Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARDISASI BAHAN ALAM

PERCOBAAN 10
PENETAPAN KADAR SENYAWA MARKER (PIPERIN)
DALAM SIMPLISIA

Disusun oleh :
Annisa Nurul Husna (10060321041)
Suci Kusuma Dewi (10060321042)
Nasywa Asy Syaffa’ Parwoko (10060321044)
Wega (10060321045)
Dila Andriani (10060321046)

Shift/Kelompok : B/2
Tanggal Praktikum : 10 Mei 2023
Tanggal Laporan : 17 Mei 2023
Nama Asisten : Lutfi Nur Annisa, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2023 M/1444 H
PERCOBAAN 10

PENETAPAN SENYAWA MARKER (PIPERIN)


DALAM SIMPLISIA
I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui senyawa marker dari simplisia buah lada hitam (Piperis Nigri
Fructus) dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.
2. Mengetahui kadar senyawa marker dalam simplisia buah lada putih (Piperis
Nigri Fructus) dengan metode spektrofotometer UV-Sinar Tampak.

II. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada percobaan kali ini di antara erlenmeyer, corong,
gelas kimia, hot plate, kuvet, labu takar 100 mL, mortar, oven, pipa kapiler, pipet,
spektrofotometer UV-Vis, stamper, stopwatch, dan timbangan analitik.
Sedangkan, bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu etil asetat, kertas
perkamen, kertas saring, metanol, piperin pembanding, plat KLT, dan simplisia
buah lada hitam (Piperis Nigri Fructus).

III. Prosedur Percobaan


a) Ekstraksi Piperin

Sebanyak 2 gram buah lada hitam ditimbang dan dihaluskan menggunakan


stamper dengan mortarnya hingga menjadi serbuk simplisia dimasukkan ke dalam
gelas kimia. Selanjutnya, metanol 50 mL ditambahkan ke dalam gelas kimia tadi
kemudian dipanaskan selama 30 menit sambil diaduk. Lalu, hasil ekstraksi tersebut
disaring untuk didapatkan filtratnya dan ditampung di erlenmeyer sebagai sampel
uji.

b) Analisa Marker dengan KLT

Sebelum melakukan Analisa marker dengan KLT, larutan pengembang


Metanol : Etil Asetat (7 : 3) dalam 5 mL dibuaat terlebih dahulu. Setelah itu, plat
KLT disiapkan dengan membuat tanda batas 1 cm dari ujung bawah dan 1 cm ujung
atas. Kemudian, plat KLT diaktivasi selama 15 menit. Lalu, sampel ekstrak dan
pembanding piperin ditotolkan ke plat KLT yang telah disiapkan. Setelah itu, Plat
KLT yang sudah kering dari penotolan dielusikan dengan larutan pengembang
hingga tanda batas. Kemudian, plat KLT yang sudah dielusi, dikeringkan dan
diamati dibawah sinar uv 254 nm dan 365 nm. Jika tidak muncul bercak maka
semprot dengan larutan penampak bercak Dragendorf dan dhitung nilai Rf.

c) Persiapan Larutan Standar

Sebanyak 25 mg piperin standar dilarutkan dalam 25 mL metanol. Kemudian


dipipet 1 mL dan diencerkan hingga 25 mL dengan metanol. Selanjutnya, panjang
gelombang maksimum larutan standar diukur dengan cara scanning dengan
spektrofotometri UV-Vis. Sebelumnya, dilakukan kalibrasi alat sperktrofotometri
UV-Vis menggunakan larutan blangko. Setelah kalibrasi, larutan standar diukur dan
ditentukan Panjang gelombang maksimum dan nilai absorbansi antara 0,2 hingga
0,8.

d) Penetapan Kadar Marker Piperin dengan Metode Spektrofotometri UV

Sebanyak 10 mL dan 1 mL filtrat sampel uji dimasukkan masing-masing ke


dalam labu takar 100 mL kemudian volume digenapkan dengan penambahan
metanol hingga 100 mL. kemudian dikocok hingga homogen. Selanjutnya,
absorbansi larutan sampel diukur pada panjang gelombang maksimum pengukuran.
Kadar piperin diukur dengan membandingkan absorbansi larutan sampel dan
larutan pembanding. Digunakan metanol sebagai blangko.

IV. Data Pengamatan dan Perhitungan

4.1 Data Pengamatan

Nama simplisia : Buah lada hitam


Nama latin simplisa : Piperis Nigri Fructus
Nama latin tumbuhan : Piper nigrum
4.2 Perhitungan
a. Penimbangan Piperis Nigri Fructus = 2,0152 gram
b. Larutan pengembang (Metanol : Etil asetat (7 : 3))
7
- Metanol = 10 x 5 = 3,5 mL
3
- Etil asetat = 10 x 5 = 1,5 mL

c. Analisis marker dengan KLT


- Jarak standar = 4,4 cm
- Jarak uji = 4,5 cm
- Jarak eluen = 5 cm
Jarak bercak
- Nilai Rf = Jarak eluen
4,4 cm
- Nilai Rf standar = = 0,88
5 cm
4,5 cm
- Nilai Rf standar = = 0,90
5 cm

d. Absorbansi
- Absorbansi sampel = 0,336
- Absorbansi pembanding = 0,475
e. Konsentrasi pembanding
97 10 970
97% = 100 x = = 970 ppm
10 1000
1
f. Faktor pengenceran = 100 = 0,01

g. Konsentrasi larutan sampel


As
- Cs = Ap x Cp x Faktor pengenceran

Keterangan:
Cs: Konsentrasi larutan sampel
Cp: Konsentrasi larutan pembanding
As: Absorbandi larutan sampel
Ap: Absorbansi larutan pembanding
As
- Cs = Ap x Cp x Faktor pengenceran
0,336
Cs = 0,475 x 970 x 0,01
Cs = 0,707 x 970 x 0,01
Cs = 6,86 ppm
h. % Kadar
Cs
% Kadar = 40000 ppm x 100%
6,86 ppm
% Kadar = 40000 ppm x 100%

% Kadar = 0,01715%

V. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan identifikasi senyawa marker


aktif serta penetapan kadar senyawa marker (piperin) dalam simplisia. Identifikasi
ini dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu melihat ada atau tidak kadar
piperin dalam senyawa simplisia. Sedangkan, penetapan kadar senyawa piperin
merupakan analisis secara kuantitatif karena menghitung kadar piperin yang
terkandung dalam simplisia yang diuji. Senyawa marker dibutuhkan sebagai
pembanding dalam konfirmasi keberadaan suatu ekstrak tanaman dalam produk
obat bahan alam. Analisis senyawa marker secara kualitatif dan kuantitatif dapat
dijadikan indikator mutu suatu obat herbal (Kushwaha dkk, 2010; BPOM RI, 2011).
Tujuan dari praktikum ini agar dapat mengenal dan memahami prinsip penetapan
kadar senyawa dalam simplisia sebagai salah satu parameter standar mutu.

Senyawa marker atau senyawa penanda merupakan senyawa yang terdapat


dalam bahan alam dan dideteksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan
identifikasi atau standardisasi) melalui penelitian. Senyawa atau kelompok
senyawa dari produk obat herbal yang digunakan untuk tujuan control kualitas
tanpa memperhatikan senyawa tersebut memiliki sifat terapetik atau tidak. Senyawa
marker dibutuhkan sebagai pembanding dalam konfirmasi keadaan suatu ekstrak
tanaman dalam produk obat bahan alam. Senyawa marker dibagi menjadi marker
aktif dan marker identitas. Marker aktif merupakan zat tunggal atau lebih yang
dirujuk sebagai zat yang mempunyai efek teurapetik farmakologi. Dan marker
identitas merupakan zat tunggal atau lebih yang ditunjukkan hanya untuk analisis
atau ciri khas atau fragmen khas (Songlin et al., 2008). Karena hanya sejumlah kecil
senyawa kimia yang terbukti memiliki aktifitas farmakologis yang jelas, sehingga
senyawa kimia lainnya juga dapat digunakan, sebagäi marker. Senyawa marker
dapat menjadi indikator kualitas obat herbal.

Tanaman lada hitam secara luas tumbuh di tempat dengan iklim yang tropis
dengan kelembapan yang cukup. Bagian tanaman lada hitam yang sering
dimanfaatkan adalah buah yang telah dikeringkan. Buah lada hitam dikenal sebagai
“King of Spices” karena memiliki rasa yang pedas dan beraroma khas yang sangat
kuat dari semua rempah-rempah di dunia (Shamina, 2001). Piperin bertanggung
jawab terhadap tingkat rasa pedas di dalam buah lada hitam, bersama dengan
kavisin. Piperin memiliki warna kuning yang berbentuk jarum, yang sukar larut
dalam air dan mudah larut dalam etanol, eter, dan kloroform. Kelarutan piperin
dalam metanol dikenal sebagai “pepper-like taste” (Patil, 2011). Senyawa fitokimia
lain dalam buah lada hitam yang juga memiliki peran penting selain piperin, yaitu
piperamida, piperamin, piperisida, sarmentosin, sarmentin (Ahmad et al, 2012).
Dalam dunia pengobatan, buah lada hitam biasa digunakan untuk mengatasi
gangguan pencernaan seperti racun pada usus besar yang menyebabkan diare. Buah
lada hitam juga biasa digunakan untuk mengatasi gangguan pernafasan termasuk
flu, demam, dan asma (Ahmad et al, 2012).

Piperin merupakan kandungan utama yang terdapat dalam simplisia famili


piperaceae. Piperin berupa kristal berbentuk jarum warna kuning, tidak berbau,
larutt dalam etanol, benzen, kloroform dengan titik lebur 125-126 oC. Piperin
bersifat tahan panas karena memiliki titik didih yang cukup tinggi. Apabila terkena
cahaya akan terjadi fotoisomerisasi membentuk isomer isochavisin (trans-cis),
isopiperin (cis-trans), dan piperin (transtrans) (Anwar, 1994). Piperin termasuk
golongan alkaloid yang merupakan senyawa amida basa lemah yang dapat
membentuk garam dengan asma mineral kuat.

Pertama-tama dibuat terlebih dahulu ekstrak piperin yang dilakukan dengan


cara menambahkan 2 gram simplisia buah lada hitam yang sudah dihaluskan ke
dalam gelas kimia berisi metanol sebanyak 50 ml yang sudah mendidih lalu
panaskan diatas penangas air selama 30 menit. Dilakukan percobaan ekstraksi
piperin. Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian
sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil
zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Ekstraksi bertujuan untuk
melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam jaringan tanaman ke dalam
pelarut yang dipakai untuk proses ekstraksi tersebut. Hal-hal yang penting
diperhatikan dalam melakukan ekstrasi yaitu pemilihan pelarut yang sesuai dengan
sifat-sifat polaritas senyawa yang ingin diekstraksi ataupun sesuai dengan sifat
kepolaran kandungan kimia yang diduga dimiliki simplisia tersebut, hal lain yang
perlu diperhatikan adalah ukuran simplisia harus diperkecil dengan cara perajangan
untuk memperluas sudut kontak pelarut dan simplisia, tapi jangan terlalu halus
karna dikhawatirkan menyumbat pori-pori saringan menyebabkan sulit dan
lamanya poses ekstraksi. Tujuan digunakan metanol adalah untuk melarutkan
kandungan piperin yang terdapat dalam simplisia. Metanol dapat menarik senyawa
flavonoid, saponin, tanin dan terpenoid pada tanaman. Selain itu, metanol
merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga dapat menarik sebagian besar
senyawa yang bersifat polar dan non polar pada bahan (Salamah dan Widyasari,
2015). Selain itu dilakukan pula pemanasan agar penarikan senyawa maksimal dan
mempercepat pelarutan. Kemudian disaring filtratnya dengan kertas saring
sehingga didapatkan hasil murni larutan dan ditampung dalam labu ukur sebanyak
50 ml kemudian di ad dengan metanol hingga tanda batas.

Setelah didapatkan hasil ektraksi dari simplisia buah lada hitam dilakukan
analisis senyawa marker dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT). Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu analisis sederhana yang
dapat digunakan untuk melakukan penegasan terhadap senyawa kimia yang
terkandung pada tumbuhan disamping skrining fitokimia. Nilai Rf dan warna noda
yang diperoleh pada KLT dapat memberikan identitas senyawa yang terkandung
(Forestryana dan Arnida, 2020).

Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan
pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat
yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan.
Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben
seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut
berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut
dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya
merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan
perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran
eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Nilai Rf
sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat
digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel.
Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang
rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar.
Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga
menghasilkan nilai Rf yang rendah, jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan
adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Gandjar, 2007). Fase yang
digunakan pada KLT yaitu:

1. Fase Diam

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil
dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel
fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja
kromatografi lapis tipis dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling
sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi
yang utama pada kromatografi lapis tipis adalah adsorpsi dan partisi.

2. Fase Gerak

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling
sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua
pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi
secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan
mengoptimasi fase gerak:

a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar
seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.
d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan
perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia
masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) memiliki kelebihan yaitu mudah dalam


preparasi sampel, sederhana, biaya operasional relatif murah karena semua
komponen sampel dan standar diujikan dalam waktu yang sama, volume pelarut
yang digunakan sedikit, selektif dan sensitif, serta kromatogramnya dapat diamati
secara visual (Syafi'i dkk, 2018).

Selain itu KLT memiliki kekurangan yaitu resolusi pemisahan senyawa yang
rendah dalam penelitian selanjutnya dapat digunakan teknik kromatografi lain yang
memiliki resolusi lebih baik seperti HPLC atau GC sehingga banyak komponen
metabolit yang dapat dideteksi (Yuliana et al, 2017).

Analisis senyawa marker piperin dengan KLT yaitu dengan cara disiapkan
terlebih dahulu larutan pengembang berupa metanol dan etil asetat dengan
perbandingan 7:3 dalam 5 ml kemudian dijenuhkan di dalam chamber. Proses
penjenuhan dilakukan agar suasana didalam chamber menjadi homogen dan untuk
mengetahui suasana didalam chamber sudah homogen atau belum dapat diketahui
dengan melihat penyerapan cairan yang telah membasahi kertas saring. Jika kertas
saring telah dibasahi semua, maka dapat diketahui bahwa suasana didalam chamber
telah homogen. Hal ini juga menunjukan bahwa kekosongan ruang struktur metanol
yang diisi dengan etil asetat sudah penuh, apabila metanol sudah sampai pada
kondisi jenuh maka metanol yang tidak dapat mengikat kloroform akan terserap ke
kertas.

Dalam KLT terdapat fase gerak yang berupa cairan metanol dan etil asetat,
sedangkan fase diamnya adalah silika gel GF254 yang mengandung pengikat atau
gipsum dan senyawa yang mampu berflouresen pada panjang gelombang 254 nm
karena memiliki kemampuan untuk mengabsorbsi suatu cahaya untuk kemudian
memancarkan cahaya lagi, namun cahaya yang dipancarkan kembali itu memiliki
warna yang berbeda dengan warna cahaya awalnya. Semakin dekat kepolaran
antara sampel dengan eluen, maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak
tersebut (Hendayana, 2010).

Kemudian disiapkan plat KLT yang sudah diberi tanda batas atas dan bawah
sekitar 1 cm dengan pensil. Batas bawah berfungsi untuk membatasi daerah sampel
yang akan ditotolkan, sedangkan batas atas berfungsi untuk membatasi proses gerak
eluen pada fase diam, digunakannya pensil karena jika menggunakan balpoint,
tintanya akan ikut bergerak dengan eluen sehingga proses KLT tidak optimal. Lalu
dilakukan aktivasi plat KLT dengan dipanaskan plat KLT pada oven dengan suhu
110℃ selama 10 menit, karena silika gel pada plat KLT bersifat polar, sehingga
dapat menyerap air atau udara dari atmosfer, maka dari itu dilakukan pemanasan
bertujuan untuk menghilangkan air diserap plat KLT, karena air tersebut dapat
mengaktifkan permukaan silika gel dan menutupi sisi aktif silika gel.

Setelah itu dilakukan penotolan larutan sampel dan larutan uji yang memiliki
jarak agar tidak bercampur dan mempengaruhi proses KLT sehingga proses elusi
tidak optimal. Selanjutnya dimasukkan ke dalam chamber yang sudah berisi eluen
yang telah dijenuhkan dan dibiarkan sampai terelusi mencapai batas atas plat KLT,
apabila melebihi batas atas maka akan mempengaruhi nilai Rf, lalu diangkat dan
dibiarkan kering. Plat KLT yang sudah dikeringkan, diamati secara visual dibawah
sinar UV 254 nm dan 365 nm, ditandai spot dan jarak diukur. Setelah teramati maka
dihitung nilai Rf untuk mengidentifikasi senyawa. Bila nilai Rf memiliki nilai yang
sama anatar senyawa satu dengan yang lainnya maka senyawa tersebut dapat
dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip begitupun sebaliknya.

Selanjutnya, melakukan perhitungan kadar sampel dengan menggunakan


instrumen spektrofotometri UV-Vis yang memiliki prinsip berdasarkan pada
serapan cahaya, dimana atom dan molekul berinteraksi dengan cahaya. Gabungan
antara prinsip spektrofotometri Ultraviolet dan visible disebut spektrofotometer
Ultraviolet-visible (UV-Vis). Sumber UV dan visible adalah dua sumber sinar yang
berbeda yang digunakan pada instrumen ini. Spektrofotometri UV-Vis berdasar
pada hukum Lambert-Beer. Jika sinar monokromatik melewati suatu senyawa maka
sebagian sinar akan diabsorbsi, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan
dipancarkan. Cermin yang berputar pada bagian dalam spektrofotometer akan
membagi sinar dari sumber cahaya menjadi dua (Sembiring et al, 2019). Panjang
gelombang pada daerah ultraviolet adalah 180 nm−380 nm, sedangkan pada daerah
visible adalah 380 nm−780 nm (Warono dan Syamsudin, 2019).

Metode spektrofotometer UV-Vis dipilih karena instrumen Spektrofotometer


UV-Vis sendiri memiliki kelebihan seperti dapat digunakan untuk menganalisis
banyak zat organik dan anorganik, selektif, mempunyai ketelitian yang tinggi
dengan kesalahan relatif sebesar 1%-3%, analisis dapat dilakukan dengan cepat dan
tepat, serta dapat digunakan untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.
Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung
dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang
sudah diregresikan. Namun demikian, spektrofotometri UV-Vis pun memiliki
kekurangan yaitu absorbsi dipengaruhi oleh pH larutan, suhu dan adanya zat
pengganggu dan kebersihan dari kuvet dan pemakaian hanya pada gugus fungsional
yang mengandung elektron valensi dengan energi eksitasi rendah (Rohmah dkk,
2021).

Pertama-tama, sebanyak 10 mL dan 1 mL filtrat sampel uji dimasukkan


masing-masing ke dalam labu takar 100 mL kemudian volume digenapkan dengan
penambahan metanol hingga 100 mL. Kemudian dikocok hingga homogen atau
bercampur rata. Selanjutnya, absorbansi larutan sampel diukur pada panjang
gelombang maksimum pengukuran. Pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang maksimum karena pada panjang gelombang maksimum, perubahan
absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi paling besar, sehingga akan diperoleh
kepekaan analisis yang maksimum. Syarat senyawa yang dapat dianalisis
menggunakan spektrofotometri UV-Vis adalah senyawa yang mengandung gugus
kromofor dan auksokrom. Gugus kromofor merupakan gugus atau atom dalam
senyawa organik yang dapat memberikan serapan pada daerah ultra-violet dan sinar
tampak. Gugus auksokrom merupakan gugus fungsionil yang mempunyai elektron
bebas (Skoog et al, 2007; Gandjar dan Rohman, 2012) Metanol digunakan sebagai
blanko. Yang mana vlanko digunakan sebagai larutan tidak berisi analit atau larutan
tanpa sampel. Titrasi blanko biasanya dilakukan untuk tujuan kalibrasi sebagai
larutan pembanding. Kemudian kadar piperin diukur dengan membandingkan
absorbansi larutan sampel dan larutan pembanding (Apriliyania dkk, 2018).

Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan yaitu nilai absorbansi larutan


standar sebesar 0,88 dan absorbansi pada sampel sebesar 0,336, absorbansi larutan
pembanding 0,475. Dan faktor pengencerannya 0,01 Maka didapatkan hasil
konsentrasi larutan sampel sebesar 6,86 dan % kadarnya sebesar 0,01715%. Maka
nilai absorbansi yang baik menurut farmakope herbal Indonesia yaitu 0,2 – 0,8.
Berdasarkan hasil tersebut persen kadar piperin yang diperoleh kurang baik, ini
dikarenakan, menurut Farmakope Herbal Indonesia (FHI) kadar piperin yang baik
pada simplisia buah lada hitam berada pada rentang 5,3-9,2% (Depkes RI, 2008).
Pada percobaan kali ini, kadar persen piperin tidak masuk kedalam rentang standar,
hal tersebut dapat terjadi karena kurang tepatnya pemilihan pelarut yang digunakan,
ketidaktepatan proses pengenceran, ataupun adanya pengotor yang ikut terdeteksi
pada instrumen spektrofotometri UV-Vis.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan penetapan kadar senyawa marker (piperin)
dalam simplisia buah lada hitam, maka dapat disimpulan bahwa jika dilihat dari
nilai Rf standar piperin yang dibandingkan dengan Rf uji, memiliki selisih nilai Rf
yang kecil, sehingga uji atau Piperis Nigri Fructus dapat dikatakan mengandung
senyawa piperin. Namun, nilai Rf standar dan Rf uji melebihi rentang 0,2-0,8.
Selain itu, pada penetapan kadar Piperis Nigri Fructus menggunakan
spektrofotometri UV-Vis, didapatkan persen kadar sebesar 0,01715%, di mana hasil
tersebut dapat dikatakan kurang baik karena tidak memenuhi rentang 5,3-9,2% pada
kadar simplisia buah lada hitam.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, et al. (2012). Biologogical Role of Piper Nigrum L. (Black Pepper): A


Review. Pakistan: Departement of Biotechnology, Islamabad.

Anwar, C. (1994). Pengantar Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: Universitas


Gajah Mada.

Apriliyania, Sandra Ayu., Yohanes Martono, Cucun Alep Riyantoa, Mutmainahb,


dan Lia Kusmita. (2018). Validation of UV-VIS Spectrophotometric
Methodsfor Determination of Inulin Levels from Lesser Yam (Dioscorea
esculenta L.). Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi 21(4).

BPOM RI. (2011). Acuan Sediaan Herbal, Vol. 6, Edisi I. Jakarta: Direktorat Obat
Asli Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Farmakope Herbal Indonesia.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Forestryana, Dyera dan Arnida. (2020). Skrining Fitokimia dan Analisis


Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Etanol Daun Jeruju (Hydrolea spinosa
L.). Jurnal Ilmiah Farmako Bahari.

Gandjar I. G., dan A. Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Gandjar, I.G. dan Rohman, A. (2012). Analisis Obat Secara Spektroskopi dan
Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hendayana, S. (2010). Kimia Pemisahan. Bandung: Penerbit Rosda.

Kushwaha, S.K.S, Kushwaha, N.; Maurya, N.; Rai, A.K. (2010). Role of Markers
in the Standardization of Herbal Drugs: A Review. Arch. Appl. Sci. Res. 2(1),
225-229.

Patil, K. (2011). Role of Piperine As A Bioavailability Enhancer. Institute of


Pharmacy. India: University Bhanpur.
Rohmah, Siti Awwalul Amanatur., Afidatul Muadifah, dan Rahma Diyan Martha.
(2021). Validasi Metode Penetapan Kadar Pengawet Natrium Benzoat pada
Sari Kedelai di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Tulungagung
Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis. Jurnal Sains dan Kesehatan, Vol
3 No 2.

Salamah, N. dan E. Widyasari. (2015). Aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun


kelengkeng (Euphoria longan (L) Steud.) dengan metode penangkapan
radikal 2,2’-difenil-1- pikrilhidrazil. Pharmaciana. 5(1).

Sembiring Timbangen, Dayana Indri, Rianna Martha. (2019). Alat Penguji


Material. Bogor: Guepedia.

Shamina, A. (2001). Secondary Metabolites in Black Pepper and Their Effect on


The Foot-Rot Pathogen Phytophtora capsici. India.

Skoog, D.A., Holler, F.J., and Crouch, S.R., (2007). Principles of Instrumental
Analysis Sixth Edition. Canada: Thomson Corporation.

Songlin et al. (2008). Chemical markers for the Quality Control of Herbal
Medicines. Chinese Medicine Laboratory: China Rasheed.

Syafi'i, Makmum., Rohaeti, Eti., Wahyuni, Wulan., Rafi, Mohamad., dan


Septaningsi, Dewi Anggraini. (2018). Analisis Sidik Jari Kromatografi
Lapis Tipis Rimpang Temu Mangga (Curcuma mangga). Jurnal Jamu
Indonesia, 3(3): 109-115.

Warono Dwi dan Syamsudin. (2013). Unjuk Kerja Spektrofotometer Untuk Analisa
Zat Aktif Ketoprofen. Jurnal Konversi 2.

Yuliana., Asriani., dan Suriani. (2017). Isolasi Senyawa Bioaktif Antibakteri Pada
Ekstrak Etanol Teripang Pasir (Holothuria scabra) di Kepulauan Selayar.
Jurnal Al-Kimia, 5(1).
Daftar Pembagian Pengerjaan Laporan

Nama NPM Pembagian Tugas Laporan


Annisa Nurul Husna 10060321041
Suci Kusuma Dewi 10060321042 Alat dan Bahan, Data
Pengamatan, Pembahasan
Prosedural Spektrofotometri
UV-Vis, Kesimpulan
Nasywa Asy Syaffa’ 10060321044
Parwoko
Wega 10060321045 Perbahasan Pendahuluan
Dila Andriani 10060321046 Pembahasan Hasil

Anda mungkin juga menyukai