Anda di halaman 1dari 36

Nama : Alifia Khoirunnisa Putri

NPM : 183112330050022

Mata Kuliah : Hukum Asuransi

Kelas : R01

Ujian Akhir Semester

1. Materi
Minggu 1 : Pendahuluan
Minggu 2 : Perjanjian asuransi dan prinsip-prinsip
Minggu 3 : Aspek hukum perjanjian
Minggu 4 : Polis asuransi
Minggu 5 : Hal-hal yang khusus berhubungan dengan perjanjian pertanggungan
kerugian
Minggu 6 : Macam-macam (golongan) perjanjian asuransi dalam KUHDagang
Minggu 7 : Review materi Kuliah
Minggu 9 : Asuransi jiwa dan asuransi tanggung gugat
Minggu 10 : Asuramsi rangkap
Minggu 11 : Reasuransi
Minggu 12 : Asuransi kecelakaan penumpang umum
Minggu 13 : Asuransi kecelakaan lalu lintas umum
Minggu 14 : Asuransi pengangkutan laut
Minggu 15 : Asuransi syariah
Minggu 1 : Pendahuluan
A. Pengertian Asuransi
Asuransi berasal dari kata verzekering (Belanda) yang berarti pertanggungan. Istilah
pertanggungan umumnya dipakai dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan
tinggi hukum di Indonesia. Sedangkan istilah asuransi berasal dari istilah assurantie
(Belanda) atau assurance (Inggris) lebih banyak dikenal dan digunakan oleh kalangan
pelaku usaha (bisnis). Di Inggris, selain istilah assurance, juga terdapat istilah
pendampingnya, yaitu insurance. Bila istilah assurance cenderung digunakan untuk
mengidentifikasi jenis asuransi jiwa, maka istilah insurance digunakan untuk jenis
asuransi kerugian (umum).
Berdasarkan rumusan Pasal 246 KUHD mengenai definisi asuransi, dapat ditarik
beberapa unsur yang terdapat di dalam asuransi, yakni:
1. Adanya dua pihak yang terkait dalam asuransi, yaitu Penanggung dan Tertanggung;
2. Adanya peralihan risiko dari Tertanggung kepada Penanggung;
3. Adanya premi yang harus dibayar Tertanggung kepada Penanggung;
4. Adanya unsur peristiwa yang tidak pasti (evenemen; onzeker voorval) ; dan
5. Adanya unsur ganti kerugian apabila terjadi suatu peristiwa yang tidak pasti.

Pengertian asuransi yang lebih mutakhir tentu saja harus mengacu pada ketentuan
undang-undang terbaru, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, di mana pada Pasal 1 butir (1) menyatakan bahwa:

‘’Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu Perusahaan Asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh Perusahaan
Asuransi sebagai imbalan”

B. Sifat Asuransi
Ada tiga aliran pemikiran yang mencoba memberikan pandangan mengenai sifat
asuransi. Aliran pertama, memandang asuransi dalam hubungan Tertanggung dan
Penanggung, yaitu bahwa asuransi merupakan sarana peralihan (pemindahan)
risiko (risk transfer). Menurut aliran pertama ini, asuransi adalah pemindahan
risiko murni dari Tertanggung kepada Penanggung. Tertanggung adalah orang
atau perusahaan yang menghadapi risiko dan Penanggung adalah orang atau
perusahaan yang mengkhususkan diri memikul risiko. Bisnis utama dari
Penanggung adalah memikul risiko dengan menerimafee. Penerimaanfee ini
membedakannya dengan pemikul risiko lain.  
C. Tujuan Asuransi 
Menurut Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, asuransi itu mempunyai tujuan
utama mengalihkan risiko (Tertanggung) yang ditimbulkan Oleh perisiwa-
peristiwa (yang tidak diharapkan terjadi) kepada orang lain (Penanggung) .
1. Kesejahteraan Anggota
Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar
kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan
sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan sebagai Tertanggung. Jika
terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota
(Tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada yang
bersangkutan.
2. Keamanan Sosial
Manfaat berupa keamanan sosial (social security) menjadi sasaran atau tujuan
dari asuransi sosial (social insurance) atau asuransi wajib (compulsory insurance).
Asuransi sosial diselenggarakan oleh pemerintah dengan perintah undang-undang
yang dalam praktiknya diselenggarakan oleh BUMN, dibuat tidak dalam rangka
mengejar keuntungan, tetapi lebih ditekankan kepada kepantasan masyarakat.
Asuransi sosial selalu berkaitan dengan perlindungan dasar manusia, seperti hari
tua, sakit, kecelakaan, cacat, meninggal dunia, dan menganggur. Asuransi Sosial
Kecelakaan Penumpang (Askep); Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
(Askel); Asuransi Sosial
3. Mengalihkan Risiko
Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory), Tertanggung menyadari
bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaanmiliknya atau terhadap
jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan
menderita kerugian atau korban jiwa/ cacat raganya. Secara ekonomi, kerugian
materiil/korban jiwa atau cacat raga akan memengaruhi perjalanan hidup
seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya
merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi
4. Premi dan Uang Asuransi
D. Fungsi Asuransi
1. Fungsi Utama (Primer)
a. Pengalihan Risiko
b. Penghimpun Dana
c. Premi Seimbang.
2. Fungsi Tambahan (Sekunder)
a. Ekspor Terselubung (invisible export); sebagai penjualan terselubung
komoditas atau barang-barang tak nyata (intangible product) ke luar
negeri.
b. Perangsang Pertumbuhan Ekonomi; Sebagai asuransi adalah untuk
merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian, pengendalian
kerugian, memiliki manfaat sosial dan sebagai tabungan.
c. Sarana Tabungan investasi dana dan invisible earnings;
d. Sarana Pencegah dan Pengendalian Kerugian. 

E. Manfaat Asuransi 
Asuransi dapat memberikan manfaat, baik bagi masyarakat umum, maupun
dunia usaha secara khusus, yaitu:
1. Mendorong masyarakat untuk lebih memikirkan masa depannya. Berbagai jenis
asuransi yang ada sebenarnya dimaksudkan agar masyarakat dapat berjaga-jaga
terhadap hal-hal yang tidak diinginkan di masa datang;
2. Dana yang dikumpulkan oleh industri asuransi dapat digunakan untuk investasi yang
sangat diperlukan bagi pembangunan suatu bangsa;
3. Mendorong masyarakat untuk tidak tergantung pada pihak lain. Semakin modern
kehidupan masyarakat akan mengakibatkan semakin berkurangnya rasa kebersamaan.
Dengan polis asuransi, seseorang dapat mengatasi sendiri musibah yang dideritanya
karena menerima pembayaran ganti kerugian atau uang santunan dari perusahaan
asuransi;
4. Ahli-ahli dari perusahaan asuransi dapat memberikan saran secara cuma-cuma untuk
mengelola risiko dan mengurangi kemungkinan kerugian yang mungkin timbul; dan
5. Setiap perusahaan hanya perlu menyisihkan sebagian kecil dana untuk premi tanpa
perlu membuat cadangan dana yang besar untuk menghadapi segala kemungkinan
kerugian, sehingga modal perusahaan dapat digunakan sebaik-baiknya. Pengusaha
sendiri juga dapat lebih memusatkan perhatiannya untuk kepentingan kemajuan
perusahaan.

Minggu 2 : Perjanjian asuransi dan prinsip-prinsip


A. Perjanjian Asuransi
1. Pendahuluan

Asuransi adalah sebuah perjanjian. Tetapi apa perbedaannya dengan


perjanjian pada umumnya? Dalam bab ini akan dipaparkan prinsip-
prinsip yang berkaitan dengan keabsahan suatu Perjanjian asuransi.

2. Para Pihak Dan Peranannya Dalam Sistem Asuransi


a. Penanggung

Penanggung adalah perusahaan asuransi yang beroperasi


berdasarkan izin usaha dari Pemerintah atau dibentuk oleh suatu
Peraturan Perundang-Undangan.
b. Tertanggung
Tertanggung adalah pribadi kodrati atau pribadi hukum. Calon
tertanggung harus mengajukan aplikasi penutupan asuransi
kepada penanggung. Form aplikasi tersebut biasanya sudah
dipersiapkan oleh penanggung dan calon tertanggung tinggal
mengisi dan melengkapinya dengan berkas lain. Calon
tertanggung diwajibakan untuk mengisi aplikasi tersebut dengan
jujur.

3. Obyek Asuransi Dan Penutupannya


Dengan menggunakan klasifikasi Elliot & Vaughan, maka perincian atas
obyek asuransi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Risiko Manusia (Personal Risks)

2) Risiko Harta (Property Risk),


3) Risiko Tanggung Jawab Hukum (Liability Risk)
4. Objek Asuransi Dan Kebebasan Memilih Penanggung
UU Perasuransian juga menetapkan bahwa penutupan asuransi atas objek
asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih Penanggung, kecuali
bagi program Asuransi Sosial. Dalam bagian penjelasannya, disebutkan
bahwa ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi hak
Tertanggung agar dapat secara bebas memilih perusahaan asuransi
sebagai Penanggungnya. Pembuat berpendapat bahwa kebebasan

memilih Penanggung itu perlu, karena memandang Tertanggung


sebagai pihak yang paling berkepentingan atas obyek yang
dipertanggungkannya.

5. Syarat Sahnya Perjanjian asuransi


1) Syarat Umum
a. Kesepakatan
b. Kecakapan
c. Hal Tertentu
d. Sebab yang Halal

2.) Syarat Khusus

a. Adanya Kepentingan Finansial atas Objek yang Dipertanggungkan


(insurable interest)

b. Adanya itikad Paling Baik (Utmost Good Faith)

6. PENAFSIRAN PERJANJIAN

Jika ada klausula dalam Perjanjian asuransi yang dianggap ambigu,


pada umumnya penafsiran untuk klausula tersebut menggunakan
doktrin contra proferentem. Maksudnya adalah bahwa jika klausula
dalam suatu perjanjian diusulkan oleh salah satu pihak, maka
penafsiran atas kata-kata, kalimat atau klausula tersebut harus
dilakukan menurut tafsiran yang menguntungkan pihak yang tidak
menyusun perjanjian tersebut.
B. Prinsip-Prinsip Dasar Perjanjian Asuransi
1. Prinsip Kepentingan yang Dapat Diasuransikan
Hukum asuransi menentukan bahwa apabila seseorang menutup perjanjian
asuransi, yang bersangkutan harus mempunyai kepentingan terhadap objek yang
diasuransikannya. Prinsip ini lebih banyak dikenal dengan sebutan prinsip
insurable interest. Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 250 KUHD yang berbunyi:
"Apabila seseorang yang telah mengadakan suatu perjanjian asuransi untuk
diri sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu
asuransi, pada saat diadakannya asuransi itu tidak mempunyai suatu
kepentingan terhadap barang yang diasuransikan itu, maka Penanggung
tidak diwajibkan memberikan ganti kerugian".

2. Prinsip iktikad Baik yang Sempurna


Istilah prinsip iktikad baik yang sempurna, terkadang disebut juga dengan asas
kejujuran sebaik-baiknya. Di luar Indonesia, prinsip ini dikenal dengan principle
of utmost good faith (Inggris) atau uberrimae fides (Latin).
Prinsip atau asas iktikad baik yang sempurna dapat diartikan, bahwa masing-
masing pihak dalam suatu perjanjian yang akan disepakati demi hukum
mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi selengkap-
lengkapnya, yang akan dapat memengaruhi keputusan pihak Iain untuk memasuki
perjanjian atau tidak, baik keterangan yang demikian itu diminta atau tidak. Asas
ini menghendaki agar para pihak berperilaku jujur, sejujur-jujurnya, dengan cara
mengungkapkan segala fakta materiil berkaitan dengan objek asuransi di satu
pihak dan produk asuransi di pihak Iain.
3. Prinsip Ganti Kerugian
Pada hakikatnya, fungsi asuransi adalah mengalihkan atau membagi risiko yang
kemungkinan diderita atau dihadapi oleh Tertanggung karena terjadi suatu
peristiwa tidak pasti. Oleh karena itu, besarnya ganti kerugian Yang diterima oleh
Tertanggung harus seimbang dengan kerugian yang dideritanya. Hal ini
merupakan inti dari prinsip ganti kerugian (indemnity principle) atau disebut juga
prinsip keseimbangan. Prinsip ini tercermin dalam Pasal 246 KUHD, yaitu pada
bagian kalimat "...untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin
akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak pasti".
4. Prinsip Subrogasi
Perihal subrogasi sudah diatur tegas dalam Pasal 1400 Kitab UndangUndang
Hukum Perdata (KUHPerdata). Subrogasi dalam KUHPerdata ini berlaku untuk
semua jenis perjanjian pada umumnya. Pasal 1400 menyatakan subrogasi sebagai
perpindahan hak kreditor kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada
kreditor, dapat terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang.
5. Prinsip Kontribusi
Apabila terjadi perlindungan asuransi atas objek yang sama Oleh lebih dari satu
perusahaan asuransi dan masing-masing mengeluarkan Polis asuransi dengan nilai
pertanggungan sama sebesar nilai/harga sesungguhnya benda yang menjadi objek
pertanggungan, perusahaan asuransi hanya wajib membayarkan ganti rugi secara
pro-rata sesuai dengan tanggung jawab menurut perbandingan seimbang.
6. Prinsip Sebab-Akibat
Inti dari prinsip sebab-akibat (proximate cause) adalah bahwa suatu penyebab
aktif, efisien yang menimbulkan rangkaian kejadian dan menyebabkan suatu
akibat, tanpa adanya intervensi dari suatu kekuatan yang berawal dan secara aktif
bekerja dari sumber baru serta berdiri sendiri
Minggu 3 : Aspek hukum perjanjian
C. Asuransi Sebagai Suatu Perjanjian
Di Indonesia saat ini, pengertian asuransi tercantum di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD) dan diatur secara khusus di dalam Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Pasal 246 KUHD memberikan pengertian
dari asuransi atau pertanggungan sebagai berikut:
"Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tidak tentu."
D. Ruang Lingkup Perlindungan Dan Dasar Hukum Berlakunya Perjanjian
Asuransi
Apabila diperhatikan dari rumusan Pasal 246 KUHD dan Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2014, ruang lingkup perlindungan memiliki perbedaan yang menyolok.
Ruang lingkup perlindungan yang diatur dalam Pasal 246 KUHD lebih sempit
dibandingkan dengan Pasal 1 Angka 1 dan 2Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 yang ruang lingkup perlindungannya lebih luas.
Dalam Pasal 246 KUHD dinyatakan bahwa:
"Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehi/angan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang
tidak tentu."
E. Asas Dan Prinsip Dasar Asuransi
1. Asas Hukum Perjanjian Pada Umumnya yang Menguasai Perjanjian Asuransi
a. Asas konsensual
b. Asas kebebasan berkontrak
c. Asas ketentuan mengikat
d. Asas kepercayaan
e. Asas persamaan hukum
f. Asas keseimbangan
g. Asas kepastian hukum
h. Asas iktikad baik
2. Prinsip Dasar dalam Perjanjian Asuransi
a. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable Interest)
b. Prinsip iktikad baik (Utmost Goodfaith)
c. Prinsip keseimbangan (Idemniteit Principle)
d. Prinsip subrogasi (Subrogation Principle)
e. Prinsip sebab akibat (Causaliteit Principle)
f. Prinsip kontribusi (Contribution Principle)
g. Prinsip kausa proksimal (Cause Principle)
h. Prinsip follow of fortune dalam reasuransi
F. Sifat-Sifat Perjanjian Asuransi
Perusahaan asuransi (penanggung) sebagai lembaga keuangan nonperbankan dan
sebagai lembaga yang melakukan kegiatan menerima dan mengambil risiko pihak lain
dengan mengadakan perjanjian-perjanjian asuransi, penangung akan dibebani untuk
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian. Pembayaran sejumlah uang
yang disebut premi merupakan kontra prestasi dari penerimaan dan pengambilalihan
risiko oleh perusahaan asuransi. Kumpulan dana yang relatif menjadi sangat besar
dari pembayaran premi yang diterima perusahaan dapat dimanfaatkan untuk
operasional perusahaan.
F. Peranan, Fungsi, Dan Tanggung Jawab Hukum Agen/Broker Perusahaan
Asuransi
1. Peranan Agen
Agen memainkan peranan penting di dalam transaksi-transaksi komersial,
khususnya dalam perusahaan modern. Dari pandangan hukum hukum,
agen dianggap memiliki karakteristik pribadi yang dapat mengadakan
transaksi atas namanya sendiri.
2. Fungsi Agen Sebagai Pialang Asuransi
a. Melakukan identifikasi jenis-jenis potensi risiko Yang melekat pada kegiatan
nasabah;
b. Melakukan analisis atas setiap potensi risiko yang ada guna menentukan
kemungkinan kerugian Yang mungkin akan diderita nasabah Yang disebabkan oleh
risiko tersebut;
c. Memberikan saran perihal manajemen risiko, yaitu metodemetode untuk menangani
risiko secara efisien dan efektif dengan menggunakan alternatif-alternatif yang
tersedia. Hal ini meliputi pengambilan keputusan untuk menghindari risiko,
menahan risiko, atau memindahkan risiko;
d. Membantu nasabah memilih perusahaan asuransi yang tepat, termasuk melakukan
negosiasi sehubungan dengan penentuan kondisi dan persyaratan polis asuransi
yang terbaik dengan premi asuransi yang kompetitif dan wajar;
e. Membantu nasabah di dalam penyelesaian klaim, sesuai dengan luas jaminan yang
telah diperjanjikan di dalam polis secara optimal dan cepat.

3. Tanggung Jawab Hukum Agen/Broker Perusahaan Asuransi


Agen dilarang untuk melakukan negosiasi, mengikatkan diri ke dalam kontrak
dan/atau perjanjian untuk dan atas nama perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan
tidak akan terikat oleh kontrak dan atau perjanjian apa pun yang dibuat oleh agen di
luar kewenangan yang diberikan. Namun demikian, hal tersebut tidak memengaruhi
atau mengurangi hak agen untuk memasarkan atau menjual produk asuransi dan/atau
anuitas dengan tujuan untuk mewujudkan perjanjian asuransi antara perusahaan
perasuransian dengan seseorang atau badan usaha yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum.
G. Kedudukan Polis Dalam Perjanjian Asuransi
Kedudukan polis terhadap berlakunya perjanjian asuransi sebagaimana diatur dalam Pasal
255 KUHD menyatakan bahwa :
"Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya
asuransi walaupun polis belum diterbitkan."

H. Mencermati Klausul Dalam Polis Asuransi


1. Fungsi Polis Sebagai Alat Pembuktian
Menurut ketentuan Pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara
tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan,
syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak
dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai
tujuan asuransi. Dengan demikian polis merupakan alat bukti tertulis tentang
telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.
2. Isi Polis
Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi
jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
b. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;
c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
e. Bahaya-bahaya/evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
f. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung;
g. Premi asuransi;
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-
janji khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan Banker's
Clause, jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung
dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak.

7. Jenis Klausul dalam Polis Asuransi


a. Klausul Premier Risque
b. Klausul All Risk
c. Klausul Total Loss Only (TLO)
d. Klausul Sudah Diketahui (All Seen)
e. Klausul Renunsiasi (Renunciation)
f. Klausul Free Particular Average (FPA)
g. Klausul Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)
h. Banker's Clause

Minggu 4 : Polis asuransi


A. Isi Polis
dalam Pasal 256 KUHD sebagai berikut.
”Setiap polis, kecuali yang mengenai asuransi jiwa, harus menyatakan:
1 .Hari dibuatnya perjanjian asuransi;
2. Nama orang yang mengadakan perjanjian asuransi untuk diri sendiri atau pihak
ketiga;
3. Uraian mengenai benda yang menjadi objek asuransi;
4. Jumlah uang untuk berapa diadakan perjanjian asuransi;
5. Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung;
6. Saat mulai dan berakhirnya asuransi;
7. Besarnya premi; dan
8. Semua keadaan yang kiranya penting bagi penanggung untuk diketahui dan segala
syarat yang diperjanjikan antara para pihak.”
Pasal 256 KUHD, maka suatu polis kebakaran harus menyebutkan:
1. Letak barang-barang tetap yang diasuransikan beserta batas-batasnya;
2. Pemakaian barang yang diasuransikan;
3. Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sekedar itu ada pengaruhnya
terhadap asuransi yang bersangkutan;
4. Harga dari barang-barang yang diasuransikan; dan
5.Letak dan pembatasan gedung dan tempat di mana barang bergerak yang
diasuransikan itu berada, disimpan, atau ditumpuk.”
B. Polis Sebagai Alat Bukti

dalam memasarkan produk asuransi tidak boleh menyesatkan bagi calon pembeli
polis. Informasi yang disampaikan pun harus relevan dengan produk yang ditawarkan.
Terkait dengan produk yang ditawarkan, pelaku usaha dalam hal ini perusahan
asuransi dalam memasarkan produknya tidak boleh menyesatkan konsumen.

C. Waktu Penyerahan Polis

Pasal 259 KUHD mengemukakan:

"Apabila suatu pertanggungan ditutup langsung antara tertanggung, atau seorang yang
telah diperintahnya untuk itu atau mempunyai kekuasaan untuk itu, dan penanggung,
maka haruslah polisnya dalam waktu 24 jam setelah dimintanya ditandatangani oleh
pihak yang tersebut terakhir ini, kecuali apabila dalam ketentuan undang-undang
dalam suatu hal tertentu, ditetapkan suatu jangka waktu yang lebih lama."

D. Jenis-Jenis Polis

"I. Polis Stadar-Nonstandar.


1. Polis standar, yaitu polis asuransi yang kondisi dan syarat-syarat
pertanggungannya standar, di Indonesia misalnya PSKI (Polis Standar
Kebakaran Indonesia);
2. Polis Nonstandar (kebalikan dari polis standar).

II Menurut Jangka Waktu Pertanggungan:


1. Polis jangka pendek adalah polis asuransi yang berlaku untuk jangka
waktu kurang dari satu tahun, misalnya polis Asuransi pengangkutan.
2. Polis tahunan, hampir semua polis asuransi kerugian dibuat untuk
jangka waktu satu tahun.
3. Polis jangka menengah yang dikeluarkan untuk jangka waktu lebih
dari satu tahun tetapi kurang dari lima tahun.
4. Polis jangka panjang, pada umumnya polis asuransi dwiguna
(endowment) dan polis asuransi seumur hidup (whole life policy).

III. Menurut Objek Pertanggungan

1. Personal Insruransce Policy adalah polis yang dikeluarkan dengan objek


pertanggungan manusia, seperti asuransi kecelakaan diri, asuransi jiwa,
asuransi kesehatan/pengobatan.
2. Property rnsurance Policy yaitu polis asuransi dengan objek pertanggungan
harta benda tidak bergerak, misalnya bangunan atau pabrik.

3. Causality Insurance Policy polis asuransi dengan objek pertanggungan harta


benda lain selain bangunan dan alat transportasi.

4. Marine Insurance Policy yaitu polis dengan objek per tanggungan muatan,
baik yang diangkut dengan kapal laut, kapal udara, maupun melalui
kendaraan darat.

5. Aviation and Space Techonology adalah asuransi dengan objek pertanggungan


pesawat udara dan mesin angkasa lainnya.
E. Jenis-Jenis Polis Dalam Praktik

1. Polis perjalanan artinya penanggung menjamin kepentingan tertanggung selama


dalam perjalanan. Misalnya dari Tanjung Priok ke Tanjung Perak.

2. Polis pelabuhan artinya penanggung menanggung risiko yang mungkin menimpa


kapal selama berada di pelabuhan.

3. Polis waktu artinya menanggung risiko selama jangka waktU tertentu. Misalnya 6
bulan, 12 bulan.

4. Polis ditaksir artinya jumlah harga tanggungannya ditaksi r• Misalnya Rp10.000.000,-


tidak jadi soal apakah nilai sebenarnya atau bukan.

F. Jenis-Jenis Polis Dalam Kuhd

Bagaimana halnya dalam peraturan perundang-undangan? Di dalam KUHD


ditegaskan Polis dapat diterbitkan dalam berbagai jenis, yakni sebagai berikut.

1. Polis Terbuka

Hal ini dijelaskan dalam Pasal 273 KUHD sebagai berikut. ”Apabila harga barang-
barang yang dipertanggungkan Oleh para pihak tidak dinyatakan di dalam polis, maka
harga tersebut dapat dikuatkan dengan segala macam alat bukti.”

2. Polis ditaksir

Hal ini dijabarkan dalam Pasal 274 KUHD, sebagai berikut.

(1) Apabila harga tersebut dinyatakan di dalam polis, namun hakim mempunyai
kekuasaan untuk memerintahkan kepada tertanggung supaya ia memberikan
dasar lebih lanjut dari harga yang disebutkan itu, manakala oleh penanggung
dimajukan alasan-alasan, yang menimbulkan cukup persangkaan bahwa harga
yang disebutkan tadi adalah terlampau tinggi.

(2) Bagaimanapun, penanggung selamanya berhak untuk membuktikan di muka


hakim, bahwa harga yang disebutkan itu terlampau tinggi.

3. Nilai Polis ditetapkan oleh ahli

Hal ini dijabarkan dalam Pasal 275 KUHD, sebagai berikut.

"Apabila demikian, barang yang dipertanggungkan itu sebelumnya telah ditaksir


harganya oleh ahli-ahli yang untuk itu ditunjuk oleh para pihak, dan yang jika
diminta, disumpah oleh Hakim, maka tak dapatlah penanggung melawannya, kecuali
apabila telah terjadi suatu penipuan kesemuanya itu dengan tidak mengurangi
kekecualian yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan khusus."

G. Polis Asuransi Sebagai Hak Kebendaan


karena dengan memiliki polis tertanggung dapat menggadaikannya dan bahkan menjualnya
ke perusahaan asuransi tersebut sebesar nilai polisnya. Dengan menggadaikan polis berarti
muncul pranata hukum baru dalam hubungan antara tertanggung dengan penanggung, yakni
pinjam meminjam uang atau utang piutang dengan jaminan polis. Jika hal ini dikaitkan
dengan jenis-jenis hak kebendaan sebagaimana yang diatur dalam KHUPdt, tidaklah
berkelebihan jika hak yang dicantumkan dalam polis tersebut sebagai hak kebendaan tidak
berwujud.

H. Masalah Klaim Dalam Asuransi


Satu hal yang cukup pelik dalam asuransi adalah masalah klaim. Disebut pelik, karena ketika
klaim diajukan oleh Tertanggung kepada Penanggung, acapkali terjadi perbedaan persepsi
antara Penanggung dan Tertanggung. Adanya perbedaan persepsi ini, tentu saja sulit
dipahami Oleh Tertanggung, sebab yang ada dibenak Tertanggung, jika ada musibah
terhadap objek asuransi tinggal mengaju kan klaim.
l. PENYELESAIAN SENGKETA Asuransi
Dałam subbab sebelumnya telah dijelaskan, di dałam Polis asuransi dicantumkan
klausul penyelesaian sengketa, yakni para pihak sepakat untuk menyelesaikan melalui
lembaga Arbitrase. Ada pun landasan hukum keberadaan lembaga Arbitrase diatur dałam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (UUAAPS).

J. Badan Mediasi Asuransi Indonesia

Di luar lembaga Arbitrase, dikenal pula Lembaga Mediasi yang mengkhususkan diri dalam
bidang tertentu, misalnya bidang asuransi yang dikenal dengan Badan Mediasi Asuransi
Indonesia (BM AI). Badan Mediasi Asuransi Indonesia adalah lembaga independen dan
imparsial yang memberikan pelayanan untuk penyelesaian perselisihan antara Perusahaan
Asuransi dengan Tertanggung.

Pekan 5 : Hal-hal yang khusus berhubungan dengan perjanjian pertanggungan


kerugian
1. Syarat untuk Mengadakan Perjanjian Pertanggungan
Perjanjian pertanggungan itu supaya sah haruslah memenuhi semua syarat-syarat
yang disebut untuk sesuatu perjanjian di dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya
4 syarat:
1. Persesuaian kehendak
2. Kecakapan pihak-pihak untuk mengikat diri
3. Suatu hal tertentu
4. Sebab yang di perbolehkan.
5. Polis

Undang-undang di dalam Pasal 255 KUHD ayat 1 mengatakan bahwa perjanjian


pertanggungan harus diadakan dengan membuat suatu akta, yang disebut polis. Akan tetapi
tidak boleh lalu kita tarik kesimpulan bahwa polis di dalam perjanjian pertanggungan itu
merupakan suatu syarat untuk adanya (bestaansvoorwaarde) perjanjian itu pertanggungan itu.
Hal ini sudah lebih jelas keterangannya didalam uraian tentang syarat-syarat mengadakan
perjanjian pertanggungan yang telah diuraikan di muka.

Penanda tanganan dan penyerahan polis

Penanggung berdasarkan perikatannya yang timbul dari perjanjian pertanggungan itu, adalah
wajib untuk menandatangani polis, yang ditawarkan kepadanya dalam waktu tertentu dan
menyerahkan kembali kepada tertanggung. Mengenai waktunya, adalah telah di tentukan oleh
undang-undang sendiri. Apabila perjanjian pertanggungan itu langsung di ikat antara
penanggung sendiri dengan tertanggung atau oleh orang yang di beri wewenang untuk itu,
maka pollis ditanda tangani dan diserahkan kembali oleh penanggung sendiri dengan
tertanggung atau oleh orang yang di beri wewenang untuk itu, maka polis ditanda tangani dan
diserahkan kembali oleh penanggung di dalama waktu 24 jam setelah penawaran (lihat Pasal
259 KHUD).

Isi Dari Polis

Polis yang harus ditanda-tangani penanggung harus memuat sejumlah hal-hal yang khusus
mengenai perjanjian pertanggungan yang diadakan itu. Ini diatur oleh undang-undang
didalam suatu Pasal yaitu Pasal 256 yang berlaku untuk seluruh macam polis dari berbagi
jenis pertanggungan kecuali polis dari pertanggungan jiwa.

Premi

Premi ini biasanya ditentukan dalam suatu persentase dari jumlah yang di pertanggungkan, di
dalam persentase mana tercermin penilaian resiko dari penanggung. Penilaian atau
penghargaan dari penanggung mengenai resiko ini, dapat berbeda-beda pada beberapa
penanggung, akan tetapi tokh selalu dikuasi oleh hukum penawaran dan permintaan.

Pekan 6 : Macam-macam (golongan) perjanjian asuransi dalam KUHDagang

A. Pertanggungan Kebakaran Barang Tidak Bergerak


Polis asuransi kebakaran, menurut Pasal 287 selain hanıs menyebutkan hal-hal yang diatur
dalam Pasal 256, juga harus memuat:
a. letak barang-barang tetap yang dipertanggungkan, beserta batas-batasnya;
b. pemakaiannya;
c. sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sekedar itü ada pengaruhnya
terhadap pertanggungan yang bersangkutan;
d. harga barang-barang yang dipertanggungkan;
e. letak dan batas gedung-gedung dan tempat-tempat di mana barang-barang bergerak
yang dipertanggungkan itü disimpanjditumpuk (dalam hal obyek yang
dipertanggungkan adalah barang bergerak).
B. Pertanggungan Kebakaran Atas Barang-barang Bergerak

Pada pertanggungan kebakaran untuk barang-barang bergerak, apabila harga barang itu
tidak dicantumkan dalam polis, maka ganti rugi diberikan sesuai dengan kerugian yang
diderita dengan catatan bahwa nilai barang dinilai pada saat kerugian itu terjadi.

Bahkan apabila harga barang dicantumkan dan penanggung menganggapnya terlalu tinggi,
maka hakim dapat meminta kepada tertanggung untuk mengangkat sumpah mengenai
kebenaran harga barang tersebut (Pasal 295). Berbeda dengan pertanggungan kebakaran yang
pertama, dalam perjanjian pertanggungan kebakaran barang bergerakp KUHD tidak
mengharuskan adanya Persyaratan taınbahan yang harus dicantumkan dalam polis.

C. Pertanggungan Terhadap Bahaya-Bahaya yang Mengancam Hasil-hasil


Pertanian yang Belum Dipanen

Pertanggungan ini diatur dalam Pasal 299 sampai dengan Pasal 301, dan macam asuransi
jenis ini di masyarakat dikenal dengan nama Crops insurance. Untuk sahnya pertanggungan,
KUHD menentukan bahwa seldin syarat-syarat sebagaimana dişebutkan dalam Pasal 256,
maka dalam polis juga harus dicantumkan:
a. letak dan batas-batas tanah yang hasilnya telah dipertanggungkan;
b. pemakaiannya.
Pencantuman informasi semacam itu, selain dapat memberikan kepastian hükum tentang
hasil dari suatu lahan yang dipertanggungkan, juga dapat membantu perusahaan asuransi
dalam melakukan penghitungan risiko guna menetapkan premi asuransi yang harus dibayar.

D. Pertanggungan Jiwa

Perjanjian ini dalam KUHD diatur di dalam Pasal 302 sampai dengan Pasal 308. Yang
dipertanggungkan dalam perjanjian asuransi ini adalah jiwa seseorang, yang
dipertanggungkan untuk keperluan seseorang yang berkepentingan, baik untuk suatu waktu
tertentu yang diperjanjikan atau untuk seumur hidup tertanggung. Berdasarkan ketentuan-
ketentuan tersebut di atas, maka polis pertanggungan jiwa harus memuat:
a. hari ditutupnya pertanggungan;
b. nama tertanggung;
c. nama orang yang jiwanya dipertanggungkan;
d. jangka waktu pertanggungan;
e. jumlah uang pertanggungan.

E. Pertanggungan Terhadap Segala Bahaya Laut (dan Bahaya Perbudakan)

Tidak ada suatu ketentuan umum yang menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan
bahaya laut. Dari ketentuan Pasal 637 yang mengatur mengenai kerugian yang harus dipikul
oleh tertanggung, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bahaya atau peril laut
adalah meliputi:

a. taufan;
b. hujan lebat;
c. pecahnya kapal
d. terdamparnya kapal;
e. tergulingnya kapal;
f. tabrakan;
g. kapal dipaksa mengubah haluan/perjalanan;
h. pembuangan barang-barang ke laut;
i. kebakaran;
j. paksaan;
k. perampasan, bajak laut/perompak;
l. penahanan;
m. pernyataan perang;
n. tindakan pembalasan;
o. kelalaian atau kecurangan nakoda atau anak buahnva;
p. segala malapetaka yang datang dari luar;
q. dan bahaya lain sepanjang tidak dikecualikan oleh undang. undang atau polis asuransi.

F. Pertangungan Terhadap Bahaya dalam Pengangkutan di Daratan, di Sungai


dan di Perairan Darat
KUHD tidak memberikan pengaturan sama sekali tentang pengertian dari bahaya-bahaya
tersebut. Dalam Pasal 693 hanya disebutkan secara tegas bahwa penanggung juga harus
bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan Oleh kesalahan atau kecurangan
orang-orang yang bertugas menerima, mengangkut dan menyerahkan barang dalam hal
barang diangkut dengan pengangkutan darat.

Minggu 9 : Asuransi jiwa dan asuransi tanggung gugat

A. ASURANSI JIWA

1. Pengaturan

Pengaturan tentang Asuransi (Pertanggungan) Jiwa dalam KUHD cukup singkat,


hanya 7 (Tujuh) pasal, yakni dari Pasal 302 sampai 308. Apabila diperhatikan ke tujuh pasal
tersebut tidak ada rumusan tentang apa yang dimaksud dengan asuransi jiwa. Dalam Pasal
302 KUHD hanya dikemukakan:

"Jiwa seseorang dapat, guna keperluan seorang yang berkepentingan,


dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian."

2. Isi Polis Asuransi Jiwa

"Polis asuransi jiwa harus memuat:


1. hari ditutupnya pertanggungan;
2. nama tertanggung;
3. nama orang yang jiwanya dipertanggungkan;
4. saat mulai berlaku dan berakhirnya bahaya bagi penanggu ng;
5. jumlah uang untuk mana diadakan pertanggungan; dan
6. premi pertanggungan tersebut."

3. Jenis Polis Asuransi Jiwa

Sebelum membahas jenis-jenis polis dalam asuransi jiwa, ada baiknya dibahas terlebih
dahulu apa tujuan yang hendak dicapai dengan asuransi jiwa.
B. ASURANSI TANGGUNG GUGAT

1. Pengertian
Dalam literatur hukum asuransi, antara lain Mehr dan Camnmck-A. Hasymi
mengemukakan sebagai berikut.

"Asuransi tanggung gugat (liability insurance) adalah asuransi untuk melindungi


tertanggung terhadap kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian
tertanggung. Oleh karena kontrak ini menyangkut persetujuan untuk mengganti
kerugian kepada pihak ketiga, maka disebut 85 juga asuransi pertanggungjawaban
terhadap pihak ketiga.85

Dasar Hukum

a. Pasal 1365 KUHPdt


b. pasal 1366 KUHPdt.
c. pasal 1367 KUHPdt
d. Pasal 1368 KUHPdt
2. Pihak dalam Asuransi Tanggung Gugat
a, Pihak pertama (Pembeli polis atau Tertanggung). Ada pun tujuan pihak
pertama membeli polis, yakni untuk memperoleh tanggungan atau jaminan atas
kerugian yang mungkin dialaminya, yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak
diketahui lebih dahulu.
B, Pihak kedua (Penjual polis atau Penanggung. Memberi tanggungan atau
jaminan dalam hal tertanggung mengalami kerugian.
C Pihak ketiga (Orang yang dirugikan oleh pihak pertama). Karena ada peristiwa
hukum, oleh karena itu jenis asuransi ini disebut "Third Legal Liability Insurance.'

Minggu 10 : Asuransi rangkap

A. Pengertian

Asuransi rangkap merupakan sebuah tipe asuransi di mana objek e: yang sama diasuransikan
lebih dari sekali. Pada beberapa kasus, objek yang sama diasuransikan, tetapi dengan
Penanggung berbeda. Metode asuransi rangkap dianggap sebagai tindakan hukum yang sah.
Ketika terjadi kerugian, Tertanggung dapat mengajukan klaim asuransi dari dua Penanggung
dan Penanggung dapat diminta bertanggung jawab untuk membayar atas polis-polis yang sah
tersebut.
B. Asuransi Rangkap yang Dilarang

Walaupun asuransi rangkap lazill) terjadi dalam praktik perasuransian, nannun dari sudut
pandang hukum tidak sernua asuransi rangkap itu d ibolehkan. Ketentuan mengenai hal ini
bisa dipahanni pada ketentuan Pasal 252 dan Pasal 277 ( l ) KUHD

Pasal 252 KUHD mengatur bahwa asuransi rangkap terjadi, apabila atas benda,
evenemen, dan waktu yang sama diadakan beberapa asuransi• N annun, asuransi rangkap itu
dilarang apabila asuransi pertama sudah diadakan dengan nilai penuh.

Karakteristik (ciri-ciri) asuransi rangkap menurut pasal di atas adalah sebagai berikut:

l. Waktu berlainan;

2. Evenemen sama;

3.Benda yang sama;

4. Polis berlainan;

5.Polis I penuh;

6. Polis 2 sebagian (polis 2 dibebaskan);

7. Polis 3 sebagian (polis 3 dibebaskan).

C. Asuransi Rangkap yang Dibolehkan

Berbeda halnya dengan. asuransi rangkap yang dilarang, sebagaimana di atur di dałam
Pasał 252 KUHD dan Pasał 277 (1) KUHD, maka Pasal 277 cłî1J.(2) merupakan asurpnsi
rangkap yang dibolehkan. Demikian juga dengan ketentuan Pasał 278 dan Pasał 279 KUHD.

1, Asuransi Rangkap dalam Ketentuan Pasał 277 (2) KUHD

2. Asuransi Rangkap dalam Ketentuan Pasal 278 KUHD

3. Asuransi Rangkap dalam Ketentuan Pasal 279 KUHD

D. Tujuan Pelarangan Asuransi Rangkap Nilai Penuh

Pelarangan asuransi rangkap dengan nilai penuh yang diatur Pasal 252 KUHD
bertujuan mencegah jangan sampai terjadi bahwa Tertanggung memeroleh ganti kerugian
melebihi nilai benda sesungguhnya, sehingga melanggar asas keseimbangan. Jika hal ini
tidak diatur dengan tegas akan membuka peluang asuransi digunakan sebagai ajang
perjudian, yaitu Tertanggung memeroleh keuntungan tanpa batas dengan mengabaikan
prinsip-prinsip dasar asuransi yang sudah ditentukan sebelumnya. Supaya dapat diketahui
Oleh Penanggung, apakah ada asuransi yang telah diadakan lebih dahulu, maka perlu
diberitahu Oleh Tertanggung dengan mencantumkannya dalam polis.

Minggu 11 : Reasuransi

A. Pengertian

Secara yuridis, reasuransi atau pertanggungan ulang adalah suatu perjanjian antara satu
Penanggung (ceding company) dengan satu atau lebih Penanggung Ulang (reasurandur;
reinsurer). Penanggung (ceding company) wajib membayar seluruh atau sebagian premi yang
diterimanya dari Tertanggung dan Penanggung Ulang (reasurandur) sepakat menerima
seluruh atau sebagian risiko yang dialihkan kepadanya. Dengan kata Iain, reasuransi adalah
perusahaan yang menerima pertanggungan ulang dari perusahaan asuransi atas sebagian atau
keseluruhan risiko yang telah atau tidak dapat ditanggung kembali oleh perusahaan asuransi.
Seperti halnya asuransi, perjanjian reasuransi menimbulkan hak-hak dan kewajibankewajiban
antara kedua belah pihak. Sehingga tidak salah, jika dikatakan bahwa perjanjian reasuransi
merupakan perjanjian timbal-balik.

B. Fungsi Reasuransi

Reasuransi secara umum, berfungsi mengalihkan sebagian atau seluruh risiko yang
ditanggung oleh Penanggung pertama (ceding company) ditutupnya kepada Penanggung lain
dan dikenal sebagai Penanggung Ulang (Reinsurer). Dengan kata lain, reasuransi memberi
kemungkinan pada Penanggung untuk membebaskan diri dari sebagian risiko melebihi
kapasitas underwriting/risiko-risiko yang mana demi suatu alasan tertentu atau lainnya,
mereka tidak berharap menanggungnya sendiri (reinsuranc allows to free themselves from the
part of a risk that exceeds their underwriting capacity, or risks which, for one reason or
another, they do not wish to bear atone).

C. Perjanjian Reasuransi

Reasuransi adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh pihak perusahaan asuransi
(ceding company) sebagai pihak pertama dengan perusahaan reasuransi sebagai pihak kedua
(Penanggung Ulang). Pihak pertama menyetujui untuk memindahkan risiko dan pihak kedua
menyetujui untuk menerima suatu bagian yang ditentukan dari suatu risiko, sebagaimana
ketentuan yang diperjanjikan dalam perjanjian asuransi.

D.Metode-metode dalam Reasuransi

1. Metode Reasuransi Secara Fakultatif

2. Metode Reasuransi Secara Kontrak (Treaty)

3. Metode Reasuransi Pool dan Facultative Obligatory

E. Type-tipe Kontrak Reasuransi

1. Kontrak Proporsional (Proportional Treaties)

2.Kontrak Non Proporsional (Non Proportional Treaties)

F. Persyaratan dan Ketentuan Kontrak Reasuransi

1. Komisi reasuransi (reinsurance commission)


2. Komisi keuntungan (profit commission)
3. Klausul MPL (maximum possible loss)

Minggu 12 : Asuransi kecelakaan penumpang umum

1. Filosofi UU No. 33 Tahun 1964

Undang-undang No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan


Penumpang jo Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan-ketentuan
Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang sesungguhnya merupakan
asuransi umum (general insurance) yang termasuk dalam kelompok "Asuransi Kecelakaan
Diri" (personal accident insurance). Setiap orang yang menjadi penumpang alat angkutan
umum wajib mengasuransikan dirinya dari kemungkinan terjadinya peristiwa (evenement)
kecelakaan yang menimbulkan kerugian pada dirinya sendiri.
Ul-J No. 33 Tahun 1964, evenemennya terbatas pada kecelakaan transportasi selama
penumpang berada dalam kendaraan angkutan umum. Sedangkan kecelakaan yang dimaksud
Polis PA adalah kecelakaan dalam pengertian luas. Yaitu suatu peristiwa yang terjadisecara
tibatiba, tidak terduga sebelumnya, datang dari luar diri tertanggung, bersifat kekerasan tidak
dikehendaki dan tidak ada unsur-unsur kesengajaan da/am peristiwa itu sena dapat didiagnosa
secara medis. Tidak mesti selalu disebabkan kecelakaan transportasi. Bisa karena terjatuh
atau tertimpa sesuatu yang menyebabkan tertanggung cidera atau meninggal dunia.

2. Tertanggung
Tertanggung dalam skema UU No. 33 Tahun 1964 pada prinsipnya sejalan dengan pengertian
tertanggung yang secara umum berlaku dalam industri asuransi. Tertanggung atau dalam
istilah Inggris diistilahkan dengan insured dalam online dictionary
www.thefreedictionary.com diartikan sebagai a person whose intergts are protected by an
insurance policy; a person who contracts for an insurance policy that indemnifies him against
loss ofproperty or life or health etc. Secara bebas, definisi tersebut diterjemahkan bahwa
tertanggung adalah seseorang yang kepentingannya dijamin dalam polis asuransi berdasarkan
kontrak asuransi yang memberikan gantí rugi kepadanya atas kerugian harta benda, jiwa atau
kesehatan, dan sebagainya.
Adapun tertanggung dalam Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum sebagaimana
dimaksud pasal 3 ayat (1) butir a UU No. 33 Tahun 1964 adalah tiap penumpang yang sah
dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan perkapalan/
pelayaran nasional. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa penumpang yang
dimaksud adalah penumpang angkutan umum. Sedangkan penumpang kendaraan pribadi
tidak termasuk dalam skema ini.
3. Ruang Lingkup Pertanggungan

Ruang lingkup pertanggungan merupakan jangka waktu berlakunya suatu jaminan


pertanggungan kecelakaan diri kepada penumpang umum. Berdasarkan pasal IO PP No. 17
Tahun 1965 ruang lingkup pertanggungan Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum berlaku
untuk jangka waktu antara saat-saat sebagai berikut:
a. Kendaraan Bermotor Umum: antara saat penumpang naik kendaraan yang
bersangkutan ditempat pemberangkatan sampai dengan saat turun dari kendaraan
tersebut ditempat tujuan;
b. Kereta Api: antara saat naik alat angkutan perusahaan kereta api di tempat
pemberangkatan sampai dengan saat turun dari alat angkutan tersebut di tempat
tujuan sesuai dengan karcis yang berlaku untuk perjalanan yang bersangkutan;

c. Pesawat Terbang: antara saat naik alat angkutan perusahaan penerbangan di


tempat pemberangkatan sampai dengan saat meninggalkan tangga pesawat
terbang yang ditumpanginya di tempat tujuan sesuai tiket yang berlaku untuk
penerbangan yang bersangkutan;
d. Kapal Laut: antara saat naik alat angkutan perusahaan perkapalan/pelayaran di
tempat pemberangkatan sampai dengan saat turun di daratan pelabuhan tujuan
sesuai tiket yang berlaku untuk perjalanan kapal yang bersangkutan.
4. Premi atau luran Wajib

Dalam hukum asuransi, premi adalah sejumlah uang yang dibayar tertanggung
kepada penanggung atas jaminan penggantian kerugian untuk jangka waktu tertentu yang
diberikan kepada tertanggung terhadap kemungkinan kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga Yang diderita
tertanggung, Yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti.
Sebagai Salah satu bentuk program asuransi, pengenaan premi pun berlaku dalam
asuransi penumpang umum sebagaimana di_ maksud IJU No. 33 Tahun 1964. Memang tidak
banyak orang Yang menyadari telah membayar premi kepada PT Jasa Raharja sebagai
penanggung. Sehingga acapkali korban yang mendapat santunan dari PT Jasa Rahatja seakan
tidak percaya jika ia mendapat jaminan

A. Penggunaan istilah Iuran Wajib


Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa premi dalam Asuransi Kecelakaan
Penumpang Umum diistilahkan dengan Iuran Wajib. Penggunaan istilah Iuran Wajib ini
dapat dipahami dengan menerawang aspek historis dari pembentukan IJU No. 33 Tahun
1964.
Ketika itu di era 1964 sebelum lahirnya Ul.J No. 33 Tahun 1964, dalam sidang DPRGR
terjadi pembahasan yang alot mengenai dran IJU No. 33 Tahun 1964. Dari Golongan Islam
tidak sependapat untuk menggunakan istilah-istilah yang berbau asuransi. Karena asuransi
dalam perspektif golongan Islam ketika itu, mengandung unsur perjudian di dalamnya.
Sedangkan premi adalah istilah yang lazim digunakan dalam praktek asuransi sebagai
bentuk kontribusi tertanggung untuk mendapatkan jaminan perlindungan.

B. Penetapan luran Wajib


Menyadari bahwa terdapat perbedaan kemampuan ekonomi dari penumpang angkutan
umum, maka besaran luran Wajib di tetapkan secara progresif. Bagi penumpang kelas I
dengan yang naik kelas II atau kelas III, luran Wajib yang dikenakan berbeda. Untuk Kelas
yang lebih mahal harus membayar luran Wajib yang prosentuil lebih beşar juga. Di dalam
Naskah Akademik Pembentukan UU No. 33 Tahun 1964, pemerintah menyatakan bahwa
dalam penetapan luran Wajib "senantiasa harus dijadikan pedoman bahwa motif asuransi
wajib bukanlah semata-mata untuk menarik keuntungan komersiil, tapi haruslah pula dalam
hal ini diingat sodal aspect-nya l.’

c. Mekanisme pengutipan luran Wajib

Adapun pengutipan luran Wajib menjadi kewajiban dari pengusaha/pemilik alat


angkutan. Mekanismenya pada saat mereka menjual tiket atau karcis, mereka harus pula
memungut luran Wajib. Kewajiban ini pun berlaku sama terhadap agen atau travel yang
bertindak atas nama pengusaha alat angkutan dalam menjual tiket atau karcis. Sebagaimana
ditandaskan dalam pasal 5 PP No. 17 Tahun 1965 bahwa tiada karcis atau tiket alat
angkutan penumpang umum yang boleh dijual atau dikeluarkan kepada seseorang oleh
petugas yang bemıenang dari pengusaha alat angkutan penumpang umum yang
bersangkutan, tanpa sekaligus memungut luran Wajib.

5. Pembebasan luran Wajib

Tidak semua penumpang alat angkutan umum wajib membayar luran Wajib.
Penumpang kendaraan bermotor umum dalam kota, penumpang kereta api dalam kota, kereta
api ringbaan (sejenis trem) dan kereta api jarak pendek kurang dari 50 kilometer dibebaskan
dari luran Wajib. Namun mereka tetap memiliki hak yang sama dengan penumpang yang
membayar luran Wajib untuk mendapatkan jaminan pertanggungan kecelakaan diri.
Memilik riwayat pembentukan UU NO. 33 Tahun 1964, pembe. basan luran Wajib
tersebut didasarkan pada pemikiran sosial para pembentuk UU ketlka itu. Mereka
menimbang bahwa penumpang kendaraan bermotor umum dalam kota, penumpang kereta
api dalam kota, kereta api ringbaan dan kereta api jarak pendek kurang dari 50 kilometer
banyak digunakan oleh buruh kecil, pegawai rendahan, anak-anak sekolah, pedagang-
pedagang kecil dan masyarakat lainnya yang kurang beruntung secara ekonomi. Sehingja
sepatutnya mereka tidak lagi dibebani dengan keharusan membayar luran Wajib tapi
berhak atas jaminan perlindungan yang sama dengan penumpang lain yang membayar
luran Wajib.
6. Evenemen dan Pengecualian Risiko

Evenemen adalah peristiwa tidak pasti yang menjadi tanggung jawab penanggung.
Dalam Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum, evenemennya adalah kemungkinan (tidak
pasti) terjadinya peristiwa kecelakaan penu pang alat angkutan penumpang umum yang
mengancam kesela atan penumpang sebagai tertanggung.

Minggu 13 : Asuransi kecelakaan lalu lintas umum


1. Filosofi UU No. 34 Tahun 1964
Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dilaksanakan berdasarkan UU No. 34 Tahun
1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan jo PP No. 18 Tahun 1965 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Program yang
termasuk dalam kategori asuransi umum (genera/ insurance), sejatinya merupakan jenis
Asuransi Kendaraan Bermotor (Motor Insurance) yang memberikan jaminan terhadap
tanggung jawab hukum pemilik kendaraan bermotor kepada pihak ketiga yang menderita
kerugian sebagai akibat penggunaan kendaraan tersebut. Jaminan diberikan terbatas pada
cidera, cacat tetap atau meninggalnya seseorang.
1. Road TramcAct Cover(RTA)

Merupakan konsekuensi dari persyaratan yang dikehendaki Road TrafficAct 1988 (RTA
1988) yang berlaku di Inggris bahwa setiap kendaraan bermotor harus diasuransikan
setidak-tidaknya dengan cover minimum. Namun dalam perkembangannya, cover ini
cukup jarang ditawarkan. Coverini umumnya ditawarkan kepada pemegang polis yang
memiliki catatan kecelakaan buruk dan pernah menjalani hukuman. Bisa juga dengan
alasan yang lain, cover ini ditawarkan ketika kendaraan pernah mengalami.kerusakan
parah akibat kecelakaan dan telah diperbaiki.
2. Third Party Only(TPO) Cover

Cover ini memperluas covertanggung jawab hukum kepada pihak ketiga untuk setiap
keadaan yang terkait dengan penggunaan kendaraan bermotor. Sebagai contoh, cover
RTA berlaku untuk kecelakaan yang terjadi di "jalan" (road) sebagaimana dimaksud
oleh RTA. Sedangkan polis TPO kendaraan pribadi meng-cover kecelakaan yang
terjadi di "off the road"dengan pertanggungan yang bersifat tak terbatas (unlimited)
untuk tanggung jawab hukum terhadap meninggal atau Iukanya seseorang dan
kerusakan harta benda.
3. Third Party, Fire &

Polis ini memperluas covernya yang mencakup perlindungan kepemilikan pemegang


polis atas kendaraannya.

Polis semacam ini akan memberikan ganti rugi untuk kerugian atau kerusakan
kendaraan tertanggung termasuk (untuk polis kendaraan pribadi) aksesoris dan suku
cadang, yang disebabkan kebakaran atau pencurian atau percobaan pencurian.

4. Comprehensive Policies

Comprehensive policy memberikan cover yang sangat luas. Penggunaan istilah


'comprehensive' kadang agak menyesatkan sebab ternyata cover yang disediakan
dalam polis ini bukan 'blanket cover', yang menjamin semua sifat, perluasan dan
penyebab kerugian. Cover ini memberikan pertanggungan untuk kerusakan akibat
kecelakaan terhadap kendaraan tertanggung dengan beberapa manfaat tambahan.

2. Tertanggung

Tertanggung dalam Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan adalah pemilik kendaraan
bermotor. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 34 Tahun 1964 yang
menyatakan pengusaha/pemilik kendaraan bermotor diharuskan memberi Sumbangan Wajib
setiap tahun untuk menutup akibat keuangan karena kecelakaan lalu lintas kepada korban
atau ahli waris yang bersangkutan.

Pengertian kendaraan bermotor meliputi seluruh jenis kendaraan bermotor yaitu


kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu
(vide: pasal 1 butir 3 PP No. 41 Tahun 1992 tentang Angkutan Jalan). Secara lebih
rinci Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari
2008 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas
Jalan menjabarkan jenis kendaraan bermotor
7.Hak Regres (Right of Recourse)

Di dalam Asuransi Kecelakaan Latu Lintas Jalan berlaku hak regres. Yaitu hak yang
diberikan undang-undang kepada pengelola Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan untuk
melakukan penuntutan pembayaran kepada pemilik kendaraan bermotor yang menjadi
penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Hak ini dapat digunakan apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:

a. Pengelola Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan telah membayar. kan santunan kepada
korban atau ahli warisnya.
b. Kecelakaan terjadi disebabkan karena:
1. kendaraannya dikemudikan oleh orang yang tidak mempunyai surat izin mengemudi yang
sah;
2. pengemudinya dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, meminum sesuatu yang mengandung
alkohol atau Obat bius atau. pun oleh hal-hal lain;
3. lain-lain tindakan yang merupakan pelanggaran dengan Sengaja Peraturan Lalu Lintas
Jalan;
4. tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar Sumbangan Wajib setiap tahunnya;
Kecuali, jika pemilik kendaraan bermotor yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa
kecelakaan terjadi di luar tanggung jawab atau di luar kesalahannya.

Minggu 14 : Asuransi pengangkutan laut


A. LANDASAN HUKUM

jika hal ini dikaitkan dengan pengangkutan laut, sebagai mode transportasi yang
sudah cukup tua, risiko yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan transportasi tersebut
cukup tinggi. Untuk itu pembentuk undang- undang pun mengatur tentang hal ini sangat
rinci, yakni khusus untuk asuransi pengangkutan laut dijabarkan dalam Bab 9-10 Buku
II KUHD.

B. PENGERTIAN PENGANGKUTAN

Pasai 522 ayat (1) KUHD.


“Persetujuan pengangkutan mewajibkan pengangkut untuk menjaga keselamatan
penumpang, sejak saat penumpang ini masuk dalam kapal hingga saat meninggalkan
kapalnya.”

C. RUANG LINGKUP

Selanjutnya dalam Pasal 594 KUHD dikemukakan:

“Pertanggungan dapat diadakan:

a. atas seluruh atau sebagian dari barang-barang yang bersangkutan, bersama-sama atau

masing-masing tersendiri;

b. dalam waktu damai atau dalam waktu perang; sebelum atau selama perjalanan yang
ditempuh oleh kepalanya;

c. untuk perjalanan pergi atau pulang; untuk salah satu perjalanan itu;

d. untuk salah satu perjalanan itu

e. untuk seluruh perjalanan atau untuk sesuatu waktu tertentu; dan

f. untuk segala bahaya laut; untuk perkabaran yang baik dan perkabaran yang buruk.”

D. POLİS ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT

Mengingat, ruang lingkup asuransi pengangkutan laut cukup luas, maka bentuk dan
ruang lingkup dilindungi dalam polis pun lebih luas dari apa yang dicantumkan dalam
Pasal 256 KUHD. Sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 592 KUHD berikut ini.

“Selainnya syarat-syarat yang tersebut dalam Pasal 256, polis harus menyebutkan:

1. nama nahkoda, nama kapal, dengan menyebutkan tentang macamnya, dan dalam hal
pertanggungan kapalnya, dengan menyebutkan tentang apakah kapal itü dibuat dari
kayu cemara atau harus disebutkan bahwa tertanggung tidak mengetahui tentang itu;

2. tempat di mana barang-barangnya dimasukan dalam kapal atau tempat di mana


barang-barang itü harus dimuat dalam kapal tersebut;

3. pelabuhan dari mana kapal telah harus berangkat atau dari mana kapal itü harus
berangkat;

E. KARAKTERISTIK POLIS ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT


Dalam penjabaran sebelumnya telah dijelaskan, bahwa risiko apa saja yang akan
dialihkan harus disebutkan dalam Polis. Hal ini penting, agar jika terjadi peristiwa,
klaim diajukan harus mengacu kepada polis.

Dalam arti kata, jika ada peristiwa diajukan klaim penanggung membayar ganti rugi.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah sesederhana itu untuk mengajukan klaim?
Tampaknya dalam mengajukan klaim, perlu kembali memahami apa Yang dicantumkan
dalam polis. Selain itu, dalam asuransi pengangkutan laut, pihak tertanggung harus
cermat dalam memahami berbagai klausul yang dicantumkan dalam polis, mengapa?
Karena dalam polis asuransi pengangkutan laut, ada beberapa tingkatan daya berlaku
suatu klausul yang dicantumkan dalam Polis. Sebagaimana dikemukakan oleh Radiks
Purba berikut ini.

F. KLAUSUL DALAM ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT

a.Memoranduın Clause. Klausul ini digunakan untuk asuransi barang (kargo). Adapun
maksud klausul ini adalah untuk klaim kerugian kecil-kecil akan diberikan ganti rugi
olehpenanggung jika sudah sampai batas tertentu yang ditentukan dalam polis.
b. Free of Particular Avarage (FPA) penanggung dibebaskan dari kewajiban
mengganti kerugian yang sifatnya kerugian khusus. Penangung disepakati hanya
bertanggung jawab atas kerugian seluruhnya (total loss) dan kerugian umum (general
average).

Minggu 15 : Asuransi syariah

A. PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH

Pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah usaha saling melindungi dan
tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset
atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
yang sesuai dengan syariah.
Kata “asuransi” berasal dari bahasa Belanda, Assurantie, dan dalam hukum Belanda
dipakai kata Verzekering. Kata ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
dengan kata “pertanggungan”. Dari kata Assurantie ini kemudian muncul istilah assuradeur
bagi penanggung, dan geassureede bagi tertanggung, atau dengan istilah lain disebut juga
“penjamin” dan terjamin. Begitu juga dari istilah verzerkerde bagi “tertanggung”.
B. SEJARAH BERDIRINYA ASURANSI SYARIAH

Munculnya asuransi syariah (Takaful) di dunia Islam didasarkan pada adanya anggapan atau
pendapat yang menyatakan bahwa asuransi yang selama ini ada yaitu asuransi konvensional
dalam beberapa hal mengandung unsur gharar, maysir, dan riba. Unsur gharar dalam
asuransi konvensional terletak pada ketidakpastian tentang hak pemegang polis dan sumber
dana yang dipakai untuk menutup klaim. Unsur maysir terletak pada kemungkinan adanya
pihak yang diuntungkan di atas kerugian orang lain. Sedangkan unsur riba terletak pada
perolehan pendapat dari membungakan uang. Dengan adanya anggapan itu, maka sebagian
umat Islam memandang bahwa transaksi dalam asuransi konvensional termasuk transaksi
yang diharamkan berdasarkan syaraí’.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh hari dikumandangkan di Malaysia. Jawatan
Kuasa Fatwa Malaysia tanggal 15 Juni 1972 mengeluarkan keputusan yang menetapkan
bahwa praktik asuransi jiwa di Malaysia hukumnya menurut Islam adalah Haram. Selain itu
Jawatan Kuasa kecil Malaysia dalam kertas kerjanya yang berjudul “Kearah Insurance secara
Islami di Malaysia” menyatakan bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan Bara
dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran Islam.
C. PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH

Tujuan asuransi ini sangatlah mulia karena keinginan untuk saling tolong menolong kedalam
kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para ulama adalah
bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi tersebut, baik itu bentuk
akad yang melandasinya, sistem pengelolaan dana, bentuk manajemen, dan lain sebagainya.
D. MODEL DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH

Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang membedakannya dengan asuransi


konvensional, yaitu mencari ridha’ Allah untuk kebaikan dunia dan akherat. Sebagai sebuah
asuransi yang digali dari prinsip dan nilai islami, maka asuransi syariah memiliki
karakteristik tertentu. Karakteristik ini pada gilirannya bisa membedakan dirinya dengan
asuransi konvensional. Di antara karakteristik atau ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
(1) akad yang dilakukan adalah akad Al-Takfuli ; (2) selain tabungan peserta dibuat pula
tabungan derma (tabarru) ; (3) merealisir prinsip bagi hasil.
Pada karakteristik yang pertama mengandung arti bahwa yang membedakan antara
asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah bahwa dalam asuransi syariah ada dua
konsepsi dasar yang dipakai, yang acuannya diambil dari Al-qur’an dan As-sunnah. Konsep
syariah ini berazaskan pada konsep Al-takfuli (konsep perlindungan), yang merupakan

Perpaduan dari rasa tanggung jawab dan persaudaraan. Konsep syariah ini dapat dilihat dari
akad yang mendasari terjadinya proses asuransi Islam, yang
E. LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH

Secara struktural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk pada
peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (Konvensional). Dan baru ada
peraturan yang secara tegas menjelaskan Asuransi syariah pada Surat Keputusan Direktur
Jendral Lembaga Keuangan (DJLK) No. Kep. 4499/LK/2000 Tentang jenis, Penilaian dan
pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem
syariahmembedakannya dengan asuransi konvensional.
F. POLIS ASURANSI SYARIAH

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422 Tahun 2003, Polis Asuransi adalah polis
atau perjanjian asuransi yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
perjanjian asuransi, termasuk tanda bukti kepesertaan asuransi bagi pertanggungan, antara
pihak penanggung dan pihak pemegang polis atau tertanggung. Oleh karena itu, dalam setiap
perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau akte bermaterai tempel sebagaimana diatur dalam
aturan bea materai antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Di dalam polis memuat :
1. Nomor polis
2. Nama dan alamat tertanggung
3. Uraian risiko
4. Jumlah pertanggungan
5. Jangka waktu pertanggungan
6. Besar Premi dan Bea Materai
7. Bahaya-bahaya yang dijaminkan
8. Khususnya untuk polis kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polis, nomor rangka
(chasis) dan nomor mesin kendaraan.
G. PENGELOLAAN PREMI ASURANSI

Premis asuransi adalah sejumlah dana yang disetor tertanggung kepada

Penanggung, di mana jika premi belum dibayar (lunas), maka penanggng belum
terikat dalam transaksi untuk membayar ganti rugi kalau timbul risiko. Pengelolaan
dana dalam asuransi syariah adalah seluruh premi yang dibayar peserta dimasukan
kedalam rekening “Derma” yaitu rekening yang digunakan untuk membayar klaim
kepada peserta. Besarnya nominal premi yang disetor bergantung pada jenis asuransi
yang dipilih.
Kemudian uang angsuran premi asuransi yang disetor akan dimasukan kedalam
“Kumpulan Dana Peserta” untuk diinvestasikan pada proyek-proyek atau pembiayaan
yang sesuai dengan syariah. keuntungan yang diperoleh dari investasi itu akan
dimasukan kembali kedalam “Kumpulan Dana Peserta”.
H. PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN ASURANSI
KONVENSIONAL

Setidaknya ada enam perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi
konvensional, yaitu :
1. Pada asuransi syariah ada Dewan Pengawas syariah yang bertugas mengawasi produk
yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dana. Dewan ini tidak ditemukan pada
asuransi konvensional.
2. Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan tolong-menolong, sedangkan
pada asuransi konvensional berdasarkan jual-beli.
3. Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Asuransi
konvensional memakai bunga sebagai landasan perhitungan investasi.
4. Kepemilikan dana pada Asuransi syariah ada pada peserta, perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk mengelola. Pada asuransi konvensional dana yang terkumpul
dari nasabah menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi
investasi.
5. Dalam hal pembayaran klaim, pada asuransi syariah diambil dari rekening tabarru (dana
kebajikan) seluruh peserta. Jadi sejak awal peserta sudah ikhlas pada penyisihan dana
yang akan dipakai untuk tolong-menolong jika terjadi musibah. Lain halnya pada asuransi
konvensional pembayaran klaim diambil dari rekening dana perusahaan.
6. Pada asuransi Syariah keuntungan dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip
bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Seluruh keuntungan pada asuransi
konvensional menjadi milik perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai