Anda di halaman 1dari 2

HARI SIWARATRI BUKAN PENGHAPUSAN DOSA

Oleh : I Made Yuda Asmara, S.Pd.H., M.Pd.

Hari Siwaratri jatuh setiap Purwaning Tilem Kapitu, Siwaratri terdiri dari kata Siwa
dan Ratri. Siwa artinya manifestasi Sang Hyang Widhi sebagai pelebur atau
pralina dan Ratri berarti malam. Jadi, Siwaratri artinya malam Dewa Siwa atau
malam renungan suci dimana yang beryoga pada hari itu adalah Sang Hyang
Siwa sebagai pengatur dan penguasa alam semesta. Pada setiap sehari sebelum tilem
Kapitu (panglong ping 14 sasih kepitu/ H-1 Tilem) atau bulan mati. Maha Siwaratri
dilaksanakan pada sasih Kapitu karena tilem Kapitu menurut kepercayaan umat Hindu
merupakan malam yang paling gelap dari malam-malam disetiap sasih (bulan).

Dipilihnya tilem Kapitu, karena Kapitu merupakan simbol tujuh kegelapan yang menyelimuti
kehidupan manusia didunia yang disebut “Sapta Timira”. Sapta Timira berarti “tujuh
kegelapan” adalah tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang jadi gelap. Ketujuh
unsur kegelapan tersebut ada pada setiap diri manusia. Adapun tujuh kegelapan yang harus
dikendalikan manusia antara lain : 1). Surupa artinya mabuk akan kecantikan atau
ketampanan, 2). Dhana berarti mabuk karena memiliki kekayaan. 3). Guna artinya mabuk
pada kepandaian. 4). Kulina berarti mabuk karena keturunan. 5). Yowana artinya mabuk pada
masa remaja/muda. 6). Sura artinya mabuk karena minum minuman keras. 7). Kasuran
artinya mabuk karena keberanian.

Pelaksanaan Upacara siwaratri dikait-kaitkan dengan Epos cerita “Lubdaka” dimana ceritra
itu penuh makna dan arti. Seperti yang dikatakan Mpu Tanakung bahwa kita selayaknya
dalam hidup ini selalu amuter tutur penehayu, yang artinya berusaha memutar kesadaran
dengan cara yang tepat. Salah satunya adalah menjalankan brata siwaratri ini.
Dari cerita si Lubdaka dapat disimpulkan bahwa Lubdaka adalah manusia biasa yang penuh
dosa/ papa, seorang pemburu dan pembunuh hewan, secara kebetulan menjalankan ajaran /
memuja Siwa di hari yang ratri, yaitu panglong ping 14 yang mana itu merupakan hari
pemujaan Siwa, maka segala dosa yang pernah diperbuat mendapat pengampunan. Artinya,
dosa –dosanya itu menjadi TERNETRALISIR karena perbuatan yang baik, disaat yang tepat.

Pelaksanaan hari siwaratri ini tercantum pada kakawin Sivaratri Kalpa yang menyatakan
keutamaan Brata Sivaratri seperti disebutkan oleh Sang Hyang Siva sebagai berikut yang
berbunyi :

”Walaupun benar-benar sangat jahat, melakukan perbuatan kotor, menyakiti kebaikan hati
orang lain, membunuh pandita (orang suci) juga membunuh orang yang tidak bersalah,
congkak dan tidak hormat kepada guru, membunuh bayi dalam kandungan, seluruh
kepapaan itu akan ternetralisir dengan melakukan Brata Sivaratri yang utama, demikianlah
keutamaan dan ketinggian Brata (Sivaratri) yang Aku sabdakan ini” (Sivaratri kalpa, 37, 7-
8).

Makna yang terkandung dalam kutipan sloka diatas menekankan pada dosa-dosa yang telah
diperbuat manusia sekalipun dosa atau perbuatan yang paling jahat sekalipun akan
ternetralisir dan diampuni oleh diwa Siwa, kalau orang tersebut telah melakukan Brata
Siwaratri yang Utama dan nanti setelah meninggal atmanya akan mendapatkan Siva Lokha
(Alam Sorga). Selanjutnya perlu ditekankan dosa dalam hal ini tidak terhapus (hilang) tetapi
TERNETRALISIR, bedanya dihapus dengan dinetralisir yaitu: kalau terhapus berarti hilang,
sedangkan ternetralisir berarti kondisi menetralkan tanpa menghilangkan. Contohnya ketika
kita melarutkan garam kedalam sebuah wadah yang berisi air, maka air tersebut akan terasa
asin, kita tidak mungkin mengangkat garam yang sudah larut dalam air untuk mengilangkan
rasa asin tersebut, melainkan hal yang kita lakukan adalah menambah air sebanyak-
banyaknya untuk menetralisir rasa asin dalam air tersebut. Dalam hal ini garam adalah dosa,
dan air adalah perbuatan baik. Inilah sebabnya dosa tidak bisa dihapus melainkan bisa
dinetralisir dengan perbuatan-perbuatan yang baik.

Adapun Brata Siwaratri yang Utama yang dimaksud dalam kakawin Sivaratri Kalpa diatas
adalah :

1) Tingkatan Nista : yaitu melakukan Jagra Brata (Begadang semalam suntuk) lamanya
12 Jam, dimulai dari jam 6 sore sampai besok pada hari tilem jam 6 pagi.
2) Tingkatan Madya: yaitu melakukan Jagra Brata (Begadang atau tidak tidur) dan
upawasa (tidak makan dan minum) selama 24 jam, dimulai dari jam 6 pagi sebelum
tilem sampai besok pada hari tilem jam 6 pagi.
3) Tingkatan Utama: yaitu melakukan Jagra Brata (Begadang atau tidak tidur) ,
upawasa (tidak makan dan minum) dan Mona Brata (tidak bicara) selama 36 Jam,
dimulai dari jam 6 pagi sebelum tilem sampai besok pada hari tilem jam 6 sore.

Tingkatan Brata yang Utama inilah dilakukan oleh si Lubdaka dalam Kakawin Sivaratri
tersebut, dari pergi berburu jam 6 pagi, sampai besok jam 6 sore baru pulang (36 jam), karena
si Lubdaka tidak makan-minumn, tidak dapat tidur serta tidak bicara selama 36 jam, hal
inilah yang dilakukan si Lubdaka (Brata Siwaratri yang Utama) sehingga setelah meninggal
Atmanya / Rohnya dijemput oleh Dewa Siwa untuk diajak ke alam Sorga.

Jadi Makna dari hari raya Siwaratri ialah menenangkan pikiran serta menjauhkan
diri dari hal- hal yang buruk dan mampu merenungkan perbuatan- perbuatan
yang pernah kita lakukan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan
buruk yang pernah kita lakukan, kemudian mampu menebus semua perbuatan
buruk yang telah dilakukan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik dalam
kehidupan seterusnya.

Penulis : I Made Yuda Asmara, S.Pd.H., M.Pd.

Guru SMK Negeri 3 Tabanan

Anda mungkin juga menyukai