Anda di halaman 1dari 23

TUGAS HUKUM PERUSAHAAN DAN PERSAINGAN USAHA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Perusahaan Dan Persaingan
Usaha
Dosen Pengampu : Dr. Rani Sri Agustina, S.H.,M.H.

Disusun Oleh :
Amar Fajar Setiawan (1111180089)
Rina Nur Octavia (1111180099)
Mas Viska Putri Andini (1111180109)
Salwa Fadilla Ananda (1111180119)
M Armand Prasetyanto (1111180129)
Andre Agvarez Simanullang (1111180139)

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
 Pembahasan Koperasi

Menurut Undang-undang Nomor 11 Menurut Undang-Undang Nomor 25


Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Pengertian: Pengertian:
Koperasi adalah koperasi sebagaimana Koperasi adalah badan usaha yang
dimaksud dalam Undang-Undang beranggotakan orang-seorang atau
tentang Perkoperasian (pasal 1 UU No badan hukum Koperasi dengan
11 Tahun 2020) melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip Koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar
atas asas kekeluargaan. ( UU No 25
Tahun 1992)

Jenis Koperasi: Jenis Koperasi:


Pasal 6 Pasal 6
(1) Koperasi Primer dibentuk paling (1) Koperasi Primer didirikan oleh
sedikit oleh 9 (sembilan) orang. paling sedikit 20 (dua puluh) orang
(2) Koperasi Sekunder dibentuk oleh perseorangan dengan memisahkan
paling sedikit 3 (tiga) Koperasi sebagian kekayaan pendiri atau
Anggota sebagai modal awal Koperasi.
(2) Koperasi Sekunder didirikan oleh
paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer.

Perangkat Organisasi Koperasi Perangkat Organisasi Koperasi


Pasal 21 Pasal 21
(1) Perangkat organisasi Koperasi Perangkat Organisasi Koperasi terdiri
terdiri atas: a. Rapat Anggota; b. dari :
Pengurus; dan c. Pengawas. a. Rapat Anggota;
(2) Selain memiliki perangkat b. Pengurus;
organisasi Koperasi sebagaimana c. Pengawas.
dimaksud pada ayat (1), Koperasi yang
menjalankan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah wajib
memiliki dewan pengawas syariah.

Rapat Anggota Rapat Anggota:


Pasal 22 Pasal 22
(1) Rapat Anggota mempakan (1) Rapat Anggota merupakan
pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemegang kekuasaan tertinggi dalam
Koperasi. Koperasi.
(2) Rapat Anggota sebagaimana (2) Rapat Anggota dihadiri oleh
dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur
anggota yang pelaksanaanya diatur dalam Anggaran Dasar.
dalam Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga.
(3) Rapat Anggota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan secara daring dan/atau
luring.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Rapat Anggota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dalam Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga.

Usaha Koperasi Usaha Koperasi


Pasal 43 Pasal 43
(1) Usaha Koperasi adalah usaha yang (1) Usaha Koperasi adalah usaha yang
berkaitan langsung dengan berkaitan langsung dengan
kepentingan anggota untuk kepentingan anggota untuk
meningkatkan usaha dan kesejahteraan meningkatkan usaha dan kesejahteraan
anggota. anggota.
(2) Usaha Koperasi sebagaimana (2) Kelebihan kemampuan pelayanan
dimaksud pada ayat (1) dapat Koperasi dapat digunakan untuk
dilaksanakan secara tunggal usaha atau memenuhi kebutuhan masyarakat yang
serba usaha. bukan anggota Koperasi.
(3) Kelebihan kemampuan pelayanan (3) Koperasi menjalankan kegiatan
Koperasi dapat digunakan untuk usaha dan berperan utama di segala
memenuhi kebutuhan masyarakat yang bidang kehidupan ekonomi rakyat.
bukan anggota Koperasi dalam rangka
menarik masyarakat menjadi anggota
Koperasi.
(4) Koperasi menjalankan kegiatan
usaha dan berperan utama di segala
bidang kehidupan ekonomi ralryat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kegiatan usaha Koperasi diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Di antara Pasal 44 dan Pasal 45 Pasal 44:
disisipan 1 (satu) pasal, yakni Pasal (1) Koperasi dapat menghimpun dana
44A sehingga berbunyi sebagai dan menyalurkannya melalui kegiatan
berikut: usaha simpan pinjam dari dan untuk :
Pasal 44A a. anggota Koperasi yang
(1) Koperasi dapat menjalankan bersangkutan; b. Koperasi lain dan/atau
kegiatan usaha berdasarkan prinsip anggotanya.
syariah. (2) Kegiatan usaha simpan pinjam
(2) Koperasi sebagaimana dimaksud dapat dilaksanakan sebagai salah satu
pada ayat (1) harus mempunyai dewan atau satu-satunya kegiatan usaha
pengawas syariah. Koperasi.
(3) Dewan pengawas syariah (3) Pelaksanaan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) simpan pinjam oleh Koperasi diatur
terdiri atas 1 (satu) orang atau lebih lebih lanjut dengan Peraturan
yang memahami syariah dan diangkat pemerintah
oleh Rapat Anggota. Pasal 45
(4) Dewan pengawas syariah (1) Sisa Hasil Usaha Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pendapatan Koperasi yang
bertugas memberikan nasihat dan saran diperoleh dalam satu tahun buku
kepada Pengurus serta mengawasi dikurangi dengan biaya, penyusutan,
kegiatan Koperasi agar sesuai dengan dan kewajiban lainnya termasuk pajak
prinsip syariah. dalam tahun buku yang bersangkutan.
(2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi
dana cadangan, dibagikan kepada
anggota sebanding dengan jasa usaha
yang dilakukan oleh masing-masing
anggota dengan Koperasi, serta
digunakan untuk keperluan pendidikan
perkoperasian dan keperluan lain dari
Koperasi, sesuai dengan keputusan
Rapat Anggota.
(3) Besarnya pemupukan dana
cadangan ditetapkan dalam Rapat
Anggota.
 Pembahasan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Menurut Undang-undang Nomor 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun


Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah
Pengertian: Pengertian:
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Usaha Mikro adalah usaha produktif
yang selanjutnya disingkat UMK-M milik orang perorangan dan/atau badan
adalah usaha mikro, usaha kecil, dan usaha perorangan yang memenuhi
usaha menengah sebagaimana kriteria Usaha Mikro sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang diatur dalam Undang-Undang ini.
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi
Menengah (Pasal 1 UU No 11 Tahun produktif yang berdiri sendiri, yang
2020). dilakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan
atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan sebagaimana
diatur dalam UndangUndang ini.
Kriteria Usaha Mikro, kecil dan Pasal 6
menengah. (1) Kriteria Usaha Mikro adalah
Pasal 6 sebagai berikut: a. memiliki kekayaan
(1) Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan bersih paling banyak Rp50.000.000,00
Menengah dapat memuat modal usaha, (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk
omzet, indikator kekayaan bersih, hasil tanah dan bangunan tempat usaha; atau
penjualan tahunan, atau nilai investasi, b. memiliki hasil penjualan tahunan
insentif dan disinsentif, penerapan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
teknologi ramah lingkungan, ratus juta rupiah).
kandungan lokal, atau jumlah tenaga (2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai
kerja sesuai dengan kriteria setiap berikut: a. memiliki kekayaan bersih
sektor usaha. lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai juta rupiah) sampai dengan paling
kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
Menengah diatur dalam Peraturan juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
Pemerintah. bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Kriteria Usaha Menengah adalah
sebagai berikut: a. memiliki kekayaan
bersih lebih dari Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
milyar rupiah).
(4) Kriteria sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat
(2) huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf
a, huruf b nilai nominalnya dapat
diubah sesuai dengan perkembangan
perekonomian yang diatur dengan
Peraturan Presiden.

Aspek Perizinan Aspek Perizinan


Pasal 12 Pasal 12
(1) Aspek perizinan usaha (1) Aspek perizinan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf e ditujukan untuk: ayat (1) huruf e ditujukan untuk:
a. menyederhanakan tata cara dan jenis a. menyederhanakan tata cara dan jenis
Perizinan Berusaha dengan sistem perizinan usaha dengan sistem
pelayanan terpadu satu pintu; dan pelayanan terpadu satu pintu; dan
b. membebaskan biaya Perizinan b. membebaskan biaya perizinan bagi
Berusaha bagi Usaha Mikro dan Usaha Mikro dan memberikan
memberikan keringanan biaya keringanan biaya perizinan bagi Usaha
Perizinan Berusaha bagi Usaha Kecil. Kecil.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan dan tata cara Perizinar, persyaratan dan tata cara permohonan
Berusaha diatur dalam Peraturan izin usaha diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Pemerintah.

Pasal 21 Pasal 21
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Daerah menyediakan pembiayaan bagi menyediakan pembiayaan bagi Usaha
Usaha Mikro dan Kecil; Mikro dan Kecil.
(2) Badan Usaha Milik Negara (2) Badan Usaha Milik Negara dapat
menyediakan pembiayaan dari menyediakan pembiayaan dari
penyisihan bagian laba tahunan yang penyisihan bagian laba tahunan yang
dialokasikan kepada Usaha Mikro dan dialokasikan kepada Usaha Mikro dan
Kecil dalam bentuk pemberian Kecil dalam bentuk pemberian
pinjaman, penjaminan, hibah, dan pinjaman, penjaminan, hibah, dan
pembiayaan lainnya. pembiayaan lainnya.
(3) Usaha Besar nasional dan asing (3) Usaha Besar nasional dan asing
menyediakan pembiayaarl yang dapat menyediakan pembiayaan yang
dialokasikan kepada Usaha Mikro dan dialokasikan kepada Usaha Mikro dan
Kecil dalam bentuk pemberian Kecil dalam bentuk pemberian
pinjaman, penjaminan, hibah, dan pinjaman, penjaminan, hibah, dan
pembiayaan lainnya. pembiayaan lainnya.
(4) Pemerintah Pusat, Pemerintah (4) Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Daerah, dan Dunia Usaha memberikan dan Dunia Usaha dapat memberikan
hibah, mengusahakan bantuan luar hibah, mengusahakan bantuan luar
negeri, dan mengusahakan sumber negeri, dan mengusahakan sumber
pembiayaan lain yang sah serta tidak pembiayaan lain yang sah serta tidak
mengikat untuk Usaha Mikro dan mengikat untuk Usaha Mikro dan
Kecil. Kecil.
(5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah (5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan insentif dalam
memberikan insentif dalam bentuk bentuk kemudahan persyaratan
kemudahan persyaratan perizinan, perizinan, keringanan tarif sarana dan
keringanan tarif sarana dan prasarana, prasarana, dan bentuk insentif lainnya
dan bentuk insentif lainnya yang sesuai yang sesuai dengan ketentuan
dengan ketentuan peraturan peraturan perundangundangan kepada
perundangundangan kepada Dunia dunia usaha yang menyediakan
Usaha yang menyediakan pembiayaan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan
bagi Usaha Mikro dan Kecil. Kecil.

Pasal 25 Dihapus Pasal 25


(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Dunia Usaha, dan masyarakat
memfasilitasi, mendukung, dan
menstimulasi kegiatan kemitraan, yang
saling membutuhkan, mempercayai,
memperkuat, dan menguntungkan.
(2) Kemitraan antar-Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah dan Kemitraan
antara Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah dengan Usaha Besar
mencakup proses alih keterampilan di
bidang produksi dan pengolahan,
pemasaran, permodalan, sumber daya
manusia, dan teknologi.
(3) Menteri dan Menteri Teknis
mengatur pemberian insentif kepada
Usaha Besar yang melakukan
kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah melalui inovasi dan
pengembangan produk berorientasi
ekspor, penyerapan tenaga kerja,
penggunaan teknologi tepat guna dan
ramah lingkungan, serta
menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan.
Pasal 26 Pasal 26 Kemitraan dilaksanakan
Kemitraan dilaksanakan dengan pola: dengan pola:
a. inti-plasma; a. inti-plasma;
b. subkontrak b. subkontrak;
c. waralaba; c. waralaba;
d. perdagangan umum; d. perdagangan umum;
e. distribusi dan keagenan; e. distribusi dan keagenan; dan
f. rantai pasok; dan f. bentuk-bentuk kemitraan lain,
g. bentuk-bentuk kemitraan lain. seperti: bagi hasil, kerjasama
operasional, usaha patungan (joint
venture), dan penyumberluaran
(outsourching).
Pasal 30 Pasal 30
(1) Pelaksanaan kemitraan dengan (1) Pelaksanaan kemitraan dengan pola
pola perdagangan umum sebagaimana perdagangan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, dimaksud dalam Pasal 26 huruf d,
dapat dilakukan dalam bentuk kerja dapat dilakukan dalam bentuk
sama pemasaran, atau penyediaan kerjasama pemasaran, penyediaan
lokasi usaha dari Usaha Mikro, Kecil, lokasi usaha, atau penerimaan pasokan
dan Menengah oleh Usaha Besar yang dari Usaha Mikro, Kecil, dan
dilakukan secara terbuka. Menengah oleh Usaha Besar yang
(2) Pemenuhan kebutuhan barang dan dilakukan secara terbuka.
jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar (2) Pemenuhan kebutuhan barang dan
dilakukan dengan mengutamakan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar
pengadaan hasil produksi Usaha Kecil dilakukan dengan mengutamakan
atau Usaha Mikro sepanjang pengadaan hasil produksi Usaha Kecil
memenuhi standar mutu barang dan atau Usaha Mikro sepanjang
jasa yang diperlukan. memenuhi standar mutu barang dan
(3) Pengaturan sistem pembayaran jasa yang diperlukan.
dilakukan dengan tidak merugikan (3) Pengaturan sistem pembayaran
salah satu pihak. dilakukan dengan tidak merugikan
salah satu pihak.
Di antara Pasal 32 dan Pasal 33
disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal
32A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32A
Dalam pelaksanaan kemitraan dengan
pola rantai pasok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 huruf f, dapat
dilakukan melalui kegiatan dari Usaha
Mikro dan Kecil oleh Usaha Menengah
dan Usaha Besar paling sedikit
meliputi:
a. pengelolaan perpindahan produk
yang dilakukan oleh perusahaan
dengan penyedia bahan baku;
b. pendistribusian produk dari
perusahaan ke konsumen; dan/atau
c. pengelolaan ketersediaan bahan
baku, pasokan bahan baku serta proses
fabrikasi.

Penjelasan Pasal 35 diubah Pasal 35


sebagaimana tercantum dalam (1) Usaha Besar dilarang memiliki
penjelasan. dan/atau menguasai Usaha Mikro,
Penjelasan Pasal 35 Kecil, dan/atau Menengah sebagai
Ayat (1) mitra usahanya dalam pelaksanaan
Yang dimaksud “memiliki” adalah hubungan kemitraan sebagaimana
adanya peralihan kepemilikan secara dimaksud dalam Pasal 26.
yuridis atas badan usaha/perusahaan (2) Usaha Menengah dilarang memiliki
dan/ atau aset atau kekayaan yang dan/atau menguasai Usaha Mikro
dimiliki usaha Mikro, Kecil, dan/atau dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.
Menengah oleh Usaha Besar sebagai Pasal 35 cukup jelas.
mitra usahanya dalam pelaksanaan
hubungan kemitraan.
Ayat (2)
Yang dimaksud “menguasai” adalah
adanya peralihan penguasaan secara
yuridis atas kegiatan usaha yang
dijalankan dan/atau aset atau kekayaan
dimiliki Usaha Mikro, Kecil, dan/atau
Menengah oleh Usaha Besar sebagai
mitra usahanya dalam pelaksanaan
hubungan kemitraan.
 Pembahasan Perseroan Terbatas

Menurut Undang-undang Nomor 11 Menurut Undang-Undang Nomor 40


Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas

Pengertian: Pengertian:
Ketentuan Pasal 1 angka 1 diubah Pasal 1:
sehingga berbunyi sebagai berikut: Perseroan Terbatas, yang selanjutnya
Pasal 1: Perseroan Terbatas, yang disebut perseroan, adalah badan hukum
selanjutnya disebut Perseroan, adalah yang merupakan persekutuan modal,
badan hukum yang merupakan didirikan berdasarkan perjanjian,
persekutuan modal, didirikan melakukan kegiatan usaha dengan
berdasarkan perjanjian, melakukan modal dasar yang seluruhnya terbagi
kegiatan usaha dengan modal dasar dalam saham dan memenuhi
yang seluruhnya terbagi dalam saham persyaratan yang ditetapkan dalam
atau Badan Hukum perorangan yang undang-undang ini serta peraturan
memenuhi kriteria Usaha Mikro dan pelaksanaannya.
Kecil sebagaimana diatur dalam
peraturan perundangundangan
mengenai Usaha Mikro dan Kecil.

Pendirian Pendirian
Pasal 7 Pasal 7
(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) (1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua)
orang atau lebih dengan akta notaris orang atau lebih dengan akta notaris
yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Setiap pendiri Perseroan wajib (2) Setiap pendiriPerseroan wajib
mengambil bagian saham pada saat mengambil bagian saham pada saat
Perseroan didirikan. Perseroan didirikan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak berlaku dalam pada ayat (2) tidak berlaku dalam
rangka Peleburan. rangka Peleburan.
(4) Perseroan memperoleh status badan (4) Perseroan memperoleh status badan
hukum setelah didaftarkan kepada hukum pada tanggal diterbitkannya
Menteri dan mendapatkan bukti keputusan menteri mengenai
pendaftaran. pengesahan badan hukum Perseroan.
(5) Setelah Perseroan memperoleh (5) Setelah Perseroan memperoleh
status badan hukum dan pemegang status badan hukum dan pemegang
saham menjadi kurang dari 2 (dua) saham menjadi kurang dari 2 (dua)
orang, dalam jangka waktu paling lama orang, dalam jangka waktu paling lama
6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan
tersebut, pemegang saham yang tersebut pemegang saham yang
bersangkutan wajib: bersangkutan wajib mengalihkan
a. mengalihkan sebagian sahamnya sebagian sahamnya kepada orang lain
kepada orang lain; atau atau Perseroan mengeluarkansaham
b. Perseroan mengeluarkan saham baru baru kepada orang lain.
kepada orang lain. (6) Dalam hal jangka waktu
(6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap
telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang
kurang dari 2 (dua) orang: saham bertanggung jawab secara
a. pemegang saham bertanggung jawab pribadi atas segala perikatan dan
secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas
kerugian Perseroan; dan permohonan pihak yang
b. atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri
berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan
dapat membubarkan Perseroan tersebut.
tersebut. (7) Ketentuan yang mewajibkan
(7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang
Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada
atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5),
ayat (1), ayat (5), serta ayat (6) tidak serta ayat (6) tidak berlaku bagi:
berlaku bagi: a. Persero yang seluruh a. Persero yang seluruh sahamnya
sahamnya dimiliki oleh negara; b. dimiliki oleh negara; atau
Badan Usaha Milik Daerah; c. Badan b. Perseroan yang mengelola bursa
Usaha Milik Desa; d. Perseroan yang efek, lembaga kliring dan penjaminan,
mengelola bursa efek, lembaga kliring lembaga penyimpanan dan
dan penjaminan, lembaga penyelesaian, dan lembaga lain
penyimpanan dan penyelesaian, dan sebagaimana diatur dalam
lembaga lain sesuai dengan Undang- undangundang tentang Pasar Modal.
Undang tentang Pasar Modal; atau e.
Perseroan yang memenuhi kriteria
untuk Usaha Mikro dan Kecil.
(8) Usaha Mikro dan Kecil
sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
huruf e merupakan Usaha Mikro dan
Kecil sebagaimana diatur dalam
peraturan perundangundangan
mengenai Usaha Mikro dan Kecil.

Modal Dasar Modal Dasar


Pasal 32 Pasal 32
(1)Perseroan wajib memiliki modal (1) Modal dasar Perseroan paling
dasar Perseroan sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh
(2) Besaran modal dasar Perseroan juta rupiah).
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Undang-undang yang mengatur
ditentukan berdasarkan keputusan kegiatan usaha tertentu dapat
pendiri Perseroan. menentukan jumlah minimum modal
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perseroan yang lebih besar daripada
modal dasar Perseroan diatur dalam ketentuan modal dasar sebagaimana
Peraturan Pemerintah. dimaksud pada ayat (1).
(3) Perubahan besarnya modal dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.

Biaya Biaya
Pasal 153 Pasal 153
Ketentuan mengenai biaya Perseroan Ketentuan mengenai biaya untuk:
sebagai badan hukum diatur sesuai a. memperoleh persetujuan pemakaian
dengan ketentuan peraturan nama Perseroan;
perundangundangan di bidang b. memperoleh keputusan pengesahan
penerimaan negara bukan pajak. badan hukum Perseroan;
c. memperoleh keputusan persetujuan
perubahan anggaran dasar;
d. memperoleh informasi tentang data
Perseroan dalam daftar Perseroan;
e. pengumuman yang diwajibkan
dalam undang-undang ini dalam Berita
Negara Republik Indonesia dan
Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia; dan
f. memperoleh salinan keputusan
menteri mengenai pengesahan badan
hukum Perseroan atau persetujuan
perubahan anggaran dasar Perseroan
diatur dengan peraturan pemerintah.

Di antara Pasal 153 dan Pasal 154 Pasal 154


disisipkan 10 (sepuluh) pasal, yakni (1) Bagi Perseroan Terbuka berlaku
Pasal 153A, Pasal 1528, Pasal 153C, ketentuan undang-undang ini jika tidak
Pasal 153D, Pasal 153E, Pasal 153F,
Pasal 153G, Pasal 153H, Pasal 1531, diatur lain dalam peraturan perundang-
dan Pasal 153J sebagai berikut: undangan di bidang pasar modal.
Pasal 153A (2) Peraturan perundang-undangan di
(1) Perseroan yang memenuhi kriteria bidang pasar modal yang
Usaha Mikro dan Kecil dapat didirikan mengecualikan ketentuan undang-
oleh 1 (satu) orang. undang ini tidak boleh bertentangan
(2)Pendirian Perseroan untuk Usaha dengan asas hukum Perseroan dalam
Mikro dan Kecil sebagaimana undangundang ini.
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan surat pernyataan pendirian
yang dibuat dalam Bahasa Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pendirian Perseroan untuk Usaha
Mikro dan Kecil diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 153B
(1) Pernyataan pendirian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 153A ayat (2)
memuat maksud dan tujuan, kegiatan
usaha, modal dasar, dan keterangan
lain berkaitan dengan pendirian
Perseroan.
(2) Pernyataan pendirian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didaftarkan
secara elektronik kepada Menteri
dengan mengisi format isian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
materi pernyataan pendirian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan format isian sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 153C
(1) Perubahan pernyataan pendirian
Perseroan untuk Usaha Mikro dan
Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 153A ditetapkan oleh RUPS dan
diberitahukan secara elektronik kepada
Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
materi dan format isian perubahan
pernyataan pendirian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 153 D
(1) Direksi Perseroan untuk Usaha
Mikro dan Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 153A
menjalankan pengurusan Perseroan
untuk Usaha Mikro dan Kecil bagi
kepentingan Perseroan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan
pengurusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan
yang dianggap tepat, dalam batas yang
ditentukan dalam Undang-Undang ini,
dan/atau pernyataan pendirian
Perseroan.
Pasal 153 F
(1) Direksi Perseroan untuk Usaha
Mikro dan Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 153A harus
membuat laporan keuangan dalam
rangka mewujudkan Tata Kelola
Perseroan yang baik.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kewajiban membuat laporan keuangan
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 153G
(1) Pembubaran Perseroan untuk
Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 153A dilakukan
oleh RUPS yang dituangkan dalam
pernyataan pembubaran dan
diberitahukan secara elektronik kepada
Menteri.
(2) Pembubaran Perseroan untuk
Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terjadi karena:
a. berdasarkan keputusan RUPS;
b. jangka waktu berdirinya yang
ditetapkan dalam pernyataan pendirian
telah berakhir;
c. berdasarkanpenetapanpengadilan;
d. dengan dicabutnya kepailitan
berdasarkan putusan pengadilan niaga
yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, harta pailit Perseroan
tidak cukup untuk membayar biaya
kepailitan;
e.harta pailit Perseroan yang telah
dinyatakan pailit berada dalam keadaan
insolvensi sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang;
f. atau dicabutnya P erizinan Berusaha
Perseroan sehingga mewajibkan
Perseroan melakukan likuidasi sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 153H
(1) Dalam hal Perseroan untuk Usaha
Mikro dan Kecil sudah tidak memenuhi
kriteria Usaha Mikro dan Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
153A, Perseroan harus mengubah
statusnya menjadi Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengubahan status Perseroan untuk
Usaha Mikro dan Kecil menjadi
Perseroan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 153I
(1) Perseroan untuk Usaha Mikro dan
Kecil diberikan keringanan biaya
terkait pendirian badan hukum. (2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
keringanan biaya Perseroan untuk
Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang
penerimaan negara bukan pajak.
Pasal 153J
(1) Pemegang saham Perseroan untuk
Usaha Mikro dan Kecil tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan yang dibuat atas nama
Perseroan dan tidak bertanggung jawab
atas kerugian Perseroan melebihi
saham yang dimiliki.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
a. persyaratan Perseroan sebagai
badan hukum belum atau tidak
terpenuhi;
b. pemegang saham yang
bersangkutan, baik langsung maupun
tidak langsung dengan iktikad buruk
memanfaatkan Perseroan untuk
kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan
terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Perseroan;
atau
d. pemegang saham yang
bersangkutan, baik langsung maupun
tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan Perseroan,
yang mengakibatkan kekayaan
Perseroan menjadi tidak cukup untuk
melunasi utang Perseroan.
 Pembahasan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Menurut Undang-Undang Nomor 5


Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat

Tata Cara Penanganan Perkara : Tata Cara Penanganan Perkara :

Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga Pasal 44


berbunyi sebagai
(1) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
berikut: sejak pelaku usaha menerima
pemberitahuan putusan Komisi
Pasal 44
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
(1) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari 43 ayat (4), pelaku usaha wajib
sejak pelaku usaha menerima melaksanakan putusan tersebut dan
pemberitahuan putusan Komisi menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal pelaksanaannya kepada Komisi.
43 ayat (4), pelaku usaha wajib
(2) Pelaku usaha dapat mengajukan
melaksanakan putusan tersebut dan
keberatan kepada Pengadilan
menyampaikan laporan
Negeri selambat-lambatnya 14
pelaksanaannya kepada Komisi.
(empat belas) hari setelah menerima
(2) Pelaku usaha dapat mengajukan pemberitahuan putusan tersebut.
keberatan kepada Pengadilan Niaga
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan
selambat-lambatnya 14 (empat
keberatan dalam jangka waktu
belas) hari setelah menerima
sebagaimana dimaksud dalam ayat
pemberitahuan putusan tersebut.
(2) dianggap menerima putusan
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan Komisi.
keberatan dalam jangka waktu
(4) Apabila ketentuan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam ayat
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) dianggap menerima putusan
(2) tidak dijalankan oleh pelaku
Komisi.
usaha, Komisi menyerahkan
(4) Apabila ketentuan sebagaimana putusan tersebut kepada penyidik
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) untuk dilakukan penyidikan sesuai
tidak dijalankan oleh pelaku usaha, dengan ketentuan peraturan
Komisi menyerahkan putusan perundang-undangan yang
tersebut kepada penyidik untuk berlaku.
dilakukan penyidikan sesuai dengan
(5) Putusan Komisi sebagaimana
ketentuan peraturan perundang-
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4)
undangan yang berlaku.
merupakan bukti permulaan yang
(5) Putusan Komisi sebagaimana cukup bagi penyidik untuk
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) melakukan penyidikan.
merupakan bukti permulaan yang
cukup bagi penyidik untuk
melakukan penyidikan.

Tata Cara Penanganan Perkara : Tata Cara Penanganan Perkara :

Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga Pasal 45


berbunyi sebagai
(1) Pengadilan Negeri harus memeriksa
Berikut : keberatan pelaku usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2),
Pasal 45
dalam waktu 14 (empat belas) hari
(1) Pengadilan Niaga harus memeriksa sejak diterimanya keberatan tersebut.
keberatan pelaku usaha sebagaimana
(2) Pengadilan Negeri harus
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2)
memberikan putusan dalam waktu
dalam waktu 14 (empat belas) hari
30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya
sejak diterimanya keberatan
pemeriksaan keberatan tersebut.
tersebut.
(3) Pihak yang keberatan terhadap
(2) Pihak yang keberatan terhadap
putusan Pengadilan Negeri
putusan Pengadilan Niaga
sebagaimana dimaksud dalam ayat
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dalam waktu 14 (empat belas)
(1) dalam waktu 14 (empat belas)
hari dapat mengajukan kasasi
hari dapat mengajukan kasasi
kepada Mahkamah Agung
kepada Mahkamah Agung
Republik Indonesia.
Republik Indonesia.
(4) Mahkamah Agung harus
(3) Ketentuan mengenai tata cara
memberikan putusan dalam waktu
pemeriksaan di Pengadilan Niaga
30 (tiga puluh) hari sejak
dan Mahkamah Agung Republik
permohonan kasasi diterima.
Indonesia dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Sanksi Tindakan Administratif : Sanksi Tindakan Administratif :

Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga Pasal 47


berbunyi sebagai
(1) Komisi berwenang menjatuhkan
berikut: sanksi berupa tindakan
Pasal 47 administratif terhadap pelaku
usaha yang melanggar ketentuan
(1) Komisi berwenang menjatuhkan
Undang-undang ini.
sanksi berupa tindakan administratif
terhadap pelaku usaha yang (2) Tindakan administratif sebagaimana
melanggar ketentuan Undang- dimaksud dalam ayat (1) dapat
Undang ini. berupa :

(2) Tindakan administratif sebagaimana a. penetapan pembatalan perjanjian


dimaksud pada ayat (1) dapat sebagaimana dimaksud dalam
berupa: Pasal 4 sampai dengan Pasal 13,
Pasal 15, dan Pasal 16 dan atau
a. penetapan pembatalan perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam b. perintah kepada pelaku usaha
Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, untuk menghentikan integrasi
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 1 vertikal sebagaimana dimaksud
1, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, dalam Pasal 14; dan atau
dan Pasal 16;
c. perintah kepada pelaku usaha
b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan
untuk menghentikan integrasi yang terbukti menimbulkan
vertikal sebagaimana dimaksud praktek monopoli dan atau
dalam Pasal 14; menyebabkan persaingan usaha
tidak sehat dan atau merugikan
c. perintah kepada pelaku usaha
masyarakat; dan atau
untuk menghentikan kegiatan
yang terbukti menimbulkan d. perintah kepada pelaku usaha
praktik monopoli, menyebabkan untuk menghentikan
persaingan usaha tidak sehat, penyalahgunaan posisi dominan;
dan/atau merugikan masyarakat dan atau
sebagaimana dimaksud dalam
e. penetapan pembatalan atas
Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal
penggabungan atau peleburan
20, Pasal 21, Pasal 22,Pasal 23,
badan usaha dan pengambilalihan
Pasal 24,Pasal 26, dan Pasal 27;
saham sebagaimana dimaksud
d. perintah kepada pelaku usaha dalam Pasal 28; dan atau
untuk menghentikan
f. penetapan pembayaran ganti rugi;
penyalahgunaan posisi dominan
dan atau
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25; g. pengenaan denda serendah-
rendahnya Rp 1.000.000.000,00
e. penetapan pembatalan atas
(satu miliar rupiah) dan setinggi-
penggabungan atau peleburan
tingginya Rp 25.000.000.000,00
badan usaha dan pengambilalihan
(dua puluh lima miliar rupiah).
saham sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28;

f. penetapan pembayaran ganti rugi;


dan/atau

g. pengenaan denda paling sedikit


Rp1.OOO.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai


kriteria, jenis, besaran denda, dan
tata cara pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Sanksi Pidana Pokok : Sanksi Pidana Pokok :

Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga Pasal 48


berbunyi sebagai berikut :
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal 48 : Pelanggaran terhadap Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan
ketentuan Pasal 4l Undang-Undang ini Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan
dipidana dengan pidana denda paling Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima Pasal 28 diancam pidana denda
miliar r-upiah) atau pidana kurungan serendah-rendahnya
paling lama 1 (satu) tahun sebagai 25.000.000.000,00 (dua puluh lima
pengganti pidana denda. miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp 100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-
lamanya 6 (enam) bulan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan


Pasal 5 sampai dengan Pasal 8,
Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan
Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-
undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya
5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp
25.000.000.000,00 (dua puluh lima
miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-
lamanya 5 (lima) bulan.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan


Pasal 41 Undang-undang ini
diancam pidana denda serendah-
rendahnya 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-
lamanya 3 (tiga) bulan.

Sanksi Pidana Tambahan : Sanksi Pidana Tambahan :

Pasal 49 dihapus Pasal 49 : Dengan menunjuk ketentuan


Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, terhadap pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan
pidana tambahan berupa :

a. pencabutan izin usaha; atau

b. larangan kepada pelaku usaha yang


telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap undang-undang ini untuk
menduduki jabatan direksi atau
komisaris sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun dan selama-lamanya 5
(lima) tahun; atau

c. penghentian kegiatan atau tindakan


tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian pada pihak lain.

Pembahasan BUMN
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O20 tentang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2OO3
Cipta Kerja tentang Badan Usaha Milik Negara
Pasal 66 Pasal 66

(1) Pemerintah Pusat dapat memberikan (1) Pemerintah dapat memberikan penugasan
penugasan khusus kepada BUMN untuk khusus kepada BUMN untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum
serta riset dan inovasi nasional.
(2) Penugasan khusus kepada BUMN dengan tetap memperhatikan maksud dan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tujuan kegiatan BUMN.
dilakukan dengan tetap memperhatikan
(2) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud
maksud dan tujuan, kegiatan usaha BUMN,
dalam ayat (1) harus terlebih dahulu
serta mempertimbangkan kemampuan
mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri.
BUMN.

(3) Rencana penugasan khusus sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dikaji bersama antara
BUMN yang bersangkutan dengan
Pemerintah Pusat.

(4) Apabila penugasan tersebut secara


finansial tidak fisibel, Pemerintah Pusat harts
memberikan kompensasi atas semua biaya
yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut,
termasuk margin yang diharapkan sepanjang
dalam tingkat kewajaran sesuai dengan
penugasan yang diberikan.

(5) Penugasan kepada BUMN sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan RUPS atau Menteri.
(6) BUMN dalam melaksanakan penugasan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat bekerja sama dengan:

a. badan usaha milik swasta;

b. badan usaha milik daerah;

c. koperasi;

d. BUMN;

e. lembaga penelitian dan pengembangan;

f. lembaga pengkajian dan penerapan;


dan/atau g. perguruan tinggi.

Anda mungkin juga menyukai