OLEH
Yoyok Nike Subagio
NPM : 131221150505
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar
Dokter Spesialis Mata Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata -1
Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata
Oleh
Yoyok Nike Subagio
NPM : 131221150505
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Dokter
Spesialis Mata Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata -1
Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada
tanggal
Seperti tertera di bawah ini
Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., Sp. M(K) dr. Syumarti, Sp. M(K), M.Sc
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Pembimbing 3
i
PERNYATAAN
1. Karya tulis saya ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor) baik
dari Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya
sendiri, tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan dari Tim
Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan naskah
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia dan
rahmatNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter spesialis pada
Mata Cicendo.
Penulis menyampaikan rasa hormat kepada Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E.,
M.SIE selaku Rektor Universitas Padjadjaran Bandung dan Dr. Med. Setiawan,
dr., AIFM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yang telah
Padjadjaran.
selaku Direktur Utama PMN Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, Irayanti,dr.,
Sp.M(K),MARS selaku Direktur Utama dan Dr. Feti Karfiati Memed, dr.,
Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan Pendidikan yang
dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
yang diberikan, serta telah menjadi teladan bagi penulis selama menempuh
pendidikan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang luar biasa penulis sampaikan
kepada Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., SpM(K), selaku pembimbing I dan dr.
Syumarti, Sp. M(K), M.Sc, selaku pembimbing II dan Dr. Hikmat Permana, dr.,
penelitian ini berjalan dengan lancar sampai tahap akhir penyelesaian tesis ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Irawati Irfani, dr.,
Sp.M(K), M.Kes., selaku Ketua Sidang, Susanti Natalya Sirait, dr., SpM(K),
M.Kes selaku penilai, Dr. Shantie F. Boesoerie, dr., SpM(K), selaku penilai dan
dr. Aldiana Halim, SpM(K) yang telah banyak memberikan masukan dan
gagasan sehingga pada akhirnya tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan
terima kasih tak lupa diucapkan kepada seluruh pegawai Poli Rekonstruksi dan
Oculoplasti PMN Rumah Sakit Mata Cicendo dan Ibu Nurvita Trianasari yang
Mumbaryatun, Bapak Ajat Sudrajat, dan Mas Ludfi selaku staf sekretariat dan
yang telah banyak membantu penulis selama masa pendidikan. Terima kasih juga
disampaikan kepada seluruh karyawan PMN Rumah Sakit Mata Cicendo atas
penulis dari angkatan Maret 2016; Viora Rianda Piscaloka, Joan Sherlone T.H.,
Lucky Fitrada, dan Rizki Rahma Nauli, serta kakak-kakak tersayang; Mega
Wulan, Dianita Veulina, Grace Farinthska, Mendy Candella, Niluh Putu Ayu,
Subagio, serta untuk orang tua terkasih dengan segenap adik-adik tercinta;
Sanimun, Suparmi, Erma Budi Susilowati, Rizal Tri Susilo, Nono Sudiono, Siti
Djunaeni, Yudha Perwira Putra, Mirda Tiarasari yang telah memberikan kasih,
kehangatan, tawa, dan doa kepada penulis. Akhir kata, semoga Allah SWT
melimpahkan seluruh karma baik atas semua yang telah diberikan oleh pihak-
Penulis,
LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................i
ABSTRAK..............................................................................................................ii
ABSTRACT............................................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiii
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xiv
HIPOTESIS............................................................................................................6
2.3.1 Premis..................................................................................................32
2.3.2 Hipotesis..............................................................................................32
3.1.2 Sampel.................................................................................................33
4.3 Pembahasan.........................................................................................47
5.1 Simpulan..............................................................................................52
5.2 Saran....................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................53
DAFTAR GAMBAR
Merokok …………………………………........................
DAFTAR LAMPIRAN
Etik………………………………..………………..
Penelitian…………………………………………
Statistik………………………………...………………..
………………………………………...………………..
DAFTAR SINGKATAN
AS : Amerika Serikat
CN : Cranial Nerve
GAG : Glycosaminglycans
GO : Graves Ophthalmopathy
IgG : Imunoglobulin G
T3 : Triiodothyronine
T4 : Tiroksin
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ophthalmopathy (GO) atau Thyroid Eye Disease (TED), adalah penyebab paling
merusak penampilan dan menurunkan kualitas hidup. TED pada umumnya terjadi
penglihatan karena neuropati optik atau kerusakan kornea pada 3-5% pasien.1-3
kelainan multisistem yang meliputi satu atau lebih keadaan seperti tirotoksikosis,
Amerika Serikat sekitar 0.4%, dan di Inggris sekitar 0.3%. Penderita perempuan
lebih banyak 6 sampai 7 kali lipat dibandingkan dengan laki-laki, dan umur
penderita umumnya sekitar 30-50 tahun. Sebuah studi di Amerika tentang pasien
adalah 16 kasus per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan untuk pria adalah 3
kasus per 100.000 penduduk per tahun. Thyroid Eye Disease lebih sering terjadi
pada wanita dibanding pria (86% dibandingkan 14% kasus). Tingkat insiden
puncak pada wanita terjadi pada kelompok usia 60-64 tahun, dan 45-49 tahun
pada pria.4-7
atau bilateral pada dewasa. Gejala dan tanda klinis TED yang sering muncul pada
kasus ringan, terdiri dari iritasi okular, mata kering dan perih, bila kasus sudah
lebih berat dapat terjadi fotofobia, epifora, diplopia, dan merasakan adanya
tekanan di belakang bola mata. Tanda klinis merupakan suatu karakteristik dan
restriktif dan neuropati optik. Penyebab utama TED pada orbita adalah adanya
kondisi dari TED ini. Secara sederhana faktor – faktor risiko TED dibagi menjadi
distiroidisme dan kelompok faktor internal yaitu usia, genetik, jenis kelamin.
berhubungan dengan TED. Perubahan jaringan lunak orbita adalah salah satu
perkembangan dari TED. Pada perokok terdapat keterlibatan orbita tiga kali lebih
besar dan mungkin memiliki oftalmopati yang lebih parah dan
perokok memiliki jumlah proptosis yang lebih besar dan penyakit yang lebih aktif
dan berat daripada bukan perokok atau orang yang memiliki riwayat perokok. 10, 11
sendiri tergantung dari jumlah rokok, dan banyaknya asap rokok sendiri yang
masuk ke dalam tubuh sehingga dapat menghasilkan berbagai oksidan dan radikal
memungkinkan dengan merokok dapat mengubah respons imun orbital pada TED.
Untuk pasien perokok yang memiliki penyakit Graves lima kali lebih besar
perokok dengan penyakit Graves. Terdapat hubungan antara rokok dan keparahan
TED, termasuk keparahan TED yang berhubungan dengan jumlah rokok yang
dihisap per hari dan persentase perokok berat yang lebih tinggi pada pasien
bahwa mantan perokok memiliki risiko lebih rendah untuk berkembang menjadi
Indonesia adalah perokok aktif dan merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hal ini
0,06% dan Kamboja 1,15%. Pada tahun 2013, 43,8% perokok berasal dari
golongan lemah; 37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan
buruh mencakup 44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara 30
Faktor risiko eksternal tersebut penting untuk diketahui oleh klinisi agar
keputusan klinis untuk tatalaksananya. Sejauh ini, hanya sedikit faktor risiko yang
dibahas, diantaranya efek merokok pada pasien graves. Merokok adalah risiko
yang dapat dicegah agar tidak berkembang menjadi TED, dan tingkat keparahan
TED terkait dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Dengan besarnya
jumlah perokok yang cukup besar di indonesia, dan mengingat adanya perbedaan
dari genetik, ras dan wilayah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dan menganalisis apakah merokok merupakan faktor risiko pada penderita TED di
Indonesia, yang akan menjadi dasar bahwa mengkonsumsi rokok berisiko untuk
pasien hipertiroid.
memberikan penjelasan bagi pasien dengan TED mengenai faktor risiko eksternal
BAB II
HIPOTESIS
Mata dibagi menjadi segmen anterior dan segmen posterior. Segmen anterior
terdiri dari kornea, iris dan lensa dan segmen posterior yang lebih besar, terdiri dari
koroid, retina, humor vitreous, dan saraf optik. Mata berada di dalam rongga
pelindung yang disebut rongga orbita. Dalam rongga orbita terdapat enam otot
ekstraokular di rongga orbita melekat pada mata. Otot-otot ini berfungsi untuk
menggerakkan mata ke atas, ke bawah, dari sisi ke sisi, dan memutar mata. 1). Otot
rektus superior berfungsi untuk gerakan adduksi dan rotasi medial bola mata, 2). Otot
rektus inferior berfungsi untuk gerakan adduksi dan rotasi lateral bola mata, 3). Otot
oblik inferior untuk berfungsi adduksi dan elevasi, 4). Otot rektus medial berfungsi
untuk pergerakan adduksi, ke empat otot ini dipersarafi oleh nervus okulomotor (CN
III), 5). Otot rektus lateral berfungsi untuk gerakan abduksi bola mata yang
dipersarafi oleh nervus abdusen (CN VI), 6). Otot oblik superior berfungsi untuk
gerakan abduksi bola mata yang dipersarafi oleh nervus troklearis (CN IV). Fungsi
otot ekstraokular dapat dinilai secara bersamaan dengan otot ekstraokular lainnya
Oblik Superior
Untuk mengendalikan gerakan bola mata terdapat 3 pasang otot yang cara
kerjanya bersifat antagonis yaitu: otot rektus lateral dan medial, otot rektus superior
dan inferior, dan otot obliq superior dan inferior. Otot-otot ini bertanggung jawab
untuk pergerakan mata pada tiga sumbu yang berbeda: 1). Gerakan horisontal, baik
ke arah hidung (adduksi) atau menjauh dari hidung (abduksi); 2). Gerakan vertikal,
baik elevasi atau depresi; dan torsional, 3). Gerakan diagonal yang membuat mata
bergerak ke arah hidung (intorsi) atau menjauh dari hidung (ekstorsi). Gerakan
horizontal dikendalikan sepenuhnya oleh otot-otot rektus medial dan lateral; otot
rektus medialis bertanggung jawab untuk adduksi, otot rektus lateral untuk
leher, terdiri dari dua lobus yang berada di kedua sisi trakea. Kelenjar tiroid
merupakan perkembangan dari suatu evaginasi epitel faring yang turun sebagai
bagian dari duktus tiroglosus dari foramen sekum, terletak di leher bagian anterior.
Berat tiroid dewasa normal sekitar 15 sampai 25 gram. Kelenjar tiroid memiliki
banyak jaringan kapiler intra kelenjar yang di pasok oleh arteri tiroidalis superior dan
inferior. Serat saraf dari ganglia simpatis servikalis secara tidak langsung
mempengaruhi sekresi tiroid dengan bekerja pada pembuluh darah. Tiroid dibagi oleh
sekat tipis yang menjadi lobulus-lobulus yang terdiri dari 20 sampai 40 folikel.
Folikel ini dilapisi oleh epitel kuboid dan terisi oleh tiroglobulin positif. Tiroid
melepaskan hormon yang diperlukan untuk banyak fungsi vital tubuh, termasuk
Ada tiga hormon yang diproduksi dan dilepaskan oleh kelenjar tiroid,
yaitu tiroksin (T4), triiodothyronine (T3), dan kalsitonin. Kalsitonin juga berperan
dalam homeostasis kalsium. Sekresi dua hormon tiroid diatur oleh Thyroid
Cartilago Thyroid
Isthmus
Carotid arteri
Trachea
Karena hormon tiroid memegang peranan penting bagi tubuh, produksi yang
berlebihan maupun terlalu sedikit akan berdampak langsung kepada kesehatan tubuh
secara umum. Sebagai respon terhadap faktor-faktor trofik dari hipotalamus, tirotrof
yeng merangsang pertumbuhan tiroid, dan sintesis hormon serta pelepasan melalui
Sel epitel folikel tiroid akan merubah tiroglobulin menjadi T4 dan sebagian
kecil menjadi T3. Tiroksin dan triiodothyronine akan dilepaskan ke dalam sirkulasi
sistemik, dan sebagian besar dari peptida ini akan terikat ke protein plasma. Protein
pengikat ini berfungsi mempertahankan konsentrasi T3 dab T4 bebas dalam jumlah
yang terbatas, tetapi menjamin bahwa hormon tersedia bagi jaringan. Di jaringan
perifer sebagian besar T4 bebas akan mengalami deiodenasi menjadi T3. Lalu T3
akan berikatan dengan reseptor hormon tiroid di nukleus sel sasaran dengan aktivasi
sepuluh kali lipat di bandingkan T4 sehingga aktivitasnya lebih besar. Hormon tiroid
memiliki beragam efek pada sel, termasuk peningkatan katabolisme karbohidrat dan
lemak serta stimulasi sintesis protein di berbagai jenis sel. Hasil akhirnya adalah
meningkatnya laju metabolik basal. Salah satu fungsi terpenting hormon tiroid adalah
perannya dalam perkembangan otak karena tidak adanya hormon tiroid akan
Sejumlah bahan kimia dapat menghambat fungsi kelenjar tiroid yang di sebut
goitrigen, bahan ini akan menekan sintesis T3 dan T4, kadar TSH meningkat dan
iodida dan menghentikan pembentukan hormon tiroid, selain itu juga menghambat
gejala dari kelebihan hormon tiroid. Iodida dapat menghambat pelepasan hormon
tiroid, dalam dosis besar iodida akan menghambat proteolisis tiroglobulin. Folikel
kelenjar tiroid juga mengandung sel parafolikel atau sel C yang berfungsi untuk
penyerapan kalsium oleh sistem tulang dan juga menghambat resorpsi tulang oleh
osteoklas. 18
2.1.3 Penyakit Gangguan Tiroid
atau fungsi dari tiroid itu sendiri. Fungsi kelenjar tiroid diatur oleh mekanisme umpan
balik yang melibatkan otak. Ketika kadar hormon tiroid rendah, hipotalamus di otak
pituitari untuk melepaskan TSH. TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk
melepaskan lebih banyak T4. Karena kelenjar tiroid dikendalikan oleh kelenjar
hipofisis dan hipotalamus, gangguan jaringan ini juga dapat mempengaruhi fungsi
tiroid dan menyebabkan masalah tiroid. Ada beberapa jenis gangguan tiroid spesifik
tiroid.18, 21
kadar T3 dan T4 bebas dalam darah, umumnya disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar
menjadi 2 yaitu hipertiroidisme primer dan sekunder hal tersebut untuk mengetahui
hipertiroidsme yang berasal dari kelainan tiroid intrinsik dan yang ditimbulkan dari
proses di luar tiroid seperti tumor hipofisis. Pada hipertiroidisme terjadi serangkaian
gangguan yang melibatkan sintesis berlebihan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar
thyroxine bebas (FT4), triiodothyronine bebas (FT3), atau keduanya mengarah pada
kondisi hipermetabolik tirotoksikosis. Tiga penyebab tersering terjadinya
difus tiroid yang 85 % kasus disebabkan oleh penyakit graves, gondok multinodular
laju metabolik basal sehingga pasien akan sering mengalami intoleransi terhadap
panas dan akan sering berkeringat. Peningkatan laju metabolik basal juga dapat
tidak stabil, rasa cemas, sulit konsentrasi dan insomnia. 18, 22, 23
kemungkinan adanya hipertiroidisme. Mata tampak menonjol keluar dan lebar yang
disertai juga dengan terlambatnya kelopak mata saat menutup akibat dari rangsangan
simpatis yang berlebihan pada otot levator pelpebra superior. Pada TED proptosis
berlebihan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Diagnosis hipertiroidisme
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.
dengan menggunakan uji TSH yang sensitif merupakan pemeriksaan yang terpenting
untuk hipertiroidisme karena kadar TSH dapat berkurang, bahkan pada stadium
paling awal sekalipun saat penyakit masih subklinis. Thyroid Stimulating Hormone
yang rendah dapat dipastikan dengan pengukuran T4 bebas yang meningkat. Thyroid
Stimulating Hormone yang terikat ke reseptor pada kelenjar tiroid akan menyebabkan
pelepasan hormon tiroid terutama T4 dan pada tingkat yang lebih rendah T3,
peningkatan kadar hormon ini yang bekerja pada hipotalamus untuk mengurangi
sekresi TRH dan dengan demikian juga sintesis TSH. Setiap proses yang
menyebabkan peningkatan sirkulasi perifer hormon tiroid yang tidak terikat dapat
terjadi pada tingkat kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, atau di perifer. 18, 22, 24
menggangu pembentukan hormon tiroid dalam kadar yang cukup. akibat produksi
hormon tiroid yang tidak mencukupi, sehingga dapat berkembang menjadi masalah
dibagi menjadi hipotiroidisme primer dan sekunder, tergantung dari akibat kelainan
intrinsik dalam tiroid atau terjadi karena penyakit hipofisis. Hipotiroidisme primer
resistensi hormon tiroid, jenis tiroiditis lain, seperti tiroiditis akut dan tiroiditis
mengeluarkan terutama T4 (sekitar 100-125 nmol setiap hari) dan jumlah T3 yang
lebih kecil. Tingkat T3 dan T4 yang sampai pada batas tertentu, akan memberikan
umpan balik negatif pada produksi TRH dan TSH. Perubahan struktur dan fungsi
produksi T3. Bila hal ini terjadi dalam waktu lama dapat terjadi peradangan kronis
pada parenkim menyebabkan infiltrasi limfositik sel T yang dominan sehingga dapat
Fungsi tiroid sangat penting untuk metabolisme hampir semua jaringan dan
sangat penting untuk perkembangan sistem saraf pusat pada janin dan anak-
anak. Efek dari tiroid berasal dari dua hormon yang mengandung yodium, T3 dan T4.
Yodium adalah elemen pembatas laju untuk sintesis hormon tiroid. Saat ini, satu-
satunya peran fisiologis yang dikenal untuk yodium dalam tubuh manusia adalah
dalam sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Iodide dilaporkan menghambat
berbagai langkah metabolisme dalam sel tiroid. Apabila terjadi kekurangan iodium,
maka produksi hormon tiroid juga akan berkurang. Hormon tiroid adalah suatu
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses
Thyroid Eye Disease (TED) adalah penyakit inflamasi orbital yang kompleks,
hidup. TED juga dikenal sebagai oftalmopati Graves, penyakit ini dinamai menurut
tirotoksikosis pada seorang wanita yang mengalami gondok, detak jantung yang
cepat, dan exophthalmos. Penyakit graves ditandai dengan adanya trias pada keadaan
Perkembangan akut dari penyakit ini adalah suatu keadaan darurat okular, khususnya
kompresi saraf optik dan penyakit kornea sekunder akibat paparan. Sebagian besar
pasien dengan TED memiliki bukti biokimia hipertiroidisme dengan penyebab paling
umum adalah penyakit Graves. Waktu berkembang menjadi TED mungkin berbeda
antara pasien. Perjalanan penyakit tiap individu dapat berbeda-beda, baik tiroid
mendahului perkembangan TED, ada juga dimana gangguan tiroid dan TED timbul
pada saat yang bersamaan, dan ada juga pasien dengan TED sebagai manifestasi
Insidensi penyakit graves terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun, dan wanita
dapat terjadi lebih sering tujuh kali lipat di banding pria. Faktor genetik penting untuk
etiologi penyakit graves. Penyakit graves adalah penyakit autoimun yang disebabkan
terdapatnya sejumlah antibodi di dalam serum, termasuk antibodi terhadap reseptor
merupakan yang terpenting dalam patogenesis penyakit graves. Pada pasien graves
Stimulator merupakan antibodi IgG yang berikatan dengan reseptor TSH dan
memiliki kerja seperti TSH yang merangsang adenil siklase yang menyebabkan
Salah satu autoantibodi terhadap reseptor TSH adalah TSH binding inhibitor
dengan reseptor yang berada di dalam sel epitel tiroid. Terdapat beberapa bentuk dari
TBII ini meniru cara kerja dari TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel
tiroid, sedangkan bentuk yang lain menghambat fungsi dari sel tiroid. Dengan
pasien yang sama, maka dapat menjelaskan mengapa sebagian pasien graves secara
kualitas hidup, dapat mengancam penglihatan. Oleh karena itu sangat penting bahwa
pencegahan penyakit yang lebih baik dapat dicapai jika morbiditas yang signifikan
terkait dengan kondisi ini harus diatasi. Sejak diketahui pertama kali, banyak peneliti
yang telah mempelajari sejumlah faktor risiko yang dapat membuat perkembangan
atau memburuknya kondisi dari TED ini. Secara sederhana faktor – faktor risiko TED
dibagi menjadi dua yaitu kelompok faktor eksternal yaitu merokok, paparan yodium
radioaktif, distiroidisme dan kelompok faktor internal yaitu usia, genetik, jenis
kelamin. Salah satu faktor resiko eksternal yang dicurigai berhubungan dengan
Thyroid Eye Disease merupakan kelainan inflamasi autoimun dari orbit dan
jaringan periorbital serta penyebab tersering proptosis unilateral atau bilateral pada
dewasa. Gejala dan tanda klinis TED pada kasus ringan, terdiri dari iritasi okular,
mata kering dan perih, pada kasus lebih berat dapat terjadi fotofobia, epifora,
diplopia, dan merasakan tekanan di belakang mata. Tanda klinis merupakan suatu
karakteristik dan mencakup kombinasi dari retraksi kelopak mata, proptosis, miopati
ekstraokuler restriktif dan neuropati optik. Retraksi kelopak mata atas adalah tanda
okuler yang paling umum dari TED. Retraksi kelopak mata disebabkan adanya
lebih rentan terhadap kekeringan dan dapat disertai dengan kemosis , abrasi epitel,
adalah otot yang paling sering terlibat. Retraksi kelopak mata atas disebabkan oleh
peningkatan stimulasi simpatik otot Muller, reaksi berlebihan otot levator saat
berkontraksi dengan rektus inferior yang ketat, atau jaringan parut antara levator dan
jaringan di sekitarnya. Penyebab utama TED pada orbita adalah peradangan, dimana
proses ini terjadi karena adanya pelepasan sebagian oleh lokal sitokin inflamasi. 2, 8, 30
proptosis. Saraf optik dapat dikompresi yang dapat menyebabkan neuropati optik
terhadap otot mata antigen calsequestrin dan orbital jaringan ikat antigen kolagen
memainkan peran dalam patogenesis TED. Fitur unik TED dibandingkan dengan
penyakit autoimun lainnya adalah penyakit ini sembuh sendiri, alasan yang mungkin
adalah tidak adanya jaringan limfoid dalam orbit. Penyakit ini dimulai dengan fase
aktif (inflamasi) dengan gejala dan tanda yang memburuk dengan cepat, mencapai
titik keparahan maksimum yang kemudian membaik tetapi tidak kembali seperti
deposisi kolagen dan glikosaminoglikan pada otot, yang mengarah pada pembesaran
dan fibrosis selanjutnya. Ada juga induksi lipogenesis oleh fibroblas dan preadiposit ,
oftalmopati infiltratif yang khas pada penyakit graves. Pada oftalmopati ini terjadi
peningkatan volume dari jaringan ikat retro orbita dan otot eksraokuler yang terjadi
akibat, 1) infiltrasi di ruang retro orbita oleh sel mononukleus terutama sel T, 2)
lemak). Semua perubahan yang terjadi akan mendorong bola mata ke depan dan dapat
menyerap air. Akibatnya, otot-otot ekstraokular menebal dan jaringan adiposa dan
Orbital fibroblast (OFs) menjadi sel efektor utama yang bertanggung jawab
untuk pembesaran jaringan lunak yang khas pada TED. Thyroid Eye Disease
disebabkan oleh peradangan retro orbital yang timbul karena aktivasi fibroblast
orbital. Aktivasi fibroblast terjadi akibat stimulasi auto-antibodi [anti-TSHR dan anti-
thyrotropin. Perubahan seluler ini menyebabkan otot mata membesar secara khas dan
perluasan lemak orbital pasien dengan Graves oftalmopati. Interaksi yang rumit
antara autoantigen dan autoantibodi yang ditemukan pada penyakit Graves dapat
mengarah pada aktivasi OFs, yang kemudian mengarah pada peningkatan produksi
thyrotropin, sementara yang lain yang mengandung antigen Thy-1 dirangsang oleh
sitokin, termasuk interferon dan Tumor Necrosis Factor (TNF), untuk meningkatkan
mengaktifkan sel T dan sel imun mononuklear lainnya ke dalam orbit. Ekspresi
CD154 dalam sel T memungkinkan untuk interaksi langsung dengan fibroblast orbital
interleukin-1. Sel T helper 1 tipe aktif pada pasien dengan oftalmopati Graves dini
E2 yang tinggi dan hyaluronan hidrofilik yang terakumulasi di antara serat otot
ekstraokular yang masih utuh dan di dalam jaringan adiposa orbital untuk
Sel T yang diaktifkan pada pasien dengan oftalmopati Graves juga menghasilkan
menjadi sel lemak dewasa, semakin memperluas volume jaringan. Adiposit dan
folikuler tiroid, kemudian sel T menginfiltrasi orbita dan kulit pretibial interaksi
antara CD4 T sel yang teraktifasi dan fibroblast akan menghasilkan pengeluaran
respon autoinum pada jaringan ikat orbita. Sitokin khusus seperti interferon-
interlukin-1, TNF dan insulin like growth factor 1 akan merangsang produksi
tyrotropin atau antibodi yang lain mempunyai hubungan biologi langsung terhadap
fibroblast orbital atau miosit, kemungkinan antibodi ini mewakili proses autoimun.34
karena adanya pembesaran yang jelas pada pasien dengan penyakit ini. Otot
ekstraokular dipisahkan oleh akumulasi material granular amorf yang terutama terdiri
polyanionik dan tekanan osmotik yang sangat tinggi dari bahan matriks ini
air. Akibatnya, otot-otot tubuh menjadi edematous dan dapat membesar berkali-kali
lipat dari ukuran normalnya. Pada penyakit tidak aktif, atrofi dan fibrosis ikatan otot
terlihat jelas, dengan ekstensi fibrosa ke jaringan adiposa yang berdekatan. 30, 31, 37
Penelitian yang dilakukan oleh Mc Alinden, dkk serta Halliwell M, dkk.
thyrotropin dalam fibroblast orbital dan pada jaringan orbital adiposa. terdapat
jaringan orbital pada pasien dengan Graves oftalmopati, dengan tingkat tertinggi pada
mereka yang memiliki penyakit aktif secara klinis. Temuan-temuan ini, memiliki
hubungan erat antara Graves oftalmopati dan level antibodi anti-thyrotropin yang
meningkat secara konsisten dalam Graves oftalmopati. Hal ini mendukung konsep
timus.29, 37
Pada pasien TED dapat terjadi pembesaran karakteristik otot ekstraokular dan
penyakit tiroid sistemik mereka. Sebagian besar kasus TED dapat dikelola secara
TED ringan. Individu dengan TED sedang hingga berat mungkin memerlukan
dengan demikian memainkan peran penting dalam manajemen TED sedang hingga
berat serta TED yang mengancam penglihatan. Manajemen bedah diperlukan ketika
manajemen medis gagal. Prognosis dari TED ini baik bila mendapatkan penanganan
adalah perokok aktif dan merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hal ini sangat jauh
Kamboja 1,15%. Pada tahun 2013, 43,8% perokok berasal dari golongan lemah;
37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan buruh mencakup
44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara 30 hingga 34 tahun.
kematian di AS setiap tahun. Merokok merusak hampir setiap organ dalam tubuh,
Kandungan senyawa dalam asap rokok yang bersifat karsinogenik. Di dalam satu
batang rokok, terdapat 250 jenis zat tosik dan 70 jenis zat yang bersifat karsinogenik.
Beberapa senyawa yang banyak terkandung dalam rokok antara lain; Karbon
monoksida, Nikotin, Tar, Benzena, Formaldehida, Arsenik, Kadmium, Amonia,
Karbon monoksida, senyawa yang satu ini merupakan gas yang tidak
memiliki rasa dan bau. Jika terhirup terlalu banyak, sel-sel darah merah akan lebih
fungsi otot dan jantung akan menurun. Hal ini akan menyebabkan kelelahan, lemas,
dan pusing. Nikotin, akan terserap masuk ke aliran darah, kemudian merangsang
peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan pernapasan. Efek yang mungkin
muncul akibat paparan nikotin adalah muntah, kejang, dan penekanan pada sistem
saraf pusat.Tar, timbunan tar ini berisiko tinggi menyebabkan penyakit pada paru-
paru. Benzena, paparan benzena jangka panjang (setahun atau lebih), dapat
menurunkan jumlah sel darah merah dan merusak sumsum tulang, sehingga
residu dari pembakaran rokok. mengakibatkan iritasi pada mata, hidung, dan
risiko terjadinya kanker kulit, kanker paru-paru, kanker saluran kemih, kanker ginjal,
dan kanker hati. Kadmium, kadar yang tinggi dalam tubuh dapat menimbulkan
gangguan sensorik, muntah, diare, kejang, kram otot, gagal ginjal, dan meningkatkan
risiko kanker. Amonia, merupakan gas beracun, tidak berwarna, namun berbau tajam.
mengakibatkan napas pendek, sesak napas, iritasi mata, dan sakit tenggorokan.
Sedangkan dampak jangka panjangnya yaitu pneumonia dan kanker tenggorokan.
Hidrogen sianida, efek dari senyawa ini dapat melemahkan paru-paru, menyebabkan
tiroid autoimun, serta merupakan faktor terkuat untuk berkembang menjadi TED
adalah merokok. Penelitian yang dilakukan oleh Su jin kim dkk, menunjukkan
bahwa perokok memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada yang bukan
perokok. Untuk pasien perokok yang memiliki penyakit Graves kira-kira lima kali
lebih besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi TED daripada pasien yang
bukan perokok dengan penyakit Graves. Terdapat hubungan dosis merokok dengan
respon dan perjalanan klinis TED, hal ini berkaitan dengan jumlah rokok yang
dihisap per hari, lamanya merokok dan persentase perokok berat yang lebih tinggi
pada pasien dengan opthalmopati yang lebih parah. Gerasimos E Krassas dkk.
gejala yang muncul. Pasien perokok dengan disertai adanya keluhan diplopia
memiliki risiko relatif 1,8 untuk yang mengkonsumsi 1-10 rokok per hari, memiliki
risiko relatif 3,8 untuk yang mengkonsumsi 11-20 batang per hari, dan memiliki
risiko relatif 7,0 untuk yang mengkonsumsi > 20 batang per hari, dengan angka yang
tiroid adalah sianida yang saat berada di dalam tubuh akan diubah menjadi
Thiocyanate. Thiocyanate diketahui dapat mengganggu fungsi tiroid dalam tiga cara
yaitu: menghambat penyerapan yodium ke dalam kelenjar tiroid, mengurangi
seperti demam, mual, dan sakit perut. Penyakit Graves, suatu bentuk hipertiroidisme
autoimun yang ditandai dengan pembesaran tiroid, terjadi dua kali lebih sering pada
perokok dibandingkan pada yang bukan perokok. Selain itu pasien dengan penyakit
memburuknya gejala, dan respons yang lebih buruk terhadap pengobatan tiroid.44, 45
dan pengorganisasian yodium di dalam kelenjar. Stimulasi sistem saraf simpatik oleh
asap rokok juga diperkirakan dapat mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid. Graves
berhubungan dengan merokok, meskipun hubungan ini lebih lemah. Penelitian yang
dilakukan oleh TJ cawood dkk. menunjukan bahwa paparan dari asap rokok dapat
meningkatkan produksi dan adipogenesis dari CAG. Belum ada studi yang secara
terpisah menjelaskan efek penghentian merokok, tetapi ada efek jangka panjang yang
kemungkinan efek dari merokok pada sintesis hormon tiroid, ukuran kelenjar tiroid,
menghambat transportasi iodida ke kelenjar tiroid di dalam studi in vitro pada folikel
pengorganisasian iodida dan peningkatan refflux iodida dari sel. Kekurangan yodium
dapat meningkatkan aksi antitiroid tiosianat dan kelebihan yodium dapat mengurangi
Thyroid Eye Disease adalah penyebab paling umum penyakit orbital pada
dengan penyakit Graves. Dimana penyakit ini adalah suatu proses autoimun, yang
hidup. Penyakit graves adalah kondisi inflamasi autoimun yang merupakan kelainan
multisistem yang meliputi satu atau lebih keadaan seperti struma difusa,
dengan laki-laki, dan umur penderita umumnya muncul pada pasien antara 40-60
tahun.1-3
peningkatan volume dari jaringan ikat retro orbita dan otot eksraokuler yang terjadi
akibat, 1) infiltrasi di ruang retro orbita oleh sel mononukleus terutama sel T, 2)
lemak). Semua perubahan yang terjadi akan mendorong bola mata ke depan dan
tiroid autoimun, serta merupakan faktor terkuat untuk berkembang menjadi TED
adalah merokok. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa rokok adalah faktor
risiko yang dapat mempengaruhi durasi, tingkat keparahan dan meningkatkan angka
penelitian lebih lanjut. Senyawa tembakau dalam rokok diduga bertindak dalam
beberapa cara yang mungkin. Perubahan jaringan lunak orbital adalah salah satu
dari TED. Pada pasien yang mengkonsumsi rokok terdapat keterlibatan orbita tiga
kali lebih besar dan mungkin memiliki oftalmopati yang lebih parah dan
tergantung dari dosis, dan asap rokok sendiri mengandung atau dapat menghasilkan
berbagai oksidan dan radikal bebas. Hipoksia jaringan juga dapat merangsang
Asap tembakau yang mengandung zat sianida saat berada di dalam tubuh akan diubah
dihasilkan dari asap rokok sebagai produk detoksifikasi sianida. (1). Konsentrasi
kelenjar tiroid di dalam studi in vitro pada folikel tiroid. Tiosianat yang tidak
peningkatan refflux iodida dari sel (2). Kekurangan yodium dapat meningkatkan aksi
antitiroid tiosianat dan kelebihan yodium dapat mengurangi efek ini. 46, 48
Oleh karena itu berdasarkan teori diatas dapat diketahui apakah rokok
pengorganisasian yodium di dalam kelenjar. Juga stimulasi sistem saraf simpatik oleh
asap rokok dan benzpyrene adalah unsur lain tembakau yang diperkirakan dapat
Meroko Hipertiroidisme
k
Thiocyanate
Peradangan
Hipoksia Jaringan
Melepaskan sitokin
Glycosaminoglycans
Adipogenesis
Meningkatnya Volume :
Otot-Otot Ekstraokular
Jaringan Adipose
Ikat Retroorbital
2.3.1 Premis
Premis 1 :
Premis 2 :
inflamasi, inflamasi autoimun dari orbit dan jaringan periorbital di sebut Thyroid Eye
Disease (TED). 2, 8
Premis 3 :
Asap tembakau mengandung zat sianida saat berada di dalam tubuh akan diubah
menjadi Thiocyanate.48, 49
Premis 4 :
Premis 5 :
2.3.2 Hipotesis
BAB III
Subjek penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis dengan TED yang
di bagian Endokrin Rumah Sakit Hasan Sadikin bandung. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat hubungan antara rokok sebagai faktor risiko pada pasien graves di
dari rekam medis pasien di RS Mata Nasional Cicendo dan pasien yang
Bandung.
3.1.2 Sampel
Subjek diambil dari data sekunder yang didapatkan dari rekam medis
pasien dengan TED di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo dan
Sadikin bandung yang memenuhi kriteris inklusi sehingga terpenuhi besar sampel
minimal.
3.1.4 Kriteria Inklusi
Pasien bersedia menjadi subjek penelitian dan mengisi informed consent, terdapat
dan hipertiroidism dengan TED, pasien yang dapat di hubungi lewat telepon.
Kriteria eksklusi adalah pasien hipertiroidsm yang tidak terdapat data hasil
laboratorium, data rekam medis yang dimasukan dalam variable penelitian tidak
lengkap, nomer kontak tidak tersedia, dan tidak ada respon setelah dihubungi tiga
sampel untuk uji hipotesis antara dua populasi dari program sample size 2.0 dari
Z 2
n 2PQ Z P1Q1 P2Q2
n1 2
P1 P2
Dimana :
Q2 = 1 – P2
P2 = Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya.
peneliti. Q1 = 1-P1
P = Proporsi total .
Q = 1-P.
Z
2P(1P) Z P1(1P1)P2 (1P2 ) 2
n
(P1 P2 ) 2
Dengan menggunakan Zα dan Zβ yang diperoleh dari tabel distribusi
normal standar, didapat harganya sesuai untuk Zα = 1,96 dan untuk Zβ = 1.64,
Dimana :
N = 30
- Variabel bebas penelitian ini adalah status merokok pada pasien TED.
(ICD 10) yang didiagnosis TED dari bulan januari 2019 hingga bulan
3. Data-data subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di catat nomor
yang ada di rekam medis. Wawancara dilakukan oleh dokter umum yang
6. Pasien yang masuk kedalam kriteria inklusi dicatat identitas meliputi nama,
usia, jenis kelamin, pendidikan, kadar T3, T4, dan TSH, gambaran klinis.
dari :
3) Data entry yaitu memasukkan data, yakni hasil pemeriksaan dan pengukuran
komputer.
4) Cleaning, yaitu apabila semua data dari responden telah selesai dimasukkan,
dilakukan koreksi.
sampel penelitian. Data yang berskala numerik seperti umur, banyak konsumsi
rokok, hasil lab T3 dan T4. Data yang berskala numerik seperti umur pasien
untuk data karakteristik sampel berupa data kategorik seperti lama TED, jenis
Analisis yang dilakukan sesuai dengan jenis masalah penelitian dan data
dengan uji chi-square apabila syarat Chi-Square terpenuhi apabila tidak terpenuhi
maka digunakan uji Exact Fisher untuk tabel 2 x 2 dan Kolmogorov Smirnov
untuk table selain 2 x 2. Syarat Chi Square adalah tidak ada nilai expected value
signifikan atau bermakna secara statistika, dan p>0,05 tidak signifikan atau tidak
bermakna secara statistik. Data yang diperoleh dicatat dalam formulir khusus
851/UN6.KEP/PEC/2020.
sukarela, tanpa paksaan dari pihak manapun dan memiliki hak untuk
masyarakat mengenai faktor risiko pada TED pada pasien yang terpapar asap
rokok.
2. Penelitian dilakukan dengan melihat rekam medis dari pasien TED serta
Peneliti
Pencarian data sesuai kriteria inklusi pasien TED di RS mata Cicendo dan pasien Hipertiroidism di RSHS
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Hasil Laboratorium
Jenis Rokok
Jumlah rokok
Paparan asap rokok
Gejala klinis
Penyajian Hasil
BAB IV
pasien dengan TED dan 35 pasien tanpa TED. Seluruh pasien pada penelitian ini
Pendidikan terakhir, riwayat keluhan yang sama di keluarga, terapi, gejala yang
jumlah rokok yang digunakan per hari,dan jenis rokok yang digunakan.
awal diagnosis, FT4 dan TSH, dan terapi pada kelompok pasien dengan TED dan
tanpa TED.
Pada tabel 4.1 didapatkan hasil, kelompok usia 40-49 tahun merupakan
usia terbanyak, jenis kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki, tingkat
pendidikan terakhir SMA yang paling banyak, tidak terdapat riwayat keluarga,
hipertensi, diabetes melitus, untuk awal diagnosis kurang dari 5 tahun adalah yang
paling banyak, hasil laboratorium FT4 yang tinggi dan TSH yang rendah, dengan
tidak bermakna (P > 0.0 5), hanya pada karakteristik terapi yang sudah diterima
mempunyai nilai P < 0.05. yang berarti bermakna signifikan secara statistik.
Tabel 4.1 Perbandingan Karakteristik Subjek Penelitian pada kelompok pasien
dengan TED dan Tanpa TED sebagai faktor risiko terjadinya TED
Kelompok
Variabel Dengan TED Tanpa TED Nilai P
N=31 N=35
Usia 1.000
<29 tahun 5(16.1%) 3(8.6%)
30-39 tahun 8(25.8%) 10(28.6%)
40-49 tahun 10(32.3%) 11(31.4%)
50-59 tahun 5(16.1%) 7(20.0%)
>60 tahun 3(9.7%) 4(11.4%)
Jenis Kelamin 0.162
Laki-laki 14(45.2%) 10(28.6%)
Perempuan 17(54.8%) 25(71.4%)
Pendidikan 1.000
SD 8(25.8%) 6(17.1%)
SMP 5(16.1%) 6(17.1%)
SMA 15(48.4%) 18(51.4%)
Diploma 0(0.0%) 1(2.9%)
Sarjana 3(9.7%) 4(11.4%)
Riwayat yang sama di keluarga 0.616
Ya 1(3.2%) 3(8.6%)
Tidak 30(96.8%) 32(91.4%)
Terapi 0.012**
Ya 18(58.1%) 30(85.7%)
Tidak 13(41.9%) 5(14.3%)
Hipertensi 0.579
Ya 7(22.6%) 6(17.1%)
Tidak 24(77.4%) 29(82.9%)
Diabetes Mellitus 1.000
Ya 3(9.7%) 4(11.4%)
Tidak 28(90.3%) 31(88.6%)
Awal diagnosis 0.997
<5 tahun 27(87.1%) 27(77.1%)
5-10 tahun 3(9.7%) 5(14.3%)
>10 tahun 1(3.2%) 3(8.6%)
FT4 0.261
Normal 8(25.8%) 19(54.3%)
Rendah 2(6.5%) 1(2.9%)
Tinggi 21(67.7%) 15(42.9%)
TSH 0.701
Normal 3(9.7%) 12(34.3%)
Rendah 24(77.4%) 21(60.0%)
Tinggi 4(12.9%) 2(5.7%)
Keterangan : Untuk Data kategorik nilai p dihitung berdasarkan uji Chi-Square.Nilai kemaknaan
berdasarkan nilai p<0,05 .Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna
secara statistik.
46
Tabel 4.2 Perbandingan antara Jumlah Rokok, Jenis Rokok, Status Merokok
sebagai faktor risiko terjadinya Thyroid Eye Disease
Kelompok Nilai P
Variabel Dengan TED Tanpa TED
N=31 N=35
Perokok 0.002**
Ya 27(87.1%) 18(51.4%)
Tidak 4(12.9%) 17(48.6%)
Jumlah Rokok 0.012**
>20 batang 7(22.6%) 4(11.4%)
11-20 batang 15(48.4%) 8(22.9%)
1-10 batang 5(16.1%) 6(17.1%)
0 4(12.9%) 17(48.6%)
Jenis Rokok 0.008**
Kretek 14(45.2%) 10(28.6%)
Filter 13(41.9%) 8(22.9%)
Tidak 4(12.9%) 17(48.6%)
Paparan asap Rokok 0.007**
Aktif 11(35.5%) 9(25.7%)
Pasif 16(51.6%) 9(25.7%)
Tidak 4(12.9%) 17(48.6%)
Keterangan : Untuk Data kategorik nilai p dihitung berdasarkan uji Chi-Square. Nilai kemaknaan
berdasarkan nilai p<0,05.Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan atau bermakna secara statistik.
Untuk analisis pada data kategorik yaitu Jumlah rokok yang dikonsumsi
didapatkan paling banyak 11-20 batang atau sebesar 48.4%, untuk jenis rokok
paling banyak dikonsumsi adalah rokok kretek sebesar 45.2%, dan Paparan Asap
Rokok paling banyak pada perokok pasif sebesar 51.6%, data pada tabel diatas
P<0.05. yang berarti terdapat hasil yang bermakna dari uji statistiknya.
4.2 Pengujian Hipotesis
Hipotesis :
Pengujian :
Hasil analisis merokok yang diuji dengan menggunakan uji statistika Chi-Square
diperoleh informasi nilai P ebih kecil dari 0.05 (nilai P<0.05) yang berarti
signifikan atau bermakna secara statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa
merokok pada kelompok Pasien dengan TED dan Tanpa TED. Hal ini
Maka dapat disimpulkan merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya TED.
Simpulan :
4.3 Pembahasan
dengan Grave's disease memiliki gejala yang berhubungan dengan mata. Dari
kelompok usia menengah antara 30 dan 60 tahun dan 5–10 kali lebih sering pada
wanita. Thyroid eye disease memiliki epidemiologi yang hampir sama dimana
insidensi TED adalah 16 per 100.000 pada wanita dan 2,9 per 100.000 pada pria
pada penelitian ini didapatkan bahwa usia keseluruhan paling banyak berusia 40-
49 tahun (31.8%) diikuti kelompok usia 30-39 tahun (27.3%). Hampir sama
dengan keseluruhan sampel pada penelitian ini, usia terbanyak pada kelompok
dengan TED adalah kelompok usia 40-49 tahun (32.3% diikuti dengan kelompok
usia 30-39 tahun (25.8). Kedua karakteristik ini tidak memiliki perbedaan yang
signifikan pada kelompok dengan TED atau tanpa TED, hal ini dapat disebabkan
karena adanya persamaan epidemiologi berdasarkan jenis kelamin dan usia pada
pengobatan. Merokok menjadi faktor risiko utama dari TED yang dapat
dimodifikasi. Resiko TED secara signifikan lebih tinggi daripada risiko Penyakit
Graves pada penderita yang merokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
dan respons terapi pengobatan pada TED. Penderita penyakit Graves yang
merokok memiliki risiko terjadinya TED lima kali lebih besar dibandingkan
dapat menurunkan efektifitas terapi dan efektivitas radiasi orbita dan terapi
dihisap per hari, perokok berat, jenis rokok yang digunakan. Berhenti merokok
dapat menjadi salah satu cara pencegahan terjadinya TED pada pasien dengan
kelompok pasien dengan TED dan tanpa TED. Hal ini menunjukan bahwa
Penyakit Graves yang tidak merokok. Pada penelitian ini gejala yang paling
banyak adalah adanya proptosis dan gangguan gerak bola mata hal ini sesuai
dengan teori bahwa TED akan mengenai otot-otot ekstraokuler maupun jaringan
digunakan per hari dan tingkat keparahan. Hal tersebut terjadi baik pada perokok
aktif, maupun perokok pasif dari orang sekitarnya. Pfeilschifter dan Ziegler dkk
yang membagi perokok aktif menurut tingkat keparahan merokok: 1–10 batang /
hari, 11-20 batang / hari, dan >20 batang / hari menemukan bahwa terdapat
pada kelompok Graves disease dengan TED dan tanpa TED. Hal tersebut
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara jumlah rokok yang digunakan per
hari dan kejadian TED pada Penyakit Graves. Selain itu terdapat hubungan antara
jenis rokok yang digunakan dan status merokok dengan kejadian TED, meskipun
tidak terdapat perbedaan persentase antara jenis rokok kretek dan filter dan pada
status merokok aktif dan pasif. Jenis rokok pada penelitian ini di dapatkan hasil
yang bermakna secara statistik. Rokok kretek dan rokok filter memiliki
yang nantinya akan menjadi tiosianat yang akan berpengaruh terhadap kejadian
TED. Jadi baik rokok kretek maupun rokok filter dapat menjadi faktor risiko
superoksida dapat menginduksi orbital fibroblas dari pasien dengan TED dan asap
rokok mengandung atau dapat menghasilkan berbagai oksidan dan radikal bebas.
Hipoksia jaringan (5% CO2 dan 95% N2) juga dapat merangsang fibroblas
orbital, baik untuk berproliferasi dan mensintesis GAG.3 Saat ini belum ada
penelitian yang menjelaskan apakah ada perbedaan yang signifikan antara rokok
kretek dan rokok filter terhadap kejadian TED. Namun sudah di buktikan bahwa
pasien memiliki nilai FT4 yang meningkat dengan sebanyak 77.4% memiliki nilai
TSH yang menurun. Terdapat 32.3% pasien yang memiliki nilai FT4 yang normal
dan rendah. Pasien tersebut diduga memiliki nilai yang sudah normal atau turun
disebabkan karena adanya gap antara waktu pemeriksaan dan terapi yang sudah
diberikan sebelumnya.
Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain adalah teknik penelitian yang
bias. Keterbatasan lainnya adalah kami tidak memiliki tentang faktor lingkungan
5.1 Simpulan
hipertiroid
5.2 Saran
Untuk mendapatkan berapa besar faktor risiko merokok dapat dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk faktor risiko merokok terhadap terjadinya TED.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System.
San Fransisco: American Academy of Ophthalmology. Volume 7, 2017-
2018: hal 95-104
2. Dawn D. Yang, Mithra O. Gonzalez, Vikram D. Durairaj. Medical
Management of Thyroid Eye Disease . January 2011, 25(1): 3–13.
3. T. J. Cawood. Smoking and Thyroid-Associated Ophthalmopathy: A Novel
Explanation of the Biological Link . Volume 92, January 2007, hal 59–64
4. Cheng ACO. Thyroid associated ophthalmopathy: a neuro-ophthalmologist’s
perspective. HKJ Ophthalmol. 15(1), 2011: hal 30–34.
5. Bartley GB. The epidemiologic characteristics and clinical course of
ophthalmopathy associated with autoimmune thyroid disease in Olmsted
County, Minnesota. Trans Am Ophthalmol Soc. 1994;92:477–588
6. Y. S. Hussain, J. C. Hookham,A. Allahabadia, and S. P. Balasubramanian.
Epidemiology, management and outcomes of Graves’ disease—real life data.
2017; 56(3): 568–578.
7. McAlinden C. An overview of thyroid eye disease. December 2014;1(9).
8. Cawood T,Moriarty P, O’Shea.D. 2004 Recent developments in thyroid eye
disease. 2004 Aug 14; 329(7462): 385–390.
9. Fatourechi V. Pretibial myxedema: Pathophysiology and treatment options.
Am J Clin Dermatol. 2005; 6:295–309.
10. A Sadeghi-Tari, M Jamshidian-Tehrani, A Nabavi, S Sharif-Kashani, E
Elhami, N Hassanpour, and K Ameli Zamani. Effect of smoking on
retrobulbar blood flow in thyroid eye disease. December 2016; 30(12): 1573–
1578.
11. Sawicka-Gutaj, Paweł Gutaj, Jerzy Sowiński, Ewa Wender-Ożegowska,
Agata Czarnywojtek, Jacek Brązert, Marek Ruchała . Influence of cigarette
smoking on thyroid gland. 2014;65(1):54-62
12. Prummel MF,Wiersinga WM. Smoking and risk of Graves’ disease. 1993 Jan
27;269(4):479-82.
13. Riset Kesehatan Dasar : 51.1 percent of Indonesians are Active Smokers". 6
Februari 2015.
14. Robert H Janigian Jr. American Asociation of Ophtalmology, Parts of the Eye
Dec. 21, 2018
15. Caleb L. Shumway; Mahsaw Motlagh; Matthew Wade. Anatomy, Head and
Neck, Eye Extraocular Muscles. June 26, 2019.
16. Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, et al. The Actions and Innervation of
Extraocular Muscles.2nd edition. 2001.
17. Matthew Hoffman, MD. Human Anatomy. Picture of the Thyroid. 2014
18. Robbins and Cotran. Dasar patofisiologi penyakit. Edisi 7. 2002.
19. The Thyroid Gland Anatomy and Physiology II the Regents of University of
Michigan Medical School. 2012
20. Boron, WF; Boulpaep. Medical physiology. 2nd ed. 2012. hal. 1052.
21. Hall, John . Buku teks fisiologi medis Guyton dan Hall. Edis ke 12. 2011
22. Nikita Patil; Anis Rehman; Ishwarlal Jialal. Hypothyroidism. February 20,
2020.
23. Taylor PN, Albrecht D, Scholz A, Gutierrez-Buey G, Lazarus JH, Dayan CM,
Okosieme OE. Global epidemiology of hyperthyroidism and
hypothyroidism. Nat Rev Endocrinol. 2018 May;14(5):301-316
24. Simone De Leo. Hipertiroidisme 2016 Aug 27; 388(10047): 906–918.
25. Jameson JL, DeGroot LJ. Endocrinology adult and pediatric: the thyroid
gland. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2013
26. Hye Rim Chung, MD . Iodine and thyroid function 2014 Mar; 19(1): 8–12.
Published online 2014 Mar 31.
27. Greenspan FS dan Gardner DG. Basic and Clinical Endocrinology. Endocrine
Autoimmunity. 2004. 2.
28. Creswell J Eastman, M.D. and Michael B Zimmermann, M.D. The Iodine
Deficiency Disorders. February 6, 2018.
29. Colm McAlinden. An overview of thyroid eye disease. 2014 Dec 10.
30. Rebecca S. Bahn, M.D. Graves’ Ophthalmopathy 2010 Feb 25; 362(8):
726– 738.
31. Fatourechi V. Pretibial myxedema: pathophysiology and treatment options.
Am J Clin Dermatol. 2005; 6:295–309.
32. Naik VM, Naik MN, Goldberg RA, Smith TJ, Douglas RS.
Immunopathogenesis of thyroid eye disease: emerging paradigms. Surv
Ophthalmol. 2010;55:215–226
33. Tan, Nicholas YQ; Leong, Yuan-Yuh; Lang, Stephanie S.;Htoon, Zin
M.; Young, Stephanie M.; Sundar, Gangadhara . "Radiologic Parameters of
Orbital Bone Remodeling in Thyroid Eye DiseaseOrbital Bone Remodeling
in Thyroid Eye Disease" . Investigative Ophthalmology & Visual Science .
(2017-05-01). 58(5): 2527–2533.
34. Heufelder AE . Pathogenesis of ophthalmopathy in autoimmune thyroid
disease. 2000 Jan; 1 (1-2): 87-95.
35. Shan SJ, Douglas RS. The pathophysiology of thyroid eye disease. 2014
Jun;34(2):177-85
36. Smith TJ, Bahn RS, Gorman CA. Connective tissue, glycosaminoglycans,
and diseases of the thyroid. Endocr Rev. 1989; 10:366–91.
37. Crisp MS, Lane C, Halliwell M, Wynford-Thomas D, Ludgate M.
Thyrotropin receptor transcripts in human adipose tissue. 1997;82:2003–5.
38. Dawn D. Yang, Mithra O. Gonzalez, and Vikram D. Durairaj. Medical
management of thyroid eye disease . 2011 Jan; 25(1): 3–13.
39. "Research: 51.1 percent of Indonesians are Active Smokers". 6 Februari
2015.
40. Patricia Richter, PhD, Terry Pechacek, PhD, Monica Swahn,
.
PhD, and Victoria Wagman, MA Reducing Levels of Toxic Chemicals in
Cigarette Smoke: A New Healthy People 2010 Objective 2008 Jan-Feb;
123(1): 30–38
41. https://www.alodokter.com/9-kandungan-rokok-yang-berefek-mengerikan-
untuk-tubuh
42. Su-jin Kim, Min Joo Kim, Sang Gab Yoon, Jun Pyo Myong, Hyeong Won
Yu, Young Jun Chai, June Young Choi & Kyu Eun Lee Impact of smoking
on thyroid gland: dose-related effect of urinary cotinine levels on thyroid
function and thyroid autoimmunity. 12 March 2019
43. Gerasimos E Krassas and Wilmar Wiersinga. Smoking and autoimmune
thyroid disease: the plot thickens in European Journal of Endocrinology june
2006. Hal 777-780
44. Steinmaus C, Miller MD, Cushing L, Blount BC, Smith AH. Combined
effects of perchlorate, thiocyanate, and iodine on thyroid function in the
National Health and Nutrition Examination Survey 2007-08. Environ Res.
2013;123:17-24.
45. Mary Shomon. Smoking and Thyroid Disease.The habit can increase your
risk of a thyroid issue – and make one worse. February 14, 2020
46. Bertelsen JB, Hegedüs L. Cigarette smoking and the thyroid.1994
Fall;4(3):327-31.
47. Yatan Pal Singh Balhara, Koushik Sinha Deb. Impact of tobacco on thyroid
function. 2014 (11) Hal : 6-16
48. Utiger, R. D. Cigarette Smoking and the Thyroid. New England Journal of
Medicine. 1995. 333(15), 1001–1002.
49. Thornton J, Kelly SP, Harrison RA. Cigarette smoking and thyroid eye
disease : a systematic review. 2007;(September 2006):1135–45.
50. Kadrmas EF, Jacobsen SJ, Ilstrup DM, Garrity JA, Gorman CA. Clinical
Features of Graves’ Ophthalmopathy in an Incidence Cohort. Am J
Ophthalmol [Internet]. 1996;121(3):284–90. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S0002-9394(14)70276-4
51. Nabavi A, Elhami E, Hassanpour N, Zamani KA. Effect of smoking on
retrobulbar blood fl ow in thyroid eye disease. 2016;(August):1573–8.
52. Vestergaard P. Smoking and thyroid disorders – a meta-analysis. 2002;
53. Antonelli A, Section I, Ferrari SM. Best Practice & Research Clinical
Endocrinology & Metabolism Graves ’ disease : Epidemiology , genetic and
environmental risk factors and viruses. 2020;34.
54. Eckstein A, Quadbeck B, Mueller G, Rettenmeier AW, Hoermann R, Mann
K, et al. Impact of smoking on the response to treatment of thyroid associated
ophthalmopathy. 2003;(1):773–6.
56
riwayat yg sama di keluarga pendidikan
mr_name tidak = 1 ya = 2 sd = 1 smp =2 sma= 3 diploma = 4 s = 5
ADE TUTI 1 1
POPI PATMAWATI 1 3
AI MINTARSIH 1 1
ASEP RUSTAYA 1 3
RINI SUHARTINI 1 3
SARFENI ENDAPRAWATI 1 5
AGUS YUHONO 1 1
WILDAYANTI BINTI INA 1 3
YAYAN MULYANA 1 2
KANANG BIN UCA 1 1
WIWIN WIDANINGSIH 1 3
HUMAIDI BIN BUSTOM 2 3
IRNA SRI RAHAYU 1 3
SUPARMAN BIN SUDIANA 1 3
SOBARI BIN DIDI 1 2
SANDY SURAHMAN 1 3
KARIN KARINA 1 5
NUNIK HAMDAYANI 1 3
JEFRISTON 1 3
NENGSIH 1 1
SINTA KOMALA 1 5
YANI HARYANI 1 1
LILIS SURYANI 1 1
CHRIS TREVOR 1 3
LIA YULIANA 1 3
JAJA BIN SATIBI 1 2
IIN ARLINAH 1 3
UJI BIN SATIJA 1 3
AGUS MULUDIN 1 1
ROHAETI 1 2
SRI RAHAYU 1 2
isah aisah 1 1
ny. Ai eeng suhaenah 1 2
nu. Nurhayati 2 3
lo wie on 2 3
RINI SUHARTINI 1 3
aam tibara 1 1
humaidi 1 1
priani malaka 1 2
tati sukaesih 1 3
yuliah 1 2
syarif hidayat 1 3
margaretha 1 3
berlania 1 5
suhartini 1 1
domasi 1 5
een ernawati 1 3
asep saepudin 1 3
masleha 1 3
tuti sumiati 1 3
mega nopianti 1 3
benhard latuminasse 1 1
sumiati 2 2
aep sutrisno 1 2
didit purwoko 1 5
suci madinaningsih 1 4
yeni dwi maryani 1 3
siti romlah 1 2
kurnianingsih 1 5
yuni retno 1 3
hutomo 1 3
selamet 1 3
marini 1 3
imas hayati 1 3
engkom 1 1
asep anwar 1 3
ya =62 sd=14
tidak = 4 smp=11
sma=33
D=1
S =7
usia kelamin jml rokok
<29 = 1 30-39 = 2 41-50 = 3 51-59 = 4 >60 = 5 pria = 1 wanita 2 tidak=1 1-10 btg = 2 11-20 btg=3 >20=4
4 2 3
1 2 1
5 2 1
4 1 2
2 2 4
3 2 1
5 1 3
1 2 3
3 1 3
5 1 4
2 2 1
3 1 4
1 2 3
3 1 3
2 1 4
1 1 3
3 2 3
2 2 3
3 1 3
3 2 4
2 2 2
3 1 2
2 2 2
2 1 4
1 2 3
4 1 4
3 2 3
4 1 3
4 1 2
3 2 3
2 2 2
3 2 2
1 2 1
2 2 2
2 2 1
2 2 4
5 1 3
3 1 3
5 2 1
2 2 2
4 2 1
3 1 3
3 2 4
3 2 3
5 2 1
2 1 2
3 2 1
5 1 2
4 2 4
3 2 1
1 2 3
2 1 1
2 2 1
4 1 1
3 1 2
3 2 1
3 2 1
2 2 1
4 2 1
1 2 1
2 1 1
4 1 4
4 2 3
4 2 3
3 2 1
2 1 3
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Jenis Kelamin * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Pendidikan * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Riwayat yang sama di 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
keluarga * Kelompok
Usia * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 5 3 8
<29 tahun Expected Count 3.8 4.2 8.0
Count 8 10 18
Count 10 11 21
Count 5 7 12
Count 3 4 7
a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 3.29.
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 14 10 24
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.27.
b. Computed only for a 2x2 table
Pendidikan * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 8 6 14
Chi-Square Tests
a. 4 cells (40.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .47.
Riwayat yang sama di keluarga * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 1 3 4
Chi-Square Tests
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.88.
b. Computed only for a 2x2 table
NPar Tests
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Frequencies
Kelompok N
Dengan TED 31
Usia Tanpa TED 35
Total 66
Dengan TED 31
Crosstabs
Hipertensi * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 7 6 13
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.11.
b. Computed only for a 2x2 table
Diabetes Mellitus *
Kelompok Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 3 4 7
Chi-Square Tests
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.29.
b. Computed only for a 2x2 table
Explore Kelompok
Case Processing Summary
Kelompok Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Dengan TED 31 100.0% 0 0.0% 31 100.0%
Awal Diagnosis (minggu)
Tanpa TED 35 100.0% 0 0.0% 35 100.0%
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
Mean 108.0000 33.90134
Range 148.00
3.700 .421
Interquartile
16.168 .821
Range Skewness
166.3714 37.20933
Kurtosis
Awal Diagnosis (minggu) 90.7530
Mean 241.9899
95% Confidence Interval for Lower Bound 134.7857
Mean Upper Bound 104.0000
Interquartile
Range Skewness
Kurtosis
Tests of Normality
Nonparametric Tests
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
FT4 * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
TSH * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
Terapi * Kelompok 66 100.0% 0 0.0% 66 100.0%
FT4 * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 21 15 36
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 1.41.
TSH * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 4 2 6
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
a
Pearson Chi-Square 6.046 2 .049
Likelihood Ratio 6.420 2 .040
Linear-by-Linear Association .400 1 .527
N of Valid Cases 66
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.82.
Terapi * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 18 30 48
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.45.
b. Computed only for a 2x2 table
NPar Tests
Total 66
Dengan TED 31
Crosstabs
Count 1 3 4
NPar Tests
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Frequencies
Kelompok N
Dengan TED 31
Awal Diagnosis (minggu) Tanpa TED 35
Total 66
Test Statisticsa
Awal Diagnosis
(minggu)
Absolute .100
Most Extreme Differences Positive .000
Negative -.100
Kolmogorov-Smirnov Z .404
Asymp. Sig. (2-tailed) .997
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.86.
b. Computed only for a 2x2 table
Jumlah Rokok * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 7 4 11
>20 batang Expected Count 5.2 5.8 11.0
Count 15 8 23
Count 4 17 21
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 5.17.
Jenis Rokok * Kelompok
Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 14 10 24
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 9.86.
Status Merokok *
Kelompok Crosstab
Kelompok Total
Dengan TED Tanpa TED
Count 11 9 20
Chi-Square Tests
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 9.39.
Logistic Regression
Case Processing Summary
a
Unweighted Cases N Percent
Included in Analysis 66 100.0
Selected Cases Missing Cases 0 .0
Total 66 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 66 100.0
Classification Tablea,b
Observed Predicted
Kelompok Percentage
Dengan TED Tanpa TED Correct
Dengan TED 0 31 .0
Kelompok
Step 0 Tanpa TED 0 35 100.0
53.0
Overall Percentage
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Model Summary
Observed Predicted
Kelompok Percentage
Dengan TED Tanpa TED Correct
Biodata
1. Nama :
3. Usia (tahun) :
4. Tingkat Pendidikan :
2.Riwayat merokok
a. Aktif
b. Pasif
3. Aktif (tahun)
a. 0-5 tahun
b. 5-10 tahun
c. >10 tahun
4. Pasif (tahun)
a. 0-5 tahun
b. 5-10 tahun
c. >10 tahun
NPM : 131221150505
Suparmi
Pendidikan Formal :