Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN ADIL DENGAN KETAKWAAN

Tazkia Anugraheni Perdana 1800027002

Jurusan Ilmu Hadis, Fakultas Agama Islam, Universitas Ahmad Dahlan

Email : tazkia1800027002@webmail.uad.ac.id

LATAR BELAKANG

Sebagai manusia tentu kita mengharapkan rasa keadilan yang diberikan orang lain
terhadapa diri kita sendiri. Kita selalu mengharapkan pembelaan ketika kita bersalah di depan
orang lain. Tetapi dalam kehidupan nyata tentu saja tidak seperti yang kita bayangkan ada
banyak sekali penindasan, kedzhaliman, kecurangan dan perlakuan yang tidak adil lainnya..

Tetapi pernahkah kita intropesi diri sendiri, pernahkah kita memikirkan bagaimana
perlakuan kita terhadap orang lain apakah kita sudah berbuat adil terhadap orang lain. Hal ini
mungkin yang luput dari pemikiran kita, kita selalu saja menuntut orang lain berbuat adil dan
baik terhadap kita tapi kita tidak pernah memperdulikan perlakukaan kita terhadap orang lain.
Hendaknya setiap Muslim lebih memikirkan akhlak, adabnya terhadap orang lain. Bisa jadi
ketika orang lain memperlakukan kita tidak adil itu karena dosa yang telah kita perlakukan
terhadap orang lain tanpa sadar. Hasan al-Bashri berkata, “Seorang mukmin itu pemimpin bagi
dirinya sendiri. Ia mengintropeksi dirinya karena Allah. Sesungguhya hisab pada hari kiamat
nanti akan menjadi ringan, bagi merkea yang telah melakukan intropeksi di dunia1.

TUJUAN PEMBAHASAN

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan pada bab sebelumnya, setelah membaca
artikel diharapkan kepada pembaca agar:

1. Mengetahui makna dari adil dan takwa


2. Mengetahui dalil yang menjelaskan ayat tentang adil dan takwa
3. Mengetahui hubungan antara adil dan bertakwa kepada Allah.
4. Berusaha menerapkan sifat adil di kehidupan sehari-hari.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Adil dan Taqwa

1
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu Rajab al-Hambaly dan Imam Al- Ghazali, Tazkiyatun Nufs, (Solo: Pustaka
Arafah, 2019), hlm. 90

1
Secara bahasa adil berasal dari bahasa arab ‫عدل‬. Sangat banyak pengertian dari
adil itu sendiri salah satunya adalah adil yang berarti mempersamakan sesuatu
denganyang lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu
menjadi tidak berat sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti, berpihak
atau berpegang kepada kebanaran.2

Pengertian adil menurut Muhammad Ali adalah kebaikan dibalas dengan


kebaikan, hal ini bukan hanya mencakup keadilan saja, melainkan mencakup hal
memenuhi segala hak dan kewajiban, karena semua itu dapat digolongkan membalas
kebaikan dengan kebaikan3. Tetapi adil dalam pandangan ilmu hadis berbeda dengan
yang disebutkan di atas melaikan adil adalah jika seorang muslim yang baligh dan telah
dapat membedakan yang baik dan benar serta selamat dari sebab yang menyebabkan
dirinya menjadi orang yang fasiq dan hilangnya muru’ahnya4. Jika kita melihat dari
sudut pandang yang berbeda-beda terdapat banyak sekali pengertian adil itu sendiri.
Tidak ada yang bertentangan hanya saja setiap pengertian tersebut memiliki pilihan
kata dan susunan kalimat yang berbeda. Kesimpulannya adalah adil adalah suatu
perbuatan yang baik dan menempatkan sesuatu pada porsinya masing-masing.

Islam sangat mengedepankan sifat adil di setiap manusia. Bahkan dalam


berumah tanggapun seorang suami dituntut berlaku adil terhadap istri-istrinya dan
anak-anaknya. Berdasarkan firman Allah:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. “ (QS. An-Nisa:3)

2
Fatimah Zuhrah, “Adil Berpoligami: Analisis Hukum Keluarga Islam di Indonesia”, dalam jurnal Ri’ayah, vol.
02, no. 2, 2017, hlm. 82
3
Ali Amran. "Konsep adil dan ihsan menurut aqidah, ibadah dan ahlak", dalam jurnal HIKMAH: Jurnal Ilmu
Dakwah dan Komunikasi Islam, vol. VI, no. 2, 2012, hlm. 103
4
Sayyid Abdul Majid Ghouri, Al- Musthalahatu Al- Hadistiyah, (Damascus : Dar Ibnu Katsir, 2018) hlm. 486

2
Sedangkan taqwa sendiri berasal dari bahasa arab yaitu yang berarti
waspada5. Terdapat banyak pendapat ulama mengenai arti takwa itu sendiri tetapi
semuanya bermuara pada suatu pengertian yaitu seorang hamba meminta perlindungan
kepada Allah dari azab -Nya, hal ini dapat terwujud dengan melaksanakan apa yang
diperintahkan – Nya dan menjauhi segala larangan -Nya6. Seseorang hamba
diperintahkan untuk selalu bertakwa kepada Allah dalam keadaan susah maupun
senang. Dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Ini sesuai dengan
sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

Artinya: Dari Abu Dzar, Jundub bin Junadah dan Abu Abdrurahman, dan Mu’az bin
Jabal radhiallahuanhuma dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam beliau
bersabda: Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah keburukan
dengan kebaikan yang dapat menghapusnya dan pergauilah manusia dengan akhlak
yang baik .“ (Riwayat Turmuzi, dia berkata, "haditsnya hasan, pada sebagian cetakan
dikatakan hasan shahih)7.
Setelah kita jabarkan tentang adil dan takwa kita dapat mengetahui bahwa adil
dan takwa adalah salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap Muslim.
2. Hubungan Adil dengan Takwa
Setelah kita mengetahui makna dari adil dan takwa itu sendiri beserta beberapa
dalilnya. Di bagian ini kita akan mengetahui hubungan antara adil dan takwa itu sendiri.
Perintah untuk bertakwa kepada Allah terdapat di banyak tempat dalam Al-Qur’an,
salah satunya adalah Al- Imran: 101, Allah berfirman,
Al-Imran ayat 102 yaitu:

 

5
Abdul Hakim Kuning, “Takwa dalam Islam”, dalam Jurnal Istiqra’, vol. 6, no. 1, 2018, hlm. 104
6
Ibid
7
Muhyidin Yahya bin Syaraf Nawai, Hadits Arbain Nawawi, (ttp: Islam House.com, 2010), hlm. 53

3
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepadaNya dan janganlah sekali-kali kamu mati melaikan dalam keadaan dalam
beragama Islam.
Menurut Ahmad Mustofa al-Maragi bahwa kata tersebut berkmana kewajiban
bagi manusia untuk bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, setiap
manusia melaksanakan kewajibannya dan menjauhi larangannya.8

Al- Baqarah : 21

 

Artinya: Wahai sekailan manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Setelah kita mengetahui dalil yang membahas tentang perintah bertakwa dan
diwajibkan bagi setiap muslim untuk bertakwa. Termasuk mengerjakan perintahnya
adalah dengan berbuat baik terhadap sesama seperti yang telah dijelaskan pada
pembahasan sebelumnya. Termasuk perbuatan baik adalah dengan berlaku adil.

Artinya : Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah menceritakan
kepada kami Sufyan dari 'Amru dari Salim dari bapaknya radliallahu 'anhu dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang membebaskan seorang budak yang
dimiliki dua orang secara berserikat, maka apabila ada kelapangan hendaklah budak
itu ditaksir harganya secara adil lantas dibebankan kepadanya, lantas di budak
dibebaskan". (Hadis Bukhari no. 2337)

Sehingga ketika kita ingin bertakwa kepada Allah tentunya kita harus
melaksanakan dan menaati perintah Allah dengan sebenar-benarnya. Perintah Allah
termasuk dengan berbuat adil seperti yang diperintahkan Allah dengan firman-firman-
Nya. Seseorang mungkin dalam ibadahnya sangat baik tetapi ketika dia bermualah
dengan orang dia menjadi orang yang buruk dan tidak adil dalam memutuskan perkara.
Sehingga dia tidak bisa dikatakan bertakwa dengan sebenar-benarnya. Dalam

8
Abdul Hakim Kuning, “Takwa dalam..., hlm. 105

4
kehidupan ini manusia selalu memiliki kesalahan dan dosa yang tidak disadari. Tetapi
kita sebagai hamba yang bertakwa kepada Allah selalu berusaha agar mengamalkan
perintahnya dengan sebaik-baiknya. Jika terkadang kita melakukan yang tidak adil
dalam memustukan perkara maka segeralah meminta maaf kepada Allah dan
memohon ampunan-Nya.
3. Penerapan Sikap Adil dalam Kehidupan Sehari-hari.
Agar kita menjadi manusia yang berkahlak kita harus menerapkan adil ini di
setiap lini kehidupan. Tentu kita dapat membela keadilan sendiri dari hal-hal kecil yang
berada di sekeliling kita. Contohnya seorang ayah memiliki beberapa anak maka sang
ayah wajib menafkahinya secara adil dan sesuai kebutuhan sang anak tersebut. Tidak
sang ayah hanya mengedepankan sang anak bungsu dan mengabaikan kebutuhan bagi
anak pertama, sebagaimana sabda yang disampaikan oleh Rasulullah :

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hamid bin 'Umar telah menceritakan kepada
kami Abu 'Awanah dari Hushain dari 'Amir berkata; aku mendengar An Nu'man bin
Basyir radliallahu 'anhuma berkhutbah diatas mimbar, katanya: "Bapakku memberiku
sebuah hadiah (pemberian tanpa imbalan). Maka 'Amrah binti Rawahah berkata; "Aku
tidak rela sampai kamu mempersaksikannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam." Maka bapakku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
berkata: "Aku memberi anakku sebuah hadiah yang berasal dari 'Amrah binti
Rawahah, namun dia memerintahkan aku agar aku mempersaksikannya kepada anda,
wahai Rasulullah". Beliau bertanya: "Apakah semua anakmu kamu beri hadiah seperti
ini?". Dia menjawab: "Tidak". Beliau bersabda: "Bertaqwalah kalian kepada Allah
dan berbuat adillah diantara anak-anak kalian". An-Nu'man berkata: "Maka dia
kembali dan Beliau menolak pemberian bapakku". (Hadis Bukhari no. 2398)

Itu adalah keadilan yang bisa kita di keluarga kita atau bisa lakukan dilingkungan lain
seperti di sekolah, tempat kerja.

5
Ukuran keadilan itu sendiri tentunya yang sesuai dengan hukum Al-Qur’an dan
Sunnah. Termasuk juga kita menenggakkan syariat Islam dalam rangka bertakwa
kepada Allah. Pedoman yang utama bagi kita adalah Al-Qur’an dan Sunnah karena
aturan yang terdapat pada Al-Qur’an dan Sunnah tentu saja berupa kebaikan untuk
kehidupan kita dan fitrahnya manusia adalah menerima yang baik. Tentu saja adil dalam
setiap lini kehidupan
4. Kesimpulan
• Adil memiliki makna mempersamakan sesuatu dan takwa memiliki arti
waspada
• Terdapat banyak dalil tentang perintah untuk bertakwa kepada Allah dan
berbuat adil terhadap sesama. Ini menunjukkan bahwa sikap adil dan takwa
adalah sesuatu yang Allah perintahkan.
• Adil dan takwa adalah sesuatu yang saling berhubungan karena jika kita
bertakwa tentu kita akan mengerjakan sesuatu yang Allah perintahkan.
• Sikap adil bisa dimulai dari lingkungan yang kecil dulu, seperti di keluarga kita,
tempa kerja kita.
• Sepatutnya kita bersikap adil ini diniatkan untuk bertakwa kepada Allah bukan
untuk mendapat kehormatan dan kedudukan di dunia.

DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu Rajab al-Hambaly dan Imam Al- Ghazali, Tazkiyatun Nufs, Solo:
Pustaka Arafah, 2019

Fatimah Zuhrah, “Adil Berpoligami: Analisis Hukum Keluarga Islam di Indonesia”, dalam jurnal
Ri’ayah, vol. 02, no. 2, 2017

Ali Amran. "Konsep adil dan ihsan menurut aqidah, ibadah dan ahlak", dalam jurnal HIKMAH:
Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam, vol. VI, no. 2, 2012

Sayyid Abdul Majid Ghouri, Al- Musthalahatu Al- Hadistiyah, Damascus : Dar Ibnu Katsir, 2018

Abdul Hakim Kuning, “Takwa dalam Islam”, dalam Jurnal Istiqra’, vol. 6, no. 1, 2018

Muhyidin Yahya bin Syaraf Nawai, Hadits Arbain Nawawi, ttp: Islam House.com, 2010,

Anda mungkin juga menyukai