Anda di halaman 1dari 3

2.1.1.

Dimensi Keterpaduan Sosial (Social Cohesion)


Ada berbagai upaya untuk menentukan dimensi kohesi sosial. Dari hasil
penelaahan terhadap berbagai pendekatan telah ditarik kesimpulan bahwa konsep kohesi
sosial menggabungkan terutama dua dimensi tujuan sosial yang dapat analitis dibedakan
menjadi dua yaitu:
1. Dimensi pertama menyangkut pengurangan kesenjangan, ketidakadilan, dan
pengucilan sosial.

- Didefinisikan sebagai rendahnya tingkat kesejahteraan (rendahnya status


ekonomi) dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial
mungkin dikarenakan tidak mendapat kesempatan yang sama / kesenjangan antara
perempuan dan laki-laki, generasi, strata sosial, dengan disabilitas, kelompok
kewarganegaraan. Contoh : Ketidaksetaraan gender dalam keterlibatan dalam
pekerjaan rumah tangga dan anak, peluang dalam partisipasi ataupun kerja dalam
politik, ketidaksetaraan antara orang-orang cacat dan non-cacat di akses ke
transportasi umum atau lembaga pendidikan dan ketidaksetaraan antara warga
negara dan non-negara dalam pendaftaran pendidikan atau keselamatan publik.
2. Dimensi kedua menyangkut penguatan hubungan sosial, interaksi dan hubungan.
Dimensi ini mencakup semua aspek yang umumnya juga dianggap sebagai modal sosial
suatu masyarakat.
- Konsep modal sosial mencakup kualitas hubungan dan interaksi antara individu
atau kelompok yang saling berkomitmen, memiliki kepercayaan, rasa memiliki
dan solidaritas yang sesuai dengan aturan/norma yang berlaku. Hal ini menjadi
dasar-dasar koherensi sosial internal di masyarakat (McCracken 1998, Woolley
1998; Jenson 1998b; O' Connor 1998).
Dimensi ini mencakup semua aspek yang umumnya juga dianggap sebagai modal
sosial suatu masyarakat. (Berger-schmitt, 2000)
2.1.2. Norma Sosial
Norma-norma sosial disetujui, diatur, dipertahankan dan diterima oleh mayoritas
dari  anggota masyarakat tertentu  atau norma-norma sosial kelompok adalah
kepercayaan masyarakat tentang perilaku dan sikap yang normal, bisa diterima di dalam
konteks sosial tertentu . Di dalam banyak situasi, persepsi masyarakat dari norma ini
akan sangat mempengaruhi perilaku mereka. Dimensi norma-norma sosial dapat
dikenali:
1. Norma keikutsertaan
Didalam norma keikutsertaan menyangkut atau menyinggung tentang minat dan
kemauan seseorang untuk mengikuti sesuatu.
2. Norma Tentang Kepemimpinan
Mengacu pada aturan masyarakat, kepercayaan dan sistem tentang atribut
(pembawaan) pemimpin.

a. Peran para pemimpin masyarakat yang dirasa.

b. Atribut yang dirasa seorang yang baik dapat memimpin untuk program (solusi
ke masalah) dengan anggota masyarakat

3. Norma tentang program / isu spesifik


Mengacu pada kepercayaan masyarakat dan aturan tentang bagaimana bisa
diterima akan memperbicangkan dan mengambil bagian di dalam aktivitas
mengenai program atau masalah / isu, terutama yang perlu / dapat berhadapan
dengan program itu, secara kebiasaan dikeluarkan dari diskusi, tingkat detil untuk
diskusi dan tingkat resiko pribadi.

a. Luas dimana masalah (program) dapat dibahas dengan bebas di dalam


masyarakat

b. Derajat tingkat dan tingkat dukungan anggota masyarakat yang lain mempunyai
peran dalam memecahkan masalah (program):

2.1.3. Contoh Kohesi Sosial (Social Cohesion)


Pada agenda Nawacita ketiga Presiden, Joko Widodo dan Wakil Presiden RI,
Jusuf Kalla, telah menjawabnya dengan menebalkan frace “membangun Indonesia dari
pinggiran”. Artinya, pembangunan tidak lagi terpusat di perkotaan tetapi menyebar
secara merata ke seluruh pelosok daerah.
Kebijakan desentralisasi asimetris dengan melindungi kepentingan nasional
Indonesia di kawasan perbatasan, diharapkan dapat memperkuat daya saing ekonomi
Indonesia secara global. Juga dapat membantu daerah-daerah yang pelayanan publiknya
belum cukup memadai. Ini salah satu poin yang terkandung dalam agenda Nawacita
ketiga. Kebijakan desentralisasi asimetris memang secara teoritis tergolong baru di
Indonesia, bila dibandingkan dengan teori desentralisasi yang hanya mengedepankan
pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah. Desentralisasi asimetris lebih fokus terkait
bagaimana wewenang keuangan, pengawasan dan kelembagaan didesentralisasikan
secara kontekstual dalam membangun keutuhan NKRI, termasuk kawasan perbatasan.
Kemajuan digitalisasi bidang informasi sekaligus dapat membawa dampak positif
maupun negatif. Dalam hal positif, dapat memudahkan dan mempercepat masyarakat
dalam mengakses informasi mengenai apapun. Selain itu juga dapat memajukan dunia
bisnis dan industri kreatif. Tapi sisi negatifnya, informasi yang disebarluaskan dapat
disalahgunakan oleh orang yang tidak tepat. Dapat dikonsumsi oleh pihak yang tidak
memiliki kapasitas untuk mengolah informasi tersebut secara baik dan benar.
Kohesi sosial tersebut juga diarahkan untuk berorientasi secara politik, yaitu
untuk meredam dan menyatukan kembali masyarakat yang terkotak-kotak usai
perhelatan politik pemilihan kepala daerah (Pilkada). Sehingga daerah atau bangsa kita
dengan modal sosial berupa  nilai toleransi, gotong royong,  kebinekaan, saling percaya,
bekerja bersama, jangan sampai dikalahkan oleh kepentingan ekonomi dan politik
jangka pendek. Disamping itu, tradisi dialog, bekerja bersama, gotong royong dan
saling percaya yang dikenal sebagai ciri khas masyarakat Indonesia perlu
diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dalam menciptakan
kohesi sosial nasional yang kuat dan hidup berdampingan secara damai di kawasan
perbatasan.

Anda mungkin juga menyukai