NPM : 183112330050022
Kelas : R01
1. Materi
Minggu 1 : Pendahuluan
Minggu 2 : Perjanjian asuransi dan prinsip-prinsip
Minggu 3 : Aspek hukum perjanjian
Minggu 4 : Polis asuransi
Minggu 5 : Hal-hal yang khusus berhubungan dengan perjanjian pertanggungan
kerugian
Minggu 6 : Macam-macam (golongan) perjanjian asuransi dalam KUHDagang
Minggu 7 : Review materi Kuliah
Minggu 9 : Asuransi jiwa dan asuransi tanggung gugat
Minggu 10 : Asuramsi rangkap
Minggu 11 : Reasuransi
Minggu 12 : Asuransi kecelakaan penumpang umum
Minggu 13 : Asuransi kecelakaan lalu lintas umum
Minggu 14 : Asuransi pengangkutan laut
Minggu 15 : Asuransi syariah
Minggu 1 : Pendahuluan
A. Pengertian Asuransi
Asuransi berasal dari kata verzekering (Belanda) yang berarti pertanggungan. Istilah
pertanggungan umumnya dipakai dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan
tinggi hukum di Indonesia. Sedangkan istilah asuransi berasal dari istilah assurantie
(Belanda) atau assurance (Inggris) lebih banyak dikenal dan digunakan oleh kalangan
pelaku usaha (bisnis). Di Inggris, selain istilah assurance, juga terdapat istilah
pendampingnya, yaitu insurance. Bila istilah assurance cenderung digunakan untuk
mengidentifikasi jenis asuransi jiwa, maka istilah insurance digunakan untuk jenis
asuransi kerugian (umum).
Berdasarkan rumusan Pasal 246 KUHD mengenai definisi asuransi, dapat ditarik
beberapa unsur yang terdapat di dalam asuransi, yakni:
1. Adanya dua pihak yang terkait dalam asuransi, yaitu Penanggung dan Tertanggung;
2. Adanya peralihan risiko dari Tertanggung kepada Penanggung;
3. Adanya premi yang harus dibayar Tertanggung kepada Penanggung;
4. Adanya unsur peristiwa yang tidak pasti (evenemen; onzeker voorval) ; dan
5. Adanya unsur ganti kerugian apabila terjadi suatu peristiwa yang tidak pasti.
Pengertian asuransi yang lebih mutakhir tentu saja harus mengacu pada ketentuan
undang-undang terbaru, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, di mana pada Pasal 1 butir (1) menyatakan bahwa:
‘’Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu Perusahaan Asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh Perusahaan
Asuransi sebagai imbalan”
B. Sifat Asuransi
Ada tiga aliran pemikiran yang mencoba memberikan pandangan mengenai sifat
asuransi. Aliran pertama, memandang asuransi dalam hubungan Tertanggung dan
Penanggung, yaitu bahwa asuransi merupakan sarana peralihan (pemindahan)
risiko (risk transfer). Menurut aliran pertama ini, asuransi adalah pemindahan
risiko murni dari Tertanggung kepada Penanggung. Tertanggung adalah orang
atau perusahaan yang menghadapi risiko dan Penanggung adalah orang atau
perusahaan yang mengkhususkan diri memikul risiko. Bisnis utama dari
Penanggung adalah memikul risiko dengan menerimafee. Penerimaanfee ini
membedakannya dengan pemikul risiko lain.
C. Tujuan Asuransi
Menurut Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, asuransi itu mempunyai tujuan
utama mengalihkan risiko (Tertanggung) yang ditimbulkan Oleh perisiwa-
peristiwa (yang tidak diharapkan terjadi) kepada orang lain (Penanggung) .
1. Kesejahteraan Anggota
Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar
kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan
sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan sebagai Tertanggung. Jika
terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota
(Tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada yang
bersangkutan.
2. Keamanan Sosial
Manfaat berupa keamanan sosial (social security) menjadi sasaran atau tujuan
dari asuransi sosial (social insurance) atau asuransi wajib (compulsory insurance).
Asuransi sosial diselenggarakan oleh pemerintah dengan perintah undang-undang
yang dalam praktiknya diselenggarakan oleh BUMN, dibuat tidak dalam rangka
mengejar keuntungan, tetapi lebih ditekankan kepada kepantasan masyarakat.
Asuransi sosial selalu berkaitan dengan perlindungan dasar manusia, seperti hari
tua, sakit, kecelakaan, cacat, meninggal dunia, dan menganggur. Asuransi Sosial
Kecelakaan Penumpang (Askep); Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
(Askel); Asuransi Sosial
3. Mengalihkan Risiko
Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory), Tertanggung menyadari
bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaanmiliknya atau terhadap
jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan
menderita kerugian atau korban jiwa/ cacat raganya. Secara ekonomi, kerugian
materiil/korban jiwa atau cacat raga akan memengaruhi perjalanan hidup
seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya
merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi
4. Premi dan Uang Asuransi
D. Fungsi Asuransi
1. Fungsi Utama (Primer)
a. Pengalihan Risiko
b. Penghimpun Dana
c. Premi Seimbang.
2. Fungsi Tambahan (Sekunder)
a. Ekspor Terselubung (invisible export); sebagai penjualan terselubung
komoditas atau barang-barang tak nyata (intangible product) ke luar
negeri.
b. Perangsang Pertumbuhan Ekonomi; Sebagai asuransi adalah untuk
merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian, pengendalian
kerugian, memiliki manfaat sosial dan sebagai tabungan.
c. Sarana Tabungan investasi dana dan invisible earnings;
d. Sarana Pencegah dan Pengendalian Kerugian.
E. Manfaat Asuransi
Asuransi dapat memberikan manfaat, baik bagi masyarakat umum, maupun
dunia usaha secara khusus, yaitu:
1. Mendorong masyarakat untuk lebih memikirkan masa depannya. Berbagai jenis
asuransi yang ada sebenarnya dimaksudkan agar masyarakat dapat berjaga-jaga
terhadap hal-hal yang tidak diinginkan di masa datang;
2. Dana yang dikumpulkan oleh industri asuransi dapat digunakan untuk investasi yang
sangat diperlukan bagi pembangunan suatu bangsa;
3. Mendorong masyarakat untuk tidak tergantung pada pihak lain. Semakin modern
kehidupan masyarakat akan mengakibatkan semakin berkurangnya rasa kebersamaan.
Dengan polis asuransi, seseorang dapat mengatasi sendiri musibah yang dideritanya
karena menerima pembayaran ganti kerugian atau uang santunan dari perusahaan
asuransi;
4. Ahli-ahli dari perusahaan asuransi dapat memberikan saran secara cuma-cuma untuk
mengelola risiko dan mengurangi kemungkinan kerugian yang mungkin timbul; dan
5. Setiap perusahaan hanya perlu menyisihkan sebagian kecil dana untuk premi tanpa
perlu membuat cadangan dana yang besar untuk menghadapi segala kemungkinan
kerugian, sehingga modal perusahaan dapat digunakan sebaik-baiknya. Pengusaha
sendiri juga dapat lebih memusatkan perhatiannya untuk kepentingan kemajuan
perusahaan.
6. PENAFSIRAN PERJANJIAN
dalam memasarkan produk asuransi tidak boleh menyesatkan bagi calon pembeli
polis. Informasi yang disampaikan pun harus relevan dengan produk yang ditawarkan.
Terkait dengan produk yang ditawarkan, pelaku usaha dalam hal ini perusahan
asuransi dalam memasarkan produknya tidak boleh menyesatkan konsumen.
"Apabila suatu pertanggungan ditutup langsung antara tertanggung, atau seorang yang
telah diperintahnya untuk itu atau mempunyai kekuasaan untuk itu, dan penanggung,
maka haruslah polisnya dalam waktu 24 jam setelah dimintanya ditandatangani oleh
pihak yang tersebut terakhir ini, kecuali apabila dalam ketentuan undang-undang
dalam suatu hal tertentu, ditetapkan suatu jangka waktu yang lebih lama."
D. Jenis-Jenis Polis
4. Marine Insurance Policy yaitu polis dengan objek per tanggungan muatan,
baik yang diangkut dengan kapal laut, kapal udara, maupun melalui
kendaraan darat.
3. Polis waktu artinya menanggung risiko selama jangka waktU tertentu. Misalnya 6
bulan, 12 bulan.
1. Polis Terbuka
Hal ini dijelaskan dalam Pasal 273 KUHD sebagai berikut. ”Apabila harga barang-
barang yang dipertanggungkan Oleh para pihak tidak dinyatakan di dalam polis, maka
harga tersebut dapat dikuatkan dengan segala macam alat bukti.”
2. Polis ditaksir
(1) Apabila harga tersebut dinyatakan di dalam polis, namun hakim mempunyai
kekuasaan untuk memerintahkan kepada tertanggung supaya ia memberikan
dasar lebih lanjut dari harga yang disebutkan itu, manakala oleh penanggung
dimajukan alasan-alasan, yang menimbulkan cukup persangkaan bahwa harga
yang disebutkan tadi adalah terlampau tinggi.
Di luar lembaga Arbitrase, dikenal pula Lembaga Mediasi yang mengkhususkan diri dalam
bidang tertentu, misalnya bidang asuransi yang dikenal dengan Badan Mediasi Asuransi
Indonesia (BM AI). Badan Mediasi Asuransi Indonesia adalah lembaga independen dan
imparsial yang memberikan pelayanan untuk penyelesaian perselisihan antara Perusahaan
Asuransi dengan Tertanggung.
Penanggung berdasarkan perikatannya yang timbul dari perjanjian pertanggungan itu, adalah
wajib untuk menandatangani polis, yang ditawarkan kepadanya dalam waktu tertentu dan
menyerahkan kembali kepada tertanggung. Mengenai waktunya, adalah telah di tentukan oleh
undang-undang sendiri. Apabila perjanjian pertanggungan itu langsung di ikat antara
penanggung sendiri dengan tertanggung atau oleh orang yang di beri wewenang untuk itu,
maka pollis ditanda tangani dan diserahkan kembali oleh penanggung sendiri dengan
tertanggung atau oleh orang yang di beri wewenang untuk itu, maka polis ditanda tangani dan
diserahkan kembali oleh penanggung di dalama waktu 24 jam setelah penawaran (lihat Pasal
259 KHUD).
Polis yang harus ditanda-tangani penanggung harus memuat sejumlah hal-hal yang khusus
mengenai perjanjian pertanggungan yang diadakan itu. Ini diatur oleh undang-undang
didalam suatu Pasal yaitu Pasal 256 yang berlaku untuk seluruh macam polis dari berbagi
jenis pertanggungan kecuali polis dari pertanggungan jiwa.
Premi
Premi ini biasanya ditentukan dalam suatu persentase dari jumlah yang di pertanggungkan, di
dalam persentase mana tercermin penilaian resiko dari penanggung. Penilaian atau
penghargaan dari penanggung mengenai resiko ini, dapat berbeda-beda pada beberapa
penanggung, akan tetapi tokh selalu dikuasi oleh hukum penawaran dan permintaan.
Pada pertanggungan kebakaran untuk barang-barang bergerak, apabila harga barang itu
tidak dicantumkan dalam polis, maka ganti rugi diberikan sesuai dengan kerugian yang
diderita dengan catatan bahwa nilai barang dinilai pada saat kerugian itu terjadi.
Bahkan apabila harga barang dicantumkan dan penanggung menganggapnya terlalu tinggi,
maka hakim dapat meminta kepada tertanggung untuk mengangkat sumpah mengenai
kebenaran harga barang tersebut (Pasal 295). Berbeda dengan pertanggungan kebakaran yang
pertama, dalam perjanjian pertanggungan kebakaran barang bergerakp KUHD tidak
mengharuskan adanya Persyaratan taınbahan yang harus dicantumkan dalam polis.
Pertanggungan ini diatur dalam Pasal 299 sampai dengan Pasal 301, dan macam asuransi
jenis ini di masyarakat dikenal dengan nama Crops insurance. Untuk sahnya pertanggungan,
KUHD menentukan bahwa seldin syarat-syarat sebagaimana dişebutkan dalam Pasal 256,
maka dalam polis juga harus dicantumkan:
a. letak dan batas-batas tanah yang hasilnya telah dipertanggungkan;
b. pemakaiannya.
Pencantuman informasi semacam itu, selain dapat memberikan kepastian hükum tentang
hasil dari suatu lahan yang dipertanggungkan, juga dapat membantu perusahaan asuransi
dalam melakukan penghitungan risiko guna menetapkan premi asuransi yang harus dibayar.
D. Pertanggungan Jiwa
Perjanjian ini dalam KUHD diatur di dalam Pasal 302 sampai dengan Pasal 308. Yang
dipertanggungkan dalam perjanjian asuransi ini adalah jiwa seseorang, yang
dipertanggungkan untuk keperluan seseorang yang berkepentingan, baik untuk suatu waktu
tertentu yang diperjanjikan atau untuk seumur hidup tertanggung. Berdasarkan ketentuan-
ketentuan tersebut di atas, maka polis pertanggungan jiwa harus memuat:
a. hari ditutupnya pertanggungan;
b. nama tertanggung;
c. nama orang yang jiwanya dipertanggungkan;
d. jangka waktu pertanggungan;
e. jumlah uang pertanggungan.
Tidak ada suatu ketentuan umum yang menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan
bahaya laut. Dari ketentuan Pasal 637 yang mengatur mengenai kerugian yang harus dipikul
oleh tertanggung, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bahaya atau peril laut
adalah meliputi:
a. taufan;
b. hujan lebat;
c. pecahnya kapal
d. terdamparnya kapal;
e. tergulingnya kapal;
f. tabrakan;
g. kapal dipaksa mengubah haluan/perjalanan;
h. pembuangan barang-barang ke laut;
i. kebakaran;
j. paksaan;
k. perampasan, bajak laut/perompak;
l. penahanan;
m. pernyataan perang;
n. tindakan pembalasan;
o. kelalaian atau kecurangan nakoda atau anak buahnva;
p. segala malapetaka yang datang dari luar;
q. dan bahaya lain sepanjang tidak dikecualikan oleh undang. undang atau polis asuransi.
A. ASURANSI JIWA
1. Pengaturan
Sebelum membahas jenis-jenis polis dalam asuransi jiwa, ada baiknya dibahas terlebih
dahulu apa tujuan yang hendak dicapai dengan asuransi jiwa.
B. ASURANSI TANGGUNG GUGAT
1. Pengertian
Dalam literatur hukum asuransi, antara lain Mehr dan Camnmck-A. Hasymi
mengemukakan sebagai berikut.
Dasar Hukum
A. Pengertian
Asuransi rangkap merupakan sebuah tipe asuransi di mana objek e: yang sama diasuransikan
lebih dari sekali. Pada beberapa kasus, objek yang sama diasuransikan, tetapi dengan
Penanggung berbeda. Metode asuransi rangkap dianggap sebagai tindakan hukum yang sah.
Ketika terjadi kerugian, Tertanggung dapat mengajukan klaim asuransi dari dua Penanggung
dan Penanggung dapat diminta bertanggung jawab untuk membayar atas polis-polis yang sah
tersebut.
B. Asuransi Rangkap yang Dilarang
Walaupun asuransi rangkap lazill) terjadi dalam praktik perasuransian, nannun dari sudut
pandang hukum tidak sernua asuransi rangkap itu d ibolehkan. Ketentuan mengenai hal ini
bisa dipahanni pada ketentuan Pasal 252 dan Pasal 277 ( l ) KUHD
Pasal 252 KUHD mengatur bahwa asuransi rangkap terjadi, apabila atas benda,
evenemen, dan waktu yang sama diadakan beberapa asuransi• N annun, asuransi rangkap itu
dilarang apabila asuransi pertama sudah diadakan dengan nilai penuh.
Karakteristik (ciri-ciri) asuransi rangkap menurut pasal di atas adalah sebagai berikut:
l. Waktu berlainan;
2. Evenemen sama;
4. Polis berlainan;
5.Polis I penuh;
Berbeda halnya dengan. asuransi rangkap yang dilarang, sebagaimana di atur di dałam
Pasał 252 KUHD dan Pasał 277 (1) KUHD, maka Pasal 277 cłî1J.(2) merupakan asurpnsi
rangkap yang dibolehkan. Demikian juga dengan ketentuan Pasał 278 dan Pasał 279 KUHD.
Pelarangan asuransi rangkap dengan nilai penuh yang diatur Pasal 252 KUHD
bertujuan mencegah jangan sampai terjadi bahwa Tertanggung memeroleh ganti kerugian
melebihi nilai benda sesungguhnya, sehingga melanggar asas keseimbangan. Jika hal ini
tidak diatur dengan tegas akan membuka peluang asuransi digunakan sebagai ajang
perjudian, yaitu Tertanggung memeroleh keuntungan tanpa batas dengan mengabaikan
prinsip-prinsip dasar asuransi yang sudah ditentukan sebelumnya. Supaya dapat diketahui
Oleh Penanggung, apakah ada asuransi yang telah diadakan lebih dahulu, maka perlu
diberitahu Oleh Tertanggung dengan mencantumkannya dalam polis.
Minggu 11 : Reasuransi
A. Pengertian
Secara yuridis, reasuransi atau pertanggungan ulang adalah suatu perjanjian antara satu
Penanggung (ceding company) dengan satu atau lebih Penanggung Ulang (reasurandur;
reinsurer). Penanggung (ceding company) wajib membayar seluruh atau sebagian premi yang
diterimanya dari Tertanggung dan Penanggung Ulang (reasurandur) sepakat menerima
seluruh atau sebagian risiko yang dialihkan kepadanya. Dengan kata Iain, reasuransi adalah
perusahaan yang menerima pertanggungan ulang dari perusahaan asuransi atas sebagian atau
keseluruhan risiko yang telah atau tidak dapat ditanggung kembali oleh perusahaan asuransi.
Seperti halnya asuransi, perjanjian reasuransi menimbulkan hak-hak dan kewajibankewajiban
antara kedua belah pihak. Sehingga tidak salah, jika dikatakan bahwa perjanjian reasuransi
merupakan perjanjian timbal-balik.
B. Fungsi Reasuransi
Reasuransi secara umum, berfungsi mengalihkan sebagian atau seluruh risiko yang
ditanggung oleh Penanggung pertama (ceding company) ditutupnya kepada Penanggung lain
dan dikenal sebagai Penanggung Ulang (Reinsurer). Dengan kata lain, reasuransi memberi
kemungkinan pada Penanggung untuk membebaskan diri dari sebagian risiko melebihi
kapasitas underwriting/risiko-risiko yang mana demi suatu alasan tertentu atau lainnya,
mereka tidak berharap menanggungnya sendiri (reinsuranc allows to free themselves from the
part of a risk that exceeds their underwriting capacity, or risks which, for one reason or
another, they do not wish to bear atone).
C. Perjanjian Reasuransi
Reasuransi adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh pihak perusahaan asuransi
(ceding company) sebagai pihak pertama dengan perusahaan reasuransi sebagai pihak kedua
(Penanggung Ulang). Pihak pertama menyetujui untuk memindahkan risiko dan pihak kedua
menyetujui untuk menerima suatu bagian yang ditentukan dari suatu risiko, sebagaimana
ketentuan yang diperjanjikan dalam perjanjian asuransi.
2. Tertanggung
Tertanggung dalam skema UU No. 33 Tahun 1964 pada prinsipnya sejalan dengan pengertian
tertanggung yang secara umum berlaku dalam industri asuransi. Tertanggung atau dalam
istilah Inggris diistilahkan dengan insured dalam online dictionary
www.thefreedictionary.com diartikan sebagai a person whose intergts are protected by an
insurance policy; a person who contracts for an insurance policy that indemnifies him against
loss ofproperty or life or health etc. Secara bebas, definisi tersebut diterjemahkan bahwa
tertanggung adalah seseorang yang kepentingannya dijamin dalam polis asuransi berdasarkan
kontrak asuransi yang memberikan gantí rugi kepadanya atas kerugian harta benda, jiwa atau
kesehatan, dan sebagainya.
Adapun tertanggung dalam Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum sebagaimana
dimaksud pasal 3 ayat (1) butir a UU No. 33 Tahun 1964 adalah tiap penumpang yang sah
dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang, perusahaan perkapalan/
pelayaran nasional. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa penumpang yang
dimaksud adalah penumpang angkutan umum. Sedangkan penumpang kendaraan pribadi
tidak termasuk dalam skema ini.
3. Ruang Lingkup Pertanggungan
Dalam hukum asuransi, premi adalah sejumlah uang yang dibayar tertanggung
kepada penanggung atas jaminan penggantian kerugian untuk jangka waktu tertentu yang
diberikan kepada tertanggung terhadap kemungkinan kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga Yang diderita
tertanggung, Yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti.
Sebagai Salah satu bentuk program asuransi, pengenaan premi pun berlaku dalam
asuransi penumpang umum sebagaimana di_ maksud IJU No. 33 Tahun 1964. Memang tidak
banyak orang Yang menyadari telah membayar premi kepada PT Jasa Raharja sebagai
penanggung. Sehingga acapkali korban yang mendapat santunan dari PT Jasa Rahatja seakan
tidak percaya jika ia mendapat jaminan
Tidak semua penumpang alat angkutan umum wajib membayar luran Wajib.
Penumpang kendaraan bermotor umum dalam kota, penumpang kereta api dalam kota, kereta
api ringbaan (sejenis trem) dan kereta api jarak pendek kurang dari 50 kilometer dibebaskan
dari luran Wajib. Namun mereka tetap memiliki hak yang sama dengan penumpang yang
membayar luran Wajib untuk mendapatkan jaminan pertanggungan kecelakaan diri.
Memilik riwayat pembentukan UU NO. 33 Tahun 1964, pembe. basan luran Wajib
tersebut didasarkan pada pemikiran sosial para pembentuk UU ketlka itu. Mereka
menimbang bahwa penumpang kendaraan bermotor umum dalam kota, penumpang kereta
api dalam kota, kereta api ringbaan dan kereta api jarak pendek kurang dari 50 kilometer
banyak digunakan oleh buruh kecil, pegawai rendahan, anak-anak sekolah, pedagang-
pedagang kecil dan masyarakat lainnya yang kurang beruntung secara ekonomi. Sehingja
sepatutnya mereka tidak lagi dibebani dengan keharusan membayar luran Wajib tapi
berhak atas jaminan perlindungan yang sama dengan penumpang lain yang membayar
luran Wajib.
6. Evenemen dan Pengecualian Risiko
Evenemen adalah peristiwa tidak pasti yang menjadi tanggung jawab penanggung.
Dalam Asuransi Kecelakaan Penumpang Umum, evenemennya adalah kemungkinan (tidak
pasti) terjadinya peristiwa kecelakaan penu pang alat angkutan penumpang umum yang
mengancam kesela atan penumpang sebagai tertanggung.
Merupakan konsekuensi dari persyaratan yang dikehendaki Road TrafficAct 1988 (RTA
1988) yang berlaku di Inggris bahwa setiap kendaraan bermotor harus diasuransikan
setidak-tidaknya dengan cover minimum. Namun dalam perkembangannya, cover ini
cukup jarang ditawarkan. Coverini umumnya ditawarkan kepada pemegang polis yang
memiliki catatan kecelakaan buruk dan pernah menjalani hukuman. Bisa juga dengan
alasan yang lain, cover ini ditawarkan ketika kendaraan pernah mengalami.kerusakan
parah akibat kecelakaan dan telah diperbaiki.
2. Third Party Only(TPO) Cover
Cover ini memperluas covertanggung jawab hukum kepada pihak ketiga untuk setiap
keadaan yang terkait dengan penggunaan kendaraan bermotor. Sebagai contoh, cover
RTA berlaku untuk kecelakaan yang terjadi di "jalan" (road) sebagaimana dimaksud
oleh RTA. Sedangkan polis TPO kendaraan pribadi meng-cover kecelakaan yang
terjadi di "off the road"dengan pertanggungan yang bersifat tak terbatas (unlimited)
untuk tanggung jawab hukum terhadap meninggal atau Iukanya seseorang dan
kerusakan harta benda.
3. Third Party, Fire &
Polis semacam ini akan memberikan ganti rugi untuk kerugian atau kerusakan
kendaraan tertanggung termasuk (untuk polis kendaraan pribadi) aksesoris dan suku
cadang, yang disebabkan kebakaran atau pencurian atau percobaan pencurian.
4. Comprehensive Policies
2. Tertanggung
Tertanggung dalam Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan adalah pemilik kendaraan
bermotor. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 34 Tahun 1964 yang
menyatakan pengusaha/pemilik kendaraan bermotor diharuskan memberi Sumbangan Wajib
setiap tahun untuk menutup akibat keuangan karena kecelakaan lalu lintas kepada korban
atau ahli waris yang bersangkutan.
Di dalam Asuransi Kecelakaan Latu Lintas Jalan berlaku hak regres. Yaitu hak yang
diberikan undang-undang kepada pengelola Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan untuk
melakukan penuntutan pembayaran kepada pemilik kendaraan bermotor yang menjadi
penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Hak ini dapat digunakan apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a. Pengelola Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan telah membayar. kan santunan kepada
korban atau ahli warisnya.
b. Kecelakaan terjadi disebabkan karena:
1. kendaraannya dikemudikan oleh orang yang tidak mempunyai surat izin mengemudi yang
sah;
2. pengemudinya dipengaruhi oleh keadaan sakit, lelah, meminum sesuatu yang mengandung
alkohol atau Obat bius atau. pun oleh hal-hal lain;
3. lain-lain tindakan yang merupakan pelanggaran dengan Sengaja Peraturan Lalu Lintas
Jalan;
4. tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar Sumbangan Wajib setiap tahunnya;
Kecuali, jika pemilik kendaraan bermotor yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa
kecelakaan terjadi di luar tanggung jawab atau di luar kesalahannya.
jika hal ini dikaitkan dengan pengangkutan laut, sebagai mode transportasi yang
sudah cukup tua, risiko yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan transportasi tersebut
cukup tinggi. Untuk itu pembentuk undang- undang pun mengatur tentang hal ini sangat
rinci, yakni khusus untuk asuransi pengangkutan laut dijabarkan dalam Bab 9-10 Buku
II KUHD.
B. PENGERTIAN PENGANGKUTAN
C. RUANG LINGKUP
a. atas seluruh atau sebagian dari barang-barang yang bersangkutan, bersama-sama atau
masing-masing tersendiri;
b. dalam waktu damai atau dalam waktu perang; sebelum atau selama perjalanan yang
ditempuh oleh kepalanya;
c. untuk perjalanan pergi atau pulang; untuk salah satu perjalanan itu;
f. untuk segala bahaya laut; untuk perkabaran yang baik dan perkabaran yang buruk.”
Mengingat, ruang lingkup asuransi pengangkutan laut cukup luas, maka bentuk dan
ruang lingkup dilindungi dalam polis pun lebih luas dari apa yang dicantumkan dalam
Pasal 256 KUHD. Sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 592 KUHD berikut ini.
“Selainnya syarat-syarat yang tersebut dalam Pasal 256, polis harus menyebutkan:
1. nama nahkoda, nama kapal, dengan menyebutkan tentang macamnya, dan dalam hal
pertanggungan kapalnya, dengan menyebutkan tentang apakah kapal itü dibuat dari
kayu cemara atau harus disebutkan bahwa tertanggung tidak mengetahui tentang itu;
3. pelabuhan dari mana kapal telah harus berangkat atau dari mana kapal itü harus
berangkat;
Dalam arti kata, jika ada peristiwa diajukan klaim penanggung membayar ganti rugi.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah sesederhana itu untuk mengajukan klaim?
Tampaknya dalam mengajukan klaim, perlu kembali memahami apa Yang dicantumkan
dalam polis. Selain itu, dalam asuransi pengangkutan laut, pihak tertanggung harus
cermat dalam memahami berbagai klausul yang dicantumkan dalam polis, mengapa?
Karena dalam polis asuransi pengangkutan laut, ada beberapa tingkatan daya berlaku
suatu klausul yang dicantumkan dalam Polis. Sebagaimana dikemukakan oleh Radiks
Purba berikut ini.
a.Memoranduın Clause. Klausul ini digunakan untuk asuransi barang (kargo). Adapun
maksud klausul ini adalah untuk klaim kerugian kecil-kecil akan diberikan ganti rugi
olehpenanggung jika sudah sampai batas tertentu yang ditentukan dalam polis.
b. Free of Particular Avarage (FPA) penanggung dibebaskan dari kewajiban
mengganti kerugian yang sifatnya kerugian khusus. Penangung disepakati hanya
bertanggung jawab atas kerugian seluruhnya (total loss) dan kerugian umum (general
average).
Pengertian asuransi syariah menurut fatwa DSN-MUI adalah usaha saling melindungi dan
tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset
atau tabarru memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
yang sesuai dengan syariah.
Kata “asuransi” berasal dari bahasa Belanda, Assurantie, dan dalam hukum Belanda
dipakai kata Verzekering. Kata ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
dengan kata “pertanggungan”. Dari kata Assurantie ini kemudian muncul istilah assuradeur
bagi penanggung, dan geassureede bagi tertanggung, atau dengan istilah lain disebut juga
“penjamin” dan terjamin. Begitu juga dari istilah verzerkerde bagi “tertanggung”.
B. SEJARAH BERDIRINYA ASURANSI SYARIAH
Munculnya asuransi syariah (Takaful) di dunia Islam didasarkan pada adanya anggapan atau
pendapat yang menyatakan bahwa asuransi yang selama ini ada yaitu asuransi konvensional
dalam beberapa hal mengandung unsur gharar, maysir, dan riba. Unsur gharar dalam
asuransi konvensional terletak pada ketidakpastian tentang hak pemegang polis dan sumber
dana yang dipakai untuk menutup klaim. Unsur maysir terletak pada kemungkinan adanya
pihak yang diuntungkan di atas kerugian orang lain. Sedangkan unsur riba terletak pada
perolehan pendapat dari membungakan uang. Dengan adanya anggapan itu, maka sebagian
umat Islam memandang bahwa transaksi dalam asuransi konvensional termasuk transaksi
yang diharamkan berdasarkan syaraí’.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh hari dikumandangkan di Malaysia. Jawatan
Kuasa Fatwa Malaysia tanggal 15 Juni 1972 mengeluarkan keputusan yang menetapkan
bahwa praktik asuransi jiwa di Malaysia hukumnya menurut Islam adalah Haram. Selain itu
Jawatan Kuasa kecil Malaysia dalam kertas kerjanya yang berjudul “Kearah Insurance secara
Islami di Malaysia” menyatakan bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan Bara
dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran Islam.
C. PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH
Tujuan asuransi ini sangatlah mulia karena keinginan untuk saling tolong menolong kedalam
kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para ulama adalah
bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi tersebut, baik itu bentuk
akad yang melandasinya, sistem pengelolaan dana, bentuk manajemen, dan lain sebagainya.
D. MODEL DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH
Perpaduan dari rasa tanggung jawab dan persaudaraan. Konsep syariah ini dapat dilihat dari
akad yang mendasari terjadinya proses asuransi Islam, yang
E. LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH
Secara struktural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk pada
peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (Konvensional). Dan baru ada
peraturan yang secara tegas menjelaskan Asuransi syariah pada Surat Keputusan Direktur
Jendral Lembaga Keuangan (DJLK) No. Kep. 4499/LK/2000 Tentang jenis, Penilaian dan
pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem
syariahmembedakannya dengan asuransi konvensional.
F. POLIS ASURANSI SYARIAH
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422 Tahun 2003, Polis Asuransi adalah polis
atau perjanjian asuransi yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
perjanjian asuransi, termasuk tanda bukti kepesertaan asuransi bagi pertanggungan, antara
pihak penanggung dan pihak pemegang polis atau tertanggung. Oleh karena itu, dalam setiap
perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau akte bermaterai tempel sebagaimana diatur dalam
aturan bea materai antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Di dalam polis memuat :
1. Nomor polis
2. Nama dan alamat tertanggung
3. Uraian risiko
4. Jumlah pertanggungan
5. Jangka waktu pertanggungan
6. Besar Premi dan Bea Materai
7. Bahaya-bahaya yang dijaminkan
8. Khususnya untuk polis kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polis, nomor rangka
(chasis) dan nomor mesin kendaraan.
G. PENGELOLAAN PREMI ASURANSI
Penanggung, di mana jika premi belum dibayar (lunas), maka penanggng belum
terikat dalam transaksi untuk membayar ganti rugi kalau timbul risiko. Pengelolaan
dana dalam asuransi syariah adalah seluruh premi yang dibayar peserta dimasukan
kedalam rekening “Derma” yaitu rekening yang digunakan untuk membayar klaim
kepada peserta. Besarnya nominal premi yang disetor bergantung pada jenis asuransi
yang dipilih.
Kemudian uang angsuran premi asuransi yang disetor akan dimasukan kedalam
“Kumpulan Dana Peserta” untuk diinvestasikan pada proyek-proyek atau pembiayaan
yang sesuai dengan syariah. keuntungan yang diperoleh dari investasi itu akan
dimasukan kembali kedalam “Kumpulan Dana Peserta”.
H. PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN ASURANSI
KONVENSIONAL
Setidaknya ada enam perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi
konvensional, yaitu :
1. Pada asuransi syariah ada Dewan Pengawas syariah yang bertugas mengawasi produk
yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dana. Dewan ini tidak ditemukan pada
asuransi konvensional.
2. Akad yang dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan tolong-menolong, sedangkan
pada asuransi konvensional berdasarkan jual-beli.
3. Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Asuransi
konvensional memakai bunga sebagai landasan perhitungan investasi.
4. Kepemilikan dana pada Asuransi syariah ada pada peserta, perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk mengelola. Pada asuransi konvensional dana yang terkumpul
dari nasabah menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi
investasi.
5. Dalam hal pembayaran klaim, pada asuransi syariah diambil dari rekening tabarru (dana
kebajikan) seluruh peserta. Jadi sejak awal peserta sudah ikhlas pada penyisihan dana
yang akan dipakai untuk tolong-menolong jika terjadi musibah. Lain halnya pada asuransi
konvensional pembayaran klaim diambil dari rekening dana perusahaan.
6. Pada asuransi Syariah keuntungan dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip
bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Seluruh keuntungan pada asuransi
konvensional menjadi milik perusahaan.