Anda di halaman 1dari 11

Tes Skrining untuk Deteksi Kanker Serviks

Deteksi dini atau skrining kanker serviks dapat dilakukan dengan beberapa cara. Berikut ini adalah
metode deteksi dini yang paling sering digunakan di Indonesia:

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)

IVA merupakan metode skrining yang paling sederhana dan dapat dilakukan di daerah dengan
fasilitas kesehatan terbatas.

Saat pemeriksaan IVA, pasien akan diminta berbaring. Kemudian, dokter atau petugas kesehatan
akan memasukkan alat bernama spekulum atau cocor bebek ke liang vagina untuk dapat melihat
leher rahim.

Selanjutnya, asam cuka 3-5% akan dioleskan ke permukaan leher rahim, lalu dilihat apakah terdapat
perubahan warna pada serviks.

Leher rahim yang berubah warna menjadi putih berarti menandakan ada sel leher rahim yang tidak
normal dan kemungkinan bisa menjadi tanda kanker serviks.

IVA merupakan metode skrining yang cepat, sederhana, dan murah. Namun, hasil pemeriksaan IVA
bisa terbilang kurang akurat karena tergantung dari bagaimana dokter atau pemeriksa melihat
perubahan warna leher rahim.

Selain itu, pemeriksaan IVA juga kurang spesifik hasilnya, karena perubahan warna leher rahim bisa
disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur, bukan virus HPV penyebab kanker serviks.

Pemeriksaan HPV (human papillomavirus)

Berbeda dengan pemeriksaan IVA, tes HPV ini bukan digunakan untuk melihat kondisi sel di leher
rahim. Tes HPV bertujuan untuk skrining kanker serviks, dengan melihat apakah terdapat infeksi
Human papillomavirus (HPV) pada leher rahim atau tidak.

Perlu diketahui, bahwa jauh sebelum sel berubah menjadi ganas, kanker serviks awalnya dimulai
saat HPV menginfeksi leher rahim. Virus HPV akan mematikan sistem yang mengatur keseimbangan
sel di dalam leher rahim.
Alhasil, sel-sel serviks yang semula normal, karena infeksi HPV akan berubah menjadi abnormal.
Apabila tidak terdeteksi dan tidak dilakukan tindakan, maka sel akan terus berubah dan berkembang
menjadi ganas, atau biasa disebut sebagai sel kanker.

Maka, inilah yang membuat tes HPV menjadi lebih unggul, karena dapat mengidentifikasi ada
tidaknya HPV di dalam serviks Anda.

Sayangnya, cara pengambilan sampel tes HPV ini membuat perempuan tidak nyaman dan takut.
Mengapa? Karena pada saat pemeriksaan, pasien akan diminta berbaring dan dokter akan
memasukkan spekulum atau alat berbentuk cocor bebek ke dalam liang vagina.

Kemudian, sampel sel leher rahim akan diambil menggunakan sikat kecil dan diperiksakan ke
laboratorium. Nah, proses inilah yang membuat kebanyakan wanita merasa tidak nyaman dan
‘ngeri’, akhirnya banyak yang malas bahkan urung melakukan skrining kanker.

Solusinya Pakai GYNPAD

Kini Anda tidak perlu malu dan takut membayangkan saat spekulum dimasukan ke area sensitif Anda
guna mengambil sampel di leher rahim. Sekarang ada GYNPAD sebagai alternatif alat skrining kanker
serviks yang berbentuk pantyliner.

GYNPAD berbeda dengan skrining kanker serviks lain yang mengharuskan vagina dimasukkan atau
dioleskan sesuatu untuk diuji.

Saat skrining kanker serviks menggunakan GYNPAD, Anda hanya perlu memakainya seperti
pantyliner selama 6-8 jam dan tetap bisa beraktivitas seperti biasanya.

Setelah 6-8 jam, lepas filter pada bagian tengah GYNPAD, lalu masukkan ke dalam tabung preservatif
yang sudah disediakan, tutup rapat, tempel label yang sudah diisi data diri Anda, dan masukkan
kembali tabung sampel ke dalam boks kemasan.

Kirimkan sampel GYNPAD Anda ke laboratorium yang sudah ditunjuk. Sangat mudah dan nyaman,
bukan?

Menurut penelitian dari jurnal The Korean Journal of Pathology tahun 2004, hasil tes HPV yang
sampelnya diambil menggunakan GYNPAD. sama akuratnya dengan hasil tes HPV yang sampelnya
diambil lewat pap smear atau tes HPV di rumah sakit. Jadi, untuk lebih praktis, nyaman, tanpa malu,
dan tanpa rasa sakit, Anda bisa membeli dan menggunakan GYNPAD untuk deteksi kanker serviks.
Kanker endometrium adalah jenis kanker yang menyerang endometrium atau lapisan rahim bagian
dalam. Kanker ini umumnya terjadi pada wanita yang telah memasuki masa menopause (60-70
tahun). Ada dua tipe utama kanker endometrium, yaitu:

Kanker endometrium tipe 1. Tipe kanker endometrium yang paling umum terjadi. Perkembangan sel
kanker pada tipe ini terjadi secara perlahan (non-agresif) dan dapat terdeteksi sejak dini.

Kanker endometrium tipe 2. Tipe kanker endometrium yang sifatnya lebih agresif, sehingga
perkembangan dan penyebaran sel kanker terjadi lebih cepat

Gejala Kanker Endometrium

Gejala kanker endometrium yang paling sering terjadi adalah perdarahan vagina. Gejala ini biasanya
sudah muncul sejak kanker stadium awal. Namun, perdarahan memiliki tanda yang berbeda
tergantung apakah pasien sudah menopause atau belum. Jika pasien belum menopause, perdarahan
vagina ditandai dengan:

Darah yang keluar selama menstruasi lebih banyak dan masa menstruasi lebih panjang (lebih dari 7
hari).

Muncul bercak darah di luar masa menstruasi.

Siklus menstruasi terjadi setiap 21 hari atau lebih cepat.

Perdarahan terjadi sebelum atau setelah berhubungan seksual.

Untuk pasien yang telah memasuki masa menopause, setiap bentuk perdarahan atau bercak darah
dari vagina yang muncul setidaknya setahun sejak masa menopause, dianggap tidak normal dan
sebaiknya segera diperiksakan ke dokter

Selain perdarahan, gejala kanker endometrium lainnya adalah:

Keputihan encer dan terjadi setelah memasuki masa menopause.

Nyeri panggul atau perut bagian bawah.

Nyeri saat berhubungan seksual.

Kanker endometrium yang telah memasuki stadium lanjut akan menyebabkan gejala tambahan,
seperti nyeri punggung, mual, dan kehilangan nafsu makan.

Diagnosis Kanker Endometrium

Dokter dapat mencurigai seorang pasien menderita kanker endometrium jika terdapat gejala-
gejalanya, yang diperkuat oleh pemeriksaan fisik. Namun untuk lebih memastikannya, perlu
dilakukan perlu dilakukan tes lanjutan. Beberapa jenis pemeriksaan yang biasanya dilakukan dokter
untuk mendiagnosis kanker endometrium, yaitu:
Pemeriksaan panggul (pelvis). Selama pemeriksaan panggul, dokter akan memeriksa bagian luar
vagina, kemudian memasukkan dua jari ke dalam vagina. Secara bersamaan, dokter akan menekan
bagian perut pasien dengan tangan lainnya untuk mendeteksi kelainan pada rahim dan indung telur.
Dokter juga dapat menggunakan alat bantu spekulum untuk melihat adanya kelainan pada vagina
dan leher rahim

USG transvaginal. Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan alat khusus bernama transducer yang
masuk melalui vagina, yang dapat memancarkan gelombang suara berfrekuensi tinggi ke dalam
rahim. Alat ini dapat menghasilkan rekaman gambar rahim, sehingga dokter dapat melihat tekstur
dan ketebalan endometrium.

Histeroskopi. Pemeriksaan dengan menggunakan histeroskop, yaitu alat khusus dengan kamera kecil
dan cahaya, yang dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina. Alat ini memungkinkan dokter untuk
melihat endometrium dan kondisi dalam rahim.

Biopsi endometrium, yaitu prosedur pengambilan sampel jaringan lapisan rahim untuk dianalisa di
laboratorium guna mendeteksi keberadaan sel-sel kanker.

Dilatasi dan kuretase (dilation and curretage), atau yang dikenal dengan kuret, yaitu prosedur
pengikisan atau pengerokan jaringan dari dalam rahim menggunakan alat khusus. Prosedur ini
dilakukan jika sampel yang diambil melalui biopsi endometrium tidak cukup untuk mendeteksi sel
kanker atau dokter masih meragukan hasil analisa.

Jika dokter menduga kanker endometrium telah berada pada stadium lanjut, maka dokter akan
melakukan tes pencitraan untuk mendeteksi apakah kanker telah menyebar ke organ lainnya, antara
lain dengan foto Rontgen, CT scan, PET scan, dan MRI. Selain itu, dokter juga dapat melakukan
pemeriksaan sistoskopi atau kolonoskopi untuk mendeteksi jika sel kanker telah menyebar ke
kandung kemih atau saluran pencernaan.

Selanjutnya, dokter akan menentukan stadium kanker endometrium berdasarkan tingkat


penyebarannya. Ada empat stadium kanker endometrium, yaitu:

Stadium I – Kanker masih berada di dalam rahim.

Stadium II – Kanker sudah menyebar ke leher rahim.

Stadium III – Kanker sudah menyebar hingga ke luar rahim (kelenjar getah bening panggul), tetapi
belum mencapai usus besar atau kandung kemih.

Stadium IV – Kanker sudah menyebar ke kandung kemih, usus besar, bahkan ke organ atau bagian
tubuh lainnya.

Pengertian Mioma Uteri

Mioma merupakan suatu pertumbuhan massa atau daging di dalam rahim atau di luar rahim yang
tidak bersifat ganas. Mioma berasal dari sel otot polos yang terdapat di rahim dan pada beberapa
kasus juga berasal dari otot polos pembuluh darah rahim. Jumlah dan ukuran mioma bervariasi,
terkadang ditemukan satu atau lebih dari satu.

Pada umumnya, mioma terletak di dinding rahim dan bentuknya menonjol ke rongga endometrium
atau permukaan rahim. Sebagian besar mioma tidak bergejala ditemukan pada wanita usia 35 tahun,
sedangkan sebagian kecil lainnya ditemukan secara tidak sengaja sewaktu pemeriksaan rutin pada
wanita usia reproduksi atau usia subur.

Sebaiknya lakukan pemeriksaan kondisi kesehatan secara rutin, supaya mioma tidak berubah
menjadi semakin ganas. Pasalnya, mioma dapat menyebabkan keguguran dan menjadi salah satu
alasan tindakan pengangkatan rahim (histerektomi).

Mioma dapat berkembang menjadi ganas, dan kondisi tersebut dikenal sebagai leiomiosarkoma.
Walau begitu, kemungkinan mioma menjadi ganas cukup kecil. Mioma dapat menyebabkan
komplikasi berupa torsi atau terpuntir, yang dapat menyebabkan gangguan sirkulasi akut, sehingga
mengakibatkan kematian jaringan.

halodoc-banner

Coronavirus

Diabetes

Jantung

Stroke

Kehamilan

Kolesterol

Hipertensi

Anemia

Kanker

Reproduksi

Selengkapnya

Home/Kesehatan/Mioma Uteri

Mioma Uteri

Ditinjau oleh: Redaksi Halodoc

Pengertian Mioma Uteri


Mioma merupakan suatu pertumbuhan massa atau daging di dalam rahim atau di luar rahim yang
tidak bersifat ganas. Mioma berasal dari sel otot polos yang terdapat di rahim dan pada beberapa
kasus juga berasal dari otot polos pembuluh darah rahim. Jumlah dan ukuran mioma bervariasi,
terkadang ditemukan satu atau lebih dari satu.

Pada umumnya, mioma terletak di dinding rahim dan bentuknya menonjol ke rongga endometrium
atau permukaan rahim. Sebagian besar mioma tidak bergejala ditemukan pada wanita usia 35 tahun,
sedangkan sebagian kecil lainnya ditemukan secara tidak sengaja sewaktu pemeriksaan rutin pada
wanita usia reproduksi atau usia subur.

Sebaiknya lakukan pemeriksaan kondisi kesehatan secara rutin, supaya mioma tidak berubah
menjadi semakin ganas. Pasalnya, mioma dapat menyebabkan keguguran dan menjadi salah satu
alasan tindakan pengangkatan rahim (histerektomi).

Mioma dapat berkembang menjadi ganas, dan kondisi tersebut dikenal sebagai leiomiosarkoma.
Walau begitu, kemungkinan mioma menjadi ganas cukup kecil. Mioma dapat menyebabkan
komplikasi berupa torsi atau terpuntir, yang dapat menyebabkan gangguan sirkulasi akut, sehingga
mengakibatkan kematian jaringan.

Baca juga: Apakah Mioma Uteri Termasuk Kondisi Berbahaya?

Faktor Risiko Mioma Uteri

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko seseorang terserang mioma, antara lain:

Sudah berusia lebih dari 40 tahun.

Riwayat keluarga mengidap mioma.

Menstruasi pertama sebelum usia 10 tahun.

Belum pernah hamil sebelumnya (wanita yang sudah pernah memiliki anak cenderung lebih jarang
mengalami mioma).
Berat badan berlebih atau obesitas.

Diet tinggi konsumsi daging merah, tetapi rendah sayuran hijau.

Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol.

Kebiasaan merokok.

Penggunaan alat kontrasepsi hormonal yang tinggi estrogen.

Keturunan Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan 2,9 kali lebih tinggi dibandingkan ras Kaukasia.

Penyebab Mioma Uteri

Penyebab pasti terjadinya mioma masih belum diketahui hingga saat ini. Meski begitu, pertumbuhan
mioma sangat erat kaitannya dengan produksi hormon estrogen. Mioma menunjukkan
pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi, yaitu saat pengeluaran estrogen tinggi, sehingga
cenderung membesar saat wanita sedang hamil dan mengecil saat wanita memasuki masa
menopause. Beberapa penelitian lain juga menjelaskan bahwa masing-masing mioma dapat timbul
dari satu sel ganas yang berada di antara otot-otot polos di dalam rahim seorang wanita.

Baca juga: Kaum Hawa Perlu Tahu Jenis-jenis Miom di Rahim

Gejala Mioma Uteri

Umumnya, mioma tidak menimbulkan gejala yang disadari pengidapnya. Beberapa gejala umum
yang dapat dirasakan, antara lain:

Menstruasi dalam jumlah banyak.

Perut terasa penuh dan membesar.


Gangguan berkemih akibat ukuran mioma yang menekan saluran kemih.

Keluarnya mioma melalui leher rahim yang umumnya disertai nyeri hebat, sehingga menyebabkan
luka dan terjadinya infeksi sekunder.

Konstipasi akibat mioma menekan bagian bawah usus besar.

Nyeri panggul berkepanjangan dan tak kunjung sembuh, yang dapat dirasakan saat menstruasi,
setelah berhubungan seksual, atau saat terjadi penekanan pada panggul.

Penimbunan cairan di rongga perut.

Diagnosis Mioma Uteri

Dokter akan mendiagnosis mioma diawali dengan melakukan wawancara medis lengkap terkait
gejala dan riwayat kesehatan pengidap dan keluarga. Pada tahap lanjutan, dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik yang menyeluruh, terutama pada bagian rahim, dengan cara bimanual untuk
menemukan suatu tumor pada rahim. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang
yang sesuai, bisa berupa ultrasonografi dan magnetic resonance imaging (MRI) untuk memastikan
lokasi dan ukuran tumor tersebut.

Kista ovarium adalah kantong berisi cairan yang tumbuh pada indung telur (ovarium) wanita. Kista
ini biasanya muncul selama masa subur atau selama wanita mengalami menstruasi.

Tiap wanita memiliki dua indung telur (ovarium), satu di bagian kanan dan satu lagi di sebelah kiri
rahim. Ovarium yang berukuran sebesar biji kenari ini merupakan bagian dari sistem reproduksi
wanita.

alodokter-kista-ovarium

Ovarium berfungsi menghasilkan sel telur tiap bulan (mulai dari masa pubertas hingga menopause),
serta memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Fungsi ovarium terkadang dapat terganggu,
kista termasuk jenis gangguan yang sering terjadi.
Gejala Kista Ovarium

Sebagian besar kista ovarium berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala. Kista ini biasanya akan
hilang sendiri tanpa pengobatan. Kista baru menimbulkan masalah jika tidak kunjung menghilang
atau justru makin membesar.

Dalam kondisi seperti ini, penderita dapat merasakan nyeri panggul atau perut kembung. Kondisi
serius dapat terjadi saat kista pecah atau jaringan ovarium terpelintir sehingga memerlukan
penanganan secepatnya.

Diabetes

Jantung

Stroke

Kehamilan

Kolesterol

Hipertensi

Anemia

Kanker

Reproduksi

Selengkapnya

Home/Artikel/Pemeriksaan yang Perlu Dilakukan untuk Mendeteksi Kista Ovarium

Pemeriksaan yang Perlu Dilakukan untuk Mendeteksi Kista Ovarium

KISTA OVARIUM

Ditinjau oleh: Redaksi Halodoc

14 April 2019

undefined

Halodoc, Jakarta - Kista adalah sejenis tumor jinak yang kerap ditemukan pada wanita. Salah satu
jenis kista yang kerap terjadi pada wanita yang masih dalam usia subur dan dapat melahirkan anak
adalah penyakit kista ovarium. Ovarium adalah dua organ kecil yang terletak di kedua sisi rahim
dalam tubuh wanita. Ovarium erat kaitannya dengan rahim sehingga banyak yang menyebutnya
sebagai penyakit kista rahim sekalipun penyakit kista adalah benjolan di indung telur (ovarium).

Ovarium bertugas untuk memproduksi hormon, termasuk estrogen, yang memicu seorang wanita
untuk menstruasi. Setiap bulannya, ovarium melepaskan sel telur berukuran kecil. Telur ini berjalan
ke tuba falopi (saluran tuba) untuk kemudian bisa dibuahi. Siklus telur ini kita kenal sebagai proses
ovulasi.

Baca Juga: Kenali Gejala Kista Ovarium

Gejala Kista Ovarium

Meski kadang tidak ada gejala yang dirasakan, ada baiknya kamu tidak menganggap remeh penyakit
ini. Kista bisa semakin membesar sehingga mengganggu kinerja organ lain yang berakibat membatasi
aliran cairan pada jaringan seperti hati, pankreas atau organ lain. Beberapa gejala yang kamu
rasakan saat penyakit ini menyerang tubuh, antara lain:

Nyeri atau terasa kembung di perut.

Sulit buang air kecil, atau sering buang air kecil.

Sakit yang tak jelas di area punggung bawah.

Nyeri selama hubungan intim.

Nyeri dan perdarahan yang abnormal selama menstruasi atau di luar siklus menstruasi.

Berat badan terus menurun.

Mual atau muntah.

Kehilangan nafsu makan, akibat perut merasa penuh dengan cepat.

Baca Juga: Jangan Samakan dengan Tumor, Ini yang Dimaksud Kista

Diagnosis Kista Ovarium

Jika gejala yang disebutkan tadi mulai muncul, maka kamu wajib memeriksakannya sesegera
mungkin ke dokter kandungan/ginekolog. Mereka akan merasakan benjolan saat melakukan
pemeriksaan panggul. Untuk mengetahui apakah kamu mengidap penyakit kista rahim, maka ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendiagnosisnya. Caranya antara lain:

Tes menggunakan gelombang ultrasuara, cara ini dilakukan untuk membuat gambar dari ovarium.
Gambaran ini membantu dokter menentukan ukuran dan lokasi kista atau tumor.

Tes pencitraan seperti, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan
tomografi emisi positron (PET) adalah tes yang memberikan penjelasan rinci. Dokter dapat
menggunakan tes ini untuk menemukan tumor ovarium dan melihat penyebaran tumor tersebut.

Untuk melengkapinya, dokter melakukan tes darah untuk memeriksa beberapa kadar hormon. Ini
dapat meliputi pemeriksaan luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone (FSH), estradiol,
dan testosteron.
Melalui sebuah sayatan kecil, dokter memasukkan alat laparoskop, yaitu selang yang ujungnya
dilengkapi lampu dan kamera. Sebelum memulai metode pembedahan ini, kamu akan menjalani
proses pembiusan. Dengan laparoskopi, dokter melihat langsung rongga panggul dan organ-organ
reproduksi untuk mendeteksi kelainan.

Tes CA-125. Jika menurut dokter pertumbuhan tumor ini adalah suatu kanker, dokter akan
mengusulkan tes darah untuk mencari protein yang disebut CA-125. Tingkat protein ini cenderung
lebih tinggi di beberapa wanita dengan kanker ovarium (namun bukan satu-satunya patokan). Tes ini
terutama digunakan pada wanita di atas usia 35 tahun, yang berisiko sedikit lebih tinggi untuk
mengalami kanker ovarium.

Jika diagnosisnya merupakan kanker ovarium, dokter menggunakan hasil tes diagnostik untuk
menentukan apakah kanker telah menyebar di luar ovarium. Jika memang kanker, dokter juga akan
menggunakan hasil untuk menentukan seberapa jauh ia telah menyebar. Prosedur diagnostik ini
disebut penentuan stadium. Hal ini membantu dokter merencanakan perawatan.

Anda mungkin juga menyukai