Anda di halaman 1dari 11

Peran Farmasi Klinis

Oleh:

Martanty Aditya

Universitas Ma Chung
2018
Peran Farmasi Klinis

Sejarah farmasi klinis


Dimulai pada jaman Hipocrates yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”, dan saat itu belum
dikenal dengan adanya profesi Farmasi. Peran seorang dokter adalah mendiagnosa penyakit sampai
dengan menyiapkan obat. Seiring berjalannya waktu semakin banyak masalah terjadi mulai dari
penyediaan obat yang semakin rumit sehingga dirasa perlu adanya keahlian tersendiri.
Frederick II (1240 M) memisahkan secara lebih jelas peran dokter dan farmasi melalui dekrit “Two
Silices”. Dunia kefarmasian semakin berkembang dengan bermunculnya industri obat sehingga
terpisah kegiatan farmasi di bidang industri (manufacturing) dan penyedia obat (compounding) dan
dikenal sebagai periode tradisional. Tujuannya pemisahan ini adalah untuk (1) menyediakan,
membuat dan mendistribusikan obat yang berkhasiat; (2) formulasi sediaan obat dengan seni yang
dimiliki, namun disisi lain industry farmasi yang terus berkembang menyebabkan peran farmasis
menjadi semakin kecil.
Pada tahun 1950 masuk dalam periode transisional dimana peran farmasi terus berkembang sampai
dengan distribusi dan dispensing. Hal ini disebabkan karena ilmu kedokteran semakin spesialit diikuti
dengan adanya obat baru yang terus berkembang pesat. Kondisi lainnya yang dialami adalah biaya
kesehatan yang dikeluarkan semakin meningkat karena adanya kemutakhiran teknologi dan jumlah
penduduk, selain tuntutan oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu semakin
besar.
Pada tahun 1960 ilmu farmasi berkembang sampai dengan farmasi klinis dan pemberian konsultasi
dalam proses dispensing. Pada tahap ini terdapat perubahan dimana adanya peningkatan interaksi
antara farmasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Peran ini semakin dioptimalkan dengan
tujuan memaksimalkan efek terapi, meminimalkan risiko dan biaya serta menghormati pilihan pasien.
Pada tahun 1990 terjadi pergeseran paradigma dalam layanan kefarmasian yang awalnya berorientasi
kepada obat menjadi ke pasien. Layanan kefarmasian difokuskan pada tiga proses yaitu:
1. Assessment, menjamin semua terapi obat memiliki indikasi, efektif dan aman dan mengidentifikasi
masalah terkait obat
2. Development of a care plan, pemecahan masalah terapi obat, pencapaian sasaran terapi dan
pencegahan masalah yang bersifat potensial
3. Evaluation, dilakukan terhadap kemajuan sasaran terapi dan memperkirakan kembali munculnya
masalah baru

Indonesia sendiri melalui SK Menkes No 436 tahun 1993, mendefinisikan secara lebih spesifik
pelayanan farmasi klinis yang meliputi:
§ Melakukan konseling
§ Monitoring efek samping obat
§ Pencampuran obat suntik dengan teknik aseptic
§ Menganalisis efektivitas biaya
§ Penentuan kadar obat dalam darah
§ Penanganan obat sitostatika
§ Penyiapan total parentral nutrisi
§ Pemantauan penggunaan obat (monitoring efektivitas terapi dan efek samping obat)
§ Pengkajian penggunaan obat (lembar DRP – permasalahan terkait obat)

Farmasi klinis
Farmasi klinis terdiri dari sekumpulan fungsi mempromosikan keamanan, efektivitas dan penggunaan
ekonomik dari obat-obatan untuk pasien secara individu. Proses farmasi klinis membutuhkan aplikasi
aplikasi spesifik pengetahuan farmakologi, farmakokinetik, farmasetika dan terapetik untuk pelayanan
pasien.
Menurut Clinical Resources and Audit Group (1996), memaksimalkan efek obat dan meminimalkan
toksisitas obat pada masing-masing pasien.
Tujuan: memaksimalkan efek terapi, meminimalkan risiko dan biaya, menghormati pilihan pasien

Karakteristik farmasi klinik


§ Berorientasi pada pasien
§ Terlibat langsung di ruang perawatan rumah sakit (ward pharmacist)
§ Bersifat pasif, dengan cara memberikan intervensi setelah pengobatan dimulai atau memberikan
informasi jika diperlukan
§ Bersifat aktif, dengan cara memberi masukan kepada dokter sebelum pengobatan dimulai dan juga
penyebaran informasi melalui bulletin kesehatan
§ Bertanggung jawab terhadap setiap saran atau tindakan yang dilakukan
§ Menjadi mitra dan pendamping dokter

Pelayanan kefarmasian
Sebuah sistem ko-operatif berpusat pada pasien untuk mencapai outcome spesifik dan positif dari
sebuah kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan tentang pengobatan. farmasi klinik praktis adalah
komponen penting dalam menyampaikan layanan kesehatan.
Ketika target terapi dari pengobatan tidak tercapai secara maksimal, maka perlu dilakukan identifikasi
tentang masalah yang mungkin terjadi dalam pengobatan (DRP). Hal ini menjadi penting karena dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Pada penelitian prospektif sampai dengan 28% kecelakaan
dan kedaruratan dihubungkan dengan pengobatan dimana 70% diantaranya dapat dicegah dan yang
paling sering disebabkan ketidakpatuhan dan peresepan yang tidak tepat serta monitoring.
Pelayanan kefarmasian yang berfokus pada pasien diharapkan dapat mengidentifikasi, mencegah atau
memberikan rekomendasi pada kejadian DRP.

Pasien Tenaga kesehatan lainnya


§ Assessment, targetnya adalah menegakan § Menyesuaikan gaya konsultasi untuk
riwayat pengobatan actual dan DRP yang mencapai kebutuhan pasien
potensial § Mempertimbangkan berbagai kondisi
§ Care plan, pada tahapan ini bertujuan yang memengaruhi pasien
untuk mengoptimalkan layanan dan § Menciptakan jalur komunikasi yang
Farmasis
menjadi tanggung jawab farmasis dan paling efektif dengan pasien
pasien untuk mencapai target § Mendorong pasien untuk bertanya
§ Evaluasi, meninjau progress target terapi tentang kondisi dan terapinya
§ Peduli terhadap tampilan berkomunikasi
dapat meningkatkan keterlibatan pasien

Proses konsultasi
Konsultasi menjadi bagian yang sangat penting dalam mencapai setiap tahapan Drug Use Process
(DUP) dan disini membutuhkan kemampuan farmasis dalam mengeksplor dan membangun hubungan
dengan pasien. kemampuan farmasis dalam melakukan konseling yang efektif merupakan hal yang
mendasar dalam layanan kefarmasian termasuk di dalamnya untuk meningkatkan kepatuhan. Dibawah
ini merupakan daftar pertanyaan terstruktur yang dapat digunakan untuk mengetahui gejala dimana
tujuannya adalah untuk meminimalkan kesalahpahaman antara pasien dengan tenaga kesehatan.
Kemampuan tenaga kesehatan untuk membangun hubungan juga menjadi hal yang sangat penting.
Beberapa perilaku yang harus dikembangkan adalah aktif mendengarkan, gunakan pertanyaan terbuka,
menghormati pasien, hindari jargon, berikan rasa empati serta memahami hal yang sifatnya sensitif
1 GENERAL
ception is that health care professionals who possess good fied with the consultation, if their views about illness and
communication skills are also able to consult effectively with treatment have been taken into account and the risks and
patients;
provide thethis relationship
pharmacist with a will
rigid not holdtoifuse
structure there
whenis a failure
to grasp thebenefits
essential of treatmentofdiscussed.
components consultation The mnemonic approach to
tech-
questioning patients about their symptoms but, although consultation
nique. Research into patients'does not address
perceptions adequately
of their illness the complex inter-
useful, serve to make the symptom or disease the focus of and treatment has demonstrated
action that may take that they
place arebetween
more likely a patient and a health
Box
the 1.2 Mnemonics
consultation used
rather than theinpatient.
the pharmacy
A commonconsultation
miscon- process
to adhere to care
their practitioner.
medication regimen, and be more satis-
ception is that health care professionals who possess good fied with the consultation, if their views about illness and
WWHAM
communication skills are also able to consult effectively with treatment have Undertaking
been taken intoaaccount
pharmaceutical
and the risksconsultation
and can be consid-
W
patients; this relationship will not hold if there is a failure ered asdiscussed.
benefits of treatment a series Theof four interlinked
mnemonic approach phases,
to each with a goal
W and not
consultation does set address
of competencies
adequately the(Table
complex 1.4inter-
). These phases follow a
H action that may take place between
problem-solving a patient
pattern, and a health
embrace relevant aspects of adher-
Box 1.2 Mnemonics used in the pharmacy consultation process
A care practitioner.
ence research and attempt to involve the patient at each stage
M
WWHAM Undertaking a pharmaceutical consultation can be consid-
W
in ofthe
ered as a series fourprocess. For
interlinked effective
phases, consultation,
each with a goal the practitioner
WAS METTHOD also needs(Table
and set of competencies to draw
1.4 ). upon
These a range
phases of communication
follow a behav-
HA iours
problem-solving (Boxembrace
pattern, 1.3 ). This approach
relevant aspectsserves
of adher-to integrate the agendas
A ence research of
andbothattempt to involve
M
S patient andthepharmacist.
patient at eachItstage
provides the vehicle for
M in the process. For effective consultation, the practitioner
agreeing on the issues to be addressed and the responsibilities
E METTHOD
AS also needs to draw upon a range of communication behav-
AT iours (Box 1.3accepted by each
). This approach party
serves in achieving
to integrate the desired outcomes.
the agendas
S of both patient The
and ability to consult
pharmacist. It provideswith
the patients
vehicle foris a key process in the
T
M
H delivery
agreeing on the issues toof pharmaceutical
be addressed care and consequently requires
and the responsibilities
E accepted by each partyreview
in achieving
TO regular and the desired outcomes.
development, regardless of experience. To
The ability to consult with patients is a key process in the
TD ensure these core skills are developed, individuals should use
H delivery of pharmaceutical care and consequently requires
O regular reviewtrigger questionsregardless
and development, to prompt reflection
of experience. To on their approach to
ENCORE
D consulting
ensure these core skills are(Box 1.4 ). individuals should use
developed,
E
trigger questions to prompt reflection on their approach to
N
ENCORE
consulting (Box 1.4 ).
C
E
N
C
Box 1.3 Consultation behaviours
Box 1.3 Consultation behaviours
Active listening
O Active listening
O
Avoid jargon
Avoid jargon
R
R
E
E

Table 1.4 Pharmaceutical consultation process


Table 1.4 Pharmaceutical consultation process
Element Goal Examples of associated competencies
Element Goal Examples of associated competencies

Negotiates shared agenda

Data collection and Negotiates shared agenda

Data collection and

Penatalaksanaan pengobatan
6 Penatalaksanaan pengobatan meliputi cara pemilihan obat, memperoleh, mengirimkan, meresepkan,
mengadministrasikan dam mereview untuk mengoptimalkan pengobatan dan mengemas informasi
untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam layanan kesehatan (pembuatan – distribusi – pelayanan) .
The evidence for one specific mode of therapy may not be
conclusive. In this circumstance, the pharmacist will need to
call on their understanding of the principles of pharmaceutical
science and on clinical experience to provide the best advice
Clinical pharmacy functions and possible.
knowledge
The following practical steps in the delivery of pharmaceuti-
Indikator proses
cal care penggunaan
are based obat
largely on the DUP. The ‘select regimen’Without background information on the patient's health and
and ‘drug administration’ indicators have been amalgamated social circumstances (Table 1.5 ) it is difficult to establish the
§ Kebutuhan
at step 3. obat, pastikan indikasi tepat untuk setiapexistence
pengobatan dan problem
of, or potential for, MRPs.medik ditujukan
When this information is

untuk efek terapetiknya. Hal yang menjadi penting adalah informasi lengkap pasien yang relevan
Table 1.5 Relevant patient details

Factor Implications

Age

Gender

7
termasuk di dalamnya adalah diagnosa sebelumnya yang telah ditegakkan serta dan diferensial
diagnosa perlu didokumentasikan termasuk riwayat pengobatan sebelumnya dan catatan alergi.

§ Pemilihan obat, pemilihan dan rekomendasi obat yang tepat didasarkan pada kemampuan untuk
mencapai efek terapetik yang maksimal (benefit>>>risk), dengan mempertimbangan variabel dari
pasien, status dan biaya terapi. Dimana seluruh tahapan tersebut telah dilaksanakan pada bagian
yang pertama. Pada tahap selanjutnya adalah menseleksi obat yang digunakan untuk
meminimalkan dan menghindarkan interaksi pasien dengan obat, obat dengan penyakit dan obat
dengan obat.

§ Pemilihan regimen, pemilihan regimen terapi yang tepat untuk mencapai target terapi yang
diinginkan termasuk adalah biaya tanpa mengurangi efektivitas atau menyebabkan toksisitas.
Banyak faktor yang memengaruhi aksi setempat termasuk di dalamnya adalah perhitungan dosis
yang tepat dan pemilihan cara/rute pemberian yang tepat

§ Penyediaan obat, fasilitas dispensing dan proses penyediaan jadi obat dapat dipersiapkan secara
adekuat, dibagikan dalam kemasan yang sesuai dan diberikan kepada pasien pada waktu yang
tepat. Termasuk didalamnya adalah menghindari kesalahan pengemasan atau pelabelan serta
instruksi dan pemberian nama pada etiket.

§ Monitor terapi obat, bertujuan untuk mencapai efektivitas atau untuk menentukan dan
mengendalikan efek samping, memodifikasi atau tidak melanjutkan. Monitoring khusus perlu
dilakukan pada obat dengan indeks terapi sempit. Misalnya digoksin, teofilin dan aminoglikosida.
Selain itu pada antikoagulan seperti warfarin dan heparin.

§ Konseling pasien, konseling dan edukasi kepada pasien atau pendampingnya untuk memastikan
penggunaan obat secara tepat. Untuk konseling pertama kali, perlu ditanyakan apa yang sudah
pasien ketahui ataukan mereka memiliki suatu kepercayaan tertentu terhadap penyakit yang sedang
dialami. Berikut adalah pertanyaan dasar yang dapat diajukan:
a. Apakah saudara mengetahui tentang penyakit yang dialami atau pengobatan yang diterima,
apabila iya ceritakan apa yang saudara ketahui tentang penyakit/pengobatan tersebut?
b. Apa yang telah dijelaskan oleh dokter kepada saudara?
c. Sudahkan anda membaca/mencari informasi yang berhubungan dengan penyakit saudara?
Setelah mendapatkan informasi ini, apoteker dapat memberikan informasi tambahan yang perlu
ditambahkan oleh pasien yang belum diperoleh. Selain itu perlu dilakukan pembenaran bila terdapat
kesalahpahaman tentang informasi atau pengetahuan dari pasien. Hal ini perlu dilakukan secara
bijaksana agar tidak menyinggung pasien. Gaya bahasa informasi yang disukai adalah bernada
positif, ramah, membesarkan hati dan membuat pasien lebih tenang, praktis dan mudah dimengerti,
menghargai privasi serta hangat.
Pemberian informasi secara tulisan selain lisan pada awal konseling sebaiknya dilakukan dan
informasi tulisan ini dapat diberikan pada sesi akhir konseling untuk menghindari terpecahnya
konsentrasi.
Selain itu juga perlu diberikan pertanyaan yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan pasien dan
hindari nada yang menghakimi. Hal ini dapat diketahui dengan menanyakan berapa dosis yang
terlewati?; kapan terakhir mengunjungi layanan kesehatan?; selama tidak mengunjungi apa yang
dirasakan oleh pasien?. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketaatan
misalnya dengan sistem dosis terpantau (MDS), alarm, pengingat lanjutan, penyederhanaan
regimen terapi dan pemberian informasi secara tertulis dan lisan.
Peran seorang farmasis disini adalah sebagai pendamping, maka yang perlu diciptakan adalah
suasana kolaborasi untuk bekerjasama dalam mencapai target terapi.
Informasi yang berhubungan dengan pengobatan

Informasi dasar
a. Nama obat (nama generik dan dagang), dosis dan cara pemberian
b. Bagaiman cara kerja obat
c. Berikan alasan mengapa pemakaian obat perlu dilakukan dengan benar

Cara pakai
a. Berapa banyak obat yang digunakan
b. Seberapa sering obat tersebut digunakan, dan bila memerlukan waktu khusus/tertentu
c. Informasi khusus misalnya diminum sebelu, setelah atau sementara makan atau juga
pengunaan obat harus disertai banyak mengkonsumsi air putih
d. Penyimpanan, misalnya dalam wadah yang sejuk, kering, hindari dari jangkauan anak-anak,
dalam lemari es dan penyimpanan disertai tanggal daluwarsa

Efek samping obat


a. Efek samping umum yang mungkin terjadi – kapan efek samping terjadi dan apa yang harus
dilakukan bila terjadi
b. Efek samping serius – perlu menghubungi tenaga kesehatan atau langsung datang ke layanan
kesehatan

Interaksi obat
§ Evaluasi efektivitas, mengevaluasi efektivitas terapi obat pasien dengan meninjau seluruh langkah
dan memastikan setiap langkah sudah tepat.
Studi Kasus 1
Pasien Tn AK usia 42 tahun, MRS (di UGD) tanggal 19 Januari 2019 pkl. 04.30. Beliau dibawa ke
rumah sakit oleh teman kerjanya karena mengalami mual sejak 1 minggu yang lalu namun tidak
muntah. Badan terasa capek dan lemah kemudian nafsu makan menurun dan demam selama 3-4
hari. Diagnosa masuk dari dokter untuk Tn. AK berdasarkan hasil pemeriksaan lab pada saat di
UGD adalah diabetes mellitus (DM) dan investigasi infeksi. Tn AK menderita DM selama 1 tahun.
Tn AK tgl sendiri dan seorang dosen yang mengampu mata kuliah umum. Gaji yang didapatkan
digunakan untuk membiayai hidup dan dan juga kedua orang tuanya yang sudah tidak bekerja lagi.
Tn. AK mendapatkan fasilitas BPJS dari tempat kerja namun jarang digunakan. Ayah Tn. AK
menderita DM selama 12 tahun sedangkan Ibunya menderita hipertensi selama 5 tahun. Setelah
dipotong dengan berbagai keperluan untuk orang tuanya, rata-rata pendapatan Tn AK adalah
150rb/hari. Walaupun telah mengetahui dirinya menderita diabetes mellitus, tidak bisa mengurangi
kebiasaannya yaitu kopi 2 gelas per hari dan rokok 1 bungkus per hari. Namun Tn. AK patuh
terhadap pengobatan yaitu diberikan oleh dokter yaitu metformin 1x500mg pagi hari, dan sejak
menggunakan metformin, Tn AK tidak pernah mengeluhkan gejala apapun.

Setelah hasil pemeriksaan lab pada tanggal 20 Januari 2019 keluar, oleh dokter pasien di diagnose
dengan DM tipe 2, demam tifoid dan dyslipidemia

Hasil pemeriksaan fisik adaah sebagai berikut:


19/01
Pemeriksaan Satuan Nilai normal 20/01 21/01 22/01
saat di UGD
Tekanan darah mmHg 120/80 120/80 120/80 120/80 120/80
HR x/menit 75-80 80 75 78 78
Temperatur oC <37 39,5 39,5 39,0 39,0
RR x/menit ±20 18 19 19 19

Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik


19/01
Pemeriksaan Satuan Nilai normal 20/01 21/01 22/01
saat di UGD
WBC/Leuko X 109/L 7,5 ± 3,5 14 14 13,9 14
HGB/Hb 14,0g% 15,5 ± 2,5 14
HCT/PVC % 37-50 44,2
PLT/Trombo X 109/L 150-400 250
LED Mm/jam <6;<10 10
CRP Mg/dL <5 5
Natrium mMol/L 134-145 138 140 140 140
Kalium mMol/L 3,6-5,0 4,1 4,0 4,1 4,2
SGOT U/L <38 34 34 30 32
SGPT U/L <41 39 40 40 39
Kreatinin mg/dL 0,5-1,2 0,9
Asam urat mg/dL 3,4-7,0 5,0
Trigliserida mg/dL 200
HDL-chol mg/dL 55
LDL-chol mg/dL <100 200
Gula puasa mg/dL 200 200 195 195
2 jam PP mg/dL 280 275 275 275
HBA1c %
IgM anti
Positif
salmonella

Hasil kultur darah: positif Salmonella thypi


Hasil peta kuman di RS sepanjang tahun 2017-2018
Salmonella thypi pada rumah sakit tempat Tn AK dirawat sudah resisten terhadap kloramfenikol,
ampisilin, amoksilin. Antibiotika yang masih sensitive adalah siprofloksasin

Regimen pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah


Nama obat Frekuensi Rute Waktu 19/01 20/01 21/01 22/01
Metformin 1x500mg Oral P Ö Ö Ö Ö
HCl OGB /hari Si
Dexa So
M
Paracetamol 3x500mg Oral P Ö Ö Ö Ö
OGB Dexa /hari Si Ö Ö Ö
So Ö Ö Ö
M
Chloramex 4x500mg IV P Ö Ö Ö Ö
/hari Si Ö Ö Ö
So Ö Ö Ö
M Ö Ö Ö
Lipitor 1x10mg Oral P
/hari Si
So
M Ö Ö Ö

Catatan perawat:
19-21 Januari 2019:
Pukul 06.00 pasien makan ½ porsi bubur dan masih mengeluhkan mual
Pukul 12.00 pasien hanya makan beberapa suap dan masih mengeluhkan mual
Pukul 16.00 pasien mengeluhkan mual

22 Januari 2019
Pukul 06.00 pasien makan beberapa suap bubur dan masih mengeluhkan mual (tidak ada
perbaikan jika dibandingkan dengan saat pertama kali MRS)

Review dilakukan oleh seorang farmasi klinis tanggal 22 Oktober 2012 pukul 10.00
Langkah pengerjaan
Jika mendapat kasus 1, langkah konkrit yang dilakukan adalah …..

Langkah 1

Langkah 2

Langkah 3

Langkah 4

Langkah 5

Anda mungkin juga menyukai