 2009)
1) Perasaan was-was mengingat bayi dapat lahir kapanpun, membuatnya berjaga
jaga dan memperhatikan serta menunggu tanda dan gejala persalinan muncul.
Pergerakan janin dan pembesaran uterus menjadi hal yang mengingatkan
keberadaan bayi.
2) Wanita mungkin merasa cemas dengan kehidupan bayi dan kehidupannya sendiri
seperti apakah bayinya akan lahir normal.
3) Pada trimester ketiga ibu akan kembali merasakan ketidaknyamanan fisik yang
semakin kuat menjelang akhir kehamilan akan merasa canggung, jelek,
berantakan dan memerlukan dukungan yang sangat besar dan konsisten dari
pasangannya.
4) Pikiran dan perasaan akan tanggung jawab sebagai ibu yang akan mengurus
anaknya. Bermacam penjelmaan dapat terjadi : Semula menolak kehamilan,
sekarang menunjukan sikap positif dan menerima kehamilan, semula jarang
memeriksa kehamilan sekarang lebih teratur dan mendaftarkan untuk bersalin.
Persiapan perawatan bayi sudah disiapkan di rumah.

c. Perubahan pada janin


Berat janin sekitar 1700-1800gram pada akhir minggu ke 32 dengan panjang 40-43
cm, permukaan kulit merah dan keriput seperti orangtua. Pada janin laki-laki testis
telah menurun kedalam scrotum. Pada akhir minggu 36-40, jika ibunya mendapat
gizi yang cukup, kebanyakan berat janinnya antara 3000-3500 gram dengan panjang
46-50 cm.

2.5 Asuhan Kebidanan Persalinan.


Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama
persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya perncegahan komplikasi terutama perdarahan
pasca persalinan, hipotermia dan asfiksia bayi baru lahir. Sementara itu, fokus utamanya
adalah mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu pergeseran paradigma dari
sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi. (Sarwono, 2016)
1. Tanda-tanda persalinan
a. Timbulnya His persalinan
b. Keluarnya lendir berdarah dari jalan lahir (show).
c. Keluarnya cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir.
2. Asuhan persalinan kala I
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala
satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten pada kala
satu persalinan dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari
4 cm. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam. (JNPK-KR,
2014)
Fase aktif pada kala satu persalinan terjadi saat Frekuensi dan lama kontraksi
uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika
terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau
lebih). Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan
terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) dan 30
menit setiap 1 cm untuk multipara.
Asuhan yang diberikan :
a. Anamnesis
Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan,
kehamilan dan persalinan. Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan
klinik untuk menentukan diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau
perawatan yang sesuai.
b. Pemeriksaan Fisik Ibu Bersalin
1) Pemeriksaan Abdomen, pemeriksaan abdomen di gunakan untuk:
a) Menentukan tinggi fundus uteri.
b) Memantau kontraksi uterus: Pada fase aktif minimal terjadi 2 kali
kontraksi dalam 10 menit dan lama kontraksi 40 detik atau lebih.
c) Memantau denyut jantung janin: Dilakukan segera setelah kontraksi
d) Menentukan presentasi
e) Menentukan penurunan bagian terbawah janin

c. Pemeriksaan dalam
Pada saat pemeriksaan dalam yang dinilai adalah vulva, arah vorsio, konsistensi,
penipisan dan pembukaan.
d. Memberikan Asuhan Sayang Ibu
1) Dukungan emosional dan anjurkan suami atau anggota keluarga
yang lain untuk mendampingi ibu selama persalinan dan proses kelahiran
bayinya. Menganjurkan mereka untuk mengucapkan kata-kata yang membesarkan
hati dan pujian kepada ibu, membantu ibu bernafas secara benar pada saat
kontraksi dan memijat punggung, kaki atau kepala ibu. (JNPK-KR, 2014)
2) Mengatur posisi ibu dan menganjurkan ibu untuk mencoba posisi-
posisi yang nyaman selama persalinan dan melahirkan serta menganjurkan suami
dan pendamping lainnya untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu boleh berjalan,
berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring atau merangkak. Posisi tegak seperti
berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan
seringkali memperpendek waktu persalinan. (JNPK-KR, 2014)
3) Pemberian Cairan dan Nutrisi.
4) Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi asupan (makanan ringan
dan mirum air) selama persalinan dan proses kelahiran bayi.
5) Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara
rutin selama persalinan, ibu harus berkemih sedikitnya setiap 2 jam, atau lebih
sering jika ibu merasa ingin berkemih atau Jika kandung kemih terasa penuh.
(JNPK-KR, 2014)

3. Asuhan persalinan kala II


Persalinan kala dua dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran
bayi. Berikut ini adalah tanda kala dua persalinan yaitu: Ibu merasakan ingin meneran
bersamaan dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakan adanya peningkatan tekanan
pada rektum dan/atau vaginanya, perineum menonjol, vulva-vagina dan sfingter ani
membuka dan meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. (JNPK-KR, 2014)
Asuhan yang diberikan:
a. Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota keluarga dengan
menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi kepada
mereka.
b. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin.
c. Setelah pembukaan lengkap, meaganjurkan ibu hanya meneran apabila ada
dorongan kuat dan spontan untuk meneran.
d. Memberi tahu untuk tidak menahan napas saat meneran.
e. Meminta ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara kontraksi. Jika ibu
berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah untuk meneran jika
lutut ditarik ke arah dada dan dagu ditempelkan ke dada.
f. Meminta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat lahir.
g. Menganjurkan ibu untuk istirahat saat tidak ada his dan minum selama persalinan
kala dua.
h. Membersihkan Perenium Ibu.
i. Membantu kelahiran bayi.

4. Asuhan Persalinan kala III


Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta. Fisiologi persalinan kala tiga yaitu otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume tempat perlekatan plasenta. Karena plasenta tidak
berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus.
Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Berikut
tanda-tanda lepasnya plasenta yaitu: (JNPK-KR, 2014)

a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus.


Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi
dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
b. Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva
c. Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta membantu mendorong plasenta keluar
dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan dalam ruang di antara dinding
uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah
tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

5. Manajemen Aktif Kala Tiga


Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih
efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi
kehilangan darah kala tiga persalinan. Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga
langkah: (JNPK-KR, 2014)
Asuhan yang diberikan:
a. Pemberian suntikan Oksitosin
Pemberian suntikan oksitosin dilakukan dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
Namun perlu diperhatikan dalam pemberian suntikan oksitosin adalah memastikan
tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) di dalam uterus karena uterus saat
berkontraksi dapat menurunkan pasokan oksigen pada bayi. Suntikan oksitosin
diberikan dengan dosis 10 unit secara intramuskuler (IM) pada sepertiga bagian atas
paha bagian luar. Tujuan pemberian suntikan oksitosin dapat menyebabkan uterus
berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta
dan mengurangi kehilangan darah.
b. Peregangan Tali pusat Terkendali.
Tujuan di lakukannya peregangan tali pusat terkendali adalah agar bisa merasakan
uterus berkontraksi saat plasenta lepas.
c. Masase fundus
Masase fundus uteri berguna untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.
Dengan terus berkontraksi rahim menutup pembuluh darah yang terbuka pada
daerah plasenta, penutupan ini akan mencegah perdarahan yang hebat dan
mempercepat pelepasan lapisan rahim ektra yang terbentuk selama kehamilan.
Lakukan masase fundus segera setelah plasenta lahir selama 15 detik.
6. Asuhan Persalinan Kala IV
Sebagian besar kematian ibu pada periode pasca persalinan terjadi pada 6 jam
pertama setelah persalinan. Kematian ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan
eklampsia. Oleh karena itu, pemantauan selama 2 jam pertama post partum sangat
penting. Selama kala IV ini bidan harus meneruskan proses penatalaksanaan kebidanan
yang telah mereka lakukan selama kala I, II, dan III untuk memastikan ibu tersebut tidak
menemui masalah apapun. Pada kala IV dilakukan pemantauan selama 2 jam pertama
post partum, yang meliputi : tekanan darah, nadi, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus,
kandung kemih dan perdarahan, setiap 15 menit pada 1 jam pertama post partum dan
setiap 30 menit pada jam kedua post partum, serta pemantauan suhu ibu setiap 30 menit
pada 2 jam pertama post partum. (JNPK-KR, 2014)
Asuhan yang diberikan :
a. Melakukan rangsangan masase uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik
dan kuat. Mengevaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara
melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau
beberapa jari di bawah pusat.
b. Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
c. Memeriksa kemungkinan perdarahan dari robekan perineum
d. Mengevaluasi keadaan umum ibu.
e. Mengecek tensi darah Post Partum
f. Merapikan ibu dan memposisikan ibu senyaman mungkin.
g. Mendokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala empat di
bagian belakang partograp.

7. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah Rahim (SBR)
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI). Keadaan
endometrium yang kurang baik akan menyebabkan plasenta tumbuh menjadi luas
untuk encukupi kebutuhan janinnya, plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati
atau menutupi ostium uteru internum (OUI). (Prawirohardjo, 2016)
a. Klasifikasi plasenta previa (empat tingkatan):
1) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal,
karena risiko perdarahan sangat hebat.
2) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar dan biasanya janin
tetap tidak dilahirkan secara normal.
3) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.
Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4) Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous
placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan
tetap ada namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap
berhati-hati.

8. Plasenta letak rendah


Plasenta Letak Rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada
namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.
(Prawirohardjo, 2016)
a. Faktor Predisposisi
1) Kehamilan dengan ibu berusia lanjut
Faktor risiko yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta previa adalah
usia ibu, ibu dengan usia yang muda kurang dari 20 tahun lebih berisiko
mengalami plasenta previa karena pertumbuhan endometrium yang kurang subur
begitu juga dengan ibu dengan usia diatas 35 tahun karena pertumbuhan
endometrium sudah kurang subur. Ibu dengan usia diatas 35 tahun berisiko lebih
tinggi karena aliran darah ke endometrium terganggu karena kondisi endometrium
kurang subur. (Prawirohardjo, 2016)
2) Multiparitas
Paritas memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian plasenta previa, hal ini
disebabkan adanya respon inflamasi dan perubahan atrofi pada dinding
endometrium yang menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar sehingga
plasenta tumbuh menutupi bagian segmen bawah rahim dan atau sebagian ostium
uteri internum. (Prawirohardjo, 2016)

3) Riwayat seksio sesarea sebelumnya


Faktor lain yang dapat menyebabkan plasenta previa yakni riwayat seksio sesarea
pada persalinan sebelumnya. Persalinan secara seksio sesarea meningkatkan
kejadian plasenta previa tiga kali lebih besar dibandingkan dengan persalinan
pervaginam dikarenakan karena cacatnya endometrium dimana bekas luka
operasi. (Prawirohardjo, 2016)
b. Diagnosis
1) Perdarahan tanpa nyeri usia kehamilan>22 minggu
2) Darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya anemia
3) Syok
4) Tidak ada kontraksi uterus
5) Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul
6) Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin Penegakkan
diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG (Kemenkes RI. 2013)
c. Komplikasi pada Ibu dan Janin
1) Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak dan
perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi
anemia bahkan syok.
2) Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu,
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun
waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh
salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara
yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria
uterina, ligasi arteria ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteria
hipogastrika, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya
adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu
merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa
3) Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
4) Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk
mengetahui kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk
mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.
5) Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan selain
masa rawatan yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk solusio plasenta
(Risiko Relatif 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak janin (RR 2,8),
perdarahan pasca- persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50
%), dan disseminated intravascular coagulation (DIC) 15,9 %.

9. Persalinan Sectio Caesaria


Seksio Sesarea (SC) adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan di
mana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim (histerektomi) untuk
mengeluarkan bayi. Seksio Sesarea umumnya dilakukan ketika proses persalinan
normal melalui vagina tidak memungkinkan karena beresiko kepada komplikasi medis
lainnya. (Purwoastuti, Walyani, 2015)
a. Sectio caesarea primer (elektif)
Pada operasi Caesar elektif (terencana), operasi telah di rencanakan jauh dari
sebelum jadwal melahirkan dengan mempetimbangkan keselamatan ibu maupun
janin. Contohnya seperti kasus janin dengan persentasi bokong, plasenta previa,
kehamilan kembar dan sebagainya.
b. Sectio caesarea sekunder (Cito)
Operasi emergency/ Cito adalah jika operasi dilakukan ketika proses persalinan
telah berlangsung. Hal ini terpaksa dilakukan karena ada masalah pada ibu
maupun janin. Contohnya seperti: Persalinan macet, stress pada janin dan
sebaginya.
c. Perawatan Ibu pasca operasi
1) Pemeliharaan luka insisi, perawatan luka insisi dapat dilakukan dengan
mengoleskan salep antibiotic dan menutup luka menggunakan plester plastic
sekali pakai.
2) Tempat perawatan pasca bedah, setelah tidakan dikamar operasi selesai
pasien akan di pindahkan ke kamar khusus yang di lengkapi alat pendingin
udara selama beberapa jam selanjutnya di pindahkan ke ruang nifas.
3) Penatalaksanaan nyeri, dalam 24 jam pasca operasi pasien di berikan
analgetik yang adekuat tentu berkolaborasi dengan Dokter.
4) Katerisasi, pemasangan kateter ini di pasang selama 24-48 jam karena jika
kandung kemih penuh akan menimbulkan rasa nyeri yang tidak enak,
menghalangi involusi uteri dan menyebabkan perdarahan.
5) Mobilisasi dini, berguna untuk membantu jalannya penyembuhan luka post
SC. Biasanya mobilisasi dini di mulai menggoyangkan kaki atau menekuk
kaki selanjutnya miring kanan dan kiri setelah 6-10 jam post sc. (Setyowati,
2012)

2.6 Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir


Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama 1 jam pertama kelahiran. Bayi
baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42
minggu dan berat lahir 2500gram sampai 4000 gram. Neonatus adalah bayi berumur 0
(baru lahir) sampai dengan usia 28 hari. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari.
Neonatus lanjut adalah bayi berusia 8-28 hari. (Depkes RI, 2007)
1. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal
a. Lahir aterm antara 37-42 minggu.
b. Berat badan 2.500-4.000 gram.
c. Panjang badan 48-52 cm.
d. Lingkar dada 30-38 cm.
e. Lingkar kepala 33-35 cm.
f. Lingkar lengan 11-12 cm.
g. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit.
h. Pernapasan + 40-60 x/menit.
i. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.
j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna.
k. Kuku agak panjang dan lemas.
l. Nilai APGAR > 7.
m. Gerak aktif.
n. Bayi lahir langsung menangis kuat.
o. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah
mulut) sudah terbentuk dengan baik.
p. Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik.
q. Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik.
r. Refleks grasping (menggenggam) sudah baik.
s. Genitalia:
1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada
skrotum dan penis yang berlubang.
2) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang,
serta adanya labia minora dan mayora.
t. Eliminasi : baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam pertama
dan berwarna hitam kecoklatan. (Vivian Nanny, 2010)

2. Asuhan Kebidanan pada BBL Normal.


a. Jaga bayi tetap hangat: Atur suhu ruangan antara 36,5 - 37,5
b. Isap lendir dari mulut dan hidung ( hanya jika perlu )
c. Keringkan bayi menggunakan kain kering dan pemantauan tanda bahaya.
d. Memotong tali pusat : Menjepit tali dengan klem dengan jarak 3 cm dari pusat, lalu
mengurut tali pusat ke arah ibu dan memasang klem ke-2 dengan jarak 2 cm dari klem,
memegang tali pusat di antara 2 klem dengan menggunakan tangan kiri (jari tengah
melindungi tubuh bayi) lalu memotong tali pusat di antara 2 klem.
e. Lakukan Inisiasi Menyusu Dini: Bayi di letakan di dada ibu dengan di tutup
menggunakan kain selama 1 jam.
f. Beri suntikan vitamin K 1 mg intramuskular, di sepertiga paha kiri anterolateral
setelah Inisiasi Menyusu Dini.
g. Beri salep mata antibiotika pada kedua mata.
h. Pemeriksaan fisik: Ukur lingkar kepala bayi, lingar dada, lingkar lengan, panjang
badan dan berat badan. Beri Imunisasi Hepatitis B 0,5 mL Intramuskular, di paha
kanan anteroleteral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K.

3. Perawatan Bayi Baru Lahir


a.Pencegahan Infeksi
Upaya pencegahan infeksi yang dilakukan adalah cuci tangan sebelum dan sesudah b
ersentuhan dengan bayi, pakai sarung tangan bayi saat menangani bayi, pastikan sem
ua peralatan dan bahan yang digunakan telah di Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) ata
u sterilisasi, pastikan semua pakaian, handuk, selimut, dan kain yang digunakan untu
k bayi sudah dalam keadaan bersih.
b. Penilaian Bayi Baru Lahir
Segera lakukan penilaian awal:
1) Apakah bayi cukup bulan?
2) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
3) Apakah bayi menangis atau bernafas?
4) Apakah tonus otot bayi baik?
Jika ada salah satu pertanyaan dengan jawaban tidak, maka lakukan langkah resus
itasi.
c.Pencegahan kehilangan panas
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada BBL belum berfungsi sempurna. Oleh
karena itu, jika tidak segera dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas tubuh ma
ka BBL dapat mengalami hipotermia. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubu
hnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun be
rada di dalam ruangan yang relatif hangat
d. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Langkah Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yaitu bayi harus
mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya segera setelah lahir selama paling sedi
kit satu jam, bayi harus menggunakan naluri alamiahnya untuk melakukan inisiasi m
enyusu dini dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk menyusu serta memberi bant
uan jika diperlukan dan menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepa
da bayi baru lahir hingga inisiasi menyusu selesai dilakukan.
e. Pemberian suntikan vitamin K 1 mg intramuskular, di sepertiga paha kiri anterolatera
l setelah Inisiasi Menyusu Dini. Pemberian suntik Vit. K ini bertujuan untuk
mencegah perdarahan di otak akibat defisiensi Vit. K. Bayi yang baru lahir memiliki
jumlah vitamin K sangat sedikit padahal vitamin K dibutuhkan dalam proses pembek
uan darah. Itulah sebabnya, bayi yang kekurangan vitamin K rentan mengalami perda
rahan.

f. Beri salep mata antibiotika pada kedua mata.


Memberikan salep mata yaitu pemberian salep mata Oxytetrasiklin 1% untuk
pencegahan infeksi pada mata.
g. Pemeriksaan fisik: Ukur lingkar kepala bayi, lingar dada, lingkar lengan, panjang
badan dan berat badan. Beri Imunisasi Hepatitis B 0,5 mL Intramuskular, di paha
kanan anteroleteral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K.

4. Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir


a. Tidak dapat menyusu
b. Kejang
c. Mengantuk dan tidak sadar
d. Nafas cepat (>60 per menit)
e. Merintih
f. Retraksi dinding dada bawah
g. Sianosis sentral. (Vivian Nanny, 2010)

5. Kunjungan Neonatal
a. KN 1: 6 jam-48 jam
1) Mempertahankan suhu tubuh bayi.
2) Memandikan bayi hingga sedikitnya enam jam
3) Melakukan pemeriksaan fisik bayi
4) Menjaga kehangatan bayi, pemberian ASI dan perawatan tali pusat.
5) Meminta ibu agar mengawasi tanda-tanda bahaya 
6) Memberikan Imunisasi HB-0 
b. KN 2: 3 hari-7 hari
1) Memberitahu ibu menjaga tali pusat dalam keadaaan bersih dan kering
2) Menjaga kebersihan bayi
3) Memeriksakan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare,
berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
4) Memberitahu ibu untuk memberikan ASI bayi harus disusukan minimal 10-15
kali dalam 24 jam dalam 2 minggu pasca persalinan.
5) Menjaga keamanan bayi.
6) Menjaga suhu tubuh bayi.
7) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI ekslutif.
c. KN 3: 8 hari-28 hari.
1) Pemeriksaan fisik bayi
2) Memberitahu ibu tentang tanda-tanda bahaya Bayi baru lahir
3) Memberikan ASI pada bayi harus disusukan minimal 10-15 kali dalam 24 jam)
dalam 2 minggu pasca persalinan.
4) Menjaga suhu tubuh bayi
5) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI ekslutif, pencegahan
hipotermi, melaksanakan perawatan bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan
Buku KIA dan pemenuhan perawatan teknik asih yaitu membangun rasa kasih
sayang antara ibu dan bayi, asah merupakan stimulasi yg diberikan saat menyusui
serta asuh terkait dengan kepandaian yang berkaitan dengan pertumbuhan otak.
6) Memberitahu ibu tentang Imunisasi BCG.

2.7 Asuhan Kebidanan pada masa Nifas


Masa nifas atau puerperium adalah setelah kala IV sampai dengan 6 minggu
berikutnya (pulihnya alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil). Akan
tetapi seluruh otot genitalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam
waktu 3 bulan. Masa ini merupakan periode kritis baik bagi ibu maupun bayinya.
Tugas bidan belum selesai sampai di situ saja. Bidan wajib melakukan asuhan
secara komprehensif, yakni ibu dan bayi memasuki masa peralihan dan kondisi tersebut
rawan terjadinya komplikasi masa nifas. Asuhan masa nifas penting diberikan pada ibu dan
bayi, yang bertujuan untuk, sebagai berikut:
1. Memastikan ibu dapat beristirahat dengan baik. Istirahat yang cukup dapat
mengembalikan stamina ibu setelah menjalani persalinan sehingga ibu siap
menjalankan kewajibannya memberikan ASI dan merawat bayinya.
2. Mengurangi resiko komplikasi masa nifas dengan melaksanakan observasi,
menegakkan diagnosis dan memberikan asuhan secara komprehensif sesuai kondisi
ibu.
3. Mendampingi ibu, memastikan ibu memahami tentang kebutuhan nutrisi ibu nifas dan
menyusui, kebutuhan personal higine untuk mengurangi risiko infeksi, perawatan bayi
sehari-hari, manfaat ASI, posisi menyusui, serta manfaat KB.
4. Mendampingi ibu, memberikan support bahwa ibu mampu melaksanakan tugasnya
dan merawat bayinya. Dengan demikian, saat ibu pulang dari rumah sakit ibu telah
siap dan dapat beradaptasi dengan peran barunya.

a. Tahapan masa nifas


Pengawasan masa nifas penting dilakukan secara cermat terhadap perubahan
fisiologis masa nifas dan mengenali tanda-tanda keadaan patologis pada tiap
tahapannya. Kembalinya sistem reproduksi pada masa nifas dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu sebagai berikut. (Yefi Marliandiani dkk, 2015).
1) Puerperium dini.
Beberapa jam setelah persalinan, ibu dianjurkan segera bergerak dan turun dari
tempat tidur. Hal ini bermanfaat mengurangi komplikasi kandung kemih dan
konstipasi, menurunkan frekuensi trombosit dan emboli paru pada masa nifas.
2) Puerperium intermedial.
Suatu masa yakni kepulihan menyeluruh dari organ organ reproduksi internal
maupun eksternal selama kurang lebih 6-8 minggu.
3) Remote puerperium.
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna
terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.
Rentang waktu remote puerperium setiap ibu akan berbeda, bergantung pada berat
ringannya komplikasi yang dialami selama hamil dan persalinan. Waktu sehat
sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan
tahunan.

b. Tanda-tanda Bahaya Masa Nifas


1) Perdarahan per vaginam yang luar biasa banyak atau yang tiba-tiba bertambah
banyak (lebih banyak dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian
pembalut dua kali dalam setengah jam). (Bahiyatum, 2009)
2) Pengeluaran pervaginam yang baunya busuk.
3) Rasa sakit bagian bawah abdomen atau punggung.
4) Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan.
5) Pembengkakan di wajah atau tangan.
6) Demam, muntah, rasa sakit waktu buang air kecil, atau merasa tidak enak badan.
7) Payudara yang berubah merah, panas dan terasa sakit.
8) Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
9) Rasa sakit, merah, nyeri tekan dan pembengkakan kaki.
10) Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau diri sendiri
11) Merasa sangat letih atau napas terengah-engah.

c. Lokia
Pengeluaran lokia dimaknai sebagai peluruhan jaringan desidua yang
menyebabkan keluarnya sekret vagina dalam jumlah bervariasi. Lokia mempunyai bau
yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada
setiap wanita. Secara mikroskopis, lokia terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel-sel
epitel dan bakteri. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran
lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguinolenta, serosa dan alba. Perbedaan
masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut. (Bahiyatun, 2009)
1) Lokia Rubra timbul pada hari ke -2 post partum, berisi darah segar bercampur sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo, sisa mekonium, sisa selaput ketuban dan sisa
darah.
2) Lokia Sangulenta timbul pada hari ke 3-7 postpartum, berupa sisa darah bercampur
lendir.
3) Lokia Serosa merupakan cairan berwarna agak kuning berisi leukosit dan robekan
laserasi plasenta, timbul setelah satu minggu postpartum.
4) Lokia Alba timbul setelah dua minggu postpartum dan hanya merupakan cairan
putih.

d. Kunjungan Nifas (KF)


Pelaksanaan kunjungan nifas menurut Depkes (2009) yaitu :
1) KF 1 : 6 jam-48 jam
a) Memantau tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus uteri, kantung kemih dan
pendarahan pervaginam
b) Mengajarkan ibu dan keluargan bagaimana menilai tonus dan pendarahan uterus
dan bagaimana melakukan pemijatan jika uterus lembek dengan cara memijat atau
memutar perut selama 15 kali.
c) Mengajarkan ibu cara membersihkan daerah vulva yaitu dari depan ke belakang
setelah buang air kecil atau besar dengan sabun dan air. Mengganti pembalut
minimal dua kali sehari (maksimal setiap 6 jam sekali) atau sewaktu-waktu terasa
basah atau kotor dan tidak nyaman, mencuci tangan dengan sabun sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelamin dan basuhlah daerah luka episiotomi atau
laserasi dengan hati hati.
d) Mengajarkan ibu teknik memberikan asi yang benar yaitu sebelum menyusui ASI
dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting dan areola payudara. Cara ini
mempunyai manfaat sebagai desinfeksi dan menjaga kelembapan puting susu.
Posisi yang salah saat menyusui beresiko terjadi lecet pada putting susu, ini
karena bayi tidak mengisap pada aerola tapi pada puting saja. Jika puting lecet
akan menyebabkan nyeri sehingga ibu enggan untuk menyusui. (Yefi
marliandiani, 2015)
e) Menganjurkan ibu untuk memberikan asi sesering mungkin maksimal 2 jam sekali
dengan lama menyusui minimal 10-15 menit dengan penuh kasih sayang,
sentuhan, ada kontak pandang mata, suara dan kehangatan dengan kata lain
pemberian asi suatu proses asuh, asih dan asah. (Amelia Hirawan, 2011)
f) Menganjurkan ibu untuk makan-makanan yang mengandung protein tinggi seperti
putih telur minimal 8 butir sehari, nasi 1 1/2 porsi sekali makan, daging 1 potong
sedang sekali makan, tempe 2 potong sedang sekali makan, sayur 100 gram/ 1
mangkuk sedang sekali makan, buah 1-2 potong sekali makan dan minum
sedikitnya 12-14 gelas air setiap hari atau sama saja dengan 2 kali lebih banyak
dari sebelum hamil.
g) Menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan pada bayi dengan cara menyelimuti
Bayi.
h) Mengajarkan ibu untuk mobilisasi dini
2) KF 2 : 4 hari-28 hari
a) Memantau tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus uteri, kantung kemih dan
pendarahan pervaginam
b) Mengecek bekas luka jahitan jika perenium di jahit.
c) Mengajarkan ibu pijat oksitosin jika ASI tidak keluar.
Pijat oksitosi membantu merangsang hormon oksitosin keluar, dimana hormon
oksitosin berperan dalam proses keluarnya ASI. Hormon oksitosin diproduksi oleh
kelenjar hipofisi posterior, setelah diproduksi oksitosin akan memasuki darah
kemudian merangsang sel-sel miopitel yang mengelilingi alveolus mammae dan
duktus laktiferus. Kontraksi sel-sel meopitel mendorong ASI keluar dari alveolus
mammae melalui duktus laktiferus menuju ke sinus laktiferus dan disana ASI
akan disimpan. Pada saat bayi menghisap puting susu, ASI yang tersimpan di
sinus laktiferus akan tertekan keluar kemulut bayi. (Widyasih, 2013).
d) Menganjurkan ibu untuk makan-makanan yang mengandung protein, sayuran dan
buah-buahan dan minum sedikitnya 12-14 gelas air setiap hari
e) Menilai adanya tanda bahaya nifas
f) Mengevaluasi ibu untuk tetap menyusui bayinya setiap 2 jam dengan lama
menyusui 10-15 menit di setiap payudara.
g) Menganjurkan ibu agar istirahat cukup jika bayinya tidur untuk mencegah
kelelahan yang berlebihan.
h) Memberikan konseling kepada ibu tentang asuhan pada bayi dan perawatan tali
pusat.
i) Mengajarkan ibu bagaimana cara melakukan ASI perah dengan tangan atau denga
n pompa jika ibu ingin bekerja kembali. ASI yang sudah di perah di taruh di suhu
ruangan 19-26o C akan tahan 4-6 jam, -15-4oC akan tahan 24 jam jika di taruh di c
ooler box, <4o C akan tahan 72 jam jika di taruh di kulkas, -15oC akan tahan 2 mi
nggu jika di taruh di freezer kulkas 1 pintu, dan -18 oC akan tahan 3-6 bulan jika di
taruh di freezer kulkas 2 pintu. (Monika, 2014)
3) KF 3 : 29 hari-42 hari. (Depkes RI. 2009)
a) Memantau tekanan darah, nadi dan suhu
b) Menanyakan tentang adakah penyulit yang ia atau bayi alami
c) Memberikan konseling untuk KB secara dini

2.8 Keluarga Berencana


1. Pengertian
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak dan jarak
kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, pemerintah mencanangkan program atau
cara untuk mencegah dan menunda kehamilan Keluarga berencana merupakan upaya
mengatur kelahiran anak, jarak ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi,
perlindungan dan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas. Menurut World Health Organization, Keluarga berencana adalah tindakan
yang membantu individu/pasutri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu,
menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang tidak
diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara
kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.

2. Tujuan
Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi perintah masyarakat
akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan
tingkat/angka kematian bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas. Perlu diketahui bahwa
tujuan-tujuan tersebut merupakan kelanjutan dari tujuan program KB tahun 1970 yaitu
tujuan demografis berupa penurunan TFR dan tujuan filosofis berupa kelembagaan dan
pembudidayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)

3. Sasaran
Sasaran langsung yaitu Pasangan usia subur (PUS) yaitu pasangan yang
wanitanya berusia antara 15-44 tahun. Sasaran tidak langsung yaitu Pelaksanaan dan
pengelolaan KB, dengan cara menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan
kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang
berkualitas, keluarga sejahtera.

4. Macam macam Metode Kontrasepsi


1) Metode kontrasepsi Sederhana

Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode kontrasepsi sederhana


tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan alat. Metode kontrasepsi tanpa alat,
diantaranya Metode Amenore Laktasi (MAL), Coitus Interuptus, Metode Kalender,
Metode Lendir Serviks, Metode Suhu Basal Badan, dan simptoternal yaitu
perpaduan antara suhu basal dan lendir serviks. Sedangkan metode kontrasepsi
sederhana dengan alat yaitu kondom, diafragma, cup serviks dan spermisida.

a) Metode Amenore Laktasi (MAL)

Metode Amenore Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi sementara yang


mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya
diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya. MAL dapat
dikatakan sebagai metode kontrasepsi berencana alamiah (KBA) atau natural
family planning, apabila tidak dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain.
MAL hanya efektif sampai 6 bulan dan harus dilanjutkan dengan pemakaian
metode kontrasepsi lainnya Cara kerja MAL yaitu dengan penundaan/
penekanan ovulasi.

b) Metode suhu basal

Metode ini berdasarkan kenaikan suhu tubuh setelah ovulasi sampai sehari
sebelum menstruasi. Untuk mengetahui bahwa suhu tubuh benar-benar naik,
maka harus selalu diukur dengan termometer yang sama dan pada tempat yang
sama (di mulut, anus, atau vagina) setiap pagi setelah bangun tidur sebelum
mengerjakan pekerjaan apapun dan dicatat pada tabel syaratnya tidur malam
paling sedikit 5 sampai 6 jam per hari secara berturut-turut, suhu rendah (36,4 C
– 36,7 C) kemudian 3 hari berturut-turut suhu lebih tinggi (36,9 C – 37,5 C),
maka setelah itu dapat dilakukan senggama tanpa menggunakan alat kontrasepsi.
Metode ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi, jika suhu diukur secara rutin
dan senggama sebelum ovulasi dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi
lain. Kesalahan dapat terjadi jika sedang mengalami sakit, misalnya demam,
mengukur suhu tidak pada waktu yang biasanya, ganti termometer, ganti tempat
pengukur suhu. Metode ini baik untuk digunakan, tetapi harus diperhatikan pada
kasus-kasus tertentu, seperti ibu yang sedang menyusui, karena sikklus yang
tidak teratur.

c) Metode lendir serviks

Pengamatan dilakukan pada lendir yang melindungi serviks dari bakteri-bakteri


penyebab penyakit dan dari sperma sebelum masa subur. Pada saat menjelang
ovulasi lendir ini akan mengandung lebih banyak ovulasi lendir ini akan
mengandung lebih banyak air (menjadi encer) sehingga mudah dilalui oleh
sperma. Setelah ovulasi lendir akan kembali menjadi lebih padat. Perubahan
bentuk lendir ini bervariasi bagi setiap wanita dan pada setiap siklus. Untuk
mengamati perubahan ini bagi wanita tertentu cukup dengan mengamati lendir
yang berada di liang vagina. Pada puncak masa subur, yaitu menjelang dan pada
saat ovulasi lendir akan keluar dalam jumlah yang lebih banyak, menjadi
transparan, encer dan bening seperti putih telur dan dapat ditarik diantara dua jari
seperti benang. Tiga hari setelah puncak masa subur dapat dilakukan senggama
tanpa alat kontrasepsi. Lendir serviks tidak dapat diamati pada saat terangsang dan
beberapa jam setelah sengama, karena dinding vagina juga akan mengeluarkan
lendir yang akan memalsukan lendir serviks. Metode ini cukup aman bagi wanita
yang berpengalaman dalam mengenali bentuk-bentuk lendir dengan demikian
diperlukan waktu yang cukup lama untuk dapat menggunakan metode ini.

d) Metode simtotermal

Mendapat instruksi untuk metode lendir serviks dan suhu basal. Ibu dapat
menentukan masa subur ibu dengan mengamati suhu tubuh dan lendir serviks

e) Kondom
Kondom mampu menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur
dengan cara menampung sperma diujung selabung karet yang dipasang pada
penis. Keuntungan pemakaian KB kondom yaitu efektif apabila digunakan
dengan benar, tidak mengganggu produksi ASI, tidak menganggu kesehatan
klien, murah dan dapat dibeli secara umum, dan tidak perlu resep dokter atau
pemeriksaan kesehatan khusus. Kondom memiliki keterbatasan yaitu
efektivitas tidak terlalu tinggi, keberhasilan dipengaruhi oleh cara penggunaan,
harus disiapkan sebelum berhubungan seksual, mengganggu hubungan seksual.
Akseptor KB kondom tidak diperlukan anamnesa atau pemeriksaan khusus,
akseptor KB kondom perlu diberikan penjelasan secara lisan dan intruksi
tertulis.
f) Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk cembung, terbuat dari lateks (karet) yang
diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup
serviks. Jenis diafragma ada 3, diantaranya Flat Spring, Coil sprig, Arching
spring. Cara kerjanya yaitu menahan sperma agar tidak mendapatkan akses
mencapai saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba falopi) dan
sebagai tempat spermisida.
2) Metode kontrasepsi hormonal

Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi 2, yaitu


kombinasi (mengandung hoormon progesteron dan estrogen sintetik) dan yang
hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi hormonal kombinasi terdapat pil dan
suntikan. Sedangkan kontrasepsi hormon yang berisi progesteron terdapat pada pil,
suntik dan implant.

a) Pil kombinasi

1. Monofasik, yaitu pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung


hormon aktif estrogen dan progesteron dalam dosisi yang sama, dengan 7 tablet
tanpa hormon aktif.
2. Bifasik yaitu pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon
aktif estrogen dan progesteron dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet
tanpa hormon aktif.
3. Trifasik yaitu pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon
aktif estrogen dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet.
4. Cara kerja: Menekan ovulasi, Mencegah implantasi, Lendir serviks mengental
sehingga sulit dilalui oleh sperma.

b) Mini pil

Mini pil adalah pil KB yang hanya mengandung hormon progesteron dalam dosis
rendah. Dosis progestin yang digunakan 03-0,05 mg per tablet.
Cara kerja:
1. Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarian.
2. Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih
sulit.
3. Mengentalkan lender serviks sehingga memperlambat penetrasi sperma.
4. Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu
Keuntungan:
1. Sangat efektif bila digunakan secara benar.
2. Tidak mengganggu hubungan seksual.

3. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak mempengaruhi ASI.

4. Kesuburan cepat kembali.

5. Sedikit efek samping.

Kontraindikasi penggunaan mini pil

1. Hamil atau diduga hamil

2. Perdarahan pervaginam yang belum bisa diketahui penyebabnya.

3. Tidak haid terjadinya gangguan haid.

4. CA payudara/ riwayat Ca payudara

5. Sering lupa mini pil.

6. Mioma uteri.

7. Riwayat stroke
c) Suntikan kombinasi
Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5
mg Estrogen sipionat dan 50 mg noretrindron enantat dan 5 mg estrodiol valerat.
Cara kerja suntikan kombinasi:
Menekan ovulasi dan Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi
sperma terganggu. Perubahan pada endometrium sehingga implantasi terganggu.
Menghambat transportasi Efektivitas KB suntik kombinasi yaitu sangat efektif (0,1-
0,4 kehamilan per 100 wanita) sebelum tahun pertama penggunaan

Keuntungan Suntikan kombinasi:

1. Resiko terhadap kesehatan kecil.

2. Tidak berpengaruh pada hubungan seksual.

3. Tidak diperlukan pemeriksaan dalam.

4. Jangka panjang.

5. Efek samping sangat kecil.


6. Mengurangi jumlah perdarahan.

7. Mengurangi nyeri haid

Kerugian suntikan Kombinasi:


1. Terjadi perubahan pada pola ahaid, seperti tidak teratur, perdarahan
bercak/spotting.
2. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan dan keluhan seperti ini akan hilang
setelah suntikan kedua atau ketiga.
3. Ketergantungan klien terhadap pelayanan kesehatan karena klien harus kembali
untuk mendapatkan suntikan.
4. Efektivitasnya berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat-obat epilepsy
atau obat tuberculosis.
5. Penambahan berat badan.
6. Tidak melindungi terhadap IMS/HIV-AIDS.
7. Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah penghentian
pemakaian.

Indikasi penggunaan suntikan kombinasi:


1. Usia reproduksi.
2. Telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak.
3. Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektivitas yang tinggi.
4. Menyusui pasca persalinan > 6 bulan.
5. Pasca persalinan tidak menyusui.
6. Anemia.
7. Nyeri haid.
8. Haid teratur.

Kontra indikasi penggunaan suntikan kombinasi


1. Hamil atau diduga hamil
2. Menyusui dibawah umur 6 minggu pasca persalinan.
3. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya.
4. Penyakit hati.
5. Usia > 35 tahun yang merokok
6. Riwayat penyakit jantung, stroke, tekanan darah tinggi ( > 180/110 mmHg)
7. Riwayat kelainan tromboemboli atau kencing manis > 20 tahun.
8. Kelainan pembuluh darah yang menyebabkan sakit kepala atau migrain.
9. Keganasan pada payudara.
d) Suntikan progestin
Tersedia 2 jenis kontasepsi suntikan yang hanya mengandung progestin, yaitu depo
medroksiprogesteron asetat dan depo noretisteron enantat
Cara kerja suntik progestin:
1. Mencegah ovulasi.
2. Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi
sperma.
3. Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi.
4. Menghambat transportasi
Keuntungan suntik progestin:

1. Sangat efektif.

2. Pencegahan kehamilan jangka panjang.

3. Tidak berpengaruh pada hubungan seksual.

4. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius pada penyakit


jantung dan gangguan pembekuan darah.

5. Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI.

6. Sedikit efek samping.

7. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun.

8. Membantu mencegah kanker edometrium dan kehamilan ektopik.

9. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.

10. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul.

11. Menurunkan krisis anemia.


Keterbatasan suntik progesteron:
1. Sering ditemukan gangguan haid.
2. Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan.
3. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu.
4. Permasalahan berat badan.
5. Tidak memberikan perlindungan terhadap IMS/HIV-AIDS.
6. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian.

Indikasi penggunaan suntikan progesteron

1. Usia reproduksi.
2. Nulipara dan yang telah memiliki anak.
3. Menghendaki kontrsepsi jangka Panjang dan memiliki
efektivitas yang tinggi.
4. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
6. Setelah keguguran.
7. Perokok.
8. Anemia

Kontraindikasi suntikan progesterone antara lain :


1. Hamil atau dicurigai hamil
2. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya
3. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara
4. Diabetes melitus disertai komplikasi.

3) Metode Kontrasepsi jangka Panjang


a. Implant
Implant adalah metode kontrasepsi yang diinsersikan pada bagian subdermal
yang hanya mengandung progestin dengan masa kerja panjang, dosis rendah dan
reversibel untuk wanita.
Cara kerja implant yaitu :
a) Lendir serviks menjadi kental.
b) Menganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi.
c) Mengurangi transportasi sperma.
d) Menekan ovulasi

Keuntungan memakai Implant:


a) Daya guna tinggi.
b) Perlindungan jangka panjang.
c) Pengembalian kesuburan yang cepat.
d) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.
e) Bebas dari pengaruh estrogen.
f) Tidak mengganggu kegiatan senggama.
g) Tidak mengganggu ASI.
h) Klien hanya kembali ke klinik bila ada keluhan.
i) Dapat dicabut setiap saat.
j) Mengurangi jumlah darah haid.
k) Mengurangi/memperbaiki anemia.

Kerugian memakai implant:

a) Perubahan pola haid.

b) Timbulnya keluhan nyeri kepala, peningkatan berat badan, jerawatm perubahan


perasaan atau kegelisahan.

c) Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan.

d) Tidak memberikan efek protektif terhadap IMS/HIV-AIDS

Indikasi penggunaan kontrasepsi implant


a) Usia reproduksi.
b) Telah memiliki anak.
c) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi.
d) Pasca persalinan tidak menyusui.
e) Pasca keguguran.
f) Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi.
g) Riwayat kehamilan ektopik.
h) Tekanan darah < 180/110 mmHg dengan masalah pembekuan darah.
i) Tidak menggunakan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen.
j) Sering lupa menggunakan pil.

Kontraindikasi penggunaan implant, sebagai berikut :


a) Hamil atau diduga hamil.
b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c) Benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
d) Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi.
e) Mioma uteri.

b) Metode Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Pasca Plasenta


WHO telah merekomendasikan IUD sebagai metode yang aman dan efektif,
masa post plasenta merupakan masa dimana wanita memiliki motivasi tinggi dan
merupakan metode efektif dimana anak dapat dirawat dengan pikiran tenang tanpa
adanya kecemasan untuk hamil. Alat kontrasepsi yang dipasang dalam Rahim
sehingga tidak terjadi pembuahan, terdiri dari bahan plastic polietilena,
pemasangan dilakukan dalam 10 menit setelah plasenta lahir (pada persalinan
normal),
Pada persalinan section caessarea dipasang pada waktu operasi Caesar.
Pemasangan bisa dilakukan dengan menggunakan ringed forceps atau secara
manual. Penggunaan inserter IUD interval tidak bisa digunakan pada pemasangan
post plasenta, karena ukuran inserter yang pendek sehingga tidak bisa digunakan
pada pemasangan post plasenta, karena ukuran inserter yang pendek sehingga
tidak bisa mencapai fundus, selain itu uterus yang masih lunak sehingga
memungkinkan terjadinya perforasi lebih besar dibandingkan dengan
menggunakan ringed forceps atau secraa manual. Jenis AKDR CuT-380A
berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga. Cara
kerja kontrasepsi ini dengan mencegah sperma dan ovum bertemu dan
menurunkan motilitas dan viabilitas sperma. Efek samping AKDR antara lain
mules, perdarahan pasca pemasangan, spotting, keputihan, keluhan suami,
kehamilan ektopik, ekspulsi, dan translokasi. (Cunningham F. G 2012)
Keuntungan
a. Sebagai kontrasepsi efektivitasnya tinggi.
b. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan per 100 wanita dalam 1 tahun pertama.
c. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.
d. Metode jangka panjang.
e. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat- ingat.
f. Tidak mempengarui hubungan seksual.
g. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
h. Tidak ada efek samping hormonal.
i. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
j. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau setelah keguguran.
k. Dapat digunakan sampai menopause.
l. Tidak ada interaksi dengan obat-obat
m. Membantu mencegah kehamilan ektopik
n. Indikasi pemakaian AKDR
o. Usia reproduksi.
p. Keadaan nulipara.
q. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
r. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.
s. Setelah melahirkan dan masih menyusui bayinya.
t. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.
u. Resiko rendah dari IMS.
v. Tidak menghendaki metode hormonal.
w. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.
Kontraindikasi penggunaan AKDR
1.1.2 Sedang hamil.
1.1.3 Perdarahan vagina yang tidak diketahui penyebabnya.
1.1.4 Sedang menderita infeksi alat genital.
1.1.5 Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita radang
panggul atau abortus.
1.1.6 Kelainan bawaan uterus yang abnormal.
1.1.7 Diketahui menderita TBC pelvic.
1.1.8 Kanker alat genital.
1.1.9 Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm

Teknik pemasangan AKDR pasca plasenta


a) Alat kontrasepsi dalam Rahim yang dipasang pasca plasenta sampai sejauh ini
masih menggunaakan AKDR biasa dipasang dengan dua cara yaitu: (Rusmini
2017)
b) Dijepit dengan menggunakan dua jari dan dimasukkan ke dalam rongga uterus
melalui serviks yang masih terbuka sehingga seluruh tangan bisa masuk.
AKDR diletakkan tinggi menyentuh fundus uteri.
c) Menggunakan klem cincin (ring forceps) dimana AKDR dipegang pada
pertemuan antara kedua lengan horizontal dengan lengan vertical dan
diinsersikan jauh ke dalam fundus uteri

Pemeriksaan lanjutan

Pemeriksaan sesudah di pasang dilakukan 1 minggu sesudahnya, pemeriksaan


dua, tiga bulan kemudian dan selanjutnya tiap enam bulan. (Prawirohardjo 2014)

1) Metode Kontrasepsi Mantap


Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu Metode Operatif
Wanita dan Metode Operatif Pria. MOW sering dikenal sebagi dengan tubektomi
karena prinsip metode ini adalah memotong atau mengikat saluran tuba/tuba falopi
sehingga mencegah pertemuan antara ovum dan sperma. Sedangkan MOP sering
dikenal dengan nama vasektomi, vasektomi yaitu memotong atau mengikat vas
deferens sehingga cairan sperma tidak dapat keluar atau ejakulasi . Setiap peserta
kontap harus memenuhi 3 syarat, yaitu:
1. Sukarela Setiap calon peserta kontap harus secara sukarela menerima
pelayanan kontap; artinya secara sadar dan dengan kemauan sendiri memilih
kontap sebagai cara kontrasepsi
2. Bahagia Setiap calon peserta kontap harus memenuhi syarat bahagia, artinya
Calon peserta tersebut dalam perkawinan yang sah dan harmonis dan telah
dianugerahi sekurang-kurangnya 2 orang anak yang sehat rohani dan jasmani.
Bila hanya mempunyai 2 orang anak, maka anak yang terkecil paling sedikit
umur sekitar 2 tahun. Umur istri paling muda sekitar 25 tahun.
3. Kesehatan, Setiap calon peserta kontap harus memenuhi syarat kesehatan;
artinya tidak ditemukan adanya hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani
kontap. Oleh karena itu setiap calon peserta harus diperiksa terlebih dahulu
kesehatannya oleh dokter, sehingga diketahui apakah cukup sehat untuk
dikontap atau tidak. Selain itu juga setiap calon peserta kontap harus mengikuti
konseling (bimbingan tatap muka) dan menandatangani formulir persetujuan
tindakan medik (Informed Consent).

2.9 Pedoman Bagi Ibu Hamil, Ibu Nifas Dan Bayi Baru Lahir Selama Social Distancing
Prinsip-prinsip pencegahan COVID-19 pada ibu hamil, ibu nifas dan bayi baru lahir
di masyarakat meliputi universal precaution dengan selalu cuci tangan memakai sabun
selama 20 detik atau hand sanitizer, pemakaian alat pelindung diri, menjaga kondisi tubuh
dengan rajin olah raga dan istirahat cukup, makan dengan gizi yang seimbang, dan
mempraktikan etika batuk-bersin.
Sedangkan prinsip-prinsip manajemen COVID-19 di fasilitas kesehatan adalah
isolasi awal, prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari kelebihan
cairan, pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko sekunder akibat infeksi
bakteri), pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta yang lain,
pemantauan janin dan kontraksi uterus, ventilasi mekanis lebih dini apabila terjadi
gangguan pernapasan yang progresif, perencanaan persalinan berdasarkan pendekatan
individual / indikasi obstetri, dan pendekatan berbasis tim dengan multidisipin.
A. BAGI IBU HAMIL, BERSALIN, NIFAS, BAYI BARU LAHIR DAN IBU
MENYUSUI
1. Upaya Pencegahan Umum yang Dapat Dilakukan oleh Ibu Hamil, Bersalin dan
Nifas :
a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sedikitnya selama 20 detik (cara cuci
tangan yang benar pada buku KIA hal. 28). Gunakan hand sanitizer berbasis
alkohol yang setidaknya mengandung alkohol 70%, jika air dan sabun tidak
tersedia. Cuci tangan terutama setelah Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air
Kecil (BAK), dan sebelum makan (Buku KIA hal 28 ).
b. Khusus untuk ibu nifas, selalu cuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah
memegang bayi dan sebelum menyusui. (Buku KIA hal. 28).
c. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci.
d. Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.
e. Gunakan masker medis saat sakit. Tetap tinggal di rumah saat sakit atau segera ke
fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak beraktivitas di luar.
f. Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang tissue pada
tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tissue, lakukan batuk sesuai etika
batuk.
g. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang sering
disentuh.
h. Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan penularan
penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi penggunaan
masker saja masih kurang cukup untuk melindungi seseorang dari infeksi ini,
karenanya harus disertai dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan masker harus
dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-usaha pencegahan lainnya.
i. Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya dan dapat
membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha pencegahan lain yang sama
pentingnya seperti hand hygiene dan perilaku hidup sehat.
j. Cara penggunaan masker medis yang efektif :
1) Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung, kemudian
eratkan dengan baik untuk meminimalisasi celah antara masker dan wajah.
2) Saat digunakan, hindari menyentuh masker.
3) Lepas masker dengan teknik yang benar (misalnya : jangan menyentuh
bagian depan masker, tapi lepas dari belakang dan bagian dalam).
4) Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah digunakan,
segera cuci tangan.
5) Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti masker jika
masker yang digunakan terasa mulai lembab.
6) Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai.
7) Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan sampah medis
sesuai SOP.
8) Masker pakaian seperti katun tidak direkomendasikan.
k. Menunda pemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatan apabila tidak ada tanda-
tanda bahaya pada kehamilan (Buku KIA hal. 8-9).
l. Menghindari kontak dengan hewan seperti: kelelawar, tikus, musang atau hewan
lain pembawa COVID-19 serta tidak pergi ke pasar hewan.
m. Bila terdapat gejala COVID-19, diharapkan untuk menghubungi telepon layanan
darurat yang tersedia (Hotline COVID-19 : 119 ext 9) untuk dilakukan
penjemputan di tempat sesuai SOP, atau langsung ke RS rujukan untuk mengatasi
penyakit ini.
n. Hindari pergi ke negara/daerah terjangkit COVID-19, bila sangat mendesak untuk
pergi diharapkan konsultasi dahulu dengan spesialis obstetri atau praktisi
kesehatan terkait.
o. Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai COVID-19 di media
sosial terpercaya.
2. Bagi Ibu Hamil:
a. Untuk pemeriksaan hamil pertama kali, buat janji dengan dokter agar tidak
menunggu lama. Selama perjalanan ke fasyankes tetap melakukan pencegahan
penularan COVID-19 secara umum.
b. Pengisian stiker Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) dipandu bidan/perawat/dokter melalui media komunikasi.
c. Pelajari buku KIA dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya. Jika
terdapat risiko / tanda bahaya (tercantum dalam buku KIA), maka periksakan diri
ke tenaga kesehatan. Jika tidak terdapat tanda-tanda bahaya, pemeriksaan
kehamilan dapat ditunda.
e. Pastikan gerak janin diawali usia kehamilan 20 minggu dan setelah usia
kehamilan 28 minggu hitung gerakan janin (minimal 10 gerakan per 2 jam).
f. Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan mengonsumsi
makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan tetap mempraktikan
aktivitas fisik berupa senam ibu hamil / yoga / pilates / aerobic / peregangan
secara mandiri dirumah agar ibu tetap bugar dan sehat.
g. Ibu hamil tetap minum tablet tambah darah sesuai dosis yang diberikan oleh
tenaga kesehatan.
h. Kelas Ibu Hamil ditunda pelaksanaannya sampai kondisi bebas dari pandemik
COVID-19.
3. Bagi Ibu Bersalin:
a. Rujukan terencana untuk ibu hamil berisiko.
b. Ibu tetap bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan. Segera ke fasilitas kesehatan
jika sudah ada tanda-tanda persalinan.
c. Ibu dengan kasus COVID-19 akan ditatalaksana sesuai tatalaksana persalinan
yang dikeluarkan oleh PP POGI.
d. Pelayanan KB Pasca Persalinan tetap berjalan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan sebelumnya.
4. Bagi Ibu Nifas dan Bayi Baru Lahir:
a. Ibu nifas dan keluarga harus memahami tanda bahaya di masa nifas (lihat Buku
KIA). Jika terdapat risiko/ tanda bahaya, maka periksakan diri ke tenaga
kesehatan.
b. Kunjungan nifas (KF) dilakukan sesuai jadwal kunjungan nifas yaitu :
1) KF 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 2 (dua) hari pasca persalinan;
2) KF 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari pasca persalinan;
3) KF 3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan)
hari pasca persalinan;
4) KF 4 : pada periode 29 (dua puluh sembilan) sampai dengan 42 (empat puluh
dua) hari pasca persalinan.
c. Pelaksanaan kunjungan nifas dapat dilakukan dengan metode kunjungan rumah
oleh tenaga kesehatan atau pemantauan menggunakan media online (disesuaikan
dengan kondisi daerah terdampak COVID-19), dengan melakukan upaya-upaya
pencegahan penularan COVID-19 baik dari petugas, ibu dan keluarga.
d. Pelayanan KB tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan membuat perjanjian
dengan petugas.
e. Bayi baru lahir tetap mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat lahir (0 – 6
jam) seperti pemotongan dan perawatan tali pusat, inisiasi menyusu dini, injeksi
vitamin K1, pemberian salep/tetes mata antibiotik dan pemberian imunisasi
hepatitis B.
f. Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan, pengambilan
sampel skrining hipotiroid kongenital (SHK) dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
g. Pelayanan neonatal esensial setelah lahir atau Kunjungan Neonatal (KN) tetap
dilakukan sesuai jadwal dengan kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan dengan
melakukan upaya pencegahan penularan COVID-19 baik dari petugas ataupun ibu
dan keluarga. Waktu kunjungan neonatal yaitu :
1) KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat puluh delapan)
jam setelah lahir;
2) KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah lahir;
3) KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan)
hari setelah lahir.
h. Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI ekslusif dan
tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang tercantum pada buku
KIA). Apabila ditemukan tanda bahaya pada bayi baru lahir, segera bawa ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Khusus untuk bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR), apabila ditemukan tanda bahaya atau permasalahan segera dibawa ke
Rumah Sakit.

B. BAGI PETUGAS KESEHATAN:


1. Rekomendasi Utama Untuk Tenaga Kesehatan Yang Menangani Pasien
COVID-19 Khususnya Ibu Hamil, Bersalin Dan Nifas:
a. Tenaga kesehatan tetap melakukan pencegahan penularan COVID 19, jaga jarak
minimal 1 meter jika tidak diperlukan tindakan.
b. Tenaga kesehatan harus segera memberi tahu tenaga penanggung jawab infeksi di
tempatnya bekerja (Komite PPI) apabila kedatangan ibu hamil yang telah
terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
c. Tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien Dalam
Pengawasan (PDP) dalam ruangan khusus (ruangan isolasi infeksi airborne) yang
sudah disiapkan sebelumnya apabila rumah sakit tersebut sudah siap sebagai
d. pusat rujukan pasien COVID-19. Jika ruangan khusus ini tidak ada, pasien harus
sesegera mungkin dirujuk ke tempat yang ada fasilitas ruangan khusus tersebut.
Perawatan maternal dilakukan diruang isolasi khusus ini termasuk saat persalinan
dan nifas.
e. Bayi yang lahir dari ibu yang terkonfirmasi COVID-19, dianggap sebagai Pasien
Dalam Pengawasan (PDP), dan bayi harus ditempatkan di ruangan isolasi sesuai
dengan Panduan Pencegahan Infeksi pada Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
f. Untuk mengurangi transmisi virus dari ibu ke bayi, harus disiapkan fasilitas untuk
perawatan terpisah pada ibu yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien
Dalam Pengawasan (PDP) dari bayinya sampai batas risiko transmisi sudah
dilewati.
g. Pemulangan pasien postpartum harus sesuai dengan rekomendasi.

2. Rekomendasi bagi Petugas Kesehatan saat antenatal care:


a. Wanita hamil yang termasuk pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 harus
segera dirawat di rumah sakit (berdasarkan pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi COVID-19). Pasien dengan COVID-19 yang diketahui atau
diduga harus dirawat di ruang isolasi khusus di rumah sakit. Apabila rumah sakit
tidak memiliki ruangan isolasi khusus yang memenuhi syarat Airborne Infection
Isolation Room (AIIR), pasien harus ditransfer secepat mungkin ke fasilitas di
mana fasilitas isolasi khusus tersedia.
b. Investigasi laboratorium rutin seperti tes darah dan urinalisis tetap dilakukan
c. Pemeriksaan rutin (USG) untuk sementara dapat ditunda pada ibu dengan infeksi
terkonfirmasi maupun PDP sampai ada rekomendasi dari episode isolasinya
berakhir. Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko tinggi.
d. Penggunaan pengobatan di luar penelitian harus mempertimbangkan analisis risk
benefit dengan menimbang potensi keuntungan bagi ibu dan keamanan bagi janin.
Saat ini tidak ada obat antivirus yang disetujui oleh FDA untuk
e. pengobatan COVID-19, walaupun antivirus spektrum luas digunakan pada hewan
model MERS sedang dievaluasi untuk aktivitas terhadap SARS-CoV-2
f. Antenatal care untuk wanita hamil yang terkonfirmasi COVID-19 pasca
perawatan, kunjungan antenatal selanjutnya dilakukan 14 hari
g. setelah periode penyakit akut berakhir. Periode 14 hari ini dapat dikurangi apabila
pasien dinyatakan sembuh.
h. Direkomendasikan dilakukan USG antenatal untuk pengawasan
i. pertumbuhan janin, 14 hari setelah resolusi penyakit akut. Meskipun tidak ada
bukti bahwa gangguan pertumbuhan janin (IUGR) akibat COVID-19, didapatkan
bahwa dua pertiga kehamilan dengan SARS disertai oleh IUGR dan solusio
plasenta terjadi pada kasus MERS, sehingga tindak lanjut ultrasonografi
diperlukan.
j. Jika ibu hamil datang di rumah sakit dengan gejala memburuk dan diduga /
dikonfirmasi terinfeksi COVID-19, berlaku beberapa rekomendasi berikut:
Pembentukan tim multi-disiplin idealnya melibatkan konsultan dokter spesialis
penyakit infeksi jika tersedia, dokter kandungan, bidan yang bertugas dan dokter
anestesi yang bertanggung jawab untuk perawatan pasien sesegera mungkin
setelah masuk. Diskusi dan kesimpulannya harus didiskusikan dengan ibu dan
keluarga tersebut.
k. Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan
perjalanan ke luar negeri dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel advisory)
yang dikeluarkan pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat perjalanan
terutama dalam 14 hari terakhir dari daerah dengan penyebaran luas SARS-CoV-
2.
l. Vaksinasi. Saat ini tidak ada vaksin untuk mencegah COVID-19.

3. Rekomendasi Bagi Tenaga Kesehatan Terkait Pertolongan Persalinan:


a. Jika seorang wanita dengan COVID-19 dirawat di ruang isolasi di ruang bersalin,
dilakukan penanganan tim multi-disiplin yang terkait yang meliputi dokter paru /
penyakit dalam, dokter kandungan, anestesi, bidan, dokter neonatologis dan
perawat neonatal.
b. Upaya harus dilakukan untuk meminimalkan jumlah anggota staf yang memasuki
ruangan dan unit, harus ada kebijakan lokal yang menetapkan personil yang ikut
dalam perawatan. Hanya satu orang (pasangan/anggota
c. keluarga) yang dapat menemani pasien. Orang yang menemani harus
diinformasikan mengenai risiko penularan dan mereka harus memakai APD yang
sesuai saat menemani pasien.
d. Pengamatan dan penilaian ibu harus dilanjutkan sesuai praktik standar, dengan
penambahan saturasi oksigen yang bertujuan untuk menjaga saturasi oksigen >
94%, titrasi terapi oksigen sesuai kondisi.
e. Menimbang kejadian penurunan kondisi janin pada beberapa laporan kasus di
Cina, apabila sarana memungkinkan dilakukan pemantauan janin secara kontinyu
selama persalinan.
f. Sampai saat ini belum ada bukti klinis kuat merekomendasikan salah satu cara
persalinan, jadi persalinan berdasarkan indikasi obstetri dengan memperhatikan
keinginan ibu dan keluarga, terkecuali ibu dengan masalah gagguan respirasi yang
memerlukan persalinan segera berupa SC maupun tindakan operatif pervaginam.
g. Bila ada indikasi induksi persalinan pada ibu hamil dengan PDP atau konfirmasi
COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan apabila memungkinkan untuk
ditunda samapai infeksi terkonfirmasi atau keadaan akut sudah teratasi. Bila
menunda dianggap tidak aman, induksi persalinan dilakukan di ruang isolasi
termasuk perawatan pasca persalinannya.
h. Bila ada indikasi operasi terencana pada ibu hamil dengan PDP atau konfirmasi
COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan apabila memungkinkan untuk
ditunda untuk mengurangi risiko penularan sampai infeksi terkonfirmasi atau
keadaan akut sudah teratasi. Apabila operasi tidak dapat ditunda maka operasi
sesuai prosedur standar dengan pencegahan infeksi sesuai standar APD lengkap.
i. Persiapan operasi terencana dilakukan sesuai standar.
j. Apabila ibu dalam persalinan terjadi perburukan gejala,
dipertimbangkan keadaan secara individual untuk melanjutkan observasi
persalinan atau dilakukan seksio sesaria darurat apabila hal ini akan memperbaiki
usaha resusitasi ibu.
k. Pada ibu dengan persalinan kala II dipertimbangkan tindakan operatif pervaginam
untuk mempercepat kala II pada ibu dengan gejala kelelahan ibu atau ada tanda
hipoksia.
l. Perimortem cesarian section dilakukan sesuai standar apabila ibu dengan
kegagalan resusitasi tetapi janin masih viable.
Ruang operasi kebidanan :
1) Operasi elektif pada pasien COVID-19 harus dijadwalkan terakhir.
2) Pasca operasi ruang operasi harus dilakukan pembersihan penuh ruang
operasi sesuai standar.
3) Jumlah petugas di kamar operasi seminimal mungkin dan menggunakan alat
perlindungan diri sesuai standar.
m. Penjepitan tali pusat ditunda beberapa saat setelah persalinan masih bisa
dilakukan, asalkan tidak ada kontraindikasi lainnya. Bayi dapat dibersihkan dan
dikeringkan seperti biasa, sementara tali pusat masih belum dipotong.
n. Staf layanan kesehatan di ruang persalinan harus mematuhi Standar Contact dan
Droplet Precautions termasuk menggunakan APD yang sesuai dengan panduan
PPI.
o. Antibiotik intrapartum harus diberikan sesuai protokol.
p. Plasenta harus dilakukan penanganan sesuai praktik normal. Jika diperlukan
histologi, jaringan harus diserahkan ke laboratorium, dan laboratorium harus
diberitahu bahwa sampel berasal dari pasien suspek atau terkonfirmasi COVID-
19.
q. Berikan anestesi epidural atau spinal sesuai indikasi dan menghindari anestesi
umum kecuali benar-benar diperlukan.
r. Tim neonatal harus diberitahu tentang rencana untuk melahirkan bayi dari ibu
yang terkena COVID-19 jauh sebelumnya

4. Rekomendasi bagi Tenaga Kesehatan terkait Pelayanan Pasca Persalinan untuk


Ibu dan Bayi Baru Lahir :
a. Semua bayi baru lahir dilayani sesuai dengan protokol perawatan bayi baru lahir.
Alat perlindungan diri diterapkan sesuai protokol. Kunjungan neonatal dapat
dilakukan melalui kunjungan rumah sesuai prosedur. Perawatan bayi baru lahir
termasuk Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) dan imunisasi tetap dilakukan.
Berikan informasi kepada ibu dan keluarga mengenai perawatan bayi baru lahir
dan tanda bahaya. Lakukan komunikasi dan pemantauan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir secara online/digital.
b. Untuk pelayanan Skrining Hipotiroid Kongenital, pengambilan spesimen tetap
dilakukan sesuai prosedur. Tata cara penyimpanan dan pengiriman spesimen
sesuai dengan Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital. Apabila terkendala
dalam pengiriman spesimen dikarenakan situasi pandemik COVID-19, spesimen
dapat disimpan selama maksimal 1 bulan pada suhu kamar.
c. Untuk bayi baru lahir dari ibu terkonfirmasi COVID-19 atau masuk dalam kriteria
Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dikarenakan informasi mengenai virus baru ini
terbatas dan tidak ada profilaksis atau pengobatan yang tersedia, pilihan untuk
perawatan bayi harus didiskusikan dengan keluarga pasien dan tim kesehatan
yang terkait.
d. Ibu diberikan konseling tentang adanya referensi dari Cina yang menyarankan
isolasi terpisah dari ibu yang terinfeksi dan bayinya selama 14 hari. Pemisahan
sementara bertujuan untuk mengurangi kontak antara ibu dan bayi.
e. Bila seorang ibu menunjukkan bahwa ia ingin merawat bayi sendiri, maka segala
upaya harus dilakukan untuk memastikan bahwa ia telah menerima
informasi lengkap dan memahami potensi risiko terhadap bayi.
f. Sampai saat ini data terbatas untuk memandu manajemen postnatal bayi dari ibu
yang dites positif COVID-19 pada trimester ke tiga kehamilan. Sampai saat ini
tidak ada bukti transmisi vertikal (antenatal).
g. Semua bayi yang lahir dari ibu dengan PDP atau dikonfirmasi COVID-19 juga
perlu diperiksa untuk COVID-19.
h. Bila ibu memutuskan untuk merawat bayi sendiri, baik ibu dan bayi harus
diisolasi dalam satu kamar dengan fasilitas en-suite selama dirawat di rumah sakit.
Tindakan pencegahan tambahan yang disarankan adalah sebagai berikut:
1) Bayi harus ditempatkan di inkubator tertutup di dalam ruangan.
2) Ketika bayi berada di luar inkubator dan ibu menyusui, mandi, merawat,
memeluk atau berada dalam jarak 1 meter dari bayi, ibu disarankan untuk
3) mengenakan APD yang sesuai dengan pedoman PPI dan diajarkan mengenai
etiket batuk.
4) Bayi harus dikeluarkan sementara dari ruangan jika ada prosedur yang
menghasilkan aerosol yang harus dilakukan di dalam ruangan.
i. Pemulangan untuk ibu postpartum harus mengikuti rekomendasi pemulangan
pasien COVID-19.

5. Rekomendasi terkait Menyusui bagi Tenaga Kesehatan dan Ibu Menyusui:


a. Ibu sebaiknya diberikan konseling tentang pemberian ASI. Sebuah penelitian
terbatas pada dalam enam kasus persalinan di Cina yang dilakukan pemeriksaan
ASI didapatkan negatif untuk COVID-19. Namun mengingat jumlah kasus yang
sedikit, bukti ini harus ditafsirkan dengan hati-hati.
b. Risiko utama untuk bayi menyusu adalah kontak dekat dengan ibu, yang
cenderung terjadi penularan melalui droplet infeksius di udara.
c. Petugas kesehatan sebaiknya menyarankan bahwa manfaat menyusui melebihi
potensi risiko penularan virus melalui ASI. Risiko dan manfaat menyusui,
termasuk risiko menggendong bayi dalam jarak dekat dengan ibu, harus
didiskusikan. Ibu sebaiknya juga diberikan konseling bahwa panduan ini dapat
berubah sesuai perkembangan ilmu pengetahuan.
d. Keputusan untuk menyusui atau kapan akan menyusui kembali (bagi yang tidak
menyusui) sebaiknya dilakukan komunikasi tentang risiko kontak dan manfaat
menyusui oleh dokter yang merawatnya.
e. Untuk wanita yang ingin menyusui, tindakan pencegahan harus diambil untuk
membatasi penyebaran virus ke bayi:
1) Mencuci tangan sebelum menyentuh bayi, pompa payudara atau
botol.
2) Mengenakan masker untuk menyusui.
3) Lakukan pembersihan pompa ASI segera setelah penggunaan.
4) Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang dengan kondisi yang sehat
untuk memberi ASI.
5) Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik), sehingga bayi
dapat menerima manfaat ASI dan untuk menjaga persediaan ASI agar proses
menyusui dapat berlanjut setelah ibu dan bayi disatukan
6) kembali. Jika memerah ASI menggunakan pompa ASI, pompa harus
dibersihkan dan didesinfeksi dengan sesuai.
7) Pada saat transportasi kantong ASI dari kamar ibu ke lokasi penyimpanan
harus menggunakan kantong spesimen plastik. Kondisi penyimpanan harus
sesuai dengan kebijakan dan kantong ASI harus ditandai dengan jelas dan
disimpan dalam kotak wadah khusus, terpisah dengan kantong ASI dari pasien
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai