Anda di halaman 1dari 22

KARYA TULIS ILMIAH

PENGEMBANGAN SEDIAAN FOMULASI KRIM ANTI ACNE


NANOPARTIKEL EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.)

DosenPengampu:
Apt. Yani Ambari, S.Farm, M.Farm
Apt. Ariel Dwi Puspitasari,S.Farm
Apt. Marthy Meliana, S.Farm
Apt. M.Fithrul Mubarok, S.Farm, M.Farm

Disusun Oleh:
Kelompok 2 (Dua)

0
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES RUMAH SAKIT ANWAR MEDIKA
2021

1
LAPORAN KARYA TULIS ILMIAH
PENGEMBANGAN SEDIAAN FOMULASI KRIM ANTI ACNE
NANOPARTIKEL EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.)

Disusun Oleh:
1. Muhammad Arif Lukman (16020200053)
2. Divya Risviandita (18020200013)
3. Zumrotul Kharimah (18020200056)
4. Adelia Candra Permatasari (18020200062)
5. Mareta Nur Aisyah (18020200076)
6. Uci Fauzhia Rahmawati (18020201098)

Tanggal pengumpulan : .......... Nilai : ..........

Ketua Kelompok Dosen Penilai

2
Muhammad Arif Lukman ..............................

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia – Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas KARYA TULIS ILMIAH
ini dengan judul ‘‘PENGEMBANGAN SEDIAAN FOMULASI KRIM ANTI ACNE
NANOPARTIKEL EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.)” Makalah ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas kelompok matakuliah Farmasetika. Dalam menyusun karya tulis ilmiah
ini, kami sebagai penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman yang telah
mendukung terselesaikannya karya tulis ilmiah ini. Kami menyadari bahwa dalam menyusun
karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya karya tulis ilmiah ini. Kami juga
berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan khususnya bagi
pembaca pada umumnya.

Sidoarjo, 21Desember 2020

Kelompok 2

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................................6
1.3 Tujuan Karya Tulis Ilmiah.................................................................................................................6
BAB II.........................................................................................................................................................7
KAJIAN PUSTAKA...................................................................................................................................7
2.1 Pengertian Jerawat.............................................................................................................................7
2.2 Sediaan krim......................................................................................................................................8
2.2.1 Pengertian Krim..........................................................................................................................8
2.2.2 Formula umum sediaan krim......................................................................................................9
2.2.3 Formulasi sediaan krim.............................................................................................................10
2.3 Daun sirih........................................................................................................................................11
2.4 Ekstraksi..........................................................................................................................................12
2.5 Nanopartikel....................................................................................................................................14
2.6 Kulit.................................................................................................................................................15
BAB III......................................................................................................................................................16
METODOLOGI PERCOBAAN................................................................................................................16
3.1 AlatdanBahan..................................................................................................................................16
3.2 Metode Kerja...................................................................................................................................16
3.3 Uji Terhadap Sediaan Krim.............................................................................................................18
3.4 Evaluasi...........................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................21

4
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit memiliki peran penting bagi tubuh manusia. Kulit merupakan salah satu dari indra
pada manusia, yaitu sebagai indra peraba. Mereka saling bekerjasama untuk melaksanakan
system koordinasi yang membuat tubuh dapat berjalan dengan baik. Kulit merupakan organ
tubuh terbesar yang menutup semua permukaan tubuh.
Jerawat (acne) adalah gangguan pada kulit yang berhubungan dengan produksi minyak
(sebum) berlebih. Jerawat terjadi ketika folikel rambut atau tempat tumbuhnya rambut tersumbat
oleh minyak dan sel kulit mati. Hal tersebut menyebabkan peradangan serta penyumbatan pada
pori-pori kulit. Peradangan ini ditandai dengan munculnya benjolan kecil (yang terkadang berisi
nanah) di atas kulit. (Antonius Nugraha, 2017).
Anti-acne merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi jerawat yang disebabkan oleh
bakteri Propionilbacterium acnes. Biasanya anti-acne yang sering kita jumpai yaitu berbentuk
gel,salep ataupun krim dimana mengandung zat aktif clindamycin. Akan tetapi pada era sekarang
ini timbul inisiatif untuk membuat suatu sediaan farmasi anti-acne dengan kandungan zat aktif
dari tanaman herbal dengan kata lain mengembangkan obat tradisional.
Penggunaan obat tradisional dinilai memiliki efek samping lebih kecil dibandingkan
dengan obat yang berasal dari bahan kimia, disamping itu harganya lebih terjangkau. Delapan
puluh persen penduduk Indonesia hidup di pedesaan dan kadang sulit dijangkau oleh tim medis
dan obat-obat modern. Mahalnya biaya pengobatan modern menyebabkan masyarakat
kebanyakan berpaling ke obat tradisional yang berasal dari alam 8 .
Obat tradisional sebagian besar berasal dari tumbuhan. Daun sirih hijau (Piper betle L.)
merupakan tanaman yang telah terbukti secara ilmiah memiliki aktivitas sebagai antibakteri.
Berdasarkan penelitian ekstrak terpurifikasi pada konsentrasi 20 mg/mL memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Propionilbacterium acnes yang sangat kuat. Ekstrak etanol pada
daun sirih memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap P.acne dan Staphylococcus aureus
multiresisten dengan KBM (Kadar Bunuh Minimum) masing-masing sebesar 0,25% b/v dan
0,5% b/v. (Nuralifa,2018).

5
Krim merupakan salah satu bentuk sediaan topical yang dapat digunakan sebagai
antijerawat. Sediaan krim untuk kulit dapat berfungsi sebagai pelindung yang baik bagi kulit.
Suatu sediaan krim yang baik harus memenuhi syarat tertentu seperti memiliki kestabilan fisik
yang memadai.
Teknologi nanopartikel saat ini telah menjadi tren baru dalam pengembangan system
penghantaran obat. Partikel atau globul pada skala nanometer memiliki sifat fisik yang khas
dibandingkan dengan partikel pada ukuran yang lebih besar terutama dalam meningkatkan
kualitas penghantaran senyawa obat. Kelebihan lain dari teknologi nanopartikel adalah
keterbukaannya untuk dikombinasikan dengan teknologi lain, sehingga membuka peluang untuk
dihasilkan system penghantaran yang lebih sempurna.
Salah satu produk teknologi nano dibidang kosmetika dan farmasi adalah krim nanopartikel.
Telah diperoleh krim nanopartikel dengan teksturnya yang halus yang dapat meningkatkan
stabilitas emulsi dan meningkatkan sifat kelembaban kulit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak etanol daun sirih dapat diformulasikan menjadi sediaan krim
nanopartikel?
2. Bagaimana evaluasi fisik terhadap sediaan krim nanopartikel?
1.3 Tujuan Karya Tulis Ilmiah
Bertujuan untuk mengembangkan formulasi sediaan krim nanopartikel anti-acne dengan
ekstrak etanol daun sirih ( Pipet betle L.)

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 PengertianJerawat
Jerawat adalah suatu keadaan dimana pori-pori kulit tersumbat sehingga menimbulkan
kantung nanah yang meradang. Salah satu penyebabnya adalah bakteri Propionibacterium acnes.
Untuk pengobatan jerawat, digunakan antibiotik yang dapat membunuh bakteri penyebab
jerawat, contohnya klindamisin, eritromsin, dan tetrasiklin. Namun obat sintetik ini jelas
mempunyai efek samping berupa iritasi atau resistensi apabila digunakan dalam jangka panjang.
Oleh sebab itu dibutuhkan alternatif lain dalam mengobati jerawat yaitu dengan menggunakan
bahan alam yang diharapkan bias meminimalkan efek samping dari penggunaan obat antibiotik
yang tidak diinginkan.

Penderita jerawat umumnya diderita oleh sekitar 75-80% orang dewasa yang sering
menyebabkan rasa kurang nyaman dari penderitanya. Masalah yang timbul selain berhubungan
dengan estetika juga psikologi, yaitu dapat mengakibatkan depresi dan kegelisahan. Prevalensi
penderita tergantung pada umur dan jenis kelamin. Pemeliharaan kesehatan oleh masyarakat di
negara-negara berkembang menurut World Health Organization (WHO) 80% menggunakan
tanaman yang mengandung senyawa berkhasiat obat berdasarkan pengalaman masa lalu.
Jerawat adalah penyakit yang banyak diderita masyarakat terutama remaja. Penyakit ini
dapat disebabkan oleh bakteri yaitu P.acnes dan bakteri S.epidermidis. Bakteri ini merupakan
flora normal di kulit, namun dapat bersifat invasif. Penyebab lain adanya zat nutrisi bagi bakteri
yang diproduksi dari sekresi kelenjar sebasea yakni air, asam amino, urea, garam dan asam
lemak. Bakteri ini berperan pada proses kemotaktik inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik
pengubah fraksi sebum menjadi massa padat, yang menyebabkan terjadinya penyumbatan pada
saluran kelenjar sebasea.
Jerawat yang disebabkan oleh bakteri P.acnes menimbulkan efek yaitu menghasilkan
lipase yang memecahasam lemak bebas dari lipid kulit yang akan menyebabkan terjadinya
inflamasi jaringan sehingga mendukung terbentuknya acne. Jerawat seringkali menimbulkan rasa
nyeri yang disebabkan karena adanya peradangan pori-pori pada wajah tertutup debu dan
7
minyak. Bakteri yang dapat memicu terjadinya peradangan pada jerawat adalah
Propionobacterium acnes, Staphylococus epidermis dan Stahpylococus aureus.

2.2 Sediaan krim

Kelebihan sediaan krim, yaitu mudah menyebar rata, praktis, mudah dibersihkan atau dicuci,
cara kerja berlangsung pada jaringan setempat, tidak lengket terutama tipe m/a, memberikan rasa
dingin (cold cream) berupa tipe a/m, digunakan sebagai kosmetik, bahan untuk pemakaian
topical jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun. Sedangkan kekurangan sediaan krim, yaitu
susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas. Gampang pecah
disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe
a/m karena terganggu system campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan
perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan (Sumardjo,
Damin, 2006).
2.2.1 Pengertian Krim
Krim (cremores) adalah bentuk sediaan setengah padat berupa padat berupa emulsi yang
mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60%. Krim ada dua tipe yaitu krim tipe minyak
dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M). Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A)
ditujukan untuk penggunaan kosmetik dan estetika. Stabilitas krim akan rusak jika system
campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan komposisi, misalnya adanya penambahan
salah satu fase secara berlebihan. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan dengan teknik
aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan.

Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki.
Sebagai bahan pengemulsi krim, dapat digunakan emulgid, lemak buludomba, setasium,
setilalkohol, stearilalkohol, golongan sorbitan, polisorbat, PEG, dan sabun. Bahan pengawet
yang sering digunakan umumnya adalah metal paraben (nipagin) 0,12-0,18% dan propel paraben
(nipasol) 0,02-0,05%.

Krim dapat dibuat dengan cara melelehkan lemak, lemak dilebur di atas penangas air,
kemudian tambahkan bagian airnya dari zat pengemulsi. Setelah itu, aduk sampai terbentuk suatu
campuran yang berbentuk krim (Syamsuni,2012).

8
2.2.2 Formula umum sediaan krim
a. Bahan dasar

Krim mempunyai suatu emulsi minyak dalam air (M/A) atau air dalam minyak (A/M).
1.) Asam stearat
2.) Adeps lanae
3.) Paraffin liquid
4.) Aquades

b. Bahan aktif

Bahan aktif yang biasanya terkandung dalam sediaan adalah bahan yang larut dalam air, larut
dalam minyak atau member efek lokal pada kulit.

c. Zat tambahan

d. Bahan tambahan yang sering digunakan untuk memberikan keadaan yang lebih baik dari
suatu krim. Bahan tambahan yang sering digunakan adalah:

1) Zat pengemulsi

Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki,
sebagai pengemulsi dapat digunakan triethanolamin, emulgid, lemak bulu domba, setaseum,
setilalkohol, dan golongan sorbitol, polisorbat.

2) Zat pengawet

Mencegah timbulnya bau tengik dalam sediaan krim biasanya ditambahkan antioksidan
sebagai pengawet dapat digunakan nipagin.

3) Zat pewangi dan zat pewarna

Zat-zat lain berguna untuk meningkatkan daya tarik suatu krim dan warna yang sebenarnya
dari krim (Wasitaatmadja, 1997).

9
2.2.3 Formulasi sediaan krim
Krim ada dua tipe, yaitu krim tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M),
berikut adalah formula krimtipe M/A:
Formulasi krim M/A

a) Formula Standar (FMS)


R/ Acid Stearin 142
Glycerin 100
Natrium Biborat 2,5
Triatehanolamin 10
Nipagin q.s
Aquadest ad 750

b) Formulasi krim M/A dalam Formula Kosmetika Indonesia (Kemenkes RI,2012)


R/ Asam stearate 8,0
Stearil alcohol 4,0
Butil stearate 6,0

BHA/BHT/tocopherol q.s
Gliserin monostearat 2,0
Propilen glikol 5,0
KO 0,4
Pengawet q.s
Air ad 100
Pewangi q.s

C) Formulasi krim M/A dalam Ilmu Meracik Obat (Anief, 2016)


R/ Acid Stearinici 15,0
Cerae Albi 2

Vaselini Albi 8
Triethanolamini 1,5
Propylene Glycol 8,0

10
Aquadest 65,5

2.3 Daun sirih


Tanaman sirih adalah tanaman antibakteri yang merupakan salah satu tanaman asli di
Indonesia dan tanaman sirih sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini banyak
tumbuh di daerah-daerah di Indonesia seperti Jawa, Madura, Bali, Aceh, Sumatera, Timor,
Sulawesi, Ternate dan Lampung. Tanaman ini banyak memiliki manfaat tetapi sedikit dari
masyarakat yang mengetahuinya.
Tanaman sirih hijau(Piper betle L.) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak
dimanfaatkan untuk pengobatan. Tumbuhan sirih merupakan tanaman yang tumbuh subur
disepanjang Asia tropis hingga Afrika Timur, menyebar hamper diseluruh wilayah Indonesia,
Malaysia, Thailand, Sri Lanka, India hingga Madagaskar. Pemanfaatan dari bahan alami yang
dijadikan sebagai obat tradisional di Indonesia akhir-akhir ini meningkat, bahkan beberapa bahan
alam telah diproduksi secara fabrikasi dalam skala besar. Penggunaan obat tradisional dinilai
memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan
kimia, disamping itu pemanfaatan dari bahan alami ini harganya jauh lebih terjangkau. Daun
sirih hijau (Piper betle L.) memiliki kemampuan antiseptik, antioksidasi dan fungisida. Bagian
dari tanaman sirih yang dapat dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat adalah daunnya, untuk
bias mendapatkan ekstrak dari daun sirih, masyarakat bias merebus daunnya atau diinang. Daun
sirih hijau juga diyakini dapat menguatkan gigi, menyembuhkan luka-luka kecil di mulut,
menghilangkan bau mulut, menghentikan pendarahan gusi, dan sebagai obat kumur.
Senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan sirih hijau tidak seluruhnya
merupakan senyawa polar, namun juga terdapat senyawa non polar ataupun semi polar dan
bersifat lipofil, sebagaimana yang terkandung pada tanaman tingkat tinggi pada umumnya.
Pelarut etanol, etilasetat dan n-heksan merupakan pelarut organik yang banyak digunakan dalam
proses ekstraksi, yang dapat melarutkan senyawa flavonoid, saponin, aglikon flavonoid, steroid
dan lain-lain.
Efek antibakteri dari tanaman sirih hijau dikarenakan kandungan minyak atsiri dari daun
sirih hijau yang komponen utamanya terdiri atas fenol dan beberapa derivatnya diantaranya
adalah euganol dan kavikol yang berkhasiat sebagai antibakteri. Dengan khasiat daun sirih hijau
sebagai antibakteri, masyarakat bias memanfaatkannya baik sebagai antiseptic untuk mencegah

11
penyakit diare, juga bias digunakan sebagai obat kumur untuk menghilangkan bau mulut dan
mengobati radang gusi, daun sirih hijau juga bias digunakan sebagai alternative terapi Acne
Vulgaris atau jerawat, bahkan pemberian rebusan daun sirih dan kunyit dapat menurunkan
keputihan patologis pada remaja.
Penggunaan bahan alam semakin meningkat karena mudah diproleh dan dinilai
mempunyai keamanaan yang lebih tinggi daripada obat sintesis. Salah satu bahan alam yang
mempunyai aktivitas antibakteri adalah daun sirih (Piper betle Linn). Ekstrak etanol daun sirih
mempunyai aktivitas terhadap bakteri Staphylococus aureus pada konsentrasi 2,5%. Penggunaan
dosis yang cukup besar ketika diformulasikan dalam sediaan akan menghasilkan warna sediaan
yang kurang menarik.

2.4 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan satu atau beberapa zat yang dapat larut dari
suatu kesatuan yang tidak bias larut dengan bantuan bahan pelarut. Ekstraksi banyak dilakukan
dalam bidang industry makanan dan juga farmasi. Berdasarkan prosesnya, ekstraksi dibedakan
menjadi:

Ekstraksi cair-cair, yaitu proses pemisahan cairan dari suatu larutan dengan
menggunakan cairan sebagai bahan pelarutnya.

Ekstraksi padat-cair, yaitu proses pemisahan cairan dari padatan dengan menggunakan
cairan sebagai bahan pelarutnya.

1. EKSTRAKSI SECARA DINGIN

- Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan pelarut selama beberapa hari pada suhu kamar. Metode maserasi
digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam
cairan pelarut, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Keuntungan dari metode ini adalah
peralatannya sederhana dan mudah untuk dilakukan. Sedangkan kerugiannya antara lain
membutuhkan waktu yang cukup lama selama masa perendaman, cairan pelarut yang digunakan

12
cukup banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti
benzoin, tiraks dan lilin.

- Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang
telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel
padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak
merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama
proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.

2. EKSTRAKSI SECARA PANAS

- Refluks

Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut yang relative konstan dengan adanya pendinginan balik. Ekstraksi
refluks digunakan untuk mengekstraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan. Prinsip
dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakanakan menguap pada suhu tinggi,
namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap
akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan
tetap ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air
atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk sintesis senyawa
anorganik karena sifatnya reaktif.

- Soxhletasi

Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari


dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air
oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk
kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungan metode ini adalah
dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan
secara langsung, pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pemanasannya dapat diatur.
Sedangkan kerugiannya, karena pelarut digunakan secara berulang, ekstrak yang terkumpul pada

13
wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi
peruraian oleh panas.

- Destilasi uap

Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak menguap
(esensial) dari sampel tanaman. Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia
yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik
didih tinggi pada tekanan udara normal.

Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya melarutkan yang
tinggi terhadap zat yang diekstraksi. Daya melarutkan yang tinggi ini berhubungan dengan
kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang diekstraksi. Terdapat kecenderungan kuat bagi
senyawa polar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya.

2.5 Nanopartikel
Sebagai formulasi suatu partikel yang terdispersi pada ukuran nanometer atau skala per
seribu mikron. Batasan ukuran partikel yang pasti untuk system ini masih terdapat perbedaan
karena nanopartikel pada system penghantaran obat berbeda dengan teknologi nanopartikel
secara umum. Pada beberapa sumber disebutkan bahwa nanopartikel baru menunjukkan sifat
khasnya pada ukuran diameter di bawah 100 nm, namun batasan ini sulit dicapai untuk system
nanopartikel sebagai system penghantaran obat. Nanopartikel obat secara umum harus
terkandung obat dengan jumlah yang cukup di dalam matriks pada tiap butir partikel, sehingga
memerlukan ukuran yang relative lebih besar disbanding nanopartikel non-farmasetik. Meskipun
demikian secara umum tetap disepakati bahwa nanopartikel merupakan partikel yang memiliki
ukuran di bawah 1 mikron (Tiyaboonchai, 2003; Buzea et al., 2007). Ukuran ini dapat
dikarakterisasi secara sederhana dan secara visual menghasilkan dispersi yang relative
transparan, serta perpanjangan lama pengendapan disebabkan karena resultan gaya ke bawah
akibat gravitasi sudah jauh berkurang. Hal tersebut sebagai akibat dari berkurangnya massa tiap
partikel dan peningkatan luas permukaan total yang singnifikan menghasilkan interaksi tolak-
menolak antarpartikel yang besar dan muncul fenomena gerak Brown sebagai salah satu
karakterspesifik partikel pada ukuran koloidal (Gupta dan Kompella, 2006).

14
Beberapa kelebihan nanopartikel adalah kemampuan untuk menembus ruang-ruang
antarsel yang hanya dapat ditembus oleh ukuran partikel koloidal (Buzea et al., 2007),
kemampuan untuk menembus dinding sel yang lebih tinggi, baik melalui difusi maupun
opsonifikasi, dan fleksibilitasnya untuk dikombinasi dengan berbagai teknologi lain sehingga
membuka potensi yang luas untuk dikembangkan pada berbagai keperluan dan target. Kelebihan
lain dari nanopartikel adalah adanya peningkatan afinitas dari system karena peningkatan luas
permukaan kontak pada jumlah yang sama (Kawashima, 2000). Pembentukan nanopartikel dapat
dicapai dengan berbagai teknik yang sederhana. Nanopartikel pada sediaan farmasi dapat berupa
system obat dalam matriks seperti nanosfer dan nanokapsul, nanoliposom, nanoemulsi, dan
sebagai sistem yang dikombinasikan dalam perancah (scaffold) dan penghantaran transdermal.

2.6 Kulit
Fungsi kulit yaitu dengan adanya reseptor (penerima rangsan) pada kulit, maka kulit
memiliki peran yang sangat penting dalam system koordinasi. Dikutip situs Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), di mana sebagai system sensorik. Setiap ujung
reseptor memiliki fungsi dan bentuk yang berbeda. Dimana kulit berfungsi untuk melindungi dan
menerima rangsangan sensorik dari eksternal.
Kulit sebagai alat peraba memiliki banyak fungsi antara lain:
a) Melindungi tubuh dari gangguan lingkungan
b) Tempat penyimpanan lemak
c) Tempat pembentukan vitamin D dengan bantuan sinar matahari
d) Membantu mengatur suhu, dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh.
e) Dalam system koordinasi, kulit akan bekerja dengan system saraf.
f) Alat pengeluaran
Kulit sebagai organ sensorik berperan untuk menerima informasi dari lingkungan luar atau
dalam tubuh yang kemudian dihantarkan kesusunan saraf pusat. Di otak, informasi dari kulit
akan diterima dan diolah untuk diterjemahkan. Contoh, jika rangsangan panas maka rangsangan
tersebut akan diterima oleh reseptor panas.

15
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


a. Alat
Alat yang digunakan selama pembuatan krim hingga pengujian sifat fisik antara lain
seperti alat maserasi (toples, pengaduk, kainflanel), oven, rotary, mortar dan stemper, cawan
porselin, pipet tetes, pot salep, kaca arloji, kaca objek, gelas ukur 10ml, gelas ukur 50 ml,
timbangan digital, kertas perkamen, waterbath, seperangkat alat uji daya lekat, peralatan daya
sebar (cawan petri, anak timbang 5, 10, 20 g, kertas mm blok), viskotester (Vt Rion 04), pH
meter (Cyber Scan pH 110), dan peralatan uji daya proteksi (kertas saring, penggaris).
b. Bahan
Bahan yang digunakandalamjurnaliniyaitu: daunsirih (Piper betleL.), lanolin,
asamstearat, setilalkohol, gliserin, TEA, metil paraben, natrium metabisulfite, rose oil,
danaquadest.

3.2 Metode Kerja


a) Identifikasi daun sirih (Piper betleL.)
Tanaman sirih (PiperbetleL.) yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya
dideterminasi dahulu untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan benar-benar
tanaman sirih(Piperbetle L.). Determinasi dilakukan di Universitas Setya Budi, Surakarta.
b) Pembuatan simplisia
Sebanyak 3 kg daun sirih (Piper betleL.) dicuci bersih dengan menggunakan air untuk
menghilangkan pengotornya, lalu ditiriskan di atas papan. Daun sirih basah kemudian
dikeringkan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam, setelah itu dikeringkan lagi
dengan oven pada suhu 400-500C sampai simplisia kering. Setelah kering daun sirih
diblender menjadi serbuk kemudian diayak. Hasil ayakan kemudian ditimbang sebagai berat
kering sebanyak 500 gram.
c) Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Etanol Daun Sirih
Ekstrak daun sirih sebanyak 1 gram dilarutkan dalam 3,5 ml etanol dan ditambahkan 1,5 ml
aquadest. Kedalam campuran ditambahkan Na alginate 0,1% sebanyak 10 ml dan CaCl 0,2%

16
sebanyak 35 ml sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan magnetic stirrer pengadukan
dilanjutkan selama kurang lebih 2 jam sampai terbentuk koloid nanopartikel ekstrak daun sirih.
Koloid yang terbentuk disentrifugasi dan diambil padatan terlarut kemudian dicuci dengan
aquadest dan dikeringkan dalam freezer selama kurang lebih 2 hari. Padatan disimpan dalam
lemari pendingin sampai menjadi serbuk kering.
a. Maserasi
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Serbuk daun sirih
sebanyak 500g yang diperoleh dimasukkan ke dalam toples kaca kemudian ditambahkan cairan
penyari yaitu etanol 96% sebanyak 3 Liter. Didiamkan selama 5 hari sambil sesekali diaduk.
Setelah 5 hari cairan disaring dengan kain flanel. Filtrat yang diperoleh dikentalkan dengan
Rotary evaporator dengan suhu yang diatur dibawah 600°C dengan kecepatan 5 rpm selama ± 7
jam lalu dipindahkan ke dalam cawan penguap dan dikentalkan di atas waterbath.
b. Perhitungan rendemen ekstrak
Perhitungan rendemen ekstrak dihitung dengan:

berat ekstrak kental


x 100 % b/b
berat simplisia kering

c. FormulasiSedianKrim
Sediaan salep yang akan dibuat adalah Krim anti jerawat ekstrak daun sirih(Piper betle
Linn)
No. Nama Bahan F1 F2 F3 Fungsi
1. NanopartikelEkstrakdaunsiri 0,2 0,3 0,4 Zataktif
h
2. Lanolin 3 3 3 Basis
3. Asamstearate 12 12 12 Pengemulsivanishing
cream
4. Setilalcohol 2 2 2 Emulsifying
5. Gliserin 8 8 8 Humektan
6. TEA 3 3 3 Pengemulsi dan
alkalizing agent
7. Metil paraben 0,1 0,2 0.3 Pengawet
8. Nametabisulfit 0,1 0,2 0,3 Antioksidan
9. Rose oil 3 3 tetes 3 tetes Pelembabkulit

17
tetes
10. Aquadest Ad Ad Ad Parut
100 100 100

d. Pembuatankrimekstrakdaunsirihdengan basis vanishing cream


Fase air yaitu gliserin, Na metabisulfit dan aquadest dicampur dalam cawan porselin
kemudian dipanaskan di atas waterbath sampai metilparaben larut. Tujuan pemanasan adalah
untuk membantu kelarutan metilparaben, selain itu agar tidak terjadi perbedaan suhu yang tinggi
saat pencampuran dengan fase minyak yang dapat menyebabkan tidak tercampurnya kedua fase.
Fase minyak yaitu asam stearate, trietanolamin dan setil alcohol dicampur di dalam cawan
porselin kemudian dilebur di atas waterbath sampai melebur seluruhnya. Tujuan peleburan disini
karena asam stearate dan setilalcohol berupa padatan dan mempermudah pencampuran ketiga
fase minyak tersebut, kemudian siapkan alat mixer untuk mencampurkan semua bahan dimixer
dan diultrasonikasi. Setelah kedua fase melarut, secara bersamaan dituang dalam mortar panas
kemudian ditambah dengan bahan aktif nanopartikel ekstrak daun sirih dilakukan dengan dua
cara yaitu sebelum ultrasonikasi dan sesudah ultrasonikasi. Selanjutnya produk krim ini diuji
kandungan bahan aktifnya apakah ada pengaruh penambahan sebelum dan sesudah terhadap
kandungannya dalam krim. Lalu ukuran partikel dianalisis dengan menggunakan Particle Size
Analyzer (PSA) dan anti jerawat (anti acne) dianalisis menggunakan tikus Wistar dilaboratorium
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan RS Anwar Medika.

3.3 Uji Terhadap Sediaan Krim


1. Uji Aktivitas Krim Terhadap Propionibacterium acne
Uji aktivitas antibakteri terhadap sediaan krim dapat dilakukan dengan cara memasukkan
media agar darah ke dalam cawan petri sebanyak 10 mL dan dibiarkan hingga memadat sebagai
lapisan dasar. Sebanyak enampen cadang dimasukkan secara aseptis ke dalam cawan petri,
ditambahkan 1 mL suspense bakterike dalam 15 mL media agar darah dan dimasukkan ke dalam
cawan petri secara aseptis sebagai lapisan semisolidnya sampai memadat. Kemudian dilakukan
pengujian dengan cara menimbang masing-masing sebanyak 1 g sediaan krim F0 (control
negatif), F1, F2, F3, dan serta sediaan X (Kontrolpositif) dimasukkan dalam lubang sumuran.
Media bakteri yang sudah ditetesi bahan antibakteri dimasukkan ke dalam candle jar, kemudian

18
diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 24 jam. Diameter zona hambat yang terbentuk diukur
menggunakan micrometer untuk menentukan aktivitasantibakteri.
2. Uji Stabilitas Fisik (Cycling Test)
Uji stabilitas fisik dapat dilakukan dengan menyimpan sampel pada suhu 40oC selama 24 jam
lalu dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu 40oC selama 24 jam, waktu selama penyimpanan
dua suhu tersebut dianggap satu siklus. Uji stabilitas dilakukan sebanyak 6 siklus kemudian
diamati ada tidaknya pemisahan fase yang terjadi pada sediaan. Uji stabilitas fisik meliputi
pengamatan organoleptis, uji homogenitas, uji viskositas, uji dayasebar, uji pH, dan uji tipekrim.

3.4 Evaluasi
a. Uji Organoleptis Uji tentang karakter fisik sediaan krim yang dilakukan dengan
bantuan panca indra, meliputi:
Bentuk: dideskripsikan bentuk sediaan.
Warna: dideskripsikan warna sediaan.
Bau: dideskripsikan aroma sediaan.
Rasa: dideskripsikan rasa kenyamanan sediaan.
b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas ini dilakukan dengan cara mengoleskan krim yang telah dibuat
pada kaca objek, kemudian dikatupkan dengan kaca objek yang lainnya kemudian dilihat
apakah basis yang dioleskan pada kaca objek tersebut homogen dan apakah
permukaannya halus dan merata.
c. Uji Tipe Krim
Sediaan krim diambil secukupnya kemudian diletakkan pada drupple plate. Ditambahkan
1 tetes indicator metilen blue. Jika warna biru dari metilen blue dapat tercampur merata
pada sediaan krim maka krim tipe M/A.
d. Uji pH
Uji pH dilakukan untuk mengetahui krim yang dihasilkan bersifat asam dan basa
dilihat dari nilai pH yang diperoleh. Dalam sediaan topikal, pH berkaitan dengan
rasa ketika dioleskan, pH yang terlalu asam atau basa akan menimbulkan iritasi pada
kulit sehingga perlu kesesuaian sediaan krim dengan pH kulit.

19
Kulit merupakan lapisan yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi
utama kulit sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar
dengan rentang pH pada sediaan topikal 4,5-6,5. Pengaturan pH juga untuk menjamin
kestabilan asam stearat dan trietanolamin sebagai emulgator. Sediaan krim dinyatakan
aman bila berada pada lapisan epidermis kulit dengan pH yaitu5-8.
e. Uji Viskositas
Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui kekentalan dari sediaan krim yang
diharapkan agar mudah dioleskan. Viskositas krim yang baik ditunjukkan dengan krim
yang memiliki konsentrasi yang tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental.
f. Uji Daya Lekat
Pengujian daya melekat krim dilakukan untuk mengetahui daya melekat krim pada
kulit dengan mengukur lama waktu melekat krim pada alat uji daya melekat. Hal
tersebut akan berhubungan dengan lama waktu kontak krim dengan kulit hingga efek
terapi yang diinginkan tercapai.
g. Uji Daya Sebar
Pengujian daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan kecepatan
penyebaran krim pada kulit saat dioleskan pada kulit. Adanya variasi konsentrasi
trietanolamin dan asam stearate mempengaruhi daya sebardari sediaan krim yang
dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi asam stearate maka akan meningkatkan
viskositas krimse hingga daya sebar menjadi semakin kecil. Penambahan beban yang
bertahap akan memberikan daya sebar yang lebih baik sehingga penetrasi obat lebih
optimal.
h. Uji Daya Proteksi
Pengujian daya proteksi dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan
melindungi kulit dari pengaruh luar, dalam halini yang digunakan sebagai parameter
adalah cairan yang bersifat basa.

20
DAFTAR PUSTAKA

http://jurnal.unpad.ac.id/ijpst/article/view/8643
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=jurnal+tentang+antijerawat&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p
%3DhDw8aafuBf4J
https://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/kesmas/article/view/23086
&ved=2ahUKEwjdxMrJqIHuAhVHX30KHSGaBicQFjABegQIAhAE&usg=AOvVaw1Azonjke
B6hWYigRs_hUyE
Fitriansyah SN, Dolih G. Formulasi Dan EvaluasifisiksediaankrimpelembabDimethysilanol
Hyaluronate.

21

Anda mungkin juga menyukai