Anda di halaman 1dari 7

A.

Adab Pergaulan antara Laki-Laki dan Perempuan Sebelum


Menikah
Batas-batas pergaulan pria-wanita menurut Al Quran dan sunnah Nabi Muhammad saw.

1. Menjaga Pandangan

Allah berfiman:

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan


pandangannya dan memelihara kemaluaanya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka. sesunguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat."(QS. An Nur
30).

Hal itu karena pandangan(terhadap beda jenis) merupakan salah satu pintu utama
syetan. Nabi saw. pernah memalingkan muka Al Fadhi bin Al Abbas(sepupu beliau)
ketika Al Fadhi berlama-lama memandang seorang wanita (HR. A Bukhari, Abu Dawud
dan An-Nassa-i).

2. Mengenakan Pakaian Yang Sopan Sesuai Kaidah Agama

Khusus muslimah, wajib menutup seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan.
Jangan yang tipis dan jangan dengan potongan yang menampakkan lekuk tubuh. Allah
berfirman, "... dan janganlah merka menempatkan perhiasanya kecuali yang bisa
tampak(yaitu wajah dan telapak tangan). dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung ke dadanya ..."(QS. An Nur:31).

3. Mematuhi Adab-adab Wanita Muslimah Dalam Segala Hal- Terhadap Laki-


Laki

a. Menghindari ucapan, tindakan, sikap dan semacamnya yang bersifat genit dan yang
berpontensi kuat membangkitkan birahi laki-laki.

Allah berfirman,"... maka janganlah kamu "tunduk" (berlembut-lembut) dalam


berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya. Dan
ucapkanlah perkataan yang baik."(QS. Al Ahzab 32).

b. Menghindari bercanda dengan pria dan menjauhi pintu-pintu fitnah seperti SMSan
yang tidak perlu dan bertelepon diluar kebutuhan.

1
c. Dalam berjalan jangan memancing perhatian pria.

Firman Allah, "... dan janganlah mereka mukulkan kakinya agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan..."(QS. An Nur 31).

d. Jangan bertabaruj (tampil mencolok dalam berpakaian, perhiasan, make-up, ucapan,


langka, prilaku, sikap, dll)

e. Menjauhkan diri dari parfum, warna-warna, perhiasan, dan semacamnya yang


mencolok saat diluar rumah dan dalam pertemuan dengan kaum laki-laki.

4. Jangan Berkhalwat (Berdua-Duan)

Artinya dilarang berduan,baik dalam ruang maupun dalam kendaraan, atau lainya.
"janganlah sekali-kali seseorang diantara kali berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali
bersama mahram(si wanita)," sabda Nabi saw.

5. Berinteraksi Seperlunya

Interaksi dan pertemuan (pria dan wanita) itu seharusnya sebatas kebutuhan saja, dan
tidak berlebih-lebihan yang dapat menjahukan wanita dari naluri kewanitaanya,
menimbulkan fitnah, atau membuatnya lalai dari kewajiban suci dan utamanya didalam
keluarga. Atau dengan kata lain, pada prinsipnya kaidah yang harus dijaga dalam hal ini
kaida pembatasan. masing-masing harus berkomitmen kuat untuk selalu membatasi diri.
sehigga tidak melakukan interaksi langsung beda jenis nonmahrom, kecuali ketika ada
kebutuhan riil saja dan hanya sebatas kadar kebutuhan itu pula. atau dengan kata lain lagi,
setiap kali berhubungan dan berkomunikasi langsung dengan beda jenis dan nonmahram
muslim/muslimah harusnya selalu waspada

B. Menentukan Jodoh

Pernikahan merupakan sesuatu hal yang sakral, maka untuk mencari pasangan hidup tidak
boleh asal-asalan. karena pada dasarnya setiap orang hanya ingin punya satu pasangan dalam
hidupnya, walaupun dalam perjalanan banyak hal yang terjadi. Sabda Rasulullah SAW :

“Seorang wanita biasanya dinikahi karena empat hal,yaitu karena hartanya, karena
nasabnya (keturunannya), karena kecantikannya dank arena agamanya. Maka utamakan
memilih istri (wanita) karena agamanya. Kamu akan merugi (bila tidak memilih karena
agamanya).” (HR. Bukhari,Muslim dan Abu Dawud)

2
Kriteria Khusus untuk Memilih Calon Suami

Khusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu kriteria
yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami memiliki kemampuan untuk memberi
nafkah. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam telah
menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah
termasuk dalam kategori dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت‬

“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi


tanggungannya.”(HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini
shahih).
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan
menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami. Seperti
kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:

“Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah
telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun
Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak
pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan


Muawiyahradhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah
kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.
Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan utama.
Jika sang calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya
dan keluarganya kelak itu sudah mencukupi. Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan
akhlak zuhud (sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa yang dikarunai Allah) serta mencela
penghamba dan pengumpul harta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan
celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR.
Bukhari).
Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena Allah pun menjanjikan
kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk
diberi rizki.

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka
miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nur:
32)

3
Kriteria Khusus untuk Memilih Istri

1. Utamakan Yang baik Kualitas Agamanya

Faktor pertama ini adalah faktor yang paling dominan dan menentukan. Karena Islam
merupakan agama fitrah dan moral yang mulia, maka suatu pernikahan harus berasaskan
tuntunan sifat-sifat mulia, nilai-nilai luhur dan etika yang baik. Rasulullah SAW menilai
bahwa wanita shalihah merupakan karunia terbesar bagi laki-laki, sebagaimana hadist yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. :
“Empat perkara, yang apabila dianugerahkan kepada seseorang,maka berarti dia
mendapatkan kebaikan didunia dan diakhirat yaitu hati yang pandai bersyukur,l isan yang
sering berdzikir, tubuh yang bersabar atas musibah, dan istri yang tidak menganiaya
suaminya (bisa menjaga diri dan harta sumaminya).” (HR. Thabrani)

2. Haram menikahi Wanita Musyrik/Kafir


Menikahi orang kafit dan musyrik diharamkan dalam islam, sebagaimana disinyalir
dalam firman-Nya :

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.


Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al
Baqarah : 221)

Kerena itu,kita tidak boleh menyambung tali perkawinan antara dua hati dan dua akidah
yang bertentangan. Sebab nilai akhir dari pernikahan bukanlah sekedar pelampiasan seksual,
melainkan adanya kesamaan arah dalam mengarungi bahtera hidup. Itulah rahasia Islam,
kenapa mengharamkan kawin dengan orang yang berbeda agama, karena tidak akan terjalin
kebahagiaan rohani.

3. Utamakan Memilih Yang Bukan Kerabat

4
Islam mengajarkan agar dalam memilih calon pendamping dicari orang yang bukan
kerabat sendiri, dengan menitikberatkan kufu’ (keseimbangan derajat) agama, moral dan
nasab yang mulia. Semua itu untuk menjaga kokohnya keturunan. Sebab, pernikahan antara
kerabat, dapat melumpuhkan jasmani dan otak bagi anak turunannya. Sebagaimana dalam
hadist Rasulullah SAW :
“Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab dapat (berakibat) melahirkan anak yang
lemah (akal dan fisiknya).” (Hadist Syarif)

4. Utamakan Wanita Yang Subur (Berketurunan)


Islam menganjurkan agar seseorang laki-laki (calon suami) memilih perempuan (calon
istri) yang subur dan mencintai,tidak punya penyakit yang menghalangi kehamilan dan
sanggup menjaga tugas sebagai seorang ibu rumah tangga yang baik.
Untuk itu tidak perlu heran,ketika seorang menghadap kepada Nabi SAW seraya berkata :
“Wahai Rasulullah, aku mencintai perempuan yang punya kedudukan dan kekayaan,hanya
saja,dia tidak dapat melahirkan keturunan. Apakah dia harus aku nikahi?” Maka Rasulullah
SAW melarangnya. Lalu datang orang kedua,menanyakan hal yang serupa, Rasulullah SAW
pun melarangnya. Akhirnya,datang orang yang ketiga, dan menanyakan hal yang serupa.
Maka beliaupun bersabda : “Menikahlah dengan perempuan yang subur (dari nasab yang
banyak melahirkan anak) dan mencintai suami,karena aku bangga dengan banyaknya
pengikut dari keturunanmu dihadapan berbagai umat kelak.” (HR. Abu Dawud, Nasa’I dan
Hakim)

5. Mengutamakan Yang Masih Gadis


Islam menganjurkan dalam menentukan pilihan seorang istri,hendaklah mengutamakan
perempuan-perempuan yang masih perawan dari pada janda. Lebih–lebih bagi jejaka atau
mereka yang belum punya keturunan.
“Pilihlah perempuan yang masih perawan, karena paling sedap bibirnya (lidahnya baik
bicara), banyak keturunannya, jarang sifat makarnya, lebih rela dengan kepuasan tabiatnya.”
(HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)

C. Tata Cara Meminang


1. Pengertian Peminangan

Peminangan dalam ilmu fiqih disebut “khitbah” artinya “permintaan”. Menurut istilah
peminangan diartikan sebagai pernyataan atau permintaan dari seorang laki-laki kepada pihak
seorang wanita untuk mengawininya baik dilakukan oleh laki-laki itu secara langsung
ataupun dengan perantaraan pihak lain yang dipercayainya seusai dengan ketentuan-
ketentuan agama.

2. Syarat peminangan

a. Mustahsinah

5
Mustahsinah adalah syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang akan
meninang seorang wanita, agar ia meneliti terlebih dahulu wanita yang akan dipinangnya itu.
Yang termasuk di dalam syarat ini adalah:
 Sekufu adalah kesepadanan dalam harta calon suami dan calon istri
 Wanita yang akan dipinang adalah wanita yang mempunyai sifat kasih sayang
 Jauh hubungan kekerabatan dengan laki-laki peminang
 Hendaknya mengetahui keadaan jasmani, budi pekerti dan sebagainya dari wanita
yang akan dipinang.
b. Lazimah
Lazimah adalah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan. Syahnya
peminangan tergantung pada syarat-syarat lazimah. Yang termasuk dalam syarat lazimah
adalah:
 Wanita tersebut tidak dalam pinangan lelaki lain.
 Wanita tersebut tidak dalam masa iddah
 Wanita tersebut bukan mahram

3. Adab dan tata cara meminang/melamar dalam Islam Menurut Nabi SAW

1) Melihat calon/ wanita.


Melihat yang dimaksudkan disini adalah meliht diri wanita yang ingin dinikahi
dengan tetap berpanutan pada aturan syar’i.
”Dari Anas bin Malik, ia berkata,”Mughirah bin Syu’bah berkeinginan untuk
menikahi seorang perempuan. Lalu rasulullah Saw. Bersabda,”Pergilah untuk melihat
perempuan itu karena dengan melihat itu akan memberikan jalan untuk dapat lebih
membina kerukunan antara kamu berdua”. Lalu ia melihatnya, kemudian menikahi
perempuan itu dan ia menceritakan kerukunannya dengan perempuan itu.(HR. Ibnu
Majah: dishohihkan oleh Ibnu Hibban, dan beberap hadits sejenis juga ada misalnya
diriwayatkan Oleh Tirmidzi dan Imam Nasai))

2) Tidak melamar wanita yang telah dilamar Lelaki lain (meskipun belum member
jawaban).

Meminang/melamar ini berarti melamar secara resmi. Dari Abu Hurairah, Ia


berkata,”Rasulullah SAW bersabda,”Seorang lelaki tidak boleh
meminang perempuan yang telah dipinang saudaranya”(HR. Ibnu Majah)

3) Merahasiakan pelamarannya (tidak mengumumkan ke orang banyak)

Dari Ummu Salamah ra berkata bahwa Rasulullah SAWbersabda,”Kumandangkanlah


pernikahan dan rahasiakanlah peminangan”.

6
4) Wanita yang dilamar terbebas dari segala mawani` (pencegah) dari sebuah
pernikahan.

Misalnya wanita itu sedang menjadi istri seseorang. Atau wanita itu sudah dicerai atau
ditinggal mati suaminya, namun masih dalam masa `iddah. Selain itu wanita yang dilamar
tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang masih menjadi mahram bagi seorang laki-
laki. Maka di dalam Islam tidak dikenal ada seorang laki-laki meminang adiknya sendiri,
atau ibunya sendiri atau bibinya sendiri.

5) Wanita melamar laki-laki Secara syar’i tidak masalah.

”Dari Tsabit, ia berkata,”Kami duduk bersama dengan Anas bin Malik yang
disebelahnya ada seorang anak perempuannya. Lalu Anas berkata,” datanglah seorang
perempuan kepada Nabi SAW, lalu ia menawarkan dirinya kepada beliau, kemudian
perempuan itu berkata,”Wahai Rasulullah maukah tuan mengambil diriku? Kemudian
anak perempuan Anas menyeletuk,”Betapa tidak malunya perempu itu!” Lalu Anas
menjawab,”Perempuan itu lebih baik daripada kamu”. Ia menginginkan rasulullah, karena
itu ia menawarkan dirinya kepada beliau”. (HR. Ibnu Majah).

Hal ini menunjukkan betapa hukum Islam sangat menjunjung tinggi hak wanita.
Mereka tidak hanya berhak dilamar tetapi juga memiliki hak untuk melamar lelaki yang
disukainya.

Anda mungkin juga menyukai