Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN RESMI FITOKIMIA

“INFUNDASI ”

Dosen pembimbing: Nur ermawati,M.Farm.,Apt.


Muh Walid,M.Farm.,Apt.

DI SUSUN OLEH :
Nama : Rahmanisa Pramudita
Npm : 1119005851
Kelompok : C

PROGRAM STUDI D III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2019/2020
INFUNDASI

I. Tujuan
Melakukan penyarian senyawa metabolit sekunder dari simplisia
tanaman obat dengan metode infundasi .
II. Dasar Teori
Penyarian (ekstraksi) adalah kegiatan penarikan zat yang dapat
larut dari bahanyang tidak larut dengan pelarut air. Simplisia yang
didasari, mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat aktif yang tidak
larut seperti serat karbohidrat, protein dan lain –lain. Faktor yang
mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusizat yang larut
melalui lapisan-lapisan batas antara penyari dengan bahan yang
mengandung zat tertentu. ( Anonim, 1989 ).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan(Anonim,1995).
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat
dari bahan mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode
ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna
(Ansel, 1989).
1nfusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstrak
sismplisia nabati dengan air pada suhu 90℃ selama 15 menit yang
dihitung sejak air mendidih.jika bahan yang digunakan untuk membuat
dekok berasal dari bahan bertekstur keras,bahan yang digunakan dalam
infusa berasal dari bahan yang lunak (simplisia, daun dan bunga) seperti
daun kumis kucing, daun meniran,daun pegagan,bunga mawar, bunga
melati dan daun sambiloto. setelah direbus airnya disaring dan hasil
penyaringan ini disebut infusa.1nfundasi adalah proses penyarian yang
umumnya digunakan untuk menyari zat aktif yang larut dalam air dari
bahan-bahan nabati (Anonim,2013).
Klasifikasi Kunyit
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Spesies : Curcuma longa Linn. ( Syamsuhidayat dan Hutapea, J.R., 1991,)

III. Alat dan Bahan


No Alat Bahan
1. Water bath Serbuk Kunyit
2. Panci infus
3. Kain Penyaring
4. Batang Pengaduk
5. Thermometer

IV. Cara Kerja


a. Ekstraksi

Dimasukan 40 g serbuk kunyit kedalam panci infus, masukan


400 mL aq dest dan di aduk

Dipanaskan panci infus dalam water bath selama 19 menit, di


hitung mulai saat suhu mulai mencapai 90° sambil sesekali di
aduk
Didiamkan sampai dingin, lalu di saring menggunakan kain
penyaring

b. Pola Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Dibuat larutan uji dengan melarutkan ekstrak sebanyak 40 gram


kemudian ditambahkan aq dest 400 mL

Disiapkan Pelat silika gel dengan ukuran tertentu.

Sebelum dilakukan penotolan sampel, fase diam harus diaktifkan

Selanjutnya larutan uji dan pembanding ditotolkan pada garis


awal dengan menggunakan pipa kapiler, biarkan beberapa saat
hingga pelarutnya menguap.

Dimasukkan Pelat silika ke dalam bejana kromatografi yang


sebelumnya telah dijenuhkan dengan cairan pengembang.

Dihentikan proses kromatografi sampai cairan pengembang


sampai ke garis depan. Amati pola kromatogram dibawah lampu
UV 254 dan 366 nm dan hitung Rf setiap bercak yang teramati.
V. Data Pengamatan
A. Organoleptis
No Pengujian Hasil
1. Bentuk Cair
2. Warna Orange
3. Bau Khas kunyit
4. Rasa Getir

B. Rendemen
Diketahui :
 Bobot simplisia 40 gram
 Jumlah ekstrak yg diperoleh 385 Ml
(Volume yang harus diadd kan 400 mL )

Ditanya :
Berapa rendemen dari data diatas ?

Dijawab:
Rendemen (%) =
Berat ekstrak total X 100

Berat Simplisia

= 385 mL X 100

40 gram

= 962,5 %

C. Identifikasi KLT
Diketahui :
 Panjang silica gel 10cm
 Batas atas 1,5cm dan batas bawah 0,5cm
 Jarak yang ditempuh sampel
Bercak I 3cm
Bercak II 5cm
Bercak III 5,5cm

Ditanya :
Hitunglah RF I dan RF II
Dijawab :
Jarak yang ditempuh senyawa
= Panjang silika gel – ( Batas atas +Batas bawah )
= 10 cm – ( 1,5 cm + 0,5 cm )
= 8 cm

RF I = 3,cm
8cm
= 0,37 cm

RF II = 5cm
8cm
= 0,62cm

RF III = 5,5cm
8 cm
= 0,68 cm

VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan
penyarian senyawa metabolit sekunder dari simplisia tanaman obat dengan
metode infundasi dengan menggunakan sampel serbuk kunyit.
Prinsip kerja dari metode infundasi adalah proses pemanasan dengan
cairan penyarinya adalah air. Proses penyarian ini yang umumnya digunakan
untuk mencari zat kandungan aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan
nabati.Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan
mudah tercemar oleh kapang dan kuman. Oleh sebab itu sari yang diperoleh
dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.
Kelebihan dan Kelemahan Proses Infundasi,kelebihan dari penyarian
dengan metode infundasi adalah,sederhana,mudah dilakukan dan sering
dipakai oleh perusahaan tradisional dengan sedikit modifikasi.Kelemahannya
dengan metode penyarian ini adalah,sari tidak stabil,mudah tercemar oleh
kuman dan kapang sehingga tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Anonim,
2013) .
Kandung dalam kunyit (kurkumin dan minyak atsiri ) berkhasiat sebagai
antioksidan, antitumor, antikanker,antimikroba, antipikun, dan antiracun.
Senyawa aktif yang terkandung pada kunyit yaitu curcumine. Secara lebih
spesifik kandungan curcumine dapat menghambat terjadinya reaksi
cyclooxygenase (COX) sehingga dapat menghambat dan mengurangi
terjadinya inflamasi dan akan mengurangi serta menghambat kontraksi uterus
yang meyebabkan nyeri haid.
Langkah pertama yang dilakukan ekstraksi adalah dengan memasukan 40
gram serbuk kunyit kedalam panci infus, masukan 400 mL aquadest dan di
aduk. Dipanaskan panci infus dalam water bath selama 19 menit, di hitung
mulai saat suhu mulai mencapai 90° sambil sesekali di aduk. Didiamkan
sampai dingin, lalu di saring menggunakan kain penyaring. Penyarian
dilakukan pada suhu 90℃ karena proses infundasi dilakukan dalam suhu
yang tinggi agar kelarutan zat aktif semakin tinggi.
Langkah pemeriksaan menggunakan panca indra atau oranoleptis untuk
mendeskripsikan bentuk,warna, bau dan rasa dari ekstrak yang
diperoleh.Hasil dari pemeriksaan organoleptis berbentuk cair,memiliki
warna orange,berbau khas kunyit dan memiliki rasa getir .
Langkah selanjutnya mengetahui rendemen ekstrak pada serbuk kunyit
dengan cara bobot ekstrak total dibagi berat simplisia kemudian dikali 100
dari hasil praktikum ini didapat rendemen ekstrak pada simplisia serbuk
kunyit adalah 962,5% .Persyaratan dimana kadar air untuk ekstrak kental
adalah antara 5-30% ( anam, et al, 2013 ).
Kemudian percobaan kromatografi lapis tipis atau KLT digunakan untuk
memisahkan campuran yang tidak volatil dengan cara menyiapkan silica gel
dengan berbagai ukuran tertentu . Dibuat larutan uji dengan melarutkan
ekstrak sebanyak 40 gram kemudian ditambahkan aq dest 400 mL. Sebelum
dilakukan penotolan sampel, fase diam harus diaktifkan Selanjutnya
ditotolkan pada garis awal dengan menggunakan pipa kapiler , biarkan
beberapa saat hingga pelarutnya menguap. Pelat silica kemudian dimasukkan
ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan
cairan pengembang.Proses kromatografi dihentikan sampai cairan
pengembang sampai ke garis depan. Diamati pola kromatogram dibawah
lampu UV 254 dan 366 nm dan hitung Rf setiap bercak yang terlihat.
Kromatografi lapisan tipis ini dapat digunakan untuk memonitor
pergerakan reaksi, mengidentifikasi senyawa yang terdapat di dalam
campuran, dan menentukan kemurnian bahan.Setelah melihat pola
kromatogram dilanjutkan dengan menghitung RF I ,RF II , RF III dari data
hasil praktikum didapat RF I 0,37 cm , RF II 0,62 cm , RF III 0,68 cm . Nilai
Rf telah memenuhi ketentuan nilai Rf yang baik yaitu antara 0,2-0,8
(Rohman, 2009).

VII. Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat melakukan penyarian
senyawa metabolit sekunder dari simplisia tanaman obat dengan metode
infundasi dengan menggunakan sampel serbuk kunyit.Dari data hasil
praktikum bahwa rendemen ekstrak yang dihasilkan yaitu 962,5% sedangkan
syaratnya 5-30%. Untuk nilai RF yang baik yaitu antara 0,2- 0,8cm
sedangkan hasil dari praktikum RF I 0,37cm , RF II 0,62cm , RF III 0,68 cm.
VIII. Daftar Pustaka
a. Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, edisi V, 257-261,
Departemen kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
b. Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,Edisi
keempat,Jakarta, UI Press.
c. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 822, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
d. Anonim.2013. Penuntun Fitokimia..Aceh Besar:Farmasi Poltekkes
Kemenkes RI Aceh.
e. Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Ed I,
Graha Ilmu, Yogyakarta
f. Syamsuhidayat dan Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat
Indonesia,, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan , Jakarta

Anda mungkin juga menyukai