Anda di halaman 1dari 103

FAKTOR RISIKO MEROKOK PADA PASIEN

THYROID EYE DISEASE

OLEH
Yoyok Nike Subagio
NPM : 131221150505

TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar
Dokter Spesialis Mata Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata -1
Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Oleh
Yoyok Nike Subagio
NPM : 131221150505

TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Dokter
Spesialis Mata Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata -1
Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada
tanggal
Seperti tertera di bawah ini

Bandung, 29 Desember 2020

Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., Sp. M(K) dr. Syumarti, Sp. M(K), M.Sc
Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Hikmat Permana, dr., SpPD-KEMD

Pembimbing 3
i

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor) baik
dari Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya
sendiri, tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan dari Tim
Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan naskah
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi.

Bandung, Desember 2020

Yang membuat pernyataan,

Yoyok Nike Subagio, dr.


131221150505
ABSTRAK

LatarBelakang: Thyroid-Associated Ophthalmopathy (TAO), yang dikenal


sebagai Graves Ophthalmopathy (GO) atau Thyroid Eye Disease (TED), adalah
penyebab paling umum penyakit orbital pada orang dewasa dan penyebab
morbiditas pasien. Penyebab utama TED pada orbita adalah adanya peradangan,
yang mengakibatkan terjadinya produksi berlebih dari glycosaminglycans (GAG)
dan adipogenesis. Proses ini diinduksi oleh pelepasan sitokin inflamasi lokal.
Salah satu faktor risiko yang dicurigai berhubungan dengan tingkat
keparahan TED adalah rokok.Asap tembakau mengandung zat sianida yang
ketika dihisap akan diubah menjadi tiosianat kimia yang dapat mempengaruhi
fungsi dari kelenjar tiroid.
Tujuan: Untuk mengetahui apakah rokok merupakan faktor risiko TED.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan
cross-sectional. Seluruh pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi akan
dimasukkan sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel penelitian dilakukan
secara consecutive sampling
Hasil: Dari analisis didapatkan perbandingan karakteristik subjek penelitian pada
kelompok pasien dengan TED dan tanpa TED sebagai faktor risiko terjadinya
TED didapatkan hanya variabel terapi yang memberikan hasil yang bermakna
dengan nilai p= 0.012. pada tabel 4.2 perbandingan antara jumlah rokok, jenis
rokok, paparan asap rokok dan status merokok sebagai faktor risiko terjadinya
TED, didapatkan hasil yang bermakna pada semua variabel yang di teliti (nilai
p<0.05). Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara merokok dengan TED.
Simpulan: Merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya TED pada pasien-
pasien hipertiroid
Kata kunci: Thyroid Eye Disease (TED),merokok
ABSTRACT

Background: Thyroid-Associated Ophthalmopathy (TAO), known as Graves


Ophthalmopathy (GO) or Thyroid Eye Disease (TED), is the most common cause
of orbital disease in adults and a significant cause of morbidity in patients with
Graves' disease. The main cause of TED is inflammation, which results in the
overproduction of glycosaminglycans (GAG) and adipogenesis. This process
thought to be induced by the release of local inflammatory cytokines. One of risk
factor that associated with TED severity was smoking. Tobacco smoke contains
cyanide which when inhaled is converted into chemical thyocyanates that can
affect the function of the thyroid gland.
Objective: To determine whether smoking is a risk factor for TED.
Methods: This study was an analytic observational study with a cross-sectional
design. All patients who met the inclusion criteria will be included as study
subjects. The research sample was taken by consecutive sampling
Results: From the comparative analysis of the comparison of the study subjects in
the patient group with TED and without TED as a risk factor for which TED was
applied, it was found that only the therapeutic variables gave the results obtained
with a value of p = 0.012. In table 4.2, the comparison between the number of
cigarettes, type of cigarette, exposure to cigarette smoke and smoking status as a
risk factor is obtained, the results obtained for all the variables studied (p
value
<0.05). This shows that there is a relationship between smoking and TED.
Conclusion: Smoking is a risk factor for TED in hyperthyroid patients.
Key words: Thyroid Eye Disease (TED), smoking
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia dan

rahmatNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter spesialis pada

Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 (PPDS-I) Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran/Pusat Mata Nasional (PMN) Rumah Sakit

Mata Cicendo.

Penulis menyampaikan rasa hormat kepada Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E.,

M.SIE selaku Rektor Universitas Padjadjaran Bandung dan Dr. Med. Setiawan,

dr., AIFM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh Program Pendidikan

Dokter Spesialis 1 Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Irayanti, dr., Sp.M(K), MARS

selaku Direktur Utama PMN Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, Irayanti,dr.,

Sp.M(K),MARS selaku Direktur Utama dan Dr. Feti Karfiati Memed, dr.,

Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan Pendidikan yang

telah memberikan kesempatan untuk dapat belajar, bekerja, dan menggunakan

sarana dan prasarana di Rumah Sakit Mata Cicendo.

Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr. Budiman,

dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr. Irawati Irfani, dr., Sp.M(K), M.Kes.,


sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran, beserta seluruh staf pengajar Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran untuk segala ilmu dan dukungan

yang diberikan, serta telah menjadi teladan bagi penulis selama menempuh

pendidikan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang luar biasa penulis sampaikan

kepada Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., SpM(K), selaku pembimbing I dan dr.

Syumarti, Sp. M(K), M.Sc, selaku pembimbing II dan Dr. Hikmat Permana, dr.,

SpPD-KEMD selaku pembimbing III yang dengan sabar membimbing,

memberikan masukan dan arahan selama penelitian berlangsung sehingga

penelitian ini berjalan dengan lancar sampai tahap akhir penyelesaian tesis ini.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Irawati Irfani, dr.,

Sp.M(K), M.Kes., selaku Ketua Sidang, Susanti Natalya Sirait, dr., SpM(K),

M.Kes selaku penilai, Dr. Shantie F. Boesoerie, dr., SpM(K), selaku penilai dan

dr. Aldiana Halim, SpM(K) yang telah banyak memberikan masukan dan

gagasan sehingga pada akhirnya tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan

terima kasih tak lupa diucapkan kepada seluruh pegawai Poli Rekonstruksi dan

Oculoplasti PMN Rumah Sakit Mata Cicendo dan Ibu Nurvita Trianasari yang

telah membantu dalam pengumpulan dan pengolahan data penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Ambarwati, Ibu

Mumbaryatun, Bapak Ajat Sudrajat, dan Mas Ludfi selaku staf sekretariat dan

pustakawan Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

yang telah banyak membantu penulis selama masa pendidikan. Terima kasih juga
disampaikan kepada seluruh karyawan PMN Rumah Sakit Mata Cicendo atas

segala bantuan dan kerjasama yang terjalin selama masa pendidikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan residen Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran atas

kebersamaannya selama menempuh pendidikan, teristimewa kepada keluarga

penulis dari angkatan Maret 2016; Viora Rianda Piscaloka, Joan Sherlone T.H.,

Angel F. Marnida S., Prettyla Yollamanda, Dian Paramitasari, Sindi Dwijayanti,

Lucky Fitrada, dan Rizki Rahma Nauli, serta kakak-kakak tersayang; Mega

Wulan, Dianita Veulina, Grace Farinthska, Mendy Candella, Niluh Putu Ayu,

Sonie Umbara, dan Puti Ayu Tiara.

Penghormatan, cinta dan rasa syukur tak terhingga ditujukan kepada

keluarga tercinta yang senantiasa dirindukan penulis; Monik Perwitasari dr., M.

Cakra Athaya Subagio, M. Hafiz Erlangga Subagio, M. Rayyan Alfarizqi

Subagio, serta untuk orang tua terkasih dengan segenap adik-adik tercinta;

Sanimun, Suparmi, Erma Budi Susilowati, Rizal Tri Susilo, Nono Sudiono, Siti

Djunaeni, Yudha Perwira Putra, Mirda Tiarasari yang telah memberikan kasih,

kehangatan, tawa, dan doa kepada penulis. Akhir kata, semoga Allah SWT

melimpahkan seluruh karma baik atas semua yang telah diberikan oleh pihak-

pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.


Bandung, November 2020

Penulis,

Yoyok Nike Subagio


DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................i

ABSTRAK..............................................................................................................ii

ABSTRACT............................................................................................................iii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iv

DAFTAR ISI........................................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi

DAFTAR TABEL................................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii

DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 5

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 5

1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................ 5

1.4.1 Kegunaan Ilmiah ............................................................................. 5

1.4.2 Kegunaan Praktis ............................................................................. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS............................................................................................................6

2.1 Kajian Pustaka.......................................................................................6

2.1.1 Anatomi Orbita Manusia.......................................................................6

2.1.2 Kelenjar Tiroid......................................................................................8

2.1.3 Penyakit Gangguan Tiroid..................................................................11


2.1.4 Thyroid Eye Disease...........................................................................15

2.1.5 Efek merokok pada Thyroid Eye Disease...........................................24

2.2 Kerangka Pemikiran............................................................................28

2.2.1 Alur Kerangka Pemikiran....................................................................31

2.3 Premis dan Hipotesis...........................................................................32

2.3.1 Premis..................................................................................................32

2.3.2 Hipotesis..............................................................................................32

BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN.......................................33

3.1 Objek dan Sampel Penelitian..............................................................33

3.1.1 Subjek Penelitian.................................................................................33

3.1.2 Sampel.................................................................................................33

3.1.3 Pemilihan Sampel................................................................................33

3.1.4 Kriteria Inklusi....................................................................................34

3.1.5 Kriteria Eksklusi..................................................................................34

3.1.6 Penentuan Besar Sampel.....................................................................34

3.2 Metode Penelitian................................................................................35

3.2.2 Rancangan Penelitian..........................................................................35

3.2.2.1 Bebas dan Tergantung.........................................................................36

3.2.3 Definisi Operasional............................................................................36

3.2.4 Cara Kerja dan Teknik Pengambilan Data..........................................39

3.2.5 Rancangan Analisis.............................................................................40

3.2.6 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................41

3.2.7 Implikasi / Aspek Etik Penelitian........................................................41

3.3 Alur Penelitian.....................................................................................43


BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................44

4.1 Hasil Penelitian....................................................................................44

4.2 Uji Hipotesis........................................................................................47

4.3 Pembahasan.........................................................................................47

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...............................................................52

5.1 Simpulan..............................................................................................52

5.2 Saran....................................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................53
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Otot Ekstraokuler.......................................................................7

Gambar 2.2. Anatomi Tiroid ……………………................................... 9

Gambar 2.3. Interaksi antara Orbital Fibroblast dan Proses Autoimun 21


Menuju Perubahan Jaringan Karakteristik
Ophthalmopathy Graves ……………………....................
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Perbandingan Karakteristik Subjek Penelitian pada kelompok 45

pasien dengan TED dan Tanpa TED …….......

Tabel 4.2 Perbandingan antara Jumlah Rokok, Jenis Rokok, Status 46

Merokok …………………………………........................
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Persetujuan Komite 56

Etik………………………………..………………..

Lampiran 2 Data Hasil 58

Penelitian…………………………………………

Lampiran 3 Perhitungan Analisis 62

Statistik………………………………...………………..

Lampiran 4 Kuesioner …………………………………...…………… 85

Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup 86

………………………………………...………………..
DAFTAR SINGKATAN

AS : Amerika Serikat

cAMP : Cyclic Adenosine Monophosphate

CN : Cranial Nerve

FT4 : Free Thyroxine

FT3 : Free Triiodothyronine

GAG : Glycosaminglycans

GO : Graves Ophthalmopathy

HLA-DR : Human Leucocyte Antigen-DR

IgG : Imunoglobulin G

IGF-1 : Insulin-Like Growth Factor-1

LATS : Long-Acting Thyroid Stimulator

Ofs : Orbital fibroblast

TAO : Thyroid-Associated Ophthalmopaty

TBII TSH : Binding Inhibitor Immunoglobulin Thyroid Stimulating Hormone

TED : Thyroid Eye Disease

TNF : Tumor Necrosis Factor

TRH : Thyrotropin-Releasing Hormone

TSH : Thyroid Stimulating Hormone


TSI : Thyroid stimulating immunoglobulin

T3 : Triiodothyronine

T4 : Tiroksin
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thyroid-Associated Ophthalmopathy (TAO), yang dikenal sebagai Graves

Ophthalmopathy (GO) atau Thyroid Eye Disease (TED), adalah penyebab paling

umum penyakit orbital pada orang dewasa dan merupakan penyebab

signifikan morbiditas pada pasien dengan penyakit Graves. Penyakit ini

merupakan suatu proses autoimun, yang berpotensi mengancam penglihatan,

merusak penampilan dan menurunkan kualitas hidup. TED pada umumnya terjadi

pada penyakit graves. Terdapat sekitar 25-50% pasien

dengan hipertiroidisme Graves dengan keterlibatan mata yang dapat mengancam

penglihatan karena neuropati optik atau kerusakan kornea pada 3-5% pasien.1-3

Penyakit graves adalah kondisi inflamasi autoimun yang merupakan

kelainan multisistem yang meliputi satu atau lebih keadaan seperti tirotoksikosis,

oftalmopati, limfadenopati, dermatopati dan meningkatnya kadar thyroid-

stimulating immunoglobulins dalam darah. Insidensi kejadian penyakit graves di

Amerika Serikat sekitar 0.4%, dan di Inggris sekitar 0.3%. Penderita perempuan

lebih banyak 6 sampai 7 kali lipat dibandingkan dengan laki-laki, dan umur

penderita umumnya sekitar 30-50 tahun. Sebuah studi di Amerika tentang pasien

penyakit graves di dapatkan tingkat insiden secara keseluruhan untuk wanita

adalah 16 kasus per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan untuk pria adalah 3

kasus per 100.000 penduduk per tahun. Thyroid Eye Disease lebih sering terjadi

pada wanita dibanding pria (86% dibandingkan 14% kasus). Tingkat insiden
puncak pada wanita terjadi pada kelompok usia 60-64 tahun, dan 45-49 tahun

pada pria.4-7

Thyroid Eye Disease merupakan penyebab tersering proptosis unilateral

atau bilateral pada dewasa. Gejala dan tanda klinis TED yang sering muncul pada

kasus ringan, terdiri dari iritasi okular, mata kering dan perih, bila kasus sudah

lebih berat dapat terjadi fotofobia, epifora, diplopia, dan merasakan adanya

tekanan di belakang bola mata. Tanda klinis merupakan suatu karakteristik dan

mencakup kombinasi dari retraksi kelopak mata, proptosis, miopati ekstraokuler

restriktif dan neuropati optik. Penyebab utama TED pada orbita adalah adanya

peradangan, yang mengakibatkan terjadinya produksi berlebih dari

glycosaminglycans (GAG) dan adipogenesis. Proses ini diperkirakan diinduksi

oleh pelepasan sitokin inflamasi lokal.1, 2, 8

Sejak diketahui pertama kali, banyak peneliti yang telah mempelajari

sejumlah faktor risiko yang dapat membuat perkembangan atau memburuknya

kondisi dari TED ini. Secara sederhana faktor – faktor risiko TED dibagi menjadi

dua, kelompok faktor eksternal yaitu merokok, paparan yodium radioaktif,

distiroidisme dan kelompok faktor internal yaitu usia, genetik, jenis kelamin.

Salah satu faktor risiko eksternal yang dicurigai berhubungan dengan

perkembangan atau penurunan TED adalah berhubungan dengan rokok. 9

Senyawa tembakau diduga bertindak dalam beberapa cara yang mungkin

berhubungan dengan TED. Perubahan jaringan lunak orbita adalah salah satu

mekanisme utama di mana merokok kemungkinan dapat mempengaruhi

perkembangan dari TED. Pada perokok terdapat keterlibatan orbita tiga kali lebih
besar dan mungkin memiliki oftalmopati yang lebih parah dan

berkepanjangan. Merokok juga berkaitan dengan eksaserbasi oftalmopati setelah

menjalani terapi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh A Sadeghi-Tari. dkk,

perokok memiliki jumlah proptosis yang lebih besar dan penyakit yang lebih aktif

dan berat daripada bukan perokok atau orang yang memiliki riwayat perokok. 10, 11

Pembentukan radikal superoksida dan hipoksia jaringan mungkin terlibat

dalam proses perkembangan ke arah TED. Radikal superoksida dapat

menginduksi fibroblast orbital pada pasien dengan TED, untuk perkembangannya

sendiri tergantung dari jumlah rokok, dan banyaknya asap rokok sendiri yang

masuk ke dalam tubuh sehingga dapat menghasilkan berbagai oksidan dan radikal

bebas. Hipoksia jaringan juga dapat merangsang fibroblas orbital, dan

mensintesis GAG. Fibroblas orbital yang bertambah telah terbukti meningkatkan

ekspresi antigen leukosit manusia (HLA-DR), menunjukkan mekanisme yang

memungkinkan dengan merokok dapat mengubah respons imun orbital pada TED.

Untuk pasien perokok yang memiliki penyakit Graves lima kali lebih besar

kemungkinannya untuk berkembang menjadi TED daripada pasien yang bukan

perokok dengan penyakit Graves. Terdapat hubungan antara rokok dan keparahan

TED, termasuk keparahan TED yang berhubungan dengan jumlah rokok yang

dihisap per hari dan persentase perokok berat yang lebih tinggi pada pasien

dengan oftalmopati yang lebih parah. Beberapa studi prospektif, menyebutkan

bahwa mantan perokok memiliki risiko lebih rendah untuk berkembang menjadi

TED dibandingkan dengan perokok.3, 12


Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 sebanyak 51,1 persen rakyat

Indonesia adalah perokok aktif dan merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hal ini

sangat jauh berbeda dengan negara-negara tetangga, misalnya: Brunei Darusallam

0,06% dan Kamboja 1,15%. Pada tahun 2013, 43,8% perokok berasal dari

golongan lemah; 37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan

buruh mencakup 44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara 30

hingga 34 tahun. Sebanyak 1,1% perempuan Indonesia adalah perokok aktif,

walaupun tentunya perokok pasif akan lebih banyak. 13

Faktor risiko eksternal tersebut penting untuk diketahui oleh klinisi agar

dapat memprediksi jalan penyakit TED dan mempermudah Pengambilan

keputusan klinis untuk tatalaksananya. Sejauh ini, hanya sedikit faktor risiko yang

dibahas, diantaranya efek merokok pada pasien graves. Merokok adalah risiko

yang dapat dicegah agar tidak berkembang menjadi TED, dan tingkat keparahan

TED terkait dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Dengan besarnya

jumlah perokok yang cukup besar di indonesia, dan mengingat adanya perbedaan

dari genetik, ras dan wilayah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dan menganalisis apakah merokok merupakan faktor risiko pada penderita TED di

Indonesia, yang akan menjadi dasar bahwa mengkonsumsi rokok berisiko untuk

terjadinya TED, sehingga dibuat tema sentral sebagai berikut:

Thyroid Eye Disease merupakan penyebab signifikan morbiditas pada


pasien dengan penyakit Graves, penyakit graves sendiri merupakan penyebab
paling umum untuk terjadinya hipertiroid. Pada kelainan hipertiroid terjadi
peningkatan kadar tiroksin bebas (FT4), triiodothyronine bebas (FT3), atau
keduanya mengarah pada kondisi hipermetabolik tirotoksikosis. TED merupakan
penyebab tersering proptosis unilateral atau bilateral pada dewasa. Mekanisme
utama TED adalah peradangan, dimana terjadi produksi berlebih dari
glycosaminglycans (GAG), dan adipogenesis yang didorong oleh pelepasan
sitokin inflamasi. Salah satu faktor risiko eksternal yang dicurigai berhubungan
dengan perjalanan penyakit (TED) adalah merokok yang dapat meningkatkan
keterlibatan orbita tiga kali lebih besar dan menyebabkan perubahan jaringan
lunak orbita. Proses ini dimulai dari fase aktif (inflamasi) dimana terjadi
pelepasan sitokin yang merangsang fibroblas orbital untuk berkembang dan
menghasilkan mucopolysaccharides, yang menyerap air. Akibatnya, otot-otot
ekstraokular menebal dan volume adiposa serta jaringan ikat retroorbita akan
meningkat sehingga akan mengakibatkan adanya gangguan pada orbita seperti
gangguan gerak bola mata dan diplopia. Asap tembakau mengandung zat sianida
yang ketika dihisap akan diubah menjadi tiosianat kimia yang dapat
mempengaruhi fungsi dari kelenjar tiroid. Oleh karena itu penulis ingin meneliti
apakah merokok menjadi faktor risiko peningkatan terjadinya TED pada pasien
dengan hipertiroid

1.2 Rumusan Masalah

Apakah merokok merupakan faktor risiko bagi terjadinya TED pada

pasien hipertiroid.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah merokok merupakan faktor risiko TED.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai ilmu pengetahuan dan

memiliki manfaat sebagai berikut :

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

Penelitian ini di harapkan menjadi bukti ilmiah dalam perkembangan ilmu

kesehatan mata, khususnya sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang faktor

risiko merokok pada pasien graves.

1.4.2 Kegunaan praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi klinisi dalam

memberikan penjelasan bagi pasien dengan TED mengenai faktor risiko eksternal

yang dapat berpengaruh dalam perjalanan penyakitnya.


6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, PREMIS DAN

HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Anatomi Orbita Manusia

Mata dibagi menjadi segmen anterior dan segmen posterior. Segmen anterior

terdiri dari kornea, iris dan lensa dan segmen posterior yang lebih besar, terdiri dari

koroid, retina, humor vitreous, dan saraf optik. Mata berada di dalam rongga

pelindung yang disebut rongga orbita. Dalam rongga orbita terdapat enam otot

ekstraokular di rongga orbita melekat pada mata. Otot-otot ini berfungsi untuk

menggerakkan mata ke atas, ke bawah, dari sisi ke sisi, dan memutar mata. 1). Otot

rektus superior berfungsi untuk gerakan adduksi dan rotasi medial bola mata, 2). Otot

rektus inferior berfungsi untuk gerakan adduksi dan rotasi lateral bola mata, 3). Otot

oblik inferior untuk berfungsi adduksi dan elevasi, 4). Otot rektus medial berfungsi

untuk pergerakan adduksi, ke empat otot ini dipersarafi oleh nervus okulomotor (CN

III), 5). Otot rektus lateral berfungsi untuk gerakan abduksi bola mata yang

dipersarafi oleh nervus abdusen (CN VI), 6). Otot oblik superior berfungsi untuk

gerakan abduksi bola mata yang dipersarafi oleh nervus troklearis (CN IV). Fungsi

otot ekstraokular dapat dinilai secara bersamaan dengan otot ekstraokular lainnya

selama pemeriksaan klinis. Pergerakan otot ekstraokular dapat dinilai dengan

meminta pasien melihat ke sembilan arah. 14, 15, 16


Rektus Superior

Oblik Superior

Rektus Lateral Rektus Medial

Rektus Inferior Oblik Inferior

Gambar 2.1 Otot Ekstraokuler16

Untuk mengendalikan gerakan bola mata terdapat 3 pasang otot yang cara

kerjanya bersifat antagonis yaitu: otot rektus lateral dan medial, otot rektus superior

dan inferior, dan otot obliq superior dan inferior. Otot-otot ini bertanggung jawab

untuk pergerakan mata pada tiga sumbu yang berbeda: 1). Gerakan horisontal, baik

ke arah hidung (adduksi) atau menjauh dari hidung (abduksi); 2). Gerakan vertikal,

baik elevasi atau depresi; dan torsional, 3). Gerakan diagonal yang membuat mata

bergerak ke arah hidung (intorsi) atau menjauh dari hidung (ekstorsi). Gerakan

horizontal dikendalikan sepenuhnya oleh otot-otot rektus medial dan lateral; otot

rektus medialis bertanggung jawab untuk adduksi, otot rektus lateral untuk

abduksi. Gerakan vertikal membutuhkan tindakan terkoordinasi dari otot-otot rektus

superior dan inferior, serta otot-otot oblik.16


2.1.2 Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid adalah kelenjar berbentuk kupu-kupu yang terletak di pangkal

leher, terdiri dari dua lobus yang berada di kedua sisi trakea. Kelenjar tiroid

merupakan perkembangan dari suatu evaginasi epitel faring yang turun sebagai

bagian dari duktus tiroglosus dari foramen sekum, terletak di leher bagian anterior.

Berat tiroid dewasa normal sekitar 15 sampai 25 gram. Kelenjar tiroid memiliki

banyak jaringan kapiler intra kelenjar yang di pasok oleh arteri tiroidalis superior dan

inferior. Serat saraf dari ganglia simpatis servikalis secara tidak langsung

mempengaruhi sekresi tiroid dengan bekerja pada pembuluh darah. Tiroid dibagi oleh

sekat tipis yang menjadi lobulus-lobulus yang terdiri dari 20 sampai 40 folikel.

Folikel ini dilapisi oleh epitel kuboid dan terisi oleh tiroglobulin positif. Tiroid

melepaskan hormon yang diperlukan untuk banyak fungsi vital tubuh, termasuk

metabolisme, detak jantung, suhu tubuh, pertumbuhan dan perkembangan. 17, 18

Ada tiga hormon yang diproduksi dan dilepaskan oleh kelenjar tiroid,

yaitu tiroksin (T4), triiodothyronine (T3), dan kalsitonin. Kalsitonin juga berperan

dalam homeostasis kalsium. Sekresi dua hormon tiroid diatur oleh Thyroid

Stimulating Hormone (TSH), yang dikeluarkan dari kelenjar hipofisis

anterior . Thyroid Stimulating Hormone diatur oleh Thyrotropin-Releasing

Hormone (TRH), yang diproduksi oleh hipotalamus.


Tulang Hyoid

Cartilago Thyroid

Arteri tiroid superior

Isthmus

Carotid arteri
Trachea

Gambar 2.2 Anatomi Tiroid 19

Karena hormon tiroid memegang peranan penting bagi tubuh, produksi yang

berlebihan maupun terlalu sedikit akan berdampak langsung kepada kesehatan tubuh

secara umum. Sebagai respon terhadap faktor-faktor trofik dari hipotalamus, tirotrof

di hipofisis anterior melepaskan TSH (tirotropin) ke dalam sirkulasi. Terikatnya TSH

ke reseptornya di epitel folikel tiroid menyebabkan pengaktifan dan perubahan

konformasi reseptor sehingga reseptor berikatan dengan protein G stimulatorik.

Pengaktifan dari protein G akan menyebabkan peningkatan kadar cAMP intrasel,

yeng merangsang pertumbuhan tiroid, dan sintesis hormon serta pelepasan melalui

protein kinase dependen cAMP. 17, 18, 20, 21

Sel epitel folikel tiroid akan merubah tiroglobulin menjadi T4 dan sebagian

kecil menjadi T3. Tiroksin dan triiodothyronine akan dilepaskan ke dalam sirkulasi

sistemik, dan sebagian besar dari peptida ini akan terikat ke protein plasma. Protein
pengikat ini berfungsi mempertahankan konsentrasi T3 dab T4 bebas dalam jumlah

yang terbatas, tetapi menjamin bahwa hormon tersedia bagi jaringan. Di jaringan

perifer sebagian besar T4 bebas akan mengalami deiodenasi menjadi T3. Lalu T3

akan berikatan dengan reseptor hormon tiroid di nukleus sel sasaran dengan aktivasi

sepuluh kali lipat di bandingkan T4 sehingga aktivitasnya lebih besar. Hormon tiroid

memiliki beragam efek pada sel, termasuk peningkatan katabolisme karbohidrat dan

lemak serta stimulasi sintesis protein di berbagai jenis sel. Hasil akhirnya adalah

meningkatnya laju metabolik basal. Salah satu fungsi terpenting hormon tiroid adalah

perannya dalam perkembangan otak karena tidak adanya hormon tiroid akan

memperngaruhi pertumbuhan intlektual.18

Sejumlah bahan kimia dapat menghambat fungsi kelenjar tiroid yang di sebut

goitrigen, bahan ini akan menekan sintesis T3 dan T4, kadar TSH meningkat dan

terjadi pembesaran hiperplastik kelenjar. Obat antitiroid akan menghambat oksidasi

iodida dan menghentikan pembentukan hormon tiroid, selain itu juga menghambat

deiodinasi T4 menjadi T3 pada sirkulasi jaringan perifer sehingga dapat mengurangi

gejala dari kelebihan hormon tiroid. Iodida dapat menghambat pelepasan hormon

tiroid, dalam dosis besar iodida akan menghambat proteolisis tiroglobulin. Folikel

kelenjar tiroid juga mengandung sel parafolikel atau sel C yang berfungsi untuk

membentuk dan mengeluarkan hormon kalsitonin yang berperan meningkatkan

penyerapan kalsium oleh sistem tulang dan juga menghambat resorpsi tulang oleh

osteoklas. 18
2.1.3 Penyakit Gangguan Tiroid

Kelenjar tiroid memiliki peran penting untuk mengatur berbagai proses

metabolisme di seluruh tubuh. Berbagai jenis gangguan tiroid mempengaruhi struktur

atau fungsi dari tiroid itu sendiri. Fungsi kelenjar tiroid diatur oleh mekanisme umpan

balik yang melibatkan otak. Ketika kadar hormon tiroid rendah, hipotalamus di otak

menghasilkan hormon yang dikenal sebagai TRH yang menyebabkan kelenjar

pituitari untuk melepaskan TSH. TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk

melepaskan lebih banyak T4. Karena kelenjar tiroid dikendalikan oleh kelenjar

hipofisis dan hipotalamus, gangguan jaringan ini juga dapat mempengaruhi fungsi

tiroid dan menyebabkan masalah tiroid. Ada beberapa jenis gangguan tiroid spesifik

yang meliputi: Hipotiroidisme, Hipertiroidisme, Gondok, Nodul tiroid, Kanker

tiroid.18, 21

Tirotoksikosis adalah suatu keadaan hipermetabolik akibat meningkatnya

kadar T3 dan T4 bebas dalam darah, umumnya disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar

tiroid keadaan ini sering disebut dengan hipertiroidsme. Hipertiroidisme dibagi

menjadi 2 yaitu hipertiroidisme primer dan sekunder hal tersebut untuk mengetahui

hipertiroidsme yang berasal dari kelainan tiroid intrinsik dan yang ditimbulkan dari

proses di luar tiroid seperti tumor hipofisis. Pada hipertiroidisme terjadi serangkaian

gangguan yang melibatkan sintesis berlebihan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar

tiroid. Hipertiroidisme ditandai dengan penurunan konsentrasi TSH dan konsentrasi

peningkatan hormon tiroid T 4 dan T 3. Peningkatan yang dihasilkan dalam kadar

thyroxine bebas (FT4), triiodothyronine bebas (FT3), atau keduanya mengarah pada
kondisi hipermetabolik tirotoksikosis. Tiga penyebab tersering terjadinya

tirotoksikosis yang juga disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar adalah Hiperplasia

difus tiroid yang 85 % kasus disebabkan oleh penyakit graves, gondok multinodular

hiperfungsional, dan adenoma tiroid hiperfungsional. 18

Manifestasi klinis dari hipertiroidisme dapat beragam dan mencakup

perubahan-perubahan yang disebabkan oleh overaktivitas sistem saraf simpatis yang

berlebihan. Jumlah hormon tiroid yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan

laju metabolik basal sehingga pasien akan sering mengalami intoleransi terhadap

panas dan akan sering berkeringat. Peningkatan laju metabolik basal juga dapat

menyebabkan penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat. Sebagian

pasein tirotoksikosis mengalami disfungsi diastolik reversibel dan gagal jantung.

Kelainan yang muncul di sistem neuromuskulus dapat menyebabkan tremor, emosi

tidak stabil, rasa cemas, sulit konsentrasi dan insomnia. 18, 22, 23

Gejala yang muncul pada mata sering menimbulkan perhatian akan

kemungkinan adanya hipertiroidisme. Mata tampak menonjol keluar dan lebar yang

disertai juga dengan terlambatnya kelopak mata saat menutup akibat dari rangsangan

simpatis yang berlebihan pada otot levator pelpebra superior. Pada TED proptosis

adalah gambaran yang hanya di jumpai pada penyakit graves. Diagnosis

tirotoksikosis di tegakkan saat pemeriksaan laboratorium untuk mencari penyebab

penurunan berat badan yang tidak jelas. 18, 22, 23

Hipertiroidisme merupakan serangkaian gangguan yang melibatkan sintesis

berlebihan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Diagnosis hipertiroidisme
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.

Hipertiroidisme ditandai dengan penurunan konsentrasi TSH dan konsentrasi

peningkatan hormon tiroid: T 4 dan T 3. Pengukuran konsentrasi dari TSH serum

dengan menggunakan uji TSH yang sensitif merupakan pemeriksaan yang terpenting

untuk hipertiroidisme karena kadar TSH dapat berkurang, bahkan pada stadium

paling awal sekalipun saat penyakit masih subklinis. Thyroid Stimulating Hormone

yang rendah dapat dipastikan dengan pengukuran T4 bebas yang meningkat. Thyroid

Stimulating Hormone yang terikat ke reseptor pada kelenjar tiroid akan menyebabkan

pelepasan hormon tiroid terutama T4 dan pada tingkat yang lebih rendah T3,

peningkatan kadar hormon ini yang bekerja pada hipotalamus untuk mengurangi

sekresi TRH dan dengan demikian juga sintesis TSH. Setiap proses yang

menyebabkan peningkatan sirkulasi perifer hormon tiroid yang tidak terikat dapat

menyebabkan tirotoksikosis. Gangguan dari mekanisme homeostatis normal dapat

terjadi pada tingkat kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, atau di perifer. 18, 22, 24

Hipotiroidisme disebabkan oleh gangguan struktural atau fungsional yang

menggangu pembentukan hormon tiroid dalam kadar yang cukup. akibat produksi

hormon tiroid yang tidak mencukupi, sehingga dapat berkembang menjadi masalah

di dalam kelenjar tiroid, kelenjar hipofisis, atau hipotalamus. Kasus hipotiroidisme

dibagi menjadi hipotiroidisme primer dan sekunder, tergantung dari akibat kelainan

intrinsik dalam tiroid atau terjadi karena penyakit hipofisis. Hipotiroidisme primer

merupakan kasus yang paling sering terjadi pada kasus hipotiroidisme. 18


Beberapa penyebab umum hipotiroidisme meliputi: Tiroiditis Hashimoto,

resistensi hormon tiroid, jenis tiroiditis lain, seperti tiroiditis akut dan tiroiditis

postpartum. Mekanisme terjadinya hipotiroidisme adalah, hipotalamus mengeluarkan

TRH yang merangsang kelenjar hipofisis untuk menghasilkan TSH. Thyroid

Stimulating Hormone merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi dan

mengeluarkan terutama T4 (sekitar 100-125 nmol setiap hari) dan jumlah T3 yang

lebih kecil. Tingkat T3 dan T4 yang sampai pada batas tertentu, akan memberikan

umpan balik negatif pada produksi TRH dan TSH. Perubahan struktur dan fungsi

organ atau jalur ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Penurunan produksi T4

menghasilkan peningkatan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis, menyebabkan

hipertrofi dan hiperplasia parenkim tiroid, sehingga menyebabkan peningkatan

produksi T3. Bila hal ini terjadi dalam waktu lama dapat terjadi peradangan kronis

pada parenkim menyebabkan infiltrasi limfositik sel T yang dominan sehingga dapat

terjadi gangguan metabolisme dalam tubuh. 18, 22,25

Fungsi tiroid sangat penting untuk metabolisme hampir semua jaringan dan

sangat penting untuk perkembangan sistem saraf pusat pada janin dan anak-

anak. Efek dari tiroid berasal dari dua hormon yang mengandung yodium, T3 dan T4.

Yodium adalah elemen pembatas laju untuk sintesis hormon tiroid. Saat ini, satu-

satunya peran fisiologis yang dikenal untuk yodium dalam tubuh manusia adalah

dalam sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Iodide dilaporkan menghambat

berbagai langkah metabolisme dalam sel tiroid. Apabila terjadi kekurangan iodium,

maka produksi hormon tiroid juga akan berkurang. Hormon tiroid adalah suatu
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses

pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan.25, 26, 27, 28

2.1.4 Thyroid Eye Disease

Thyroid Eye Disease (TED) adalah penyakit inflamasi orbital yang kompleks,

yang dapat mengancam penglihatan, melemahkan, dan menurunkan kualitas

hidup. TED juga dikenal sebagai oftalmopati Graves, penyakit ini dinamai menurut

Robert J. Graves, seorang dokter Irlandia yang pertama kali menggambarkan

tirotoksikosis pada seorang wanita yang mengalami gondok, detak jantung yang

cepat, dan exophthalmos. Penyakit graves ditandai dengan adanya trias pada keadaan

klinis; 1) hipertiroidisme, 2) oftalmopati infiltratif dan 3) dermopati infiltratif.

Perkembangan akut dari penyakit ini adalah suatu keadaan darurat okular, khususnya

kompresi saraf optik dan penyakit kornea sekunder akibat paparan. Sebagian besar

pasien dengan TED memiliki bukti biokimia hipertiroidisme dengan penyebab paling

umum adalah penyakit Graves. Waktu berkembang menjadi TED mungkin berbeda

antara pasien. Perjalanan penyakit tiap individu dapat berbeda-beda, baik tiroid

mendahului perkembangan TED, ada juga dimana gangguan tiroid dan TED timbul

pada saat yang bersamaan, dan ada juga pasien dengan TED sebagai manifestasi

pertama yang muncul sebelum terjadi gangguan tiroid. 18, 29, 30

Insidensi penyakit graves terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun, dan wanita

dapat terjadi lebih sering tujuh kali lipat di banding pria. Faktor genetik penting untuk

etiologi penyakit graves. Penyakit graves adalah penyakit autoimun yang disebabkan
terdapatnya sejumlah antibodi di dalam serum, termasuk antibodi terhadap reseptor

TSH, peroksisom tiroid dan tiroglobulin. Autoantibodi terhadap reseptor TSH

merupakan yang terpenting dalam patogenesis penyakit graves. Pada pasien graves

terdapat Thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), serum pada pasien graves

memiliki suatu Long-Acting Thyroid Stimulator (LATS), yang berfungsi untuk

merangsang fungsi tiroid lebih lambat di bandingkan TSH. Long-Acting Thyroid

Stimulator merupakan antibodi IgG yang berikatan dengan reseptor TSH dan

memiliki kerja seperti TSH yang merangsang adenil siklase yang menyebabkan

peningkatan pelepasan hormon tiroid. Terdapat juga hormon Thyroid Growth-

Stimulating Imunoglobulin yang berperan dalam proliferasi epitel folikel tiroid. 18

Salah satu autoantibodi terhadap reseptor TSH adalah TSH binding inhibitor

immunoglobulin (TBII) yang berperan mencegah TSH berikatan secara normal

dengan reseptor yang berada di dalam sel epitel tiroid. Terdapat beberapa bentuk dari

TBII ini meniru cara kerja dari TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel

tiroid, sedangkan bentuk yang lain menghambat fungsi dari sel tiroid. Dengan

ditemukannya keberadaan immunoglobulin perangsang dan penghambat pada serum

pasien yang sama, maka dapat menjelaskan mengapa sebagian pasien graves secara

spontan mengalami episode hipotiroidisme. 18

Thyroid Eye Disease adalah penyakit yang secara signifikan menurunkan

kualitas hidup, dapat mengancam penglihatan. Oleh karena itu sangat penting bahwa

pencegahan penyakit yang lebih baik dapat dicapai jika morbiditas yang signifikan

terkait dengan kondisi ini harus diatasi. Sejak diketahui pertama kali, banyak peneliti
yang telah mempelajari sejumlah faktor risiko yang dapat membuat perkembangan

atau memburuknya kondisi dari TED ini. Secara sederhana faktor – faktor risiko TED

dibagi menjadi dua yaitu kelompok faktor eksternal yaitu merokok, paparan yodium

radioaktif, distiroidisme dan kelompok faktor internal yaitu usia, genetik, jenis

kelamin. Salah satu faktor resiko eksternal yang dicurigai berhubungan dengan

perkembangan atau penurunan TED adalah merokok. 31

Thyroid Eye Disease merupakan kelainan inflamasi autoimun dari orbit dan

jaringan periorbital serta penyebab tersering proptosis unilateral atau bilateral pada

dewasa. Gejala dan tanda klinis TED pada kasus ringan, terdiri dari iritasi okular,

mata kering dan perih, pada kasus lebih berat dapat terjadi fotofobia, epifora,

diplopia, dan merasakan tekanan di belakang mata. Tanda klinis merupakan suatu

karakteristik dan mencakup kombinasi dari retraksi kelopak mata, proptosis, miopati

ekstraokuler restriktif dan neuropati optik. Retraksi kelopak mata atas adalah tanda

okuler yang paling umum dari TED. Retraksi kelopak mata disebabkan adanya

proptosis, selain itu proptosis juga menyebabkan lagophthalmos sehingga kornea

lebih rentan terhadap kekeringan dan dapat disertai dengan kemosis , abrasi epitel,

dan keratitis eksposure. 2, 8,

Diplopia terjadi akibat dari peradangan dan pembengkakan otot-otot

ekstraokular dan umumnya bersifat restriktif daripada paralitik. Rektus inferior

adalah otot yang paling sering terlibat. Retraksi kelopak mata atas disebabkan oleh

peningkatan stimulasi simpatik otot Muller, reaksi berlebihan otot levator saat

berkontraksi dengan rektus inferior yang ketat, atau jaringan parut antara levator dan
jaringan di sekitarnya. Penyebab utama TED pada orbita adalah peradangan, dimana

terjadi produksi berlebih dari glycosaminglycans (GAG), dan adipogenesis, dan

proses ini terjadi karena adanya pelepasan sebagian oleh lokal sitokin inflamasi. 2, 8, 30

Peradangan otot ekstraokular dapat menyebabkan gerakan mata terbatas dan

proptosis. Saraf optik dapat dikompresi yang dapat menyebabkan neuropati optik

yang mengakibatkan hilangnya penglihatan permanen. Selain itu, autoimunitas

terhadap otot mata antigen calsequestrin dan orbital jaringan ikat antigen kolagen

memainkan peran dalam patogenesis TED. Fitur unik TED dibandingkan dengan

penyakit autoimun lainnya adalah penyakit ini sembuh sendiri, alasan yang mungkin

adalah tidak adanya jaringan limfoid dalam orbit. Penyakit ini dimulai dengan fase

aktif (inflamasi) dengan gejala dan tanda yang memburuk dengan cepat, mencapai

titik keparahan maksimum yang kemudian membaik tetapi tidak kembali seperti

semula (fase tidak aktif).29, 31, 32

Neuropati optik disebabkan oleh peradangan yang menghasilkan

deposisi kolagen dan glikosaminoglikan pada otot, yang mengarah pada pembesaran

dan fibrosis selanjutnya. Ada juga induksi lipogenesis oleh fibroblas dan preadiposit ,

yang menyebabkan pembesaran lemak orbital dan kompartemen otot ekstra

okular. Peningkatan volume dari isi intraorbital dapat menyebabkan terjadinya

neuropati optik distiroid, peningkatan tekanan intraokuler meskipun sangat jarang

terjadi, proptosis dan edema periorbita. Perluasan volume jaringan lunak

intraorbital merupakan bentuk dekompresi otomatis. 33


Patofisiologi penyakit mata tiroid (TED) cukup kompleks dan belum

sepenuhnya dipahami. Mekanisme yang mendasari pemicu timbulnya reaksi

autoimun kemungkinan adalah gangguan sel T helper yang menyebabkan

terbentuknya autoantibodi anti-TSH. Sel T juga berperan dalam timbulnya

oftalmopati infiltratif yang khas pada penyakit graves. Pada oftalmopati ini terjadi

peningkatan volume dari jaringan ikat retro orbita dan otot eksraokuler yang terjadi

akibat, 1) infiltrasi di ruang retro orbita oleh sel mononukleus terutama sel T, 2)

edema dan pembengkakan inflamatorik otot ekstraokuler, 3) akumulasi matriks

ekstrasel khususnya glikosaminoglikan, dan 4) peningkatan adiposit (infiltrasi

lemak). Semua perubahan yang terjadi akan mendorong bola mata ke depan dan dapat

mengganggu fungsi dari otot ekstraokuler. Pelepasan sitokin yang merangsang

fibroblas orbital untuk berkembang dan menghasilkan glikosaminoglikan yang

menyerap air. Akibatnya, otot-otot ekstraokular menebal dan jaringan adiposa dan

ikat retro orbital meningkat dalam volume. 18, 34

Orbital fibroblast (OFs) menjadi sel efektor utama yang bertanggung jawab

untuk pembesaran jaringan lunak yang khas pada TED. Thyroid Eye Disease

disebabkan oleh peradangan retro orbital yang timbul karena aktivasi fibroblast

orbital. Aktivasi fibroblast terjadi akibat stimulasi auto-antibodi [anti-TSHR dan anti-

insulin-like growth factor-1 (IGF-1)]. Fibroblast ini mengekspresikan reseptor TSH

dan menghasilkan komponen matriks ekstraseluler dan molekul pro-inflamasi.

Fibroblas orbital ini mengeluarkan sejumlah besar hyaluronan sebagai respons


terhadap berbagai sitokin, dan sub kelompok fibroblas orbital dapat berdiferensiasi

menjadi adiposit matang yang telah meningkatkan ekspresi reseptor

thyrotropin. Perubahan seluler ini menyebabkan otot mata membesar secara khas dan

perluasan lemak orbital pasien dengan Graves oftalmopati. Interaksi yang rumit

antara autoantigen dan autoantibodi yang ditemukan pada penyakit Graves dapat

mengarah pada aktivasi OFs, yang kemudian mengarah pada peningkatan produksi

hyaluronan, sintesis sitokin proinflamasi, dan peningkatan diferensiasi menjadi

miofibroblas atau adiposit.29, 30, 35

Ketika diaktifkan oleh antibodi anti thyrotropin reseptor, fibroblas orbital

mulai berdiferensiasi menjadi adiposit dengan peningkatan ekspresi reseptor

thyrotropin, sementara yang lain yang mengandung antigen Thy-1 dirangsang oleh

sitokin, termasuk interferon dan Tumor Necrosis Factor (TNF), untuk meningkatkan

produksi hyaluronan. Demikian pula, stimulasi reseptor faktor pertumbuhan seperti

insulin (reseptor IGF-I) yang diekspresikan pada fibroblas orbital menghasilkan

sekresi chemokines interleukin-16 dan RANTES, yang meningkatkan rekrutmen dari

mengaktifkan sel T dan sel imun mononuklear lainnya ke dalam orbit. Ekspresi

CD154 dalam sel T memungkinkan untuk interaksi langsung dengan fibroblast orbital

melalui pembentukan jembatan CD40-CD154, menghasilkan produksi fibroblast

interleukin-1. Sel T helper 1 tipe aktif pada pasien dengan oftalmopati Graves dini

menghasilkan interferon-γ dan TNF, dan makrofag lokal mensekresikan interleukin-

1. Sitokin ini menstimulasi fibroblas orbital untuk menghasilkan kadar prostaglandin

E2 yang tinggi dan hyaluronan hidrofilik yang terakumulasi di antara serat otot
ekstraokular yang masih utuh dan di dalam jaringan adiposa orbital untuk

memperbesar volume jaringan ini. 34

Gambar 2.3 Interaksi antara Orbital Fibroblast dan Proses Autoimun


Menuju Perubahan Jaringan Karakteristik Ophthalmopathy Graves 34

Sel T yang diaktifkan pada pasien dengan oftalmopati Graves juga menghasilkan

prostaglandin proadipogenik yang menstimulasi preadiposit untuk berdiferensiasi

menjadi sel lemak dewasa, semakin memperluas volume jaringan. Adiposit dan

fibroblast menghasilkan interleukin-6, yang menambah pematangan sel B dan

meningkatkan produksi antibodi anti-thyrotropin-reseptor oleh sel-sel plasma dalam

orbit. Fibroblas orbital juga menghasilkan transformasi faktor pertumbuhan β (TGF-

β), yang merangsang produksi hyaluronan dan diferensiasi subkelompok Thy-1 +

menjadi myofibroblast yang berpartisipasi dalam pengembangan fibrosis, terutama

pada tahap akhir penyakit.34


Aktivasi dari sel T secara langsung akan melawan antigen pada sel-sel

folikuler tiroid, kemudian sel T menginfiltrasi orbita dan kulit pretibial interaksi

antara CD4 T sel yang teraktifasi dan fibroblast akan menghasilkan pengeluaran

sitokin ke jaringan sekitarnya, khususnya interferon-interleukin 1 dan Tumor

Nekrosis Faktor. Sitokin ini akan merangsang ekspresi dari protein-protein

immunomodulator (HLA-DR) dalam fibroblast orbital seterusnya akan muncul

respon autoinum pada jaringan ikat orbita. Sitokin khusus seperti interferon-

interlukin-1, TNF dan insulin like growth factor 1 akan merangsang produksi

glykosaminoglikan kemudian merangsang fibroblast atau keduanya, sehingga terjadi

akumilasi glykosaminoglikan dan edema pada jaringan ikat orbita. Reseptor

tyrotropin atau antibodi yang lain mempunyai hubungan biologi langsung terhadap

fibroblast orbital atau miosit, kemungkinan antibodi ini mewakili proses autoimun.34

Gambaran histologis oftalmopati Graves berfokus pada otot ekstraokular,

karena adanya pembesaran yang jelas pada pasien dengan penyakit ini. Otot

ekstraokular dipisahkan oleh akumulasi material granular amorf yang terutama terdiri

dari fibril kolagen dan glikosaminoglikan, di antaranya dominan hyaluronan. Muatan

polyanionik dan tekanan osmotik yang sangat tinggi dari bahan matriks ini

membuatnya sangat hidrofilik dan mampu mengikat berkali-kali beratnya dalam

air. Akibatnya, otot-otot tubuh menjadi edematous dan dapat membesar berkali-kali

lipat dari ukuran normalnya. Pada penyakit tidak aktif, atrofi dan fibrosis ikatan otot

terlihat jelas, dengan ekstensi fibrosa ke jaringan adiposa yang berdekatan. 30, 31, 37
Penelitian yang dilakukan oleh Mc Alinden, dkk serta Halliwell M, dkk.

menyatakan bahwa reseptor thyrotropin adalah target autoimunitas di dalam orbita

yang berhubungan dengan hipertiroidisme dan Graves oftalmopati. Kloning reseptor

thyrotropin memungkinkan penilaian langsung dari ekspresi reseptor ini dalam

jaringan ekstrathyroidal, dan beberapa kelompok melaporkan rendahnya reseptor

thyrotropin dalam fibroblast orbital dan pada jaringan orbital adiposa. terdapat

penelitian yang menunjukkan peningkatan ekspresi reseptor thyrotropin dalam

jaringan orbital pada pasien dengan Graves oftalmopati, dengan tingkat tertinggi pada

mereka yang memiliki penyakit aktif secara klinis. Temuan-temuan ini, memiliki

hubungan erat antara Graves oftalmopati dan level antibodi anti-thyrotropin yang

meningkat secara konsisten dalam Graves oftalmopati. Hal ini mendukung konsep

bahwa reseptor thyrotropin adalah autoantigen utama dalam Graves

oftalmopati. Kelebihan reseptor tirotropin yang rendah juga dapat dideteksi di

beberapa jaringan ekstrathyroidal, termasuk kulit, kelenjar adrenal, ginjal, dan

timus.29, 37

Pada pasien TED dapat terjadi pembesaran karakteristik otot ekstraokular dan

proliferasi adiposit menghasilkan temuan klinis, seperti retraksi kelopak mata,

exophthalmos, dan strabismus dari TED. Semua pasien memerlukan penatalaksanaan

penyakit tiroid sistemik mereka. Sebagian besar kasus TED dapat dikelola secara

konservatif. Perawatan simtomatik seringkali mencukupi bagi mereka yang menderita

TED ringan. Individu dengan TED sedang hingga berat mungkin memerlukan

eskalasi terapi termasuk steroid, radiasi atau imunomodulasi. Glukokortikoid


intravena memiliki tingkat respons terbaik dan insiden efek samping terendah dan

dengan demikian memainkan peran penting dalam manajemen TED sedang hingga

berat serta TED yang mengancam penglihatan. Manajemen bedah diperlukan ketika

manajemen medis gagal. Prognosis dari TED ini baik bila mendapatkan penanganan

dan penatalaksaan yang tepat.38

2.1.5 Efek merokok pada Thyroid Eye Disease

Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 sebanyak 51,1 % rakyat Indonesia

adalah perokok aktif dan merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hal ini sangat jauh

berbeda dengan negara-negara tetangga, misalnya: Brunei Darusallam 0,06% dan

Kamboja 1,15%. Pada tahun 2013, 43,8% perokok berasal dari golongan lemah;

37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan buruh mencakup

44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara 30 hingga 34 tahun.

Sebanyak 1,1% perempuan Indonesia adalah perokok aktif, walaupun tentunya

kemungkinan perokok pasif akan lebih banyak. 39

Dampak kesehatan yang merugikan dari rokok menyebabkan 440.000

kematian di AS setiap tahun. Merokok merusak hampir setiap organ dalam tubuh,

menyebabkan banyak penyakit dan mengurangi kesehatan perokok pada umumnya.

Kandungan senyawa dalam asap rokok yang bersifat karsinogenik. Di dalam satu

batang rokok, terdapat 250 jenis zat tosik dan 70 jenis zat yang bersifat karsinogenik.

Beberapa senyawa yang banyak terkandung dalam rokok antara lain; Karbon
monoksida, Nikotin, Tar, Benzena, Formaldehida, Arsenik, Kadmium, Amonia,

Hidrogen sianida. 40, 41

Karbon monoksida, senyawa yang satu ini merupakan gas yang tidak

memiliki rasa dan bau. Jika terhirup terlalu banyak, sel-sel darah merah akan lebih

banyak berikatan dengan karbon monoksida dibanding dengan oksigen. Akibatnya

fungsi otot dan jantung akan menurun. Hal ini akan menyebabkan kelelahan, lemas,

dan pusing. Nikotin, akan terserap masuk ke aliran darah, kemudian merangsang

tubuh untuk memproduksi lebih banyak hormon adrenalin, sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan pernapasan. Efek yang mungkin

muncul akibat paparan nikotin adalah muntah, kejang, dan penekanan pada sistem

saraf pusat.Tar, timbunan tar ini berisiko tinggi menyebabkan penyakit pada paru-

paru. Benzena, paparan benzena jangka panjang (setahun atau lebih), dapat

menurunkan jumlah sel darah merah dan merusak sumsum tulang, sehingga

meningkatkan risiko terjadinya anemia dan perdarahan. Formaldehida, merupakan

residu dari pembakaran rokok. mengakibatkan iritasi pada mata, hidung, dan

tenggorokan. Arsenik, merupakan golongan pertama karsinogen. dapat meningkatkan

risiko terjadinya kanker kulit, kanker paru-paru, kanker saluran kemih, kanker ginjal,

dan kanker hati. Kadmium, kadar yang tinggi dalam tubuh dapat menimbulkan

gangguan sensorik, muntah, diare, kejang, kram otot, gagal ginjal, dan meningkatkan

risiko kanker. Amonia, merupakan gas beracun, tidak berwarna, namun berbau tajam.

mengakibatkan napas pendek, sesak napas, iritasi mata, dan sakit tenggorokan.
Sedangkan dampak jangka panjangnya yaitu pneumonia dan kanker tenggorokan.

Hidrogen sianida, efek dari senyawa ini dapat melemahkan paru-paru, menyebabkan

kelelahan, sakit kepala, dan mual. 40, 41

Faktor eksternal yang dianggap mempengaruhi fungsi tiroid dan penyakit

tiroid autoimun, serta merupakan faktor terkuat untuk berkembang menjadi TED

adalah merokok. Penelitian yang dilakukan oleh Su jin kim dkk, menunjukkan

bahwa perokok memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada yang bukan

perokok. Untuk pasien perokok yang memiliki penyakit Graves kira-kira lima kali

lebih besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi TED daripada pasien yang

bukan perokok dengan penyakit Graves. Terdapat hubungan dosis merokok dengan

respon dan perjalanan klinis TED, hal ini berkaitan dengan jumlah rokok yang

dihisap per hari, lamanya merokok dan persentase perokok berat yang lebih tinggi

pada pasien dengan opthalmopati yang lebih parah. Gerasimos E Krassas dkk.

menyatakan bahwa jumlah rokok yang di konsumsi akan berpengaruh terhadap

gejala yang muncul. Pasien perokok dengan disertai adanya keluhan diplopia

memiliki risiko relatif 1,8 untuk yang mengkonsumsi 1-10 rokok per hari, memiliki

risiko relatif 3,8 untuk yang mengkonsumsi 11-20 batang per hari, dan memiliki

risiko relatif 7,0 untuk yang mengkonsumsi > 20 batang per hari, dengan angka yang

sama untuk pasien perokok dengan proptosis. 3, 42, 43

Salah satu komponen tembakau yang dapat mempengaruhi fungsi kelenjar

tiroid adalah sianida yang saat berada di dalam tubuh akan diubah menjadi

Thiocyanate. Thiocyanate diketahui dapat mengganggu fungsi tiroid dalam tiga cara
yaitu: menghambat penyerapan yodium ke dalam kelenjar tiroid, mengurangi

produksi hormon tiroid T4 dan T3, menghambat produksi hormon dengan

mengganggu proses sintesis di kelenjar tiroid. Meningkatnya ekskresi yodium dari

ginjal, meningkatkan risiko peradangan kelenjar tiroid dan gejala konstitusional

seperti demam, mual, dan sakit perut. Penyakit Graves, suatu bentuk hipertiroidisme

autoimun yang ditandai dengan pembesaran tiroid, terjadi dua kali lebih sering pada

perokok dibandingkan pada yang bukan perokok. Selain itu pasien dengan penyakit

ini, merokok dikaitkan dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat,

memburuknya gejala, dan respons yang lebih buruk terhadap pengobatan tiroid.44, 45

Tiosianat akan mempengaruhi tiroid dengan cara menghambat penyerapan

dan pengorganisasian yodium di dalam kelenjar. Stimulasi sistem saraf simpatik oleh

asap rokok juga diperkirakan dapat mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid. Graves

Oftalmopati dapat berhubungan dengan merokok, semakin parah penyakit mata

semakin kuat hubungannya. Penyakit Graves tanpa ophthalmopathy juga

berhubungan dengan merokok, meskipun hubungan ini lebih lemah. Penelitian yang

dilakukan oleh TJ cawood dkk. menunjukan bahwa paparan dari asap rokok dapat

meningkatkan produksi dan adipogenesis dari CAG. Belum ada studi yang secara

terpisah menjelaskan efek penghentian merokok, tetapi ada efek jangka panjang yang

disebabkan oleh merokok. 3, 46, 47

Laporan penelitian yang dilakukan oleh Utiger, R. D di dapatkan tentang

kemungkinan efek dari merokok pada sintesis hormon tiroid, ukuran kelenjar tiroid,

dan oftalmopati endokrin. Tiosianat dihasilkan dari rokok sebagai produk


detoksifikasi sianida. Konsentrasi tiosianat diperoleh dari merokok secara kompetitif

menghambat transportasi iodida ke kelenjar tiroid di dalam studi in vitro pada folikel

tiroid. Tiosianat yang tidak tergantung pada konsentrasi TSH menghambat

pengorganisasian iodida dan peningkatan refflux iodida dari sel. Kekurangan yodium

dapat meningkatkan aksi antitiroid tiosianat dan kelebihan yodium dapat mengurangi

efek ini. 46, 48

2.2 Kerangka pemikiran

Thyroid Eye Disease adalah penyebab paling umum penyakit orbital pada

orang dewasa dan merupakan penyebab signifikan morbiditas pada pasien

dengan penyakit Graves. Dimana penyakit ini adalah suatu proses autoimun, yang

berpotensi mengancam penglihatan, merusak penampilan dan menurunkan kualitas

hidup. Penyakit graves adalah kondisi inflamasi autoimun yang merupakan kelainan

multisistem yang meliputi satu atau lebih keadaan seperti struma difusa,

tirotoksikosis, oftalmopati, limfadenopati, dermatopati dan thyroid-stimulating

immunoglobulins dalam darah. Penderita perempuan lebih banyak dibandingkan

dengan laki-laki, dan umur penderita umumnya muncul pada pasien antara 40-60

tahun.1-3

Patofisiologi penyakit mata tiroid (TED) cukup kompleks dan belum

sepenuhnya dipahami. Mekanisme yang mendasari pemicu timbulnya reaksi

autoimun kemungkinan adalah gangguan sel T helper yang menyebabkan

terbentuknya autoantibodi anti-TSH. Sel T juga berperan dalam timbulnya


oftalmopati infiltratif yang khas pada penyakit graves. Pada oftalmopati ini terjadi

peningkatan volume dari jaringan ikat retro orbita dan otot eksraokuler yang terjadi

akibat, 1) infiltrasi di ruang retro orbita oleh sel mononukleus terutama sel T, 2)

edema dan pembengkakan inflamatorik otot ekstraokuler, 3) akumulasi matriks

ekstrasel khususnya glikosaminoglikan, dan 4) peningkatan adiposit (infiltrasi

lemak). Semua perubahan yang terjadi akan mendorong bola mata ke depan dan

dapat mengganggu fungsi dari otot ekstraokuler. 18, 34

Faktor eksternal yang dianggap mempengaruhi fungsi tiroid dan penyakit

tiroid autoimun, serta merupakan faktor terkuat untuk berkembang menjadi TED

adalah merokok. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa rokok adalah faktor

risiko yang dapat mempengaruhi durasi, tingkat keparahan dan meningkatkan angka

kejadian dari TED. Mekanisme dimana merokok memperparah TED membutuhkan

penelitian lebih lanjut. Senyawa tembakau dalam rokok diduga bertindak dalam

beberapa cara yang mungkin. Perubahan jaringan lunak orbital adalah salah satu

mekanisme utama di mana merokok diketahui dapat mempengaruhi perkembangan

dari TED. Pada pasien yang mengkonsumsi rokok terdapat keterlibatan orbita tiga

kali lebih besar dan mungkin memiliki oftalmopati yang lebih parah dan

berkepanjangan. Pembentukan radikal superoksida dan hipoksia jaringan mungkin

terlibat dalam proses perkembangan ke arah TED. Radikal superoksida dapat

menginduksi fibroblast orbital pada pasien dengan TED, untuk perkembangannya

tergantung dari dosis, dan asap rokok sendiri mengandung atau dapat menghasilkan
berbagai oksidan dan radikal bebas. Hipoksia jaringan juga dapat merangsang

fibroblas orbital, dan mensintesis GAG. 3, 42, 43

Salah satu komponen tembakau yang dapat mempengaruhi adalah sianida

Asap tembakau yang mengandung zat sianida saat berada di dalam tubuh akan diubah

menjadi Thiocyanate. Thiocyanate diketahui dapat mengganggu fungsi tiroid dalam

tiga cara yaitu: menghambat penyerapan yodium ke dalam kelenjar tiroid,

mengurangi produksi hormon tiroid T4 dan T3, menghambat produksi hormon

dengan mengganggu proses sintesis di kelenjar tiroid. 44, 45

Ada berbagai cara merokok dianggap mempengaruhi fungsi tiroid. Tiosianat

dihasilkan dari asap rokok sebagai produk detoksifikasi sianida. (1). Konsentrasi

tiosianat diperoleh dari merokok secara kompetitif menghambat transportasi iodida ke

kelenjar tiroid di dalam studi in vitro pada folikel tiroid. Tiosianat yang tidak

tergantung pada konsentrasi TSH menghambat pengorganisasian iodida dan

peningkatan refflux iodida dari sel (2). Kekurangan yodium dapat meningkatkan aksi

antitiroid tiosianat dan kelebihan yodium dapat mengurangi efek ini. 46, 48

Oleh karena itu berdasarkan teori diatas dapat diketahui apakah rokok

merupakan faktor resiko terjadinya graves opthalmopaty. Tiosianat dalam asap

tembakau mempengaruhi tiroid dengan menghambat penyerapan dan

pengorganisasian yodium di dalam kelenjar. Juga stimulasi sistem saraf simpatik oleh

asap rokok dan benzpyrene adalah unsur lain tembakau yang diperkirakan dapat

mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid.


2.2.1 Alur Kerangka Pemikiran

Meroko Hipertiroidisme
k

Tembakau Mengganggu fungsi Tiroid :



Menghambat yodium penyerapan

 Menurunkan produksi T 3 T 4 dan


Hidrogen Sianida
Mengganggu proses sintesis di kelenjar tiroid

Thiocyanate
Peradangan

Hipoksia Jaringan
Melepaskan sitokin

Glycosaminoglycans
Adipogenesis

Aktifasi Fibroblas Orbital

Meningkatnya Volume :
Otot-Otot Ekstraokular
Jaringan Adipose
Ikat Retroorbital

Thyroid Eye Disease


2.3 Premis dan Hipotesis

2.3.1 Premis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat

ditarik premis sebagai berikut :

Premis 1 :

Hipertiroid adalah peningkatan kadar tiroksin bebas (FT4), triiodothyronine bebas

(FT3), atau keduanya mengarah pada kondisi hipermetabolik tirotoksikosis. 25, 26

Premis 2 :

Hipertiroid dapat mengganggu metabolisme tubuh yang dapat mengakibatkan

inflamasi, inflamasi autoimun dari orbit dan jaringan periorbital di sebut Thyroid Eye

Disease (TED). 2, 8

Premis 3 :

Asap tembakau mengandung zat sianida saat berada di dalam tubuh akan diubah

menjadi Thiocyanate.48, 49

Premis 4 :

Thiocyanate mengganggu fungsi tiroid yang dapat menyebabkan terjadinya Thyroid

Eye Disease. 48, 49

Premis 5 :

Merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi berhubungan dengan keparahan

Thyroid Eye Disease. 3, 12

2.3.2 Hipotesis

Merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya TED.


33

BAB III

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek dan Sampel Penelitian

3.1.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis dengan TED yang

datang ke RS Mata Nasional Cicendo dan pasien yang terdiagnosis hipertiroidism

di bagian Endokrin Rumah Sakit Hasan Sadikin bandung. Penelitian ini bertujuan

untuk melihat hubungan antara rokok sebagai faktor risiko pada pasien graves di

RS Mata Nasional Cicendo, dengan mengambil data sekunder yang didapatkan

dari rekam medis pasien di RS Mata Nasional Cicendo dan pasien yang

terdiagnosis hipertiroidism di bagian Endokrin Rumah Sakit Hasan Sadikin

Bandung.

Populasi target pada penelitian ini adalah penderita TED dan

hipertiroidism. Populasi terjangkau adalah penderita TED dan hipertiroidism yang

memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.

3.1.2 Sampel

3.1.3 Pemilihan Sampel

Subjek diambil dari data sekunder yang didapatkan dari rekam medis

pasien dengan TED di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo dan

pasien yang terdiagnosis hipertiroidism di bagian Endokrin Rumah Sakit Hasan

Sadikin bandung yang memenuhi kriteris inklusi sehingga terpenuhi besar sampel

minimal.
3.1.4 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada kelompok kasus adalah pasien yang telah

terdiagnosis menderita TED dan pasien yang telah terdiagnosis hipertiroidism.

Pasien bersedia menjadi subjek penelitian dan mengisi informed consent, terdapat

data hasil laboratorium sebagai penunjang diagnosis hipertiroidism tanpa TED

dan hipertiroidism dengan TED, pasien yang dapat di hubungi lewat telepon.

3.1.5 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah pasien hipertiroidsm yang tidak terdapat data hasil

laboratorium, data rekam medis yang dimasukan dalam variable penelitian tidak

lengkap, nomer kontak tidak tersedia, dan tidak ada respon setelah dihubungi tiga

kali,pasien tidak bersedia mengikuti penelitian.

3.1.6 Penentuan Besar Sampel

Penelitiannya merupakan analitik kategorik tidak berpasangan. Dengan

menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk penelitian analitik kategorik

tidak berpasangan maka digunakan rumus besar sampel menggunakan rumus

sampel untuk uji hipotesis antara dua populasi dari program sample size 2.0 dari

Hosmer danLemeshow. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

Z 2
n  2PQ  Z P1Q1  P2Q2
   
n1 2 
P1  P2
 
Dimana :

Zα = Deviat baku alfa

Zβ = Deviat baku beta

Q2 = 1 – P2
P2 = Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya.

P1-P2 = Selisih Proporsi yang dianggap bermakna

P1 = Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement

peneliti. Q1 = 1-P1

P = Proporsi total .

Q = 1-P.

Z
2P(1P) Z P1(1P1)P2 (1P2 ) 2

n 
(P1 P2 ) 2
Dengan menggunakan Zα dan Zβ yang diperoleh dari tabel distribusi

normal standar, didapat harganya sesuai untuk Zα = 1,96 dan untuk Zβ = 1.64,

maka akan diperoleh besar sampel minimal dari tiap kelompok.

Dimana :

P1= proporsi (persentase) populasi (asumsi di populasi 50%)

P2= proporsi populasi (asumsi di populasi 10%)

Maka P = (50% +10%)/2 = 30%

N = 30

Dengan demikian jumlah sampel minimal untuk masing-masing kelompok adalah

30 sampel. Karena merupakan penelitian cross-sectional maka minimal sampel

untuk 2 kelompok adalah total sebesar 60 sampel.


3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan

cross-sectional. Seluruh pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi akan

dimasukkan sebagai subjek penelitian. Jenis penelitian ini berusaha mempelajari

dinamika hubungan antara faktor-faktor risiko terhadap TED. Data karakteristik

subjek penelitian diperoleh dari rekam medis pasien. Pengambilan sampel

penelitian dilakukan secara consecutive sampling.

3.2.1.1 Variabel Bebas Dan Tergantung

- Variabel tergatung penelitian ini adalah pasien dengan TED.

- Variabel bebas penelitian ini adalah status merokok pada pasien TED.

3.2.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala

Jenis kelamin Laki-laki dan perempuan sesuai Rekam Nominal


yang tertulis dalam rekam medis medis
Usia Usia dalam bentuk tahun sesuai Rekam Ordinal
yang tertulis di rekam medis medis
Status rokok :
Bukan perokok Orang yang tidak mengkonsumsi Formulir Ordinal
rokok sama sekali kuesioner
Perokok aktif Orang yang mengkonsumsi rokok Formulir Ordinal
secara rutin dengan sekecil kuesioner
apapun walau hanya satu batang
rokok sehari.
Perokok pasif Orang yang tidak merokok tetapi Formulir Nominal
seseorang yang menghirup asap kuesioner
37

rokok dari perokok aktif.


Perokok ringan Orang yang mengkonsumsi rokok Formulir Ordinal
secara rutin dengan jumlah 1 kuesioner
sampai 10 batang rokok sehari.
Perokok sedang Orang yang mengkonsumsi rokok Formulir Ordinal
secara rutin dengan jumlah 11 kuesioner
sampai 20 batang rokok sehari.
Perokok berat Orang yang mengkonsumsi rokok Formulir Ordinal
secara rutin dengan jumlah lebih kuesioner
dari 20 batang rokok sehari
Tingkat pendidikan :
Tingkat pendidikan Orang yang dapat menyelesaikan Rekam Ordinal
tinggi pendidikannya minimal di tingkat medis
diploma atau tingkat sarjana.
Tingkatan pendidikan Orang yang dapat menyelesaikan Rekam Ordinal
sedang pendidikannya minimal di tingkat medis
SMA/SMK.
Tingkat pendidikan Orang yang dapat menyelesaikan Rekam Ordinal
rendah pendidikannya minimal di medis
tingkatSD/sederajat dan
SMP/sederajat.
Pasien TED Pasien hipertiroid dengan gejala NOSPECS Ordinal
TED seperti diplopia, lid
retraction, berair, mata merah,
exopthalmos dan adanya
keterlibatan kornea.
Pasien tanpa TED Pasien hipertiroid tanpa adanya Rekam Ordinal
gejala TED medis
Wawancara Dalam wawancara, menggunakan Kuesioner Ordinal
Terstruktur instrumen penelitian berupa
pertanyaan tertulis dengan
alternatif jawabannya
Rokok filter Rokok filter juga dikenal Kuesioner Ordinal
k no
r rm
e al
t
e
Rok
k FT
ok
38

FT d cengki ks de rmo hasil n R Ordi nal


4 e
h aa ng n 0.55 e
Nai n
k g Rokok n an tiro 4.78 t k R
a
kretek la ha id mikro i K a e
Or
n
u di
r adalah b sil den IU r m k
e na
o
rokok or > gan Hasil o s a l
k
1.7 i
FT o yang at hasi pemeri i m m
6 o
4 k
mengg or ng l ksaan d n e
Tur
/dl e
un p unakan iu < laborat d m
r
u Ha 0.8
tembak m orium d i e Or
ti 9
sil
h au da ng/ darah e s d di
na
a pe dl
yang ra yang n i l
d
me Has
TS al dikerin h terdap g s
R
H a rik il
gkan, ya at a R
Nor h e
sa pe
mal dipadu n pening n e Or
j k
an mer di
kan g katan k
e a na
lab iksa
dengan te kadar h a l
n m
or an
cengki rd hormo a m
i
ato lab
TS h ap n s
s m
H riu orat
Hasil at tiroid i m
Nai r e
m oriu
k pe denga l e Or
o d di
laborat da m
ni n < d
k i na
orium ra dar
n > l
o 0 s i
darah h ah mikro
g . s
k IU
yang ya yan 5
TS ka
t Hasil 5 R
H menilai ng g
ta
Tur a pemeri e
kadar ter me m
un n Or
n ksaan i k R
da nila di
ka k e
hormo laborat na
p
pat i r a
da l
a n orium o m k
pe kad
r a
darah
nu ar I
c tiroid h
yang Um m
ru hor
a dengan or
terdap e
na mo Or
m hasil m
at d m di
n n
p 0.89 o
pening i e na
ka tiro l
u 1.76 n
katan s d
da id
r ng/dl tir i
kadar
r den
a Hasil oi s
hormo
ho gan
n pemeri d
39

3.2.4 Cara Kerja dan Teknik Pengambilan Data

1. Rancangan penelitian di ajukan ke komite etik penelitian kesehatan ( ethical

clearence) di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan RSHS.

2. Pencarian data rekam medis pasien berdasarkan kode 10 revision of the

international statistical classification of disease and related health problems

(ICD 10) yang didiagnosis TED dari bulan januari 2019 hingga bulan

desember 2019 hingga sample terpenuhi.

3. Data-data subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di catat nomor

telepon yang tercantum pada data rekam medis tersebut

4. Peneliti menjelaskan secara lisan melalui media telepon mengenai maksud,

tujuan penelitian dan isi lembar persetujuan (inform consent).

5. Dilakukan wawancara melalui telepon untuk melengkapi kekurangan data

yang ada di rekam medis. Wawancara dilakukan oleh dokter umum yang

telah dilatih sebelumnya untuk melakukan wawancara. Wawancara dilakukan

secara terstruktur dengan kuesioner.

6. Pasien yang masuk kedalam kriteria inklusi dicatat identitas meliputi nama,

usia, jenis kelamin, pendidikan, kadar T3, T4, dan TSH, gambaran klinis.

3.2.5 Rancangan Analisis

Data yang sudah terkumpul diolah secara komputerisasi untuk mengubah

data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data di mulai

dari :

1) Editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan


2) Coding, yaitu mengubah data berbentuk kalmiat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan.

3) Data entry yaitu memasukkan data, yakni hasil pemeriksaan dan pengukuran

subjek penelitian yang telah di-coding, dimasukan kedalam program

komputer.

4) Cleaning, yaitu apabila semua data dari responden telah selesai dimasukkan,

maka perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian

dilakukan koreksi.

Analisis yang dilakukan selanjutnya bertujuan untuk mendiskripsikan

variabel-variabel dependen dan independen sehingga dapat dilakukan analisis

selanjutnya, dan untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian yang menjadi

sampel penelitian. Data yang berskala numerik seperti umur, banyak konsumsi

rokok, hasil lab T3 dan T4. Data yang berskala numerik seperti umur pasien

dipresentasikan dengan rerata, standar deviasi, median dan range. Kemudian

untuk data karakteristik sampel berupa data kategorik seperti lama TED, jenis

kelamin, status merokok, gejala yang muncul diberikan koding dan di

presentasikan sebagai distribusi frekuensi dan presentase.

Analisis yang dilakukan sesuai dengan jenis masalah penelitian dan data

yang digunakan. Uji kemaknaan untuk membandingkan karakteristik data diuji

dengan uji chi-square apabila syarat Chi-Square terpenuhi apabila tidak terpenuhi

maka digunakan uji Exact Fisher untuk tabel 2 x 2 dan Kolmogorov Smirnov
untuk table selain 2 x 2. Syarat Chi Square adalah tidak ada nilai expected value

yang kurang dari 5 sebanyak 20% dari tabel.

Adapun kriteria kemaknaan yang digunakan adalah nilai p, apabila p ≤0,05

signifikan atau bermakna secara statistika, dan p>0,05 tidak signifikan atau tidak

bermakna secara statistik. Data yang diperoleh dicatat dalam formulir khusus

kemudian diolah melalui program SPSS versi 24.0 for Windows.

3.2.6 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Ilmu Kesehatan Mata Bandung di RS Mata Nasional Cicendo dan bagian

Endokrin Rumah Sakit Hasan Sadikin bandung. Penelitian telah dilaksanakan

setelah etik disetujui oleh Universitas Pajajaran dengan nomor surat

851/UN6.KEP/PEC/2020.

3.2.7 Implikasi / Aspek Etik Penelitian

Penelitian ini berpedoman pada prinsip dasar penelitian dengan

memperhatikan hal-hal berikut:

A. Prinsip respectfor person ( menghormati harkat dan martabat manusia )

1. Subjek penelitian di berikan hak untuk bertanya dan berkonsultasi dengan

peneliti mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.

2. Subjek menyatakan kesediaanya untuk mengikuti penelitian secara sadar,

sukarela, tanpa paksaan dari pihak manapun dan memiliki hak untuk

menghentikan keikutsertaannya dalam penelitian.

B. Prinsip beneficiency ( bermanfaat ) dan maleficience( tidak merugikan )


1. Penelitian dilakukan dengan tujuan memberikan pengenalan pada subjek dan

masyarakat mengenai faktor risiko pada TED pada pasien yang terpapar asap

rokok.

2. Penelitian dilakukan dengan melihat rekam medis dari pasien TED serta

wawancara lewat telepon.

C. Prinsip justice ( keadilan )

Seluruh subjek yang tergabung dalam penelitian ini mendapatkan kesempatan

untuk mendapatkan semua informasi yang sama berkaitan dengan TED.


3.3 Alur Penelitian

Peneliti

Pencarian data sesuai kriteria inklusi pasien TED di RS mata Cicendo dan pasien Hipertiroidism di RSHS

Pencatatan data sekunder :

Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Hasil Laboratorium
Jenis Rokok
Jumlah rokok
Paparan asap rokok
Gejala klinis

Wawancara dengan kuesioner oleh pewawancara


\

Pengolahan dan Analisis Data

Penyajian Hasil
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN


PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh rokok sebagai faktor risiko TED ini

dilakukan terhadap 66 pasien yang terdiri dari 2 kelompok, yaitu sebanyak 31

pasien dengan TED dan 35 pasien tanpa TED. Seluruh pasien pada penelitian ini

dilakukan pencatatan data karakteristik yang meliputi usia, jenis kelamin,

Pendidikan terakhir, riwayat keluhan yang sama di keluarga, terapi, gejala yang

timbul, riwayat penyakit penyerta, dan wawancara menganai riwayat merokok,

jumlah rokok yang digunakan per hari,dan jenis rokok yang digunakan.

Tabel 4.1 menjelaskan perbandingan karakteristik berdasarkan usia, jenis

kelamin, pendidikan, riwayat yang sama dikeluarga, hipertensi, diabetes mellitus ,

awal diagnosis, FT4 dan TSH, dan terapi pada kelompok pasien dengan TED dan

tanpa TED.

Pada tabel 4.1 didapatkan hasil, kelompok usia 40-49 tahun merupakan

usia terbanyak, jenis kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki, tingkat

pendidikan terakhir SMA yang paling banyak, tidak terdapat riwayat keluarga,

hipertensi, diabetes melitus, untuk awal diagnosis kurang dari 5 tahun adalah yang

paling banyak, hasil laboratorium FT4 yang tinggi dan TSH yang rendah, dengan

menggunakan uji Chi-square didapatkan variabel di atas di dapatkan hasil yang

tidak bermakna (P > 0.0 5), hanya pada karakteristik terapi yang sudah diterima

mempunyai nilai P < 0.05. yang berarti bermakna signifikan secara statistik.
Tabel 4.1 Perbandingan Karakteristik Subjek Penelitian pada kelompok pasien
dengan TED dan Tanpa TED sebagai faktor risiko terjadinya TED
Kelompok
Variabel Dengan TED Tanpa TED Nilai P
N=31 N=35
Usia 1.000
<29 tahun 5(16.1%) 3(8.6%)
30-39 tahun 8(25.8%) 10(28.6%)
40-49 tahun 10(32.3%) 11(31.4%)
50-59 tahun 5(16.1%) 7(20.0%)
>60 tahun 3(9.7%) 4(11.4%)
Jenis Kelamin 0.162
Laki-laki 14(45.2%) 10(28.6%)
Perempuan 17(54.8%) 25(71.4%)
Pendidikan 1.000
SD 8(25.8%) 6(17.1%)
SMP 5(16.1%) 6(17.1%)
SMA 15(48.4%) 18(51.4%)
Diploma 0(0.0%) 1(2.9%)
Sarjana 3(9.7%) 4(11.4%)
Riwayat yang sama di keluarga 0.616
Ya 1(3.2%) 3(8.6%)
Tidak 30(96.8%) 32(91.4%)
Terapi 0.012**
Ya 18(58.1%) 30(85.7%)
Tidak 13(41.9%) 5(14.3%)
Hipertensi 0.579
Ya 7(22.6%) 6(17.1%)
Tidak 24(77.4%) 29(82.9%)
Diabetes Mellitus 1.000
Ya 3(9.7%) 4(11.4%)
Tidak 28(90.3%) 31(88.6%)
Awal diagnosis 0.997
<5 tahun 27(87.1%) 27(77.1%)
5-10 tahun 3(9.7%) 5(14.3%)
>10 tahun 1(3.2%) 3(8.6%)
FT4 0.261
Normal 8(25.8%) 19(54.3%)
Rendah 2(6.5%) 1(2.9%)
Tinggi 21(67.7%) 15(42.9%)
TSH 0.701
Normal 3(9.7%) 12(34.3%)
Rendah 24(77.4%) 21(60.0%)
Tinggi 4(12.9%) 2(5.7%)

Keterangan : Untuk Data kategorik nilai p dihitung berdasarkan uji Chi-Square.Nilai kemaknaan
berdasarkan nilai p<0,05 .Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna
secara statistik.
46

Tabel 4.2 Perbandingan antara Jumlah Rokok, Jenis Rokok, Status Merokok
sebagai faktor risiko terjadinya Thyroid Eye Disease
Kelompok Nilai P
Variabel Dengan TED Tanpa TED
N=31 N=35
Perokok 0.002**
Ya 27(87.1%) 18(51.4%)
Tidak 4(12.9%) 17(48.6%)
Jumlah Rokok 0.012**
>20 batang 7(22.6%) 4(11.4%)
11-20 batang 15(48.4%) 8(22.9%)
1-10 batang 5(16.1%) 6(17.1%)
0 4(12.9%) 17(48.6%)
Jenis Rokok 0.008**
Kretek 14(45.2%) 10(28.6%)
Filter 13(41.9%) 8(22.9%)
Tidak 4(12.9%) 17(48.6%)
Paparan asap Rokok 0.007**
Aktif 11(35.5%) 9(25.7%)
Pasif 16(51.6%) 9(25.7%)
Tidak 4(12.9%) 17(48.6%)

Keterangan : Untuk Data kategorik nilai p dihitung berdasarkan uji Chi-Square. Nilai kemaknaan
berdasarkan nilai p<0,05.Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna secara statistik.

Tabel 4.2 Menjelaskan perbandingan antara Jumlah Rokok, Jenis Rokok,

Paparan asap rokok sebagai faktor risiko terjadinya TED.

Untuk analisis pada data kategorik yaitu Jumlah rokok yang dikonsumsi

didapatkan paling banyak 11-20 batang atau sebesar 48.4%, untuk jenis rokok

paling banyak dikonsumsi adalah rokok kretek sebesar 45.2%, dan Paparan Asap

Rokok paling banyak pada perokok pasif sebesar 51.6%, data pada tabel diatas

diuji dengan menggunakan uji statistika Chi-Square, didapatkan hasil nilai

P<0.05. yang berarti terdapat hasil yang bermakna dari uji statistiknya.
4.2 Pengujian Hipotesis

Hipotesis :

Merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya TED.

Pengujian :

Hasil analisis merokok yang diuji dengan menggunakan uji statistika Chi-Square

diperoleh informasi nilai P ebih kecil dari 0.05 (nilai P<0.05) yang berarti

signifikan atau bermakna secara statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa

terdapat perbedaan persentase yang signifikan secara statistik antara variabel

merokok pada kelompok Pasien dengan TED dan Tanpa TED. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara merokok dengan terjadinya TED.

Maka dapat disimpulkan merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya TED.

Simpulan :

Hipotesis teruji dan dapat diterima

4.3 Pembahasan

Thyroid eye disease atau disebut juga Graves Ophthalmopathy atau

thyroid associated ophthalmopathy adalah kondisi inflamasi autoimun yang

mempengaruhi 25-50% pasien dengan penyakit Graves. Sekitar 25-50% pasien

dengan Grave's disease memiliki gejala yang berhubungan dengan mata. Dari

jumlah tersebut sekitar 3-5% mengalami perburukan.3, 49

Epidemiologi Penyakit Graves berdasarkan usia umumnya terjadi pada

kelompok usia menengah antara 30 dan 60 tahun dan 5–10 kali lebih sering pada

wanita. Thyroid eye disease memiliki epidemiologi yang hampir sama dimana
insidensi TED adalah 16 per 100.000 pada wanita dan 2,9 per 100.000 pada pria

dengan epidemiologi terbanyak terjadi pada usia paruh baya.7

Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebanyak 63,6% dari keseluruhan

pasien Penyakit Graves berjenis kelamin perempuan, sedangkan pada kelompok

dengan TED sebanyak 54,8% berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan usia,

pada penelitian ini didapatkan bahwa usia keseluruhan paling banyak berusia 40-

49 tahun (31.8%) diikuti kelompok usia 30-39 tahun (27.3%). Hampir sama

dengan keseluruhan sampel pada penelitian ini, usia terbanyak pada kelompok

dengan TED adalah kelompok usia 40-49 tahun (32.3% diikuti dengan kelompok

usia 30-39 tahun (25.8). Kedua karakteristik ini tidak memiliki perbedaan yang

signifikan pada kelompok dengan TED atau tanpa TED, hal ini dapat disebabkan

karena adanya persamaan epidemiologi berdasarkan jenis kelamin dan usia pada

Penyakit Graves dan TED.

Pada penelitian yang dilakukan oleh T. J. Cawood didapatkan merokok

meningkatkan risiko TED sebanyak 7-8 kali dan mengurangi efektivitas

pengobatan. Merokok menjadi faktor risiko utama dari TED yang dapat

dimodifikasi. Resiko TED secara signifikan lebih tinggi daripada risiko Penyakit

Graves pada penderita yang merokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Dawn D. dkk, Merokok juga dapat mempengaruhi kejadian, tingkat keparahan,

dan respons terapi pengobatan pada TED. Penderita penyakit Graves yang

merokok memiliki risiko terjadinya TED lima kali lebih besar dibandingkan

dengan penderita Graves yang bukan perokok. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Bartley GB dan T. Cawood . dkk. keterlibatan orbital pada


penderita Penyakit Graves yang merokok meningkat sebanyak 3 kali lipat lebih

tinggi dibanding penderita Penyakit Graves yang tidak merokok dan

menyebabkan oftalmopati yang lebih parah dan berkepanjangan. Merokok juga

dapat menurunkan efektifitas terapi dan efektivitas radiasi orbita dan terapi

glukokortikoid. Tingkat keparahan TED berhubungan dengan jumlah rokok yang

dihisap per hari, perokok berat, jenis rokok yang digunakan. Berhenti merokok

dapat menjadi salah satu cara pencegahan terjadinya TED pada pasien dengan

penyakit Graves.3, 7, 51, 52, 54

Pada penelitian ini didapatkan bahwa merokok merupakan faktor risiko

yang bermakna berdasarkan statistik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa

terdapat perbedaan persentase yang signifikan secara statistik antara variabel

kelompok pasien dengan TED dan tanpa TED. Hal ini menunjukan bahwa

merokok merupakan faktor risiko terjadi TED dibandingkan dengan penderita

Penyakit Graves yang tidak merokok. Pada penelitian ini gejala yang paling

banyak adalah adanya proptosis dan gangguan gerak bola mata hal ini sesuai

dengan teori bahwa TED akan mengenai otot-otot ekstraokuler maupun jaringan

orbital lainnya, sehingga muncul keluhan tersebut.

Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan jumlah rokok yang

digunakan per hari dan tingkat keparahan. Hal tersebut terjadi baik pada perokok

aktif, maupun perokok pasif dari orang sekitarnya. Pfeilschifter dan Ziegler dkk

yang membagi perokok aktif menurut tingkat keparahan merokok: 1–10 batang /

hari, 11-20 batang / hari, dan >20 batang / hari menemukan bahwa terdapat

hubungan resiko terjadinya proptosis dengan peningkatan jumlah merokok.3, 49


Jumlah merokok pada penelitian ini memiliki perbedaan yang signifikan

pada kelompok Graves disease dengan TED dan tanpa TED. Hal tersebut

menunjukan bahwa terdapat hubungan antara jumlah rokok yang digunakan per

hari dan kejadian TED pada Penyakit Graves. Selain itu terdapat hubungan antara

jenis rokok yang digunakan dan status merokok dengan kejadian TED, meskipun

tidak terdapat perbedaan persentase antara jenis rokok kretek dan filter dan pada

status merokok aktif dan pasif. Jenis rokok pada penelitian ini di dapatkan hasil

yang bermakna secara statistik. Rokok kretek dan rokok filter memiliki

kandungan tembakau, saat di konsumsi maka akan menghasilkan hidroksi sianida

yang nantinya akan menjadi tiosianat yang akan berpengaruh terhadap kejadian

TED. Jadi baik rokok kretek maupun rokok filter dapat menjadi faktor risiko

terjadinya TED. Adanya hubungan kuat merokok dengan perkembangan TED,

terdapat suatu mekanisme bagaimana merokok mempengaruhi TAO adalah

terjadinya pembentukan radikal superoksida dan hipoksia jaringan. Radikal

superoksida dapat menginduksi orbital fibroblas dari pasien dengan TED dan asap

rokok mengandung atau dapat menghasilkan berbagai oksidan dan radikal bebas.

Hipoksia jaringan (5% CO2 dan 95% N2) juga dapat merangsang fibroblas

orbital, baik untuk berproliferasi dan mensintesis GAG.3 Saat ini belum ada

penelitian yang menjelaskan apakah ada perbedaan yang signifikan antara rokok

kretek dan rokok filter terhadap kejadian TED. Namun sudah di buktikan bahwa

tembakau dapat menjadi faktor risiko terjadinya TED.

Hasil laboratorium pada penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 67.7%

pasien memiliki nilai FT4 yang meningkat dengan sebanyak 77.4% memiliki nilai
TSH yang menurun. Terdapat 32.3% pasien yang memiliki nilai FT4 yang normal

dan rendah. Pasien tersebut diduga memiliki nilai yang sudah normal atau turun

disebabkan karena adanya gap antara waktu pemeriksaan dan terapi yang sudah

diberikan sebelumnya.

Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain adalah teknik penelitian yang

menggunakan wawancara langsung terhadap penderita dapat menimbulkan recall

bias. Keterbatasan lainnya adalah kami tidak memiliki tentang faktor lingkungan

lainnya, seperti stres, dan infeksi.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya TED pada pasien

hipertiroid

5.2 Saran
Untuk mendapatkan berapa besar faktor risiko merokok dapat dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk faktor risiko merokok terhadap terjadinya TED.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System.
San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. Volume 7, 2017-
2018: hal 95-104
2. Dawn D. Yang, Mithra O. Gonzalez, Vikram D. Durairaj. Medical
Management of Thyroid Eye Disease . January 2011, 25(1): 3–13.
3. T. J. Cawood. Smoking and Thyroid-Associated Ophthalmopathy: A Novel
Explanation of the Biological Link . Volume 92, January 2007, hal 59–64
4. Cheng ACO. Thyroid associated ophthalmopathy: a neuro-ophthalmologist’s
perspective. HKJ Ophthalmol. 15(1), 2011: hal 30–34.
5. Bartley GB. The epidemiologic characteristics and clinical course of
ophthalmopathy associated with autoimmune thyroid disease in Olmsted
County, Minnesota. Trans Am Ophthalmol Soc. 1994;92:477–588
6. Y. S. Hussain, J. C. Hookham,A. Allahabadia, and S. P. Balasubramanian.
Epidemiology, management and outcomes of Graves’ disease—real life data.
2017; 56(3): 568–578.
7. McAlinden C. An overview of thyroid eye disease. December 2014;1(9).
8. Cawood T,Moriarty P, O’Shea.D. 2004 Recent developments in thyroid eye
disease. 2004 Aug 14; 329(7462): 385–390.
9. Fatourechi V. Pretibial myxedema: Pathophysiology and treatment options.
Am J Clin Dermatol. 2005; 6:295–309.
10. A Sadeghi-Tari, M Jamshidian-Tehrani, A Nabavi, S Sharif-Kashani, E
Elhami, N Hassanpour, and K Ameli Zamani. Effect of smoking on
retrobulbar blood flow in thyroid eye disease. December 2016; 30(12): 1573–
1578.
11. Sawicka-Gutaj, Paweł Gutaj, Jerzy Sowiński, Ewa Wender-Ożegowska,
Agata Czarnywojtek, Jacek Brązert, Marek Ruchała . Influence of cigarette
smoking on thyroid gland. 2014;65(1):54-62
12. Prummel MF,Wiersinga WM. Smoking and risk of Graves’ disease. 1993 Jan
27;269(4):479-82.
13. Riset Kesehatan Dasar : 51.1 percent of Indonesians are Active Smokers". 6
Februari 2015.
14. Robert H Janigian Jr. American Asociation of Ophtalmology, Parts of the Eye
Dec. 21, 2018
15. Caleb L. Shumway; Mahsaw Motlagh; Matthew Wade. Anatomy, Head and
Neck, Eye Extraocular Muscles. June 26, 2019.
16. Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, et al. The Actions and Innervation of
Extraocular Muscles.2nd edition. 2001.
17. Matthew Hoffman, MD. Human Anatomy. Picture of the Thyroid. 2014
18. Robbins and Cotran. Dasar patofisiologi penyakit. Edisi 7. 2002.
19. The Thyroid Gland Anatomy and Physiology II the Regents of University of
Michigan Medical School. 2012
20. Boron, WF; Boulpaep. Medical physiology. 2nd ed. 2012. hal. 1052.
21. Hall, John . Buku teks fisiologi medis Guyton dan Hall. Edis ke 12. 2011
22. Nikita Patil; Anis Rehman; Ishwarlal Jialal. Hypothyroidism. February 20,
2020.
23. Taylor PN, Albrecht D, Scholz A, Gutierrez-Buey G, Lazarus JH, Dayan CM,
Okosieme OE. Global epidemiology of hyperthyroidism and
hypothyroidism. Nat Rev Endocrinol. 2018 May;14(5):301-316
24. Simone De Leo. Hipertiroidisme 2016 Aug 27; 388(10047): 906–918.
25. Jameson JL, DeGroot LJ. Endocrinology adult and pediatric: the thyroid
gland. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2013
26. Hye Rim Chung, MD . Iodine and thyroid function 2014 Mar; 19(1): 8–12.
Published online 2014 Mar 31.
27. Greenspan FS dan Gardner DG. Basic and Clinical Endocrinology. Endocrine
Autoimmunity. 2004. 2.
28. Creswell J Eastman, M.D. and Michael B Zimmermann, M.D. The Iodine
Deficiency Disorders. February 6, 2018.
29. Colm McAlinden. An overview of thyroid eye disease. 2014 Dec 10.
30. Rebecca S. Bahn, M.D. Graves’ Ophthalmopathy 2010 Feb 25; 362(8):
726– 738.
31. Fatourechi V. Pretibial myxedema: pathophysiology and treatment options.
Am J Clin Dermatol. 2005; 6:295–309.
32. Naik VM, Naik MN, Goldberg RA, Smith TJ, Douglas RS.
Immunopathogenesis of thyroid eye disease: emerging paradigms. Surv
Ophthalmol. 2010;55:215–226
33. Tan, Nicholas YQ; Leong, Yuan-Yuh; Lang, Stephanie S.;Htoon, Zin
M.; Young, Stephanie M.; Sundar, Gangadhara . "Radiologic Parameters of
Orbital Bone Remodeling in Thyroid Eye DiseaseOrbital Bone Remodeling
in Thyroid Eye Disease" . Investigative Ophthalmology & Visual Science .
(2017-05-01). 58(5): 2527–2533.
34. Heufelder AE . Pathogenesis of ophthalmopathy in autoimmune thyroid
disease. 2000 Jan; 1 (1-2): 87-95.
35. Shan SJ, Douglas RS. The pathophysiology of thyroid eye disease. 2014
Jun;34(2):177-85
36. Smith TJ, Bahn RS, Gorman CA. Connective tissue, glycosaminoglycans,
and diseases of the thyroid. Endocr Rev. 1989; 10:366–91.
37. Crisp MS, Lane C, Halliwell M, Wynford-Thomas D, Ludgate M.
Thyrotropin receptor transcripts in human adipose tissue. 1997;82:2003–5.
38. Dawn D. Yang, Mithra O. Gonzalez, and Vikram D. Durairaj. Medical
management of thyroid eye disease . 2011 Jan; 25(1): 3–13.
39. "Research: 51.1 percent of Indonesians are Active Smokers". 6 Februari
2015.
40. Patricia Richter, PhD, Terry Pechacek, PhD, Monica Swahn,
.
PhD, and Victoria Wagman, MA Reducing Levels of Toxic Chemicals in
Cigarette Smoke: A New Healthy People 2010 Objective 2008 Jan-Feb;
123(1): 30–38
41. https://www.alodokter.com/9-kandungan-rokok-yang-berefek-mengerikan-
untuk-tubuh
42. Su-jin Kim, Min Joo Kim, Sang Gab Yoon, Jun Pyo Myong, Hyeong Won
Yu, Young Jun Chai, June Young Choi & Kyu Eun Lee Impact of smoking
on thyroid gland: dose-related effect of urinary cotinine levels on thyroid
function and thyroid autoimmunity. 12 March 2019
43. Gerasimos E Krassas and Wilmar Wiersinga. Smoking and autoimmune
thyroid disease: the plot thickens in European Journal of Endocrinology june
2006. Hal 777-780
44. Steinmaus C, Miller MD, Cushing L, Blount BC, Smith AH. Combined
effects of perchlorate, thiocyanate, and iodine on thyroid function in the
National Health and Nutrition Examination Survey 2007-08. Environ Res.
2013;123:17-24.
45. Mary Shomon. Smoking and Thyroid Disease.The habit can increase your
risk of a thyroid issue – and make one worse. February 14, 2020
46. Bertelsen JB, Hegedüs L. Cigarette smoking and the thyroid.1994
Fall;4(3):327-31.
47. Yatan Pal Singh Balhara, Koushik Sinha Deb. Impact of tobacco on thyroid
function. 2014 (11) Hal : 6-16
48. Utiger, R. D. Cigarette Smoking and the Thyroid. New England Journal of
Medicine. 1995. 333(15), 1001–1002.
49. Thornton J, Kelly SP, Harrison RA. Cigarette smoking and thyroid eye
disease : a systematic review. 2007;(September 2006):1135–45.
50. Kadrmas EF, Jacobsen SJ, Ilstrup DM, Garrity JA, Gorman CA. Clinical
Features of Graves’ Ophthalmopathy in an Incidence Cohort. Am J
Ophthalmol [Internet]. 1996;121(3):284–90. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S0002-9394(14)70276-4
51. Nabavi A, Elhami E, Hassanpour N, Zamani KA. Effect of smoking on
retrobulbar blood fl ow in thyroid eye disease. 2016;(August):1573–8.
52. Vestergaard P. Smoking and thyroid disorders – a meta-analysis. 2002;
53. Antonelli A, Section I, Ferrari SM. Best Practice & Research Clinical
Endocrinology & Metabolism Graves ’ disease : Epidemiology , genetic and
environmental risk factors and viruses. 2020;34.
54. Eckstein A, Quadbeck B, Mueller G, Rettenmeier AW, Hoermann R, Mann
K, et al. Impact of smoking on the response to treatment of thyroid associated
ophthalmopathy. 2003;(1):773–6.
56
riwayat yg sama di keluarga pendidikan
mr_name tidak = 1 ya = 2 sd = 1 smp =2 sma= 3 diploma = 4 s = 5
ADE TUTI 1 1
POPI PATMAWATI 1 3
AI MINTARSIH 1 1
ASEP RUSTAYA 1 3
RINI SUHARTINI 1 3
SARFENI ENDAPRAWATI 1 5
AGUS YUHONO 1 1
WILDAYANTI BINTI INA 1 3
YAYAN MULYANA 1 2
KANANG BIN UCA 1 1
WIWIN WIDANINGSIH 1 3
HUMAIDI BIN BUSTOM 2 3
IRNA SRI RAHAYU 1 3
SUPARMAN BIN SUDIANA 1 3
SOBARI BIN DIDI 1 2
SANDY SURAHMAN 1 3
KARIN KARINA 1 5
NUNIK HAMDAYANI 1 3
JEFRISTON 1 3
NENGSIH 1 1
SINTA KOMALA 1 5
YANI HARYANI 1 1
LILIS SURYANI 1 1
CHRIS TREVOR 1 3
LIA YULIANA 1 3
JAJA BIN SATIBI 1 2
IIN ARLINAH 1 3
UJI BIN SATIJA 1 3
AGUS MULUDIN 1 1
ROHAETI 1 2
SRI RAHAYU 1 2
isah aisah 1 1
ny. Ai eeng suhaenah 1 2
nu. Nurhayati 2 3
lo wie on 2 3
RINI SUHARTINI 1 3
aam tibara 1 1
humaidi 1 1
priani malaka 1 2
tati sukaesih 1 3
yuliah 1 2
syarif hidayat 1 3
margaretha 1 3
berlania 1 5
suhartini 1 1
domasi 1 5
een ernawati 1 3
asep saepudin 1 3
masleha 1 3
tuti sumiati 1 3
mega nopianti 1 3
benhard latuminasse 1 1
sumiati 2 2
aep sutrisno 1 2
didit purwoko 1 5
suci madinaningsih 1 4
yeni dwi maryani 1 3
siti romlah 1 2
kurnianingsih 1 5
yuni retno 1 3
hutomo 1 3
selamet 1 3
marini 1 3
imas hayati 1 3
engkom 1 1
asep anwar 1 3

ya =62 sd=14
tidak = 4 smp=11
sma=33
D=1
S =7
usia kelamin jml rokok
<29 = 1 30-39 = 2 41-50 = 3 51-59 = 4 >60 = 5 pria = 1 wanita 2 tidak=1 1-10 btg = 2 11-20 btg=3 >20=4
4 2 3
1 2 1
5 2 1
4 1 2
2 2 4
3 2 1
5 1 3
1 2 3
3 1 3
5 1 4
2 2 1
3 1 4
1 2 3
3 1 3
2 1 4
1 1 3
3 2 3
2 2 3
3 1 3
3 2 4
2 2 2
3 1 2
2 2 2
2 1 4
1 2 3
4 1 4
3 2 3
4 1 3
4 1 2
3 2 3
2 2 2
3 2 2
1 2 1
2 2 2
2 2 1
2 2 4
5 1 3
3 1 3
5 2 1
2 2 2
4 2 1
3 1 3
3 2 4
3 2 3
5 2 1
2 1 2
3 2 1
5 1 2
4 2 4
3 2 1
1 2 3
2 1 1
2 2 1
4 1 1
3 1 2
3 2 1
3 2 1
2 2 1
4 2 1
1 2 1
2 1 1
4 1 4
4 2 3
4 2 3
3 2 1
2 1 3

<29=8 prian =24 tidak = 21


30-39=18 wanita=42 1-10 = 11
40-49=21 11-20 = 23
50-59=12 >20=11
>60=7
jenis rokok merokok HT DM awal diagnosis
tidak=1 filter = 2 kretek =3 tidak = 1 ya = 2 ya = 2 tidak = 1 ya = 2 tidak=1 <5 th = 1 5-10=2 >10=3
3 2 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 2 2 1
2 2 1 1 1
3 2 1 1 1
1 1 1 1 1
3 2 2 1 2
2 2 1 1 1
3 2 1 1 1
3 2 1 1 1
1 1 1 1 1
2 2 1 2 1
2 2 1 1 1
3 2 1 1 1
2 2 1 1 1
2 2 1 1 1
3 2 2 1 1
2 2 2 1 3
2 2 1 1 1
3 2 2 1 1
3 2 1 1 2
2 2 1 1 1
2 2 1 1 2
2 2 1 1 1
3 2 1 1 1
3 2 2 2 1
2 2 2 1 1
3 2 1 1 1
3 2 1 1 1
2 2 1 1 1
3 2 1 1 1
3 2 1 1 1
1 1 1 2 1
2 2 2 2 1
1 1 1 1 1
3 2 1 1 1
3 2 1 1 1
3 2 2 1 2
1 1 1 1 3
3 2 1 1 1
1 1 1 2 1
3 2 1 1 1
2 2 1 1 1
3 2 2 1 1
1 1 2 1 3
3 2 1 1 2
1 1 1 1 1
2 2 1 1 1
3 2 2 2 1
1 1 2 1 1
2 2 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
2 2 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1 2
1 1 1 1 2
1 1 1 1 3
1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
3 2 1 1 1
2 2 1 1 1
2 2 1 1 1
1 1 1 1 2
2 2 1 1 1

tidak=21 ya =45 tidak =13 ya = 7 <5 th=54


putih=21 tidak=21 ya=53 tidak = 59 5-10=8
kretek=24 >10=4
FT4 TSH TED Status terpapar asap rokok
naik =1 normal=2 turun = 3 naik =1 normal=2 turun = 3 ya = 1 Tidak = 0 tidak=0 aktif =1 pasif = 2
1 3 1 2
1 3 1 0
2 1 1 0
1 3 1 1
1 3 1 2
3 1 1 0
3 3 1 1
1 3 1 2
2 1 1 1
1 3 1 1
2 3 1 0
1 3 1 1
1 3 1 2
2 3 1 1
2 2 1 1
1 3 1 1
1 3 1 2
1 2 1 2
1 3 1 1
2 3 1 2
1 3 1 2
1 3 1 2
2 1 1 2
1 3 1 1
1 3 1 2
1 3 1 1
1 3 1 2
1 3 1 2
2 3 1 2
2 2 1 2
1 3 1 2
2 3 0 2
2 2 0 0
2 2 0 2
2 3 0 0
1 3 0 2
2 2 0 1
1 3 0 1
2 3 0 0
2 3 0 2
2 3 0 0
1 3 0 1
1 3 0 2
1 3 0 2
2 2 0 0
1 3 0 1
1 3 0 0
2 2 0 1
1 3 0 1
1 3 0 0
2 2 0 2
2 2 0 0
2 2 0 0
2 3 0 0
2 2 0 1
2 1 0 0
1 3 0 0
1 3 0 0
2 1 0 0
2 2 0 0
1 3 0 0
1 3 0 1
2 2 0 2
3 3 0 2
1 3 0 0
1 3 0 1

naik=36 naik=6 ya = 31 tidak 35 tidak = 21


normal=16 normal=15 aktif=20
turun=3 turun=45 pasif=25
62

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Jenis Kelamin * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Pendidikan * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Riwayat yang sama di 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
keluarga * Kelompok

Usia * Kelompok Crosstabulation


Kelompok Total
All
Count 8 8
<29 tahun
% within Kelompok 12.1% 12.1%
Count 18 18
30-39 tahun
% within Kelompok 27.3% 27.3%
Count 21 21
Usia 40-49 tahun
% within Kelompok 31.8% 31.8%
Count 12 12
50-59 tahun
% within Kelompok 18.2% 18.2%
Count 7 7
>60 tahun
% within Kelompok 10.6% 10.6%
Count 66 66
Total
% within Kelompok 100.0% 100.0%

Jenis Kelamin * Kelompok Crosstabulation


Kelompok Total
All
Count 24 24
Laki-laki
% within Kelompok 36.4% 36.4%
Jenis Kelamin
Count 42 42
Perempuan
% within Kelompok 63.6% 63.6%
Count 66 66
Total
% within Kelompok 100.0% 100.0%
Pendidikan * Kelompok Crosstabulation
Kelompok Total
All
Count 14 14
SD
% within Kelompok 21.2% 21.2%
Count 11 11
SMP
% within Kelompok 16.7% 16.7%
Count 33 33
Pendidikan SMA
% within Kelompok 50.0% 50.0%
Count 1 1
Diploma
% within Kelompok 1.5% 1.5%
Count 7 7
Sarjana
% within Kelompok 10.6% 10.6%
Count 66 66
Total
% within Kelompok 100.0% 100.0%

Riwayat yang sama di keluarga * Kelompok Crosstabulation


Kelompok Total
All
Count 4 4
Ya
Riwayat yang sama di % within Kelompok 6.1% 6.1%
keluarga Count 62 62
Tidak
% within Kelompok 93.9% 93.9%
Count 66 66
Total
% within Kelompok 100.0% 100.0%
Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Jenis Kelamin * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Pendidikan * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Riwayat yang sama di 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
keluarga * Kelompok

Usia * Kelompok

Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 5 3 8
<29 tahun Expected Count 3.8 4.2 8.0

% within Kelompok 16.1% 8.6% 12.1%

Count 8 10 18

30-39 tahun Expected Count 8.5 9.5 18.0

% within Kelompok 25.8% 28.6% 27.3%

Count 10 11 21

Usia 40-49 tahun Expected Count 9.9 11.1 21.0

% within Kelompok 32.3% 31.4% 31.8%

Count 5 7 12

50-59 tahun Expected Count 5.6 6.4 12.0

% within Kelompok 16.1% 20.0% 18.2%

Count 3 4 7

>60 tahun Expected Count 3.3 3.7 7.0

% within Kelompok 9.7% 11.4% 10.6%


Count 31 35 66

Total Expected Count 31.0 35.0 66.0


% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-


sided)

Pearson Chi-Square 1.007a 4 .909


Likelihood Ratio 1.011 4 .908
Linear-by-Linear Association .467 1 .494
N of Valid Cases 66

a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 3.29.

Jenis Kelamin * Kelompok

Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 14 10 24

Laki-laki Expected Count 11.3 12.7 24.0


45.2% 28.6% 36.4%
% within
Jenis Kelamin 17 25 42
Kelompok Count
19.7 22.3 42.0
Perempuan Expected Count
54.8% 71.4% 63.6%
% within 31 35 66
Kelompok Count 31.0 35.0 66.0
Total Expected Count 100.0% 100.0% 100.0%
% within Kelompok

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


(2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.955a 1 .162


Continuity Correctionb 1.304 1 .253
Likelihood Ratio 1.960 1 .161
Fisher's Exact Test .204 .127
Linear-by-Linear Association 1.926 1 .165
N of Valid Cases 66

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.27.
b. Computed only for a 2x2 table
Pendidikan * Kelompok

Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 8 6 14

SD Expected Count 6.6 7.4 14.0


25.8% 17.1% 21.2%
% within
5 6 11
Kelompok Count
5.2 5.8 11.0
SMP Expected Count
16.1% 17.1% 16.7%
% within
15 18 33
Kelompok Count 15.5 17.5 33.0
Pendidikan SMA Expected Count 48.4% 51.4% 50.0%
% within 0 1 1

Kelompok Count .5 .5 1.0


0.0% 2.9% 1.5%
Diploma Expected Count
3 4 7
% within
3.3 3.7 7.0
Kelompok Count
9.7% 11.4% 10.6%
Sarjana Expected Count 31 35 66
% within 31.0 35.0 66.0
Kelompok Count 100.0% 100.0% 100.0%

Total Expected Count


% within Kelompok

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-


sided)

Pearson Chi-Square 1.555a 4 .817


Likelihood Ratio 1.938 4 .747
Linear-by-Linear Association .629 1 .428
N of Valid Cases 66

a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .47.
Riwayat yang sama di keluarga * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 1 3 4

Ya Expected Count 1.9 2.1 4.0


3.2% 8.6% 6.1%
Riwayat yang sama % within
30 32 62
di keluarga Kelompok Count
29.1 32.9 62.0
Tidak Expected Count
96.8% 91.4% 93.9%
% within 31 35 66
Kelompok Count 31.0 35.0 66.0
Total Expected Count 100.0% 100.0% 100.0%
% within Kelompok

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


(2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square .825a 1 .364


b
Continuity Correction .153 1 .695
Likelihood Ratio .868 1 .351
Fisher's Exact Test .616 .354
Linear-by-Linear Association .813 1 .367
N of Valid Cases 66

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.88.
b. Computed only for a 2x2 table

NPar Tests
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Frequencies
Kelompok N
Dengan TED 31
Usia Tanpa TED 35

Total 66
Dengan TED 31

Pendidikan Tanpa TED 35


Total 66
Test Statisticsa
Usia Pendidikan
Absolute .076 .087
Most Extreme Differences Positive .000 .000

Negative -.076 -.087


Kolmogorov-Smirnov Z .306 .351
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 1.000

a. Grouping Variable: Kelompok

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Hipertensi * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Diabetes Mellitus * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%

Hipertensi * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 7 6 13

Ya Expected Count 6.1 6.9 13.0


22.6% 17.1% 19.7%
% within
Hipertensi 24 29 53
Kelompok Count
24.9 28.1 53.0
Tidak Expected Count
77.4% 82.9% 80.3%
% within 31 35 66
Kelompok Count 31.0 35.0 66.0
Total Expected Count 100.0% 100.0% 100.0%
% within Kelompok
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


(2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square .307a 1 .579


b
Continuity Correction .060 1 .807
Likelihood Ratio .307 1 .580
Fisher's Exact Test .758 .402
Linear-by-Linear Association .303 1 .582
N of Valid Cases 66

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.11.
b. Computed only for a 2x2 table

Diabetes Mellitus *
Kelompok Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 3 4 7

Ya Expected Count 3.3 3.7 7.0


9.7% 11.4% 10.6%
% within
Diabetes Mellitus 28 31 59
Kelompok Count
27.7 31.3 59.0
Tidak Expected Count
90.3% 88.6% 89.4%
% within 31 35 66
Kelompok Count 31.0 35.0 66.0
Total Expected Count 100.0% 100.0% 100.0%
% within Kelompok

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


(2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square .053a 1 .818


b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .053 1 .817
Fisher's Exact Test 1.000 .569
Linear-by-Linear Association .052 1 .819
N of Valid Cases 66

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.29.
b. Computed only for a 2x2 table

Explore Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Dengan TED 31 100.0% 0 0.0% 31 100.0%
Awal Diagnosis (minggu)
Tanpa TED 35 100.0% 0 0.0% 35 100.0%

Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
Mean 108.0000 33.90134

95% Confidence Interval for Lower Bound 38.7642

Mean Upper Bound 177.2358


77.3369
5% Trimmed Mean
52.0000
Median
35628.333
Variance
188.75469
Dengan TED Std. Deviation 1.00
Minimum 988.00
Maximum 987.00

Range 148.00
3.700 .421
Interquartile
16.168 .821
Range Skewness
166.3714 37.20933
Kurtosis
Awal Diagnosis (minggu) 90.7530
Mean 241.9899
95% Confidence Interval for Lower Bound 134.7857
Mean Upper Bound 104.0000

5% Trimmed Mean 48458.711


220.13339
Median
2.00
Variance
988.00
Tanpa TED Std. Deviation
986.00
Minimum 156.00
Maximum 2.457 .398
Range 6.211 .778

Interquartile
Range Skewness
Kurtosis
Tests of Normality

Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk


Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Dengan TED .326 31 .000 .551 31 .000
Awal Diagnosis (minggu)
Tanpa TED .319 35 .000 .671 35 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Nonparametric Tests

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
FT4 * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
TSH * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Terapi * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%

FT4 * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 21 15 36

Naik Expected Count 16.9 19.1 36.0


67.7% 42.9% 54.5%
% within
8 19 27
Kelompok Count
12.7 14.3 27.0
FT4 Normal Expected Count
25.8% 54.3% 40.9%
% within
2 1 3
Kelompok Count 1.4 1.6 3.0
Turun Expected Count 6.5% 2.9% 4.5%
% within 31 35 66

Kelompok Count 31.0 35.0 66.0


100.0% 100.0% 100.0%
Total Expected Count
% within Kelompok
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-


sided)

Pearson Chi-Square 5.593a 2 .061


Likelihood Ratio 5.716 2 .057
Linear-by-Linear Association 2.153 1 .142
N of Valid Cases 66

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 1.41.

TSH * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 4 2 6

Naik Expected Count 2.8 3.2 6.0


12.9% 5.7% 9.1%
% within
3 12 15
Kelompok Count
7.0 8.0 15.0
TSH Normal Expected Count
9.7% 34.3% 22.7%
% within
24 21 45
Kelompok Count 21.1 23.9 45.0
Turun Expected Count 77.4% 60.0% 68.2%
% within 31 35 66

Kelompok Count 31.0 35.0 66.0


100.0% 100.0% 100.0%
Total Expected Count
% within Kelompok

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
a
Pearson Chi-Square 6.046 2 .049
Likelihood Ratio 6.420 2 .040
Linear-by-Linear Association .400 1 .527
N of Valid Cases 66

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.82.

Terapi * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 18 30 48

Ya Expected Count 22.5 25.5 48.0


58.1% 85.7% 72.7%
% within
Terapi 13 5 18
Kelompok Count
8.5 9.5 18.0
Tidak Expected Count
41.9% 14.3% 27.3%
% within 31 35 66
Kelompok Count 31.0 35.0 66.0
Total Expected Count 100.0% 100.0% 100.0%
% within Kelompok

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


(2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square 6.336a 1 .012


b
Continuity Correction 5.019 1 .025
Likelihood Ratio 6.472 1 .011
Fisher's Exact Test .015 .012
Linear-by-Linear Association 6.240 1 .012
N of Valid Cases 66

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.45.
b. Computed only for a 2x2 table

NPar Tests

Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Frequencies
Kelompok N
Dengan TED 31
FT4 Tanpa TED 35

Total 66
Dengan TED 31

TSH Tanpa TED 35


Total 66
Test Statisticsa
FT4 TSH
Absolute .249 .174
Most Extreme Differences Positive .036 .174

Negative -.249 -.072


Kolmogorov-Smirnov Z 1.009 .706
Asymp. Sig. (2-tailed) .261 .701

a. Grouping Variable: Kelompok

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Awal Diagnosis (minggu) * 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Kelompok

Awal Diagnosis (minggu) * Kelompok Crosstabulation


Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 27 27 54
<5 tahun Expected Count 25.4 28.6 54.0

% within Kelompok 87.1% 77.1% 81.8%


Count 3 5 8

Awal Diagnosis (minggu) 5-10 Expected Count 3.8 4.2 8.0


tahun
% within Kelompok 9.7% 14.3% 12.1%

Count 1 3 4

>10 tahun Expected Count 1.9 2.1 4.0

% within Kelompok 3.2% 8.6% 6.1%


Count 31 35 66
Total Expected Count 31.0 35.0 66.0
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-


sided)

Pearson Chi-Square 1.262a 2 .532


Likelihood Ratio 1.309 2 .520
Linear-by-Linear Association 1.243 1 .265
N of Valid Cases 66

a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 1.88.

NPar Tests
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Frequencies
Kelompok N
Dengan TED 31
Awal Diagnosis (minggu) Tanpa TED 35
Total 66

Test Statisticsa
Awal Diagnosis
(minggu)

Absolute .100
Most Extreme Differences Positive .000

Negative -.100
Kolmogorov-Smirnov Z .404
Asymp. Sig. (2-tailed) .997

a. Grouping Variable: Kelompok


Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Merokok * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Jumlah Rokok * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Jenis Rokok * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Status Merokok * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Merokok * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 27 18 45

Ya Expected Count 21.1 23.9 45.0


87.1% 51.4% 68.2%
% within
Merokok 4 17 21
Kelompok Count
9.9 11.1 21.0
Tidak Expected Count
12.9% 48.6% 31.8%
% within 31 35 66
Kelompok Count 31.0 35.0 66.0
Total Expected Count 100.0% 100.0% 100.0%
% within Kelompok

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


(2- sided) (2- sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 9.641 1 .002
Continuity Correctionb 8.067 1 .005
Likelihood Ratio 10.231 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 9.495 1 .002
N of Valid Cases 66

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.86.
b. Computed only for a 2x2 table
Jumlah Rokok * Kelompok

Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 7 4 11
>20 batang Expected Count 5.2 5.8 11.0

% within Kelompok 22.6% 11.4% 16.7%

Count 15 8 23

11-20 batang Expected Count 10.8 12.2 23.0

% within Kelompok 48.4% 22.9% 34.8%


Jumlah Rokok
Count 5 6 11

1-10 batang Expected Count 5.2 5.8 11.0

% within Kelompok 16.1% 17.1% 16.7%

Count 4 17 21

Tidak Expected Count 9.9 11.1 21.0

% within Kelompok 12.9% 48.6% 31.8%


Count 31 35 66
Total Expected Count 31.0 35.0 66.0
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-


sided)

Pearson Chi-Square 10.885a 3 .012


Likelihood Ratio 11.504 3 .009
Linear-by-Linear Association 9.399 1 .002
N of Valid Cases 66

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 5.17.
Jenis Rokok * Kelompok

Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 14 10 24

Kretek Expected Count 11.3 12.7 24.0


45.2% 28.6% 36.4%
% within
13 8 21
Kelompok Count
9.9 11.1 21.0
Jenis Rokok Filter Expected Count
41.9% 22.9% 31.8%
% within
4 17 21
Kelompok Count 9.9 11.1 21.0
Tidak Expected Count 12.9% 48.6% 31.8%
% within 31 35 66

Kelompok Count 31.0 35.0 66.0


100.0% 100.0% 100.0%
Total Expected Count
% within Kelompok

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-


sided)

Pearson Chi-Square 9.698a 2 .008


Likelihood Ratio 10.291 2 .006
Linear-by-Linear Association 6.504 1 .011
N of Valid Cases 66

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 9.86.

Status Merokok *
Kelompok Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 11 9 20

Aktif Expected Count 9.4 10.6 20.0


35.5% 25.7% 30.3%
% within
16 9 25
Kelompok Count
11.7 13.3 25.0
Status Merokok Pasif Expected Count
51.6% 25.7% 37.9%
% within
4 17 21
9.9 11.1 21.0
Kelompok Count
12.9% 48.6% 31.8%
Expected Count
Tidak 31 35 66
% within
31.0 35.0 66.0
Kelompok Count 100.0% 100.0% 100.0%
Expected Count
Total
% within Kelompok

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-


sided)
a
Pearson Chi-Square 10.002 2 .007
Likelihood Ratio 10.606 2 .005
Linear-by-Linear Association 5.383 1 .020
N of Valid Cases 66

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 9.39.

Logistic Regression
Case Processing Summary
a
Unweighted Cases N Percent
Included in Analysis 66 100.0
Selected Cases Missing Cases 0 .0

Total 66 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 66 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of


cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Dengan TED 0
Tanpa TED 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed Predicted
Kelompok Percentage
Dengan TED Tanpa TED Correct

Dengan TED 0 31 .0
Kelompok
Step 0 Tanpa TED 0 35 100.0
53.0
Overall Percentage
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .121 .247 .242 1 .623 1.129

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Merokok 9.641 1 .002
jmlrokok 9.543 1 .002
Variables
6.605 1 .010
Step 0 jenisrokok
5.466 1 .019
statusMerokok
11.057 4 .026
Overall Statistics
Block 1: Method = Backward Stepwise (Wald)

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step 11.715 4 .020
Step 1 Block 11.715 4 .020

Model 11.715 4 .020


Step -.082 1 .774
a
Step 2 Block 11.633 3 .009
Model 11.633 3 .009
Step -.639 1 .424
a
Step 3 Block 10.994 2 .004
Model 10.994 2 .004
Step -.762 1 .383
a
Step 4 Block 10.231 1 .001
Model 10.231 1 .001

a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-


squares value has decreased from the previous step.

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell Nagelkerke R


R Square Square
a
1 79.538 .163 .217
2 79.620a .162 .216
3 80.259a .153 .205
a
4 81.021 .144 .192

a. Estimation terminated at iteration number 4 because


parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea

Observed Predicted
Kelompok Percentage
Dengan TED Tanpa TED Correct

Dengan TED 26 5 83.9


Kelompok
Step 1 Tanpa TED 15 20 57.1
69.7
Overall Percentage
26 5 83.9
Dengan TED
Kelompok 15 20 57.1
Step 2 Tanpa TED
69.7
Overall Percentage 27 4 87.1
Dengan TED 18 17 48.6
Kelompok
Step 3 Tanpa TED 66.7
Overall Percentage 27 4 87.1
Dengan TED 18 17 48.6
Kelompok
66.7
Step 4 Tanpa TED
Overall Percentage

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)


Lower Upper
Merokok 1.939 1.585 1.496 1 .221 6.952 .311 155.455
jmlrokok .463 .456 1.032 1 .310 1.589 .650 3.881

Step 1a jenisrokok -.178 .622 .082 1 .775 .837 .247 2.833


-.503 .636 .625 1 .429 .605 .174 2.103
statusMerokok
-2.241 .835 7.199 1 .007 .106
Constant
1.683 1.306 1.660 1 .198 5.380 .416 69.556
Merokok .456 .456 1.001 1 .317 1.578 .646 3.857
jmlrokok -.506 .636 .633 1 .426 .603 .174 2.096
Step 2a
statusMerokok -2.226 .833 7.145 1 .008 .108
Constant 1.093 1.077 1.029 1 .310 2.982 .361 24.619
Merokok .383 .443 .748 1 .387 1.467 .616 3.497
-2.272 .829 7.519 1 .006 .103
Step 3a jmlrokok
1.852 .634 8.548 1 .003 6.375 1.842 22.069
Constant
-2.258 .824 7.506 1 .006 .105
Merokok
a
Step 4
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: Merokok, jmlrokok, jenisrokok, statusMerokok.
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Variables jenisrokok .082 1 .775
Step 2a
Overall Statistics .082 1 .775
jenisrokok .090 1 .764
Variables .637 1 .425
Step 3b statusMerokok
.719 2 .698
Overall Statistics
.758 1 .384
jmlrokok
.060 1 .807
Variables jenisrokok .375 1 .540
Step 4c
statusMerokok 1.470 3 .689
Overall Statistics
a. Variable(s) removed on step 2: jenisrokok.
b. Variable(s) removed on step 3: statusMerokok.
c. Variable(s) removed on step 4: jmlrokok.
84

Biodata

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : Laki-laki/perempuan

3. Usia (tahun) :

4. Tingkat Pendidikan :

1. Gejala 6.Jenis rokok


Diplopia a. putih
a. Ya b. kretek
b. Tidak c. campuran
Mata berair 7. Lama Hipertiroidisme
a. Ya
b. Tidak 8. Riwayat keluarga
dengan hipertiroidisme
Mata merah a. Ya
a. Ya b. Tidak
b. Tidak
9. Lama TED
Proptosis
a. Ya
b. Tidak

2.Riwayat merokok
a. Aktif
b. Pasif

3. Aktif (tahun)
a. 0-5 tahun
b. 5-10 tahun
c. >10 tahun

4. Pasif (tahun)
a. 0-5 tahun
b. 5-10 tahun
c. >10 tahun

5. Jumlah rokok yang di konsumsi


a. 1-10 batang
b. 10-20 batang
c. >20 batang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yoyok Nike Subagio

NPM : 131221150505

TTL : Madiun, 2 Januari 1982

Alamat : Komplek Mega Endah Blok F 11, Kelurahan

Karya Mulya Kesambi, Cirebon

Nama Orang Tua : Sanimun

Suparmi

Pendidikan Formal :

1. SD Klecorejo 3, mejayan (1988-1994)

2. SMP Negeri 1 Mejayan (1994-1997)

3. SMA Negeri 1 Mejayan (1997-2000)

4. Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran

Universitas Jenderal Ahmad Yani (2002-2006)

5. Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas

Jenderal Ahmad Yani (2007-2009)

6. Program Pendidikan Dokter Spesialis I, Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran-Pusata Nasional Rumah Sakit

Mata Cicendo, Bandung (2016-2021)


Pengalaman Kerja :

1. Dokter batalyon ARMED 19 Kostrad (2010-2011)

2. Dokter batalyon Infanteri 411 Lintas medan salatiga

3. Dokter Force Protection Company 26 E-2 UNIFIL, Lebanon

4. Dokter Satgas PAMRAHWAN Maluku dan maluku utara

5. Dokter Batalyon Kesehatan 2 Malang

Anda mungkin juga menyukai