Chaerul Saleh seorang putra Minangkabau yang lahir dari pasangan Achmad Saleh dan
Zubaidah binti Ahmad Marzuki. Ayahnya adalah seorang dokter yang sempat menjadi calon
anggota Volksraad. Pada usia dua tahun, orang tuanya bercerai dan ia dibawa pulang oleh
ibunya ke Lubuk Jantan, Lintau, Tanah Datar. Di usia empat tahun, ayahnya membawa
Chaerul ke Medan dan menyekolahkannya disana. Setelah ayahnya berpindah tugas, ia
bersekolah di Europeesche Lagere School, Bukittinggi. Lulus dari ELS ia pindah ke
Hogereburgerschool (HBS) di Medan.
Ketika sekolah di Medan ia sering pulang ke Bukittinggi. Dan disinilah ia bertemu dengan
Yohana Siti Menara Saidah, putri Lanjumin Dt. Tumangguang yang kelak menjadi istrinya.
Karena dialah Chaerul pindah sekolah ke Batavia. Di Batavia dia bersekolah di Koning
Willemdrie atau HBS 5 tahun di Jalan Salemba. Chaerul Saleh ia mengawali pendidikan di
Sekolah Rakyat (SR) di Medan dan kemudian diselesaikannya di Bukittinggi (1924-1931).
Kemudian dia melanjutkan ke HBS bagian B di Medan dan diselesaikannya di Jakarta (1931-
1937). Lalu melanjutkan lagi ke Fakultas Hukum di Jakarta (1937-1942).
Pada masa Hindia Belanda, Chaerul menjabat sebagai Ketua Persatuan Pemuda Pelajar
Indonesia (1940-1942). Setelah Jepang masuk Indonesia, dia menjadi anggota panitia
Seinendan dan anggota Angkatan Muda Indonesia. Kemudian ia berbalik arah menjadi anti-
Jepang dan ikut membentuk Barisan Banteng serta menjadi
anggota Putera pimpinan Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan Kyai Haji Mas Mansyur.
Latar belakang peristiwa Rengasdengklok diawali dengan adanya perbedaan pendapat antara
golongan tua dan golongan muda mengenai kapan pelaksanaan proklamasi. Peristiwa ini
merupakan puncak perbedaan pendapat golongan tua dan golongan muda. Tersebarnya berita
kekalahan Jepang dikalangan pemuda membuat Chairul Saleh mempercepat gerakannya
untuk mempengaruhi golongan tua agar sesegera mungkin memproklamasikan kemerdekaan.
Peristiwa Rengasdengklok terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945, ketika Chairul Saleh
memerintahkan Sukarni beserta PETA untuk mengamankan Soekarno dan Hatta ke
Rengasdengklok dengan tujuan untuk menghindari kedua tokoh tersebut dari pengaruh
Jepang. Chairul Saleh merupakan pimpinan dari pemuda dan pelajar atau mahasiswa.
Peran Chairul Saleh sebagai penggerak pemuda dan pelajar atau mahasiswa dalam
merencanakan dan mengatur penculikan Soekarno-Hatta untuk segera melaksanakan
proklamasi kemerdekaan, namun usaha Chairul Saleh untuk segera memproklamasikan tidak
berhasil karena Soekarno-Hatta dibawa kembali ke Jakarta oleh A. Soebardjo untuk
memproklamasikan kemerdekaan di Jakarta.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah latar belakang sosial budaya dan politik Chairul
Saleh, yang dimulai dari pendidikan, sosial dan latar belakang politiknya mempengaruhi
pemikiran dan membentuk jiwa Chairul Saleh kearah kesadaran nasional. Kesadaran nasional
yang dimiliki Chairul Saleh digunakan sebagai langkah perjuangannya menuju Indonesia
merdeka. Aktivitas politik yang dilakukan Chairul Saleh dalam pergerakan nasional dimulai
dengan bergabung dengan organisasi OK, PPPI pada zaman Jepang. Zaman Jepang dengan
bergabung di organisasi Sendenbu, Syusintai, Angkatan Muda dan Gerakan Angkatan Baru.
Hal tersebut membuat bangsa Indonesia yang selama ini mendambakan kemerdekaan merasa
semakin besar peluang untuk segera memerdekakan Indonesia khususnya para pemuda,
namun hal tersebut mendapat penolakan dari golongan tua (Soekarno-Hatta). Golongan tua
menginginkan kemerdekaan melalui rapat PPKI. Perbedaan penapat inilah yang akhirnya
memunculkan ide penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok oleh para pemuda.
Pada tahun 1946, Chaerul bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka.
Kelompok ini menuntut kemerdekaan 100% dan berdiri sebagai pihak oposisi pemerintah.
Oleh karenanya pada tanggal 17 Maret 1946, beberapa tokoh kelompok ini ditangkap
termasuk diantaranya Chaerul. Pada tanggal 6 Juli 1948, Tan Malaka mendirikan Gerakan
Rakyat Revolusioner dan menunjuk Chaerul Saleh sebagai sekretaris pergerakan.
Setelah kematian Tan Malaka, Chaerul bersama Adam Malik dan Sukarni berhimpun di
dalam Partai Murba. Tahun 1950, Chaerul memimpin Laskar Rakyat di Jawa Barat untuk
menentang hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Ia kemudian ditangkap oleh Abdul Haris
Nasution dan dibuang ke Jerman. Disana ia kemudian melanjutkan studinya ke Fakultas
Hukum Universitas Bonn dan mendirikan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).
Tahun 1963 kariernya menanjak dan ia dipercaya sebagai Wakil Perdana Menteri III. Pada
bulan April 1964, Chaerul terlibat dalam intrik kekuasaan. Ia mencoba untuk menduduki
posisi Wakil Perdana Menteri I yang saat itu dijabat oleh Soebandrio.
Dalam Gerakan 30 September, semula nama Chaerul termasuk salah seorang tokoh yang
akan diculik. Namun Aidit mencoret namanya karena pada tanggal 30 September Chaerul
sedang berada di Peking, China. Tanggal 18 Maret 1966, Chaerul Saleh ditahan
oleh Soeharto tanpa melalui proses peradilan. Ia dianggap sebagai menteri yang mendukung
kebijakan Soekarno yang pro-komunis. Ia meninggal pada tanggal 8 Februari 1967 dengan
status tahanan politik. Hingga sekarang tidak pernah ada penjelasan resmi dari pemerintah
mengenai alasan penahanannya.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Chaerul_Saleh#:~:text=Pada%20masa%20Hindia%20Belanda%
2C%20Chaerul,Indonesia%20(1940%2D1942).&text=Chaerul%20merupakan%20salah%20s
atu%20tokoh,dan%20Hatta%20dalam%20Peristiwa%20Rengasdengklok.
https://thpardede.wordpress.com/2013/07/01/biografi-chaerul-saleh/
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/11711