Anda di halaman 1dari 10

ESAI US PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Oleh: Muhammad Nabil Qashmal

DOAIN AKU YA KAWAN-KAWAN,


“SEMOGA NABIL LOLOS VERIFIKASI BENER2 FIX JADI MABA IEI UI, LULUS 3.5
TAHUN CUMLAUDE, ABIS ITU LANJUT KULIAH DI MADINAH, AAMIIN”

1. Hukum berpacaran
Prolog Berpacaran merupakan bentuk hubungan dekat antara dua orang laki-
laki dan perempuan. Hubungan berpacaran umumnya didasari atas rasa
cinta dan kasih sayang antara dua insan manusia yang saling
menyatakan perasaannya tersebut satu sama lain dan bersama-sama
menyatakan komitmen untuk berhubungan. Namun, seringkali
hubungan ini diikuti dengan perbuatan-perbuatan seperti saling
memanggil dengan panggilan kesayangan, rayu-merayu, bersentuhan
fisik tangan dengan tangan atau bagian tubuh lain, berpelukan,
berciuman, hingga hubungan kelamin.
Dalil ayat QS. al-Israa’ (17) Ayat 32,
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya (zina) itu adalah
perbuatan yang keji, dan jalan yang buruk.”
QS. an-Nuur (24) Ayat 30
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: ”Hendaklah mereka
menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. …”
QS. an-Nuur (24) Ayat 31
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: “Hendaklah mereka
menundukkan pandangannya, dan kemaluannya …”
Dalil hadis HR. Bukhari No. 5233
Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali
jika bersama mahromnya.”
HR. Ibnu Majah No. 1920
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling
mencintai semisal pernikahan.”
HR. Ahmad No. 15734
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang
tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga
di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”
Pendapat ulama Tafsir Jalalain dalam penafsiran QS. al-Isra` ayat 32
menyebutkan,
“Larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah
melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak
boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.”
Imam Asy-Syaukani berkata,
”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya
juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.”
Ibnu Qayyim menjelaskan,
”Kalau orang yang sedang dilanda asmara itu disuruh memilih antara
kesukaan pujaannya itu dengan kesukaan Allah, pasti ia akan memilih
yang pertama. Ia pun lebih merindukan perjumpaan dengan kekasihnya
itu ketimbang pertemuan dengan Allah Yang Maha Kuasa. Lebih dari
itu, angan-angannya untuk selalu dekat dengan sang kekasih, lebih dari
keinginannya untuk dekat dengan Allah.”
Kesimpulan Hukum pacaran dalam Islam adalah haram. Pacaran merupakan salah
satu jalan menuju kepada zina, dan perbuatan mendekati zina tersebut
adalah dilarang. Hal yang dilarang bukan hanya perbuatan zinanya,
melainkan perbuatan yang membuat seseorang lebih dekat dan lebih
berpotensi terhadap perbuatan zina juga diharamkan.
2. Hukum menolak universitas dan jurusan pilihan orang tua
Prolog Menentukan universitas dan jurusan merupakan suatu hal yang menjadi
dilema dan selalu dipertimbangkan oleh pelajar SMA, terutama di tahun
terakhir. Seseorang dalam menentukan jurusannya seringkali
berseberangan antara pilihan pribadinya dengan pilihan orang tuanya.
Pada akhirnya, seringkali juga seseorang memutuskan untuk memilih
pilihan pribadinya dan menolak pilihan orang tuanya.
Dalil ayat QS. al-Israa’ (17) Ayat 23-24,
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-
kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia."
QS. an-Nahl (16) ayat 125
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara
yang baik.”
QS. asy-Syuraa (42) ayat 38
“… dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan
dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari
rezeki yang Kami berikan kepada mereka”
Dalil hadis HR. Tirmidzi No. 1899
"Ridho Allah itu tergantung ridho kedua orang tua dan murka Allah
juga tergantung kepada murka kedua orangtua."
HR. Bukhari No. 5970
Seorang sahabat bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam,
Amalan apakah yang paling dicintai Allah? Beliau bersabda, "Shalat
tepat pada waktunya." Dia bertanya lagi, "Kemudian apa?" beliau
menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Dia bertanya,
"Kemudian apa lagi?" beliau menjawab, "Berjuang di jalan Allah."
Pendapat ulama Syekh M. Ibrahim Al-Baijuri mengatakan,
“Adapun bila itu bersifat mengungkapkan yang hak dan menyatakan
kebatilan, yaitu menjelaskan hakikat yang hak dan menjelaskan
kebatilan sesuatu yang batil, maka itu terpuji menurut syariat, sekali
pun itu dilakukan oleh anak terhadap kedua orang tuanya, maka itu
terbilang ‘durhaka’ yang terpuji.”
Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam Kitab Al-Adab fid-Diin,
“Salah satu adab orang tua kepada anak adalah tidak membuat anak-
anak sengsara disebabkan pendidikan yang salah.”
Kesimpulan Sebelum menolak, anak dan orang tua harus berdiskusi bersama-sama
untuk menemukan titik terang dan jalan tengah antara keduanya.
Hendaknya masing-masing pihak tidak mengedepankan egonya
masing-masing dan sama-sama mau mengalah untuk menemukan jalan
terbaik antara kedua belah pihak. Ambillah keputusan yang win-win
solution dan sama-sama mengakomodasi kepentingan dan keinginan
orang tua dan anak

3. Hukum belajar filsafat


Prolog Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi
logika, fisika, metafisika dan pengetahuan praktis. Filsafat adalah Ilmu
yang mempelajari prinsip dasar dalam menggunakan akal dan
menjelaskan pengetahuan dengan akal. Para filsuf dan orang-orang
yang mempelajari filsafat, ketika mereka menemukan hal yang mereka
rasa bertentangan antara logika akal mereka dengan Al-Qur’an dan
Hadis, maka umumnya mereka akan mengedepankan pemikiran
mereka dibandingkan Al-Qur’an dan Hadis.
Dalil ayat QS. al-Israa’ (17) Ayat 85
“… Dan tidaklah kamu diberikan ilmu melainkan sedikit.”
QS. Ali Imran (3) Ayat 190
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian
malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri,
duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah
kami dari azab neraka.”
Dalil hadis HR. Abu Dawud
“Ali bin Abi Thalib berkata,
‘Kalau seandainya agama itu patokannya dengan ra’yu (akal), niscaya
bagian bawah khuf (sandal/ sepatu) lebih berhak diusap dibandingkan
bagian atasnya. Sungguh aku telah melihat Rasulullah shollallahu alaihi
wasallam mengusap bagian atas khufnya.’”
Pendapat ulama Imam asy-Syafi’i berkata,
“Tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada ilmu Filsafat dan ahli
Filsafat.”
Imam adz-Dzahabi berkata,
“Hampir tidak ada orang-orang yang memperdalam ilmu Filsafat
kecuali ijtihadnya akan mengantarkannya kepada pendapat yang
menyelisihi kemurnian sunnah. Karenanya para ulama salaf mencela
mempelajari ilmu orang-orang kuno, karena ilmu filsafat lahir dari para
filsuf yang berpemikiran dahriyah (ateis). Barangsiapa yang dengan
kecerdasannya berkeinginan untuk mengkompromikan antara ilmu
para nabi dengan ilmu para filsuf, maka pasti ia akan menyelishi para
nabi dan juga menyelisihi para filsuf”.
Kesimpulan Mempelajari filsafat hukumnya adalah haram. Hal ini disebabkan
dalam ilmu filsafat, akal yang kita gunakan justru melawan hal-hal yang
disebutkan oleh Allah dan rasul-Nya dalam Al-Qur’an dan Hadis
sehingga ilmu ini sangat dekat dengan kekufuran.
4. Hukum ibadah berkerumun saat pandemi
Prolog Pada masa pandemi, kita ditekankan untuk menjaga jarak dan
mengurangi interaksi fisik dengan orang lain juga mencegah
kerumunan. Namun, beberapa ibadah yang dilakukan secara berjamaah
oleh umat muslim seperti salat Jumat dan salat fardu berjamaah di
masjid tetap dilakukan.
Dalil ayat QS. adz-Dzariyyat (51) Ayat 56
“Tidaklah Ku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi
kepada-Ku.”
QS. at-Taghabun (64) Ayat 16
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu …”
Dalil hadis HR. Bukhari
“Apabila kalian mendengar wabah lepra di suatu negeri, maka
janganlah kalian masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu
negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian
keluar dari negeri tersebut.”
HR. Bukhari
“Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang
sehat.”
HR. Bukhari No. 850 dan HR. Muslim 699
“Ketika turun hujan, Ibnu ‘Abbas meminta kepada muazinnya untuk
mengganti lafazh "Hayya ’alash sholaah" menjadi "Sholluu fii
buyutikum". Beliau beralasan bahwa Rasulullah SAW pernah
melakukan hal yang sama.”
Pendapat ulama Konferensi Dewan Senior Ulama Al-Azhar berfatwa,
“Bahwa, boleh secara syar’i, meniadakan shalat Jumat dan shalat
berjamaah dalam suatu negara, karena khawatir penyebaran virus
Corona akan menghancurkan negeri dan masyarakat.”
Kesimpulan Selama masa pandemi, peniadaan ibadah secara berkerumun dengan
tujuan murni mencegah penyebaran wabah adalah boleh. Ibadah yang
tetap dilakukan secara berjamaah di masjid juga boleh dilakukan
dengan tetap menjaga protokol kesehatan secara ketat. Seseorang juga
diperbolehkan meninggalkan kewajibannya salat Jumat berjamaah dan
menggantinya dengan salat zuhur empat rakaat di rumah, dengan syarat
hal tersebut dilakukan benar-benar karena takut terkena wabah dan
orang tersebut benar-benar tidak keluar rumah untuk ke tempat lain
dengan alasan tersebut.

5. Hukum waris
a. Pak Daud wafat, meninggalkan harta Rp xxxxxx. Ahli warisnya terdiri dari 4 orang anak
perempuan, Ibu, cucu laki-laki dari anak laki-laki, saudara kandung laki-laki, dan saudara
laki-laki sebapak. Almarhum berhutang Rp 2.000.000 dan biaya pemakaman Rp
3.000.000. Maka bagian yang akan diterima oleh ahli waris adalah …
Jawab:
Misal harta warisan = Rp50.000.000,00
1) Pertama-tama, harta warisan harus dikeluarkan dahulu untuk utang dan biaya
pemakaman.
Rp50.000.000,00 – (Rp2.000.000,00 + Rp3.000.000,00) = Rp45.000.000,00
2) Kedua, tentukan siapa saja yang termasuk ahli waris dan bagian-bagiannya dalam
syariat
Termasuk ahli waris:
 4 anak perempuan; bagian = ashabah (QS. an-Nisa (4) ayat 11-12)
 Ibu; bagian = 1/6 (QS. an-Nisa (4) ayat 11)
 Cucu, dari anak yang sudah meninggal jika si anak belum pernah mendapat jatah
warisannya; bagian = ashabah sesuai bagian ayahnya (Ijtihad ulama)
Tidak termasuk ahli waris:
 Saudara kandung laki-laki; hanya dapat jika yang meninggal tidak punya anak (QS.
an-Nisa (4) ayat 12)
 Saudara laki-laki sebapak; hanya dapat jika yang meninggal tidak punya anak (QS.
an-Nisa (4) ayat 12)
3) Ketiga, kurangi harta waris dengan bagian-bagian furud
Bagian-bagian furud:
 Ibu = 1/6 x Rp45.000.000,00 = Rp7.500.000,00 (dikeluarkan untuk jatah warisan
Ibu)
Bagian ashabah = Rp45.000.000,00 – Rp7.500.000,00 = Rp37.500.000,00
4) Keempat, sisa harta warisan yang menjadi bagian milik ashabah dibagi sesuai kaidah
“jatah anak laki-laki = dua kali jatah anak perempuan”
Total bagian anak perempuan = 4 x 1 bagian =4
Total bagian cucu (mewarisi anak laki-laki) = 1 x 2 bagian =2
Jumlah =6
Nilai 1 bagian (jatah 1 anak perempuan) = Rp37.500.000,00 : 6 = Rp6.250.000,00
Total jatah 4 anak perempuan = 4 bagian x Rp6.250.000,00 = Rp25.000.000,00
Total jatah cucu (mewarisi ayahnya) = 2 bagian x Rp6.250.000,00 = Rp12.500.000,00
5) Kelima, simpulkan bagian seluruh ahli waris
 Ibu = Rp7.500.000,00
 4 anak perempuan* = Rp25.000.000,00
 Cucu laki-laki (mewarisi ayahnya) = Rp12.500.000,00
Total = Rp45.000.000,00
*Jika yang ditanya jatah masing-masing anak perempuan, maka nilai total jatah anak
perempuan dibagi dengan jumlah anak perempuannya

b. Ibu Aminah wafat meninggalkan harga warisan setelah dihitung Rp xxxxxxx,-. Ahli
warisan terdiri dari suami, bapak, ibu, seorang anak laki-laki dan tiga orang anak
perempuan. Almarhumah dirawat dengan biaya Rp 15.000.000,-, berwasiat Rp 7.000.000,-
dan hutang Rp 3.000.000,-. Maka bagian yang akan diterima oleh ahli waris adalah …
Jawab:
Misal harta warisan = Rp100.000.000,00
1) Pertama-tama, harta warisan harus dikeluarkan dahulu untuk utang, wasiat, dan biaya
perawatan. Wasiat yang dikeluarkan dalam syariat maksimal adalah sepertiga harta.
Jika yang diwasiatkan lebih dari sepertiga harta peninggalan, maka wasiat tersebut
hanya wajib dikeluarkan sepertiganya, selebihnya haram dikeluarkan sebagai wasiat.
Dalam kasus ini, karena yang diwasiatkan Rp7.000.000,00 tidak lebih dari sepertiga
harta, maka wasiat ditunaikan sepenuhnya Rp7.000.000,00
Rp100.000.000,00 – (Rp3.000.000,00 + Rp7.000.000,00 + Rp15.000.000,00) =
Rp75.000.000,00
2) Kedua, tentukan siapa saja yang termasuk ahli waris dan bagian-bagiannya dalam
syariat
Termasuk ahli waris:
 Suami; bagian = 1/4 (QS. an-Nisa (4) ayat 12)
 Bapak; bagian = 1/6 (QS. an-Nisa (4) ayat 11)
 Ibu; bagian = 1/6 (QS. an-Nisa (4) ayat 11)
 1 anak laki-laki; bagian = ashabah (QS. an-Nisa (4) ayat 12)
 3 anak perempuan; bagian = ashabah (QS. an-Nisa (4) ayat 12)
3) Ketiga, kurangi harta waris dengan bagian-bagian furud
Bagian-bagian furud:
 Suami = 1/4 x Rp75.000.000,00 = Rp18.750.000,00
 Bapak = 1/6 x Rp75.000.000,00 = Rp12.500.000,00
 Ibu = 1/6 x Rp75.000.000,00 = Rp12.500.000,00
Sisa bagian untuk ashabah = Rp75.000.000,00 – (Rp18.750.000,00 + Rp12.500.000,00
+ Rp12.500.000,00) = Rp31.250.000,00
4) Keempat, sisa harta warisan yang menjadi bagian milik ashabah dibagi sesuai kaidah
“jatah anak laki-laki = dua kali jatah anak perempuan”
Total bagian anak perempuan = 3 x 1 bagian =3
Total bagian cucu (mewarisi anak laki-laki) = 1 x 2 bagian =2
Jumlah =5
Nilai 1 bagian (jatah 1 anak perempuan) = Rp31.250.000,00 : 5 = Rp6.250.000,00
Total jatah 3 anak perempuan = 1 bagian x Rp6.250.000,00 = Rp18.750.000,00
Total jatah 1 anak laki-laki = 2 bagian x Rp6.250.000,00 = Rp12.500.000,00
5) Kelima, simpulkan bagian seluruh ahli waris
 Suami = Rp18.750.000,00
 Bapak = Rp12.500.000,00
 Ibu = Rp12.500.000,00
 3 anak perempuan* = Rp18.750.000,00
 1 anak laki-laki = Rp12.500.000,00
Total = Rp75.000.000,00
*Jika yang ditanya jatah masing-masing anak perempuan, maka nilai total jatah anak
perempuan dibagi dengan jumlah anak perempuannya

Anda mungkin juga menyukai