Anda di halaman 1dari 5

Film karakter villain besutan DC Comic, Joker, sukses menjadi film terlaris dengan

pendapatan lebih dari Rp 1,3 triliun pada pekan pertama penayangannya di pasar domestik
Amerika Serikat. Berikut sinopsis cerita film tersebut.

Film Joker merupakan tontonan bergenre psikologi karya sutradara Todd Phillips yang ia
tulis bersama Scott Silver berdasarkan karakter salah satu musuh epos superhero Batman.

Sejak tayang perdana di Indonesia pada 2 Oktober 2019 lalu, film ini masih menjadi topik
pembicaraan panas lantaran disebut-sebut memiliki dampak cukup besar bagi psikologis
penontonnya.

Film berkisah tentang sosok Arthur Fleck alias Joker, seorang badut pembawa papan iklan
berusia 40 tahun yang diperankan begitu baik oleh aktor berkebangsaan Amerika Serikat,
Joaquin Phoenix.

Hidup Arthur kacau balau. Ia dikisahkan menderita kelainan otak yang menyebabkan dia
tertawa pada waktu yang tidak tepat.

JokerSosok Joker digambarkan begitu muram lagi kejam dengan ekspresi aktor Joaquin
Phoenix yang total. (Foto: Warner Bross)

Sosok yang tinggal bersama ibundanya itu diceritakan kerap mengunjungi pekerja layanan
sosial untuk mendapatkan obat dan melakukan konsultasi kejiwaan kepada seorang tenaga
psikiater.

Baca juga: Jadi Film Terlaris, Joker Raup Rp 1,3 Triliun

Suatu hari, papan iklan Arthur dicuri paksa oleh segerombolan anak jalanan yang kemudian
mengeroyokinya di sebuah lorong. Usai kejadian itu, seorang rekan kerjanya meminjamkan
sepucuk pistol sebagai alat perlindungan diri.

Sebuah kesalahan kecil yang dilakukan Arthur saat melakukan kunjungan sebagai badut ke
sebuah rumah sakit anak-anak, membuatnya dipecat dari pekerjaan. Di saat yang hampir
bersamaan, ia juga baru mengetahui kalau kantor layanan sosial tempatnya memperoleh
obat telah ditutup.

Dalam perjalanan pulang menggunakan kereta bawah tanah, Arthur dirundung tiga pebisnis
muda Wall Street, sehingga ia menembak mati ketiganya dengan pistol yang ia pinjam itu.
Arthur tidak menyadari pembunuhan itu akan memulai gerakan unjuk rasa terhadap orang
kaya di kota itu dengan menggunakan topeng badut.

Baca juga: Joaquin Phoenix Sebut Joker Sebagai Film yang Sulit

Sementara kancah politik di kota Gotham, tempat kisah dari film ini bergulir, seorang pria
bernama Thomas Wayne yang tak lain adalah ayah Bruce Waiyne yang kelak menjadi sosok
Batman, mencalonkan diri sebagai wali kota karena merasa resah dengan kekacauan di kota
itu yang tidak kunjung pulih saban waktunya.

Di lain hari, Arthur mencoba peruntungan di sebuah pentas stand up comedy. Sayangnya,
penampilannya malam itu begitu buruk lantaran ia tidak bisa berhenti tertawa di atas
panggung.

Seorang pembawa acara talk show populer di televisi, Murray Franklin, bahkan
menayangkan video penampilan buruk Arthur secara langsung sebagai ejekan.

JokerSosok Joker digambarkan begitu muram lagi kejam dengan ekspresi aktor Joaquin
Phoenix yang total. (Foto: Warner Bross)

Sebuah fakta terkuak sewaktu Arthur mencuri surat milik ibunya. Ia menyadari kalau dirinya
merupakan anak tidak sah dari politikus Thomas Wayne yang begitu terpandang.

Mengetahui kenyataan itu, ia berteriak memaki ibunya karena sekian lama merahasiakan
kebenaran tersebut.

Kisah kemudian berkelindan menjadi petualangan seru penuh kejutan tentang pencarian jati
diri Arthur, rahasia besar yang disimpan sang ibu, kesempatan berkarier di dunia komedi
televisi, kekacauan sosial politik kota Gotham, hingga pembunuhan Thomas Wayne oleh
sekelompok pengunjuk rasa.

Film Joker bisa dibilang cenderung gelap dan muram. Beberapa orang bahkan menyebut
film ini bakal memengaruhi psikologi penontonnya yang lemah.

Lantaran itu, sejumlah pengamat film menyayangkan dengan masih banyaknya orang tua
yang membawa serta anak-anak mereka yang masih berada di bawah batas usia menonton
film dengan rating R (17 tahun ke atas) tersebut.
Dalam sebuah wawancara kepada media, aktor Joaquin Phoenix mewanti-wanti
penontonnya dengan mengatakan film terbarunya itu sebagai film yang sulit dan berdampak
besar.

Ia bahkan memaklumi kalau karya terbarunya itu bakal memantik beberapa pihak untuk
bereaksi keras terhadap film tersebut.

"Saya tidak membayangkan sebelumnya bahwa film itu akan menjadi lancar," kata Phoenix
melansir The Hollywood Reporter, Rabu, 2 Oktober 2019.

"Ini film yang sulit. Dalam beberapa hal, ada kalanya orang-orang akan bereaksi keras
terhadapnya," kata dia.

JokerSosok Joker digambarkan begitu muram lagi kejam dengan ekspresi aktor Joaquin
Phoenix yang total. (Foto: Warner Bross)

Reaksi keras yang dimaksud Phoenix, adalah adanya beberapa pengamanan khusus di
sejumlah bioskop Amerika Serikat saat pemutaran perdananya saat itu.

Berbagai jaringan bioskop AS juga mengubah kebijakan mereka, agar para penonton tidak
berdandan layaknya salah satu karakter super villain DC Comics itu pada pemutaran Joker.

Baca juga: Perbedaan Target Penonton Film Gundala vs Joker

Phoenix juga mengatakan kalau ia ingin agar penonton bersimpati atau berempati dengan
karakternya. Ia juga optimis penonton bisa mendapat pesan penting yang ada dalam film
Joker.

"Rasanya, karena itulah yang harus kita lakukan (empati dan simpati)," kata dia.

"Saya pikir kita sebagai penonton mampu untuk melihat kedua hal itu (masalah dan pesan
dalam Joker) secara bersamaan dan mengalaminya dan menghargainya," ujar dia.
Menalar Kasus Ibu Bunuh Anaknya dari Kacamata Psikologi

Masalah internal dan eksternal Faktor utama yang membuat orangtua atau orang dewasa
kehilangan akal hingga mampu menyakiti anak adalah adanya permasalahan dalam dirinya,
baik secara internal maupun eksternal.

Masalah internal adalah kemelut yang ada dalam diri dan benak seseorang yang bisa
tercipta akibat sejumlah faktor atau gabungan di antaranya. Sementara masalah yang
bersifat eksternal adalah permasalahan-permasalahan yang datang dari luar dirinya,
misalnya masalah ekonomi, lingkungan, dan sebagainya. Biasanya itu banyak terjadi di
ekonomi lemah, di tempat-tempat kumuh yng secara lingkungan berbeda etika, tatanan.

Dia harus bekerja secara fisik keras, sampai rumah juga enggak nyaman, anak teriak-teriak,
kanan kiri berteriak-teriak juga karena himpitan ekonomi dan sebagainya. Stimulusnya lebih
memunculkan agresifitas di orangtua tersebut.

Ada pula tuntutan memenuhi kebutuhan hidup dengan harga yang serba mahal, belum lagi
jika memiliki hutang dan harus segera dibayarkan. Masalah-masalah itu dapat memengaruhi
seorang orangtua untuk kehilangan logika berpikirnya secara sehat, hingga melakukan
tindakan-tindakan di luar nalar.

Semua itu berdampak hati dan pikiran enggak tenang jadi kalut, bingung, apalagi kalau
berkaitan sama hutang. Itu luar biasa berat, pola pikirnya jadi berat. Kekalutan semacam ini
membuat orang tua memiliki potensi melakukan tindakan-tindakan yang menyakiti bahkan
membahayakan anaknya. Ketidakmampuan menyelesaikan masalah Secara psikologis,
orangtua yang sampai hati melakukan tindak agresif kepada anaknya dapat disebut sebagai
orang yang tidak mampu menyelesaikan masalah dan mengelola emosinya. Jadi dalam
individu orangtua ini, secara psikologis memang ketidakmampuan untuk menyelesaikan
masalahnya itu tinggi. Kalau ada masalah, emosi. Kemudian meledak-meledak, dampak
lebih jauhnya adalah agresi.
Anggapan orangtua tidak mampu menyelesaiakan masalahnya sendiri semakin menguat
ketika si orangtua menganggap tangisan, kerewelan, dan tingkah laku sang anak sebagai
suatu faktor yang membawanya pada kondisi yang semakin sulit. Hal ini sering Jadi Pemicu
Bunuh Diri, Depresi Berikut Tindakan agresif yang diarahkan pada anak hingga
menyebabkan kematian diyakini Hening bukan sebagai tindakan yang hanya terjadi satu kali
saja.

Sampai pada satu waktu si anak mungkin rewel, terus tidak bisa dikendalikan juga, orangtua
semakin emosi, tidak bisa menyelesaikan masalahnya dengan nalar. Akhirnya, tindakan
agresif ini yang sebelumnya berulang-ulang pada momen tertentu dia akan lebih hebat lagi.

Fim ini rencana akan dibuat menjadi film pendek/mini dokumenter yang berisi cuplikan
cuplikan berita kisah nyata, film, potongan gambar dll. yang akan diisi dengan narasi dengan
dan wawancara serta pendapat beberapa msyarakat serta memunculkan atau mengkaitkan
kejadian dengan teori teori psikologi.

Anda mungkin juga menyukai