TINJAUAN PUSTAKA
Continuity of care merupakan hal yang mendasar dalam model praktik kebidanan
untuk memberikan asuhan yang holistik, membangun kemitraan yang berkelanjutan untuk
memberikan dukungan, dan membina hubungan saling percaya antara bidan dengan klien
(Astuti, dkk, 2017).
2.1.2 Dimensi
Menurut WHO dalam Astuti (2017), dimensi pertama dari continuity of care yaitu
dimulai saat kehamilan, pra kehamilan, selama kehamilan, persalinan, serta hari-hari awal
dan tahun kehidupan. Dimensi kedua dari Continuity of care yaitu tempat pelayanan yang
menghubungkan berbagai tingkat pelayanan mulai dari rumah, masyarakat, dan sarana
kesehatan. Dengan demikian bidan dapat memberikan asuhan secara berkesinambungan.
2.1.3 Tujuan
Menurut Saifuddin (2014), tujuan umum dilakukan asuhan kehamilan yang
berkesinambungan adalah sebagai berikut :
a) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang
bayi
b) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi.
c) Mengenal secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedahan.
d) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.
f) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara optimal.
g) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
2.1.4 Manfaat
Continuity of care dapat diberikan melalui tim bidan yang berbagi beban kasus, yang
bertujuan untuk memastikan bahwa ibu menerima semua asuhannya dari satu bidan atau
tim praktiknya. bidan dapat bekerja sama secara multi disiplin dalam melakukan konsultasi
dan rujukan dengan tenaga kesehatan lainnya (Astuti, dkk, 2017).
STANDAR IV : Implemenetasi
Pernyataan standar
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif.
Kriteria:
a. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual-kultural.
b. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluarganya
(inform consent).
c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evaluasi based.
d. Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan.
e. Menjaga privasi klien/pasien.
f. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.
g. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan.
h. Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai.
i. Melakukan tindakan sesuai standar.
j. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
STANDAR V : Evaluasi
Pernyataan standar
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat
keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan
kondisi klien.
Kriteria Evaluasi:
a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melakukan asuhan sesuai kondisi klien.
b. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan / keluarga.
c. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
d. Hasil evaluasi ditindak lanjut sesuai dengan kondisi klien/pasien.
Tinggi Fundus
5) Tentu Usia kehmilan Dalam cm Menggunakan penunjuk-penunjuk badan
28 cm (± 2
kan p 28 mgg
cm) Teraba 3 jari diatas pusat
resen 32 cm (± 2
32 mgg
cm) Teraba pada pertengahan pusat dan prosesus xiphoideus
tasi ja 36 cm (± 2
36 mgg
nin d cm) Teraba 3 jari dibawah prosesus xiphoideus
36 cm (± 2
an de 40 mgg
cm) Teraba pada pertengahan pusat dan prosesus xiphoideus
nyut j
antung janin (DJJ).
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setia
p kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. J
ika pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk k
e panggul berarti dicurigai ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain. Peni
laian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal
DJJ lambat kurang dari 120 kali/menit atau DJJ cepat lebih dari 160 kali/menit menunjuk
kan adanya gawat janin. (Permenkes no. 97, 2014)
6) Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diper
lukan.
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisa
si TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi T-nya. Pemberian i
munisasi TT pada ibu hamil, sesuai dengan status imunisasi TT ibu saat ini. Ibu hamil mi
nimal 2 kali di suntik TT agar mendapatkan status perlindungan terhadap infeksi tetanus.
Ibu hamil dengan status imunisasi T5 (TT Long Life) tidak perlu diberikan imunisasi TT
lagi. (Permenkes no. 97, 2014)
h) Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita tuberkulosis
sebagai pencegahan agar infeksi tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan
janin.Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.
9) Tatalaksana/penanganan Kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap
kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan
kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan
sistem rujukan.(Permenkes NO 97 TAHUN 2014)
10) Temu wicara (konseling)
Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi :
(Permenkes NO 97 TAHUN 2014)
a) Kesehatan ibu.
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin ke tenaga
kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar beristirahat yang cukup selama
kehamilannya (sekitar 9-10 jam per hari) dan tidak bekerja berat.
b) Perilaku hidup bersih dan sehat.
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama kehamilan
misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari dengan menggunakan
sabun, menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olah raga
ringan.
c) Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan.
Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama suami. Suami,
keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi,
transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting apabila terjadi komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas kesehatan.
d). Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan menghadapi
komplikasi.
Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenal tanda-tanda bahaya baik selama kehamilan,
persalinan, dan nifas misalnya perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua, keluar
cairan berbau pada jalan lahir saat nifas dan sebagainya. Mengenal tanda-tanda bahaya
ini penting agar ibu hamil segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan.
e) Asupan gizi seimbang
Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang cukup dengan
pola gizi yang seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh kembang janin dan
derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara
rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya.
Selain itu, mengkonsumsi tambahan makanan seperti buah juga diperlukan untuk
menambah asupan gizi. Jika asupan gizi nya seimbang maka persalinan pun akan lancar
contohnya seperti manfaat buah kurma. Tanaman kurma dan komponennya memainkan
peran penting sebagai penghilang rasa sakit dan juga menyebabkan kontraksi rahim saat
melahirkan. Hal ini dimungkinkan karena senyawa flavanoid dari kurma dapat
merangsang pengeluran oksitosin yang berperan dalam proses persalinan. Sebuah studi
lainnya pada peran kurma dalam persalinan menunjukkan bahwa kurma memiliki efek
yang signifikan sebagai dilatasi serviks, mengurangi induksi, dan peningkatan
persalinan
f) Gejala penyakit menular dan tidak menular.
Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular dan penyakit tidak
menular karena dapat mempengaruhi pada kesehatan ibu dan janinnya.
g) Penawaran untuk melakukan tes HIV dan Konseling di daerah Epidemi
meluas dan terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS dan TB di daerah
epidemic rendah.
Setiap ibu hamil ditawarkan untuk dilakukan tes HIV dan segera diberikan
informasi mengenai resiko penularan HIV dari ibu ke janinnya. Apabila ibu hamil
tersebut HIV positif maka dilakukan konseling Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Anak (PPIA). Bagi ibu hamil yang negatif diberikan penjelasan untuk menjaga HIV
negative selama hamil, menyusui dan seterusnya.
h) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif.
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya segera setelah bayi
lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk kesehatan bayi.
Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan.
i) KB paska persalinan.
Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah persalinan untuk
menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya waktu merawat kesehatan diri sendiri,
anak dan keluarga.
j) Imunisasi.
Setiap ibu hamil harus mempunyai status imunisasi (TT) yang masih memberikan
perlindungan untuk mencegah ibu dan bayi mengalami tetanus neonatorum. Setiap ibu
hamil minimal mempunyai status imunisasi T2 agar terlindungi terhadap infeksi tetanus.
k) Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain booster).
Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu hamil dianjurkan
untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak (Brain
Booster) secara bersamaan pada periode kehamilan.
l) Memberikan asuhan terkait kebugaran ibu seperti senam hamil, prenatal yoga dan Teknik
rebozo.
(1) Prenatal Yoga
Yoga yang telah disesuaikan dengan kondisi fisik wanita hamil yang dilakukan
dengan intensitas yang lebih lembut dan perlahan. Selain mengatasi gangguan tidur,
berlatih yoga pada masa kehamilan trimester III juga merupakan salah satu solusi
yang bermanfaat sebagai media self help yang akan mengurangi ketidaknyamanan
selama hamil, membantu proses persalinan. Berikut beberapa gerakan prenatal yoga :
(Sindhu 2009)
(a) Pranayama (pernapasan)
Letakkan satu tangan pada perut bagian atas dan tangan lainnya pada perut bagian
bawah. Tarik napas melalui hidung, rasakan perut mengembang, dan jarak
diantara kedua tangan semakin merenggang. Buang napas, rasakan perut kembali
melembut mengempis dan jarak antara kedua tangan kembali seperti semula.
Lakukan selama beberapa putaran dan lakukan sambil memejamkan mata.
(b) Latihan pemanasan
Melakukan latihan untuk leher, dengan merentangkannya ke belakang dan ke
depan, menengok ke kanan dan kiri, dan memutar leher. Selanjutnya memutar
sendi bahu, siku, dan pergelangan tangan. Merentangkan tubuh ke samping,
memuntir ringan tulang punggung, meregangkan panggul, merentangkan lutut,
memutar pergelangan kaki dan merentangkan jari-jari kaki. (Sindhu 2009)
(c) Postur yoga Mudhasana (postur anak)
Duduk diatas tumit dan regangkan kedua lutut hingga sejajar panggul. Buang
napas, condongkan tubuh ke depan dan istirahatkan kening pada alas. Letakkan
kedua lengan disamping tubuh dengan kedua telapak tangan sejajar dengan
telapak kaki dan menghadap keatas. Pejamkan mata dan dalamkan napas.
Lakukan posisi ini selama yang ibu inginkan. Tarik napas dan perlahan kembali
duduk diatas tumit. (Sindhu 2009)
(d) Postur yoga Bilikasana (postur peregangan kucing)
Postur ini bermanfaat untuk menguatkan dan melenturkan otot punggung,
menguatkan dan terbebas dari tekanan akibat pertumbuhan janin, mengatasi sakit
punggung (back pain), melatih otot dan sendi panggul serta melancarkan aliran
darah ke janin. Adapun postur bilikasana 1 ialah sebagai berikut: Dalam posisi
meja/ merangkak. Letakkan kedua telapak tangan dialas dan sejajar dengan bahu,
lutut dialas sejajar panggul. Telapak tangan menempel flat pada alas dan
regangkan jari-jari tangan. Perlahan buang napas dan tarik tulang ekor ke dalam,
bungkukkan tulang punggung mulai dari pinggang hingga ke leher, dan tarik dagu
ke dada. Mata menatap pusar dan bernapas perlahan. Tarik napas, arahkan tulang
ekor ke luar, panjangkan tulang punggung, dorong dada ke depan, dan tarik dagu
keatas. Mata menetap pada satu titik diatas dan bernapas perlahan. Lakukan 5-10
putaran secara perlahan seiring napas. (Sindhu 2009)
(e) Meditasi metta (menjalin komunikasi dengan buah hati)
Duduk atau berbaring dalam posisi yang nyaman. Atur beberapa tarikan napas
dalam dan hembusan napas perlahan. Saat mengatur napas, atur pola pikiran
untuk semakin melambat dan melambat. Arahkan perhatian pada tubuh, rasakan
sensasi dan posisi tangan, kaki, torso dan kepala. Sadari bagian tubuh tersebut dan
biarkan bagian tubuh yang mengalami ketegangan untuk melembut relaks. Jaga
tubuh agar senyaman mungkin. Saat tubuh terasa lebih nyaman, arahkan perhatian
pada pusat rongga dada. Dalamkan napas, hadirkan perasaan kasih sayang
meliputi pusat rongga dada. Ibu dapat mengingat memori di masa lalu yang dapat
menghangatkan perasaaan. Biarkan rasa tersebut meliputi rongga dada sambil
tetap menjaga kesadaran napas. Ucapkan di dalam hati dengan penuh perasaan
“semoga saya sehat, semoga saya bahagia, semoga saya terlepas dari kesulitan,
dan lain-lain”. Pusatkan perhatian pada sensasi perasaan yang muncul. Lakukan
selama beberapa kali, dan ketika konsentrasi berkurang kembali dalamkan napas
dan ucapkan kalimat-kalimat pengharapan. Sesekali pindahkan perhatian ibu pada
rongga perut, rasakan kehadirannya saat ini, alirkan pengharapan baik bersama
napas ke janin, ibu dapat mengelus lembut perut untuk membantu pikiran agar
lebih mudah merasakan respon janin. Lakukan meditas ini selama mungkin. Bawa
kembali perhatian pada sensasi tubuh dan mulai gerakkan tubuh secara lembut dan
perlahan. Kembali dalamkan napas dan perlahan buka mata. Jangan terburu-buru
untuk menyudahinya, nikmati kebersamaan ibu dengan janin beberapa saat.
(Sindhu 2009)
(2) Teknik Rebozo
Teknik rebozo berasal dari mexiko. Rebozo merupakan teknik melilitkan kain
jarik ke bagian perut ibu dan menggoyang-goyangkan bagian perut ibu secara
lembut. Gerakan ini bertujuan supaya posisi bayi optimal dan ibu lebih nyaman, bisa
dilakukan pada usia kandungan di atas 28 minggu. (Andien Aisya, 2010)
Gerakan ini sangat membantu ibu hamil yang akan melahirkan agar lebih
merasa nyaman. Lilitan yang tepat akan membuat ibu merasa dipeluk dan memicu
keluarnya hormon oksitosin atau hormon senang supaya persalinan ibu lebih lancar.
Kadang otot ligamen panggul ibu itu tegang, bayi juga sulit masuk panggul karena
harusnya di usia 38 minggu bayi turun ke panggul. Karena itulah gerakan rebozo ini
sangat membantu ketika ibu bersalin. (www.haibunda.com)
(a) Teknik sifting
Pada teknik ini, ibu hamil atau ibu yang sedang dalam fase persalinan diminta
untuk berlutut atau bertopang pada gym ball. Meminta pasangan atau
pendamping persalinanan untuk melilitkan kain jarik di bagian perut ibu.
Pendamping akan menarik kain dan menggoyang-goyangkan bagian perut ibu
secara lembut. Gerakan ini membantu ibu merasa lebih nyaman. Lilitan yang
tepat akan membuat ibu merasa seperti dipeluk dan memicu keluarnya hormon
oksitoksin yang bisa membantu proses persalinan lebih lancar.
(id.theasianparent.com)
(b) Teknik shake the apple
Posisi ini adalah dengan cara berlutut dan pendamping membalut bagian bokong
dengan kain jarik. Ketika kontraksi datang, pendamping akan menggerak-
gerakkan kain sehingga bokong bergoyang lembut ke kiri dan ke kanan.
b. Perubahan psikologis
Trimester tiga sering disebut periode penantian dengan penuh kewaspadaan. Pada
periode ini wanita mulai menyadari kehadiran bayinya sebagai makhluk yang
terpisah sehingga ia tidak sabar menanti kehadiran sang bayi. (Ai Yeyeh dkk, 2009)
1) Perasaan was-was mengingat bayi dapat lahir kapanpun, membuatnya berjaga
jaga dan memperhatikan serta menunggu tanda dan gejala persalinan muncul.
Pergerakan janin dan pembesaran uterus menjadi hal yang mengingatkan
keberadaan bayi.
2) Wanita mungkin merasa cemas dengan kehidupan bayi dan kehidupannya sendiri
seperti apakah bayinya akan lahir normal.
3) Pada trimester ketiga ibu akan kembali merasakan ketidaknyamanan fisik yang
semakin kuat menjelang akhir kehamilan akan merasa canggung, jelek,
berantakan dan memerlukan dukungan yang sangat besar dan konsisten dari
pasangannya.
4) Pikiran dan perasaan akan tanggung jawab sebagai ibu yang akan mengurus
anaknya. Bermacam penjelmaan dapat terjadi : Semula menolak kehamilan,
sekarang menunjukan sikap positif dan menerima kehamilan, semula jarang
memeriksa kehamilan sekarang lebih teratur dan mendaftarkan untuk bersalin.
Persiapan perawatan bayi sudah disiapkan di rumah.
c. Pemeriksaan dalam
Pada saat pemeriksaan dalam yang dinilai adalah vulva, arah vorsio, konsistensi,
penipisan dan pembukaan.
d. Memberikan Asuhan Sayang Ibu
1) Dukungan emosional dan anjurkan suami atau anggota keluarga
yang lain untuk mendampingi ibu selama persalinan dan proses kelahiran
bayinya. Menganjurkan mereka untuk mengucapkan kata-kata yang membesarkan
hati dan pujian kepada ibu, membantu ibu bernafas secara benar pada saat
kontraksi dan memijat punggung, kaki atau kepala ibu. (JNPK-KR, 2014)
2) Mengatur posisi ibu dan menganjurkan ibu untuk mencoba posisi-
posisi yang nyaman selama persalinan dan melahirkan serta menganjurkan suami
dan pendamping lainnya untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu boleh berjalan,
berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring atau merangkak. Posisi tegak seperti
berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan
seringkali memperpendek waktu persalinan. (JNPK-KR, 2014)
3) Pemberian Cairan dan Nutrisi.
4) Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi asupan (makanan ringan
dan mirum air) selama persalinan dan proses kelahiran bayi.
5) Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara
rutin selama persalinan, ibu harus berkemih sedikitnya setiap 2 jam, atau lebih
sering jika ibu merasa ingin berkemih atau Jika kandung kemih terasa penuh.
(JNPK-KR, 2014)
7. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah Rahim (SBR)
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI). Keadaan
endometrium yang kurang baik akan menyebabkan plasenta tumbuh menjadi luas
untuk encukupi kebutuhan janinnya, plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati
atau menutupi ostium uteru internum (OUI). (Prawirohardjo, 2016)
a. Klasifikasi plasenta previa (empat tingkatan):
1) Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal,
karena risiko perdarahan sangat hebat.
2) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar dan biasanya janin
tetap tidak dilahirkan secara normal.
3) Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.
Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4) Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous
placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan
tetap ada namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap
berhati-hati.
5. Kunjungan Neonatal
a. KN 1: 6 jam-48 jam
1) Mempertahankan suhu tubuh bayi.
2) Memandikan bayi hingga sedikitnya enam jam
3) Melakukan pemeriksaan fisik bayi
4) Menjaga kehangatan bayi, pemberian ASI dan perawatan tali pusat.
5) Meminta ibu agar mengawasi tanda-tanda bahaya
6) Memberikan Imunisasi HB-0
b. KN 2: 3 hari-7 hari
1) Memberitahu ibu menjaga tali pusat dalam keadaaan bersih dan kering
2) Menjaga kebersihan bayi
3) Memeriksakan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare,
berat badan rendah dan masalah pemberian ASI.
4) Memberitahu ibu untuk memberikan ASI bayi harus disusukan minimal 10-15
kali dalam 24 jam dalam 2 minggu pasca persalinan.
5) Menjaga keamanan bayi.
6) Menjaga suhu tubuh bayi.
7) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI ekslutif.
c. KN 3: 8 hari-28 hari.
1) Pemeriksaan fisik bayi
2) Memberitahu ibu tentang tanda-tanda bahaya Bayi baru lahir
3) Memberikan ASI pada bayi harus disusukan minimal 10-15 kali dalam 24 jam)
dalam 2 minggu pasca persalinan.
4) Menjaga suhu tubuh bayi
5) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI ekslutif, pencegahan
hipotermi, melaksanakan perawatan bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan
Buku KIA dan pemenuhan perawatan teknik asih yaitu membangun rasa kasih
sayang antara ibu dan bayi, asah merupakan stimulasi yg diberikan saat menyusui
serta asuh terkait dengan kepandaian yang berkaitan dengan pertumbuhan otak.
6) Memberitahu ibu tentang Imunisasi BCG.
c. Lokia
Pengeluaran lokia dimaknai sebagai peluruhan jaringan desidua yang
menyebabkan keluarnya sekret vagina dalam jumlah bervariasi. Lokia mempunyai bau
yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada
setiap wanita. Secara mikroskopis, lokia terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel-sel
epitel dan bakteri. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran
lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguinolenta, serosa dan alba. Perbedaan
masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut. (Bahiyatun, 2009)
1) Lokia Rubra timbul pada hari ke -2 post partum, berisi darah segar bercampur sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo, sisa mekonium, sisa selaput ketuban dan sisa
darah.
2) Lokia Sangulenta timbul pada hari ke 3-7 postpartum, berupa sisa darah bercampur
lendir.
3) Lokia Serosa merupakan cairan berwarna agak kuning berisi leukosit dan robekan
laserasi plasenta, timbul setelah satu minggu postpartum.
4) Lokia Alba timbul setelah dua minggu postpartum dan hanya merupakan cairan
putih.
2. Tujuan
Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi perintah masyarakat
akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan
tingkat/angka kematian bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas. Perlu diketahui bahwa
tujuan-tujuan tersebut merupakan kelanjutan dari tujuan program KB tahun 1970 yaitu
tujuan demografis berupa penurunan TFR dan tujuan filosofis berupa kelembagaan dan
pembudidayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)
3. Sasaran
Sasaran langsung yaitu Pasangan usia subur (PUS) yaitu pasangan yang
wanitanya berusia antara 15-44 tahun. Sasaran tidak langsung yaitu Pelaksanaan dan
pengelolaan KB, dengan cara menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan
kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang
berkualitas, keluarga sejahtera.
Metode ini berdasarkan kenaikan suhu tubuh setelah ovulasi sampai sehari
sebelum menstruasi. Untuk mengetahui bahwa suhu tubuh benar-benar naik,
maka harus selalu diukur dengan termometer yang sama dan pada tempat yang
sama (di mulut, anus, atau vagina) setiap pagi setelah bangun tidur sebelum
mengerjakan pekerjaan apapun dan dicatat pada tabel syaratnya tidur malam
paling sedikit 5 sampai 6 jam per hari secara berturut-turut, suhu rendah (36,4 C
– 36,7 C) kemudian 3 hari berturut-turut suhu lebih tinggi (36,9 C – 37,5 C),
maka setelah itu dapat dilakukan senggama tanpa menggunakan alat kontrasepsi.
Metode ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi, jika suhu diukur secara rutin
dan senggama sebelum ovulasi dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi
lain. Kesalahan dapat terjadi jika sedang mengalami sakit, misalnya demam,
mengukur suhu tidak pada waktu yang biasanya, ganti termometer, ganti tempat
pengukur suhu. Metode ini baik untuk digunakan, tetapi harus diperhatikan pada
kasus-kasus tertentu, seperti ibu yang sedang menyusui, karena sikklus yang
tidak teratur.
d) Metode simtotermal
Mendapat instruksi untuk metode lendir serviks dan suhu basal. Ibu dapat
menentukan masa subur ibu dengan mengamati suhu tubuh dan lendir serviks
e) Kondom
Kondom mampu menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur
dengan cara menampung sperma diujung selabung karet yang dipasang pada
penis. Keuntungan pemakaian KB kondom yaitu efektif apabila digunakan
dengan benar, tidak mengganggu produksi ASI, tidak menganggu kesehatan
klien, murah dan dapat dibeli secara umum, dan tidak perlu resep dokter atau
pemeriksaan kesehatan khusus. Kondom memiliki keterbatasan yaitu
efektivitas tidak terlalu tinggi, keberhasilan dipengaruhi oleh cara penggunaan,
harus disiapkan sebelum berhubungan seksual, mengganggu hubungan seksual.
Akseptor KB kondom tidak diperlukan anamnesa atau pemeriksaan khusus,
akseptor KB kondom perlu diberikan penjelasan secara lisan dan intruksi
tertulis.
f) Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk cembung, terbuat dari lateks (karet) yang
diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup
serviks. Jenis diafragma ada 3, diantaranya Flat Spring, Coil sprig, Arching
spring. Cara kerjanya yaitu menahan sperma agar tidak mendapatkan akses
mencapai saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba falopi) dan
sebagai tempat spermisida.
2) Metode kontrasepsi hormonal
a) Pil kombinasi
b) Mini pil
Mini pil adalah pil KB yang hanya mengandung hormon progesteron dalam dosis
rendah. Dosis progestin yang digunakan 03-0,05 mg per tablet.
Cara kerja:
1. Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarian.
2. Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih
sulit.
3. Mengentalkan lender serviks sehingga memperlambat penetrasi sperma.
4. Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu
Keuntungan:
1. Sangat efektif bila digunakan secara benar.
2. Tidak mengganggu hubungan seksual.
6. Mioma uteri.
7. Riwayat stroke
c) Suntikan kombinasi
Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5
mg Estrogen sipionat dan 50 mg noretrindron enantat dan 5 mg estrodiol valerat.
Cara kerja suntikan kombinasi:
Menekan ovulasi dan Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi
sperma terganggu. Perubahan pada endometrium sehingga implantasi terganggu.
Menghambat transportasi Efektivitas KB suntik kombinasi yaitu sangat efektif (0,1-
0,4 kehamilan per 100 wanita) sebelum tahun pertama penggunaan
4. Jangka panjang.
1. Sangat efektif.
1. Usia reproduksi.
2. Nulipara dan yang telah memiliki anak.
3. Menghendaki kontrsepsi jangka Panjang dan memiliki
efektivitas yang tinggi.
4. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai.
5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
6. Setelah keguguran.
7. Perokok.
8. Anemia
Pemeriksaan lanjutan
2.9 Pedoman Bagi Ibu Hamil, Ibu Nifas Dan Bayi Baru Lahir Selama Social Distancing
Prinsip-prinsip pencegahan COVID-19 pada ibu hamil, ibu nifas dan bayi baru lahir
di masyarakat meliputi universal precaution dengan selalu cuci tangan memakai sabun
selama 20 detik atau hand sanitizer, pemakaian alat pelindung diri, menjaga kondisi tubuh
dengan rajin olah raga dan istirahat cukup, makan dengan gizi yang seimbang, dan
mempraktikan etika batuk-bersin.
Sedangkan prinsip-prinsip manajemen COVID-19 di fasilitas kesehatan adalah
isolasi awal, prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari kelebihan
cairan, pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko sekunder akibat infeksi
bakteri), pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta yang lain,
pemantauan janin dan kontraksi uterus, ventilasi mekanis lebih dini apabila terjadi
gangguan pernapasan yang progresif, perencanaan persalinan berdasarkan pendekatan
individual / indikasi obstetri, dan pendekatan berbasis tim dengan multidisipin.
A. BAGI IBU HAMIL, BERSALIN, NIFAS, BAYI BARU LAHIR DAN IBU
MENYUSUI
1. Upaya Pencegahan Umum yang Dapat Dilakukan oleh Ibu Hamil, Bersalin dan
Nifas :
a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sedikitnya selama 20 detik (cara cuci
tangan yang benar pada buku KIA hal. 28). Gunakan hand sanitizer berbasis
alkohol yang setidaknya mengandung alkohol 70%, jika air dan sabun tidak
tersedia. Cuci tangan terutama setelah Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air
Kecil (BAK), dan sebelum makan (Buku KIA hal 28 ).
b. Khusus untuk ibu nifas, selalu cuci tangan setiap kali sebelum dan sesudah
memegang bayi dan sebelum menyusui. (Buku KIA hal. 28).
c. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci.
d. Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.
e. Gunakan masker medis saat sakit. Tetap tinggal di rumah saat sakit atau segera ke
fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak beraktivitas di luar.
f. Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang tissue pada
tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tissue, lakukan batuk sesuai etika
batuk.
g. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang sering
disentuh.
h. Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan penularan
penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi penggunaan
masker saja masih kurang cukup untuk melindungi seseorang dari infeksi ini,
karenanya harus disertai dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan masker harus
dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-usaha pencegahan lainnya.
i. Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya dan dapat
membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha pencegahan lain yang sama
pentingnya seperti hand hygiene dan perilaku hidup sehat.
j. Cara penggunaan masker medis yang efektif :
1) Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung, kemudian
eratkan dengan baik untuk meminimalisasi celah antara masker dan wajah.
2) Saat digunakan, hindari menyentuh masker.
3) Lepas masker dengan teknik yang benar (misalnya : jangan menyentuh
bagian depan masker, tapi lepas dari belakang dan bagian dalam).
4) Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah digunakan,
segera cuci tangan.
5) Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti masker jika
masker yang digunakan terasa mulai lembab.
6) Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai.
7) Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan sampah medis
sesuai SOP.
8) Masker pakaian seperti katun tidak direkomendasikan.
k. Menunda pemeriksaan kehamilan ke tenaga kesehatan apabila tidak ada tanda-
tanda bahaya pada kehamilan (Buku KIA hal. 8-9).
l. Menghindari kontak dengan hewan seperti: kelelawar, tikus, musang atau hewan
lain pembawa COVID-19 serta tidak pergi ke pasar hewan.
m. Bila terdapat gejala COVID-19, diharapkan untuk menghubungi telepon layanan
darurat yang tersedia (Hotline COVID-19 : 119 ext 9) untuk dilakukan
penjemputan di tempat sesuai SOP, atau langsung ke RS rujukan untuk mengatasi
penyakit ini.
n. Hindari pergi ke negara/daerah terjangkit COVID-19, bila sangat mendesak untuk
pergi diharapkan konsultasi dahulu dengan spesialis obstetri atau praktisi
kesehatan terkait.
o. Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai COVID-19 di media
sosial terpercaya.
2. Bagi Ibu Hamil:
a. Untuk pemeriksaan hamil pertama kali, buat janji dengan dokter agar tidak
menunggu lama. Selama perjalanan ke fasyankes tetap melakukan pencegahan
penularan COVID-19 secara umum.
b. Pengisian stiker Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) dipandu bidan/perawat/dokter melalui media komunikasi.
c. Pelajari buku KIA dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya. Jika
terdapat risiko / tanda bahaya (tercantum dalam buku KIA), maka periksakan diri
ke tenaga kesehatan. Jika tidak terdapat tanda-tanda bahaya, pemeriksaan
kehamilan dapat ditunda.
e. Pastikan gerak janin diawali usia kehamilan 20 minggu dan setelah usia
kehamilan 28 minggu hitung gerakan janin (minimal 10 gerakan per 2 jam).
f. Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan mengonsumsi
makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan tetap mempraktikan
aktivitas fisik berupa senam ibu hamil / yoga / pilates / aerobic / peregangan
secara mandiri dirumah agar ibu tetap bugar dan sehat.
g. Ibu hamil tetap minum tablet tambah darah sesuai dosis yang diberikan oleh
tenaga kesehatan.
h. Kelas Ibu Hamil ditunda pelaksanaannya sampai kondisi bebas dari pandemik
COVID-19.
3. Bagi Ibu Bersalin:
a. Rujukan terencana untuk ibu hamil berisiko.
b. Ibu tetap bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan. Segera ke fasilitas kesehatan
jika sudah ada tanda-tanda persalinan.
c. Ibu dengan kasus COVID-19 akan ditatalaksana sesuai tatalaksana persalinan
yang dikeluarkan oleh PP POGI.
d. Pelayanan KB Pasca Persalinan tetap berjalan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan sebelumnya.
4. Bagi Ibu Nifas dan Bayi Baru Lahir:
a. Ibu nifas dan keluarga harus memahami tanda bahaya di masa nifas (lihat Buku
KIA). Jika terdapat risiko/ tanda bahaya, maka periksakan diri ke tenaga
kesehatan.
b. Kunjungan nifas (KF) dilakukan sesuai jadwal kunjungan nifas yaitu :
1) KF 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 2 (dua) hari pasca persalinan;
2) KF 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari pasca persalinan;
3) KF 3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan)
hari pasca persalinan;
4) KF 4 : pada periode 29 (dua puluh sembilan) sampai dengan 42 (empat puluh
dua) hari pasca persalinan.
c. Pelaksanaan kunjungan nifas dapat dilakukan dengan metode kunjungan rumah
oleh tenaga kesehatan atau pemantauan menggunakan media online (disesuaikan
dengan kondisi daerah terdampak COVID-19), dengan melakukan upaya-upaya
pencegahan penularan COVID-19 baik dari petugas, ibu dan keluarga.
d. Pelayanan KB tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan membuat perjanjian
dengan petugas.
e. Bayi baru lahir tetap mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat lahir (0 – 6
jam) seperti pemotongan dan perawatan tali pusat, inisiasi menyusu dini, injeksi
vitamin K1, pemberian salep/tetes mata antibiotik dan pemberian imunisasi
hepatitis B.
f. Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan, pengambilan
sampel skrining hipotiroid kongenital (SHK) dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
g. Pelayanan neonatal esensial setelah lahir atau Kunjungan Neonatal (KN) tetap
dilakukan sesuai jadwal dengan kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan dengan
melakukan upaya pencegahan penularan COVID-19 baik dari petugas ataupun ibu
dan keluarga. Waktu kunjungan neonatal yaitu :
1) KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat puluh delapan)
jam setelah lahir;
2) KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah lahir;
3) KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan)
hari setelah lahir.
h. Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI ekslusif dan
tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang tercantum pada buku
KIA). Apabila ditemukan tanda bahaya pada bayi baru lahir, segera bawa ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Khusus untuk bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR), apabila ditemukan tanda bahaya atau permasalahan segera dibawa ke
Rumah Sakit.