Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARDISASI BAHAN ALAM

PERCOBAAN 3
PENETAPAN INDEKS PEMBUSAAN DAN ANGKA IKAN

Disusun oleh :
Annisa Nurul Husna (10060321041)
Suci Kusuma Dewi (10060321042)
Nasywa Asy Syaffa’ Parwoko (10060321044)
Wega (10060321045)
Dila Andriani (10060321046)

Shift/Kelompok : B/2
Tanggal Praktikum : 01 Maret 2023
Tanggal Laporan : 08 Maret 2023
Nama Asisten : Febriani Saputri, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2023 M/1444 H
PERCOBAAN 3

PENETAPAN INDEKS PEMBUSAAN DAN ANGKA IKAN

I. TUJUAN PERCOBAAN

Dapat memahami cara penetapan indeks pembusaan simplisia serta dapat


mengetahui manfaat dari penetapan indeks pembusaan.

II. ALAT DAN BAHAN


2.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah batang pengaduk,
corong, gelas kimia 250 mL dan 500 mL, gelas ukur 10 mL, labu Erlenmeyer 250
ml, labu takar 100 mL, mortir, stemper dan tabung reaksi.

2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah aqudest dan simplisia
buah lerak.

III. PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Penetapan Indeks Busa

100 ml aquadest dididihkan didalam gelas kimia 500 ml. Bahan simplisia
dihaluskan menjadi serbuk kasar, lalu ditimbang dengan tepat sebanyak 1 g.
Simplisia dimasukkan ke dalam gelas kimia 500 ml yang berisi 100 ml aquadest
mendidih, dibiarkan mendidih selama 30 menit. Didinginkan kemudian disaring.
Filtrate ditampung ke dalam labu takar 100 ml, kemudian digenapkan volume
hingga 100 ml dengan penambahan aquadest melalui kertas saring. Satu seri
pengenceran dibuat dalam tabung reaksi bertutup sebagai berikut:
No. Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rebusan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Simplisia
(mL)
Aquadest 9 8 7 6 5 4 3 2 1 -
(mL)

Kemudian, tabung reaksi dikocok kearah memanjang selama 15 detik dengan


frekuensi 2 kocokan per detik. Selanjutnya, dibiarkan selama 15 menit dan ukur
tinggi busa. Lalu, dapat dilakukan analisis sebagai berikut:
a) Jika tinggi busa pada setiap tabung kurang dari 1 cm, maka indeks busanya
kurang dari 100.
b) Jika tinggi busa 1 cm terdapat pada salah satu tabung, maka volume dekokta
(rebusan) bahan tumbuhan dalam tabung tersebut ditetapkan sebagai
parameter “a” yang nantinya akan digunakan untuk menuntukan indeks
busa.
c) Namun jika tabung terpilih merupakan tabung nomor 1 atau nomor 2 dari
seri tersebut, maka harus dilakukan pengenceran kembali yang lebih rinci
untuk mendapatkan hasil lebih yang akurat.
d) Jika tinggi busa pada setiap tabung lebih dari 1 cm, maka indeks busanya
lebih dari 1000. Dalam hal ini ulangi pengujian dengan menggunakan
rangkaian seri baru dari dekokta untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Setelah menentukan, dapat dihitung indeks pembusaan dari simplisia dengan
rumus:
1000
Indeks Busa = 𝐴

Ket: (A) volume (mL) dekokta yang terpilih dari tinggi busa
3.2 Penetapan Indeks Ikan
Serbuk simplisia ditimbang dengan seksama sebanyak 2 gram, kemudian
serbuk simplisia dibuat dekokta dengan mendidihkan dalam 100 mL air selama
kurang lebih 30 menit (dihitung setelah air mendidih), lalu filtrat disaring untuk
memisahkan ampas dari filtrat, sehingga diperoleh ekstrak uji. Selanjutnya dibuat
3 buah larutan dengan konsentrasi berbeda pada tabung reaksi:

Konsentrasi Larutan Uji (%) Pembuatan


0,5 50 mL ekstrak + aquadest ad 200 mL
0,1 10 mL ekstrak + aquadest ad 200 mL
0,05 5 mL ekstrak + aquadest 200 mL

Lalu dapar diamati, pada konsentrasi berapa yang mengakibatkan 2 dari 3 ikan mati
(dicatat sebagai a). Indeks angka ikan dapat dihitung dengan rumus:

1
Indeks Angka Ikan = 𝐴

IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Nama Simplisia : Buah Lerak


Nama Latin Simplisia : Sapindi Mukorossi Fructus
Nama Latin tumbuhan : Sapindus rarak
4.1 PENGAMATAN INDEKS BUSA DAN PERHITUNGAN

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tabung
Rebusan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Simplisia
(ml)
Aquadest 9 8 7 6 5 4 3 2 1 -
(ml)

Tinggi 0,5 1 1,2 1,3 1 1 2 1,9 3,5 4


Busa
(cm)
1000
Indeks Busa = 𝑎
1000
= 6

= 166,67
Keterangan: a = Volume (ml) dekokta terpilih yang memiliki tinggi busa 1 cm (
berdasarkan hasil pengamatan).

4.2 PENGAMATAN PENETAPAN ANGKA IKAN DAN PERHITUNGAN


Konsentrasi Pengamatan
Larutan Uji (%)
0,5

0,1

0,05

• Konsentrasi larutan uji = 0,5 % ^ 3 ikan mati


1
Indeks ikan mati = =2%
0,5

• Konsentrasi larutan uji = 0,1 % ^ 2 ikan mati


1
Indeks ikan mati = = 10 %
0,1

• Konsentrasi larutan uji = 0,05 % ^ 2 ikan mati


1
Indeks ikan mati = = 20 %
0,05
V. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini dilakukan penetapan indeks pembusaan dan angka
ikan. Indeks pembusaan adalah nilai yang menyatakan konsentrasi saponin minimal
yang dapat memberikan busa yang stabil setinggi 1 cm. Saponin dapat memberikan
busa yang stabil ketika larutan dekok sponin dikocok, karena saponin akan bersifat
seperti surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Sedangkan untuk
pengujian indeks ikan adalah bilangan atau angka yang menunjukkan pada
pengenceran berapa larutan yang mengandung saponin dapat membunuh 3 dari 5
ekor ikan yang panjangnya 2-4 cm dalam waktu satu jam (Evans, 2009).

Saponin adalah salah satu senyawa yang terdapat dalam tumbuhan yang
merupakan golongan glikosida dengan aglikon berupa steroid-triterpenoid yang
apabila terhidrolisis disebut aglikon sapogenin. Saponin berasal dari kata Latin
yaitu “sapo” yang berarti mengandung busa stabil bila dilarutkan dalam air.
Kemampuan busa dari saponin disebabkan oleh kombinasi dari sapogenin yang
bersifat hidrofobik (larut dalam lemak) dan bagian rantai gula yang bersifat
hidrofilik (larut dalam air) (Naoumkina, et al, 2010).

Gambar. Struktur Saponin (Chapagain, 2015)


Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan
triterpenoid. Saponin memiliki berbagai kelompok glikosil yang terikat pada posisi
C3, tetapi beberapa saponin memiliki dua rantai gula yang menempel pada posisi
C3 dan C17. Struktur saponin tersebut menyebabkan saponin bersifat seperti sabun
atau deterjen sehingga saponin disebut sebagai surfaktan. Saponin steroid tersusun
atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat dan jika terhidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin. Saponin triterpenoid
tersusun atas inti triterpenoid dengan senyawa karbohidrat yang dihidrolisis
menghasilkan aglikon yang dikenal sapogenin (Negi et al, 2013).
Sifat fisika dari saponin yang merupakan metabolit sekunder dan
merupakan kelompok glikosida triterpenoid atau steroid aglikon, terdiri dari satu
atau lebih gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin, dapat
membentuk kristal kuning dan amorf, serta berbau menyengat. Rasa saponin sangat
ekstrim, dari sangat pahit hingga sangat manis. Saponin biasa dikenal sebagai
senyawa nonvolatilem dan sangat larut dalam air (dingin maupun panas) dan
alkohol, namun membentuk busa koloidal dalam air dan memiliki sifat detergen
yang baik (Chapagain, 2015). Saponin merupakan senyawa ampifilik. Gugus gula
(heksosa) pada saponin dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam alkohol
absolut, kloroform, eter dan pelarut organik non polar lainnya. Sedangkan gugus
steroid (sapogenin) pada saponin, biasa juga disebut dengan triterpenoid aglikon
dapat larut dalam lemak dan dapat membentuk emulsi dengan minyak dan resin
(Lindeboom, 2015).
Berdasarkan struktur aglikon (sapogenin) dikenal 2 macam saponin, yaitu
tipe steroid dan triterpenoid (Caballero, 2003)
1. Saponin Tipe Steroid
Saponin tipe steroid mengandung aglikon polisiklik yang merupakan
sebuah steroid cholin. Di alam, saponin tipe steroid tersebar luas pada
beberapa keluarga Monocotyledoneae (contoh: Dioscorea spp.), terutama
keluarga Dioscoreaceae dan keluarga Amaryllidaceae (contoh: Agave sp.).
2. Saponin Tipe Triterpenoid
Saponin tipe triterpenoid jarang ditemukan pada tanaman golongan
Monocotyledoneae tetapi banyak terkandung dalam tanaman
Dicotyledoneae, terutama pada keluarga Caryophylaceae, Sapindaceae,
Polygalaceae dan Sapotaceae. Kebanyakan saponin triterpenoid
mempunyai struktur pentasiklik dan sapogeninnya terikat pada rantai dari
gula (dapat berupa glukosa, galaktosa, pentosa dan metil pentosa) atau unit
asam uronat ataupun keduanya pada posisi C3. Contohnya pada Primula,
sapogeninnya berupa D-primulagenin, terikat pada D-asam glukoronat
dimana D-asam glukoronat terikat pada L-rhamnose dan D-glukosa
Dgalaktosa. Saponin triterpenoid dapat digolongkan menjadi tiga golongan,
yaitu: α-amyrin, β-amyrin, dan lupeol (Achmadi, 2012).
Pada percobaan kali ini untuk pengujian baik indeks pembusaan maupun angka
ikan digunakan simplisia buah lerak. Buah lerak ini dilakukan pengujian apakah
aman dikonsumsi sebagai obat atau tidak. Sehingga dilakukan pengujian saponin
yang memiliki efek toksik dalam tubuh yang ketika terjadi hidrolisis saponin dalam
tubuh akan membentuk senyawa toksik sapogenin yang bila berinteraksi dengan
lesitin atau kolesterol pada membrane eritrosit akan mengakibatkan haemolisa pada
eritrosit (Sjofjan dkk, 2019).

Gambar. Simplisia Buah Lerak (Laela et al, 2018)


Klasifikasi Sapindus rarak adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Sapindales
Family : Sapindaceae
Genus : Sapindus
Spesies : Sapindus rarak (Hookf) De Candole
(Quattrocchi, 2017).
Buah lerak terdiri dari 75% daging buah dan 25% biji. Bagian daging buah
banyak mengandung saponin yaitu sekitar 38% yang merupakan racun yang cukup
kuat. Kandungan utama lerak adalah saponin triterpenoid yang merupakan senyawa
penting sebagai bahan pestisida nabati untuk mengendalikan hama tanaman.
Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter, memiliki rasa pahit
menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Saponin
merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis pada darah.
Saponin juga dapat bersifat racun pada hewan berdarah dingin dan banyak
digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang bersifat keras atau racun biasa disebut
sebagai sapotoksin (Syarifah, 2020).

5.1 Penetapan Indeks Busa


Busa adalah suatu struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-
kantong udara terbungkus dalam lapisan tipis, gas dalam cairan yang di stabilkan
oleh suatu zat pembusa. Tujuan dilakukan pengujian indeks busa yaitu untuk
melihat kadar saponin yang tedapat di dalam sampel dan kualitas simplisia buah
lerak. Parameter yang dapat diamati dari pengujian ini yaitu tinggi busa yang
dihasilkan dari setiap tabung yang dikocok yang berarti menandakan bahwa sampel
uji mengandung senyawa saponin (Putri, 2021).
Untuk menentukan indeks busa, pertama-tama akuades dididihkan dan
bahan simplisia buah lerak yang sudah dihaluskan menjadi serbuk kasar sebanyak
1 gram dimasukkan ke dalam akuades mendidih tersebut selama 30 menit.
Simplisia buah lerak dihaluskan dengan tujuan untuk memperbesar luas permukaan
sehingga mempercepat kontak antara simplisia dengan akuades. Sedangkan proses
pendidihan dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat reaksi. Selanjutnya
simplisia yang telah dididihkan dibiarkan mendingin untuk membuat reaksi stabil
terlebih dahulu, kemudian disaring menggunakan kertas saring agar hanya filtrat
dari simplisia buah lerak saja yang tertampung di dalam labu takar. Setelah itu,
volume digenapkan hingga 100 mL dengan penambahan akuades. Seri pengenceran
selanjutnya dibuat dalam 10 tabung reaksi:

No. Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rebusan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Simplisia
(mL)
Aquadest 9 8 7 6 5 4 3 2 1 -
(mL)

Semua tabung reaksi ditutup dan dikocok ke arah memanjang selama 15


detik dengan frekuensi 2 kocokan per detik. Lalu tabung reaksi dibiarkan selama
15 menit dan tinggi busa diukur. Hasil pengamatan yang didapatkan adalah tinggi
busa pada tabung reaksi 1 sampai 10 berturut-turut yaitu 0,5; 1,0; 1,2; 1,3; 1,0; 1,0;
2,0; 1,9; 3,5; dan 4,0. Sehingga, indeks busa kemudian dapat dihitung menggunakan
rumus:

1000
Indeks Busa = 𝐴

Dengan a merupakan volume dekokta terpilih yang memiliki tinggi 1 cm


dalam pengamatan. Sehingga didapatkanlah nilai indeks busa sebesar 166,67. Maka
dapat disimpulkan bahwa dengan terdapatnya tinggi busa pada setaip tabung dapat
diartikan bahwa simplisia buah lerak mengandung saponin, karena saponin sendiri
merupakan senyawa yang dapat menyebabkan timbulnya busa yang dapat bertahan
lama ketika bahan tumbuhan tersebut direbus dalam air dan kemudian dikocok
(Suleman dkk, 2022).

5.2 Penetapan Indeks Ikan


Indeks ikan merupakan bilangan atau angka yang menunjukkan pada
pengenceran berapa larutan suatu zat membunuh 3 dari 5 ekor ikan yang
panjangnya antara 2 – 4 cm dalam waktu satu jam. Penetapan angka ikan bertujuan
untuk mengetahui saponin yang terkandung dalam tanaman buah lerak sebagai
racun pada hewan berdarah dingin (ikan). Saponin bersifat racun pada hewan
berdarah dingin karena dapat menghancurkan butir darah merah lewat reaksi
hemolisis. Hemolisis adalah pecahnya membran sel darah merah, sehingga
menyebabkan keluarnya hemoglobin dan komponen intraseluler (Lippi, dkk.,
2012).
Pada penetapan angka ikan hal pertama yang dilakukan yaitu ditimbang 2
gram simplisia, lalu dibuat dekokta simplisia dengan mendidihkan 100 ml air
selama 30 menit (dihitung setelah air mendidih) dan dimasukkan simplisia yang
sudah ditimbang. Digunakannya air yang mendidih karena untuk memisahkan
ekstrak dari simplisia buah lerak dari ampasnya, dengan metode dekokta agar
senyawa saponin didapatkan. Kemudian ampas disaring dari filtrat (diperoleh
ekstrak uji), lalu dibuat 3 buah larutan dengan konsentrasi 0,5% (50 ml ekstrak
filtrat ditambah 200 ml aquadest), 0,1% (10 ml ekstrak filtrat ditambah 200 ml
aquadest), 0,05% (5 ml ekstrak filtrat ditambah 200 ml aquadest) pada gelas kaca
250 ml. Selanjutnya dimasukkan 3 ikan pada masing-masing gelas kaca, lalu
diamati pada konsentrasi berapa 2- dari 3 ekor ikan mati (konsentrasi yang
ditetepkan sebagian a).
Hasil yang didapat dari pengamatan penetapan angka ikan yang telah
diberikan larutan uji dari buah lerak dengan berbagai konsentrasi yaitu indeks ikan
sebesar 2%. Semakin tinggi konsentrasi larutannya maka angka ikan semakin
rendah. Dapat dilihat dari percobaan ini dimana pada larutan uji yang
konsentrasinya 0,5% (paling tinggi) semua ikan mati. Hal tersebut disebabkan
karena semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin tinggi kandungan
saponinnya yang akhirnya menyebabkan toksik bagi hewan berdarah dingin salah
satunya ikan.

VI. KESIMPULAN

1. Indeks Busa yang didapatkan yaitu pada tabung 6 dengan nilai 166,67.
2. Angka Ikan yang didapatkan yaitu pada konsentrasi 0,5% (2 dari 3 ikan
mati) dengan didapatkan indeks angka ikan sebesar 2%, pada konsentrasi
0,1% (2 dari 3 ikan mati) didapatkan angka ikan sebesar 10%, pada
konsentrasi 0,05% (Ikan mati semua) didapatkan angka ikan sebesar 20%.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, S.S., Sulistiyani. (2012). Uji in Vivo Saponin Tanaman Akar Kuning
(Arcangelisia flava (L.) Merr) sebagai Hepatoprotektor. Jurnal Nature
Indonesia.

Caballero, Benjamin, Luiz C. Trugo, Paul M. Finglas. (2003). Encyclopedia of


Food Science and Nutrition, 2nd edition, Vol 8. United Kingdom: Academic
Press.

Chapagain, B.P and Wiesman. (2015). Larvicidal Activity of the Fruit Mesocarp
Extract of Balanites aegyptiaca and its Saponin Fractions Againts Aedes
aegypti. Dengue Bulletin, Vol 29.

Evans, C.W. (2009). Pharmacognosy Trease and Evans 16th Ed. London: Saunders
Elvesier.

Lela, Euis., Isnaini., Evi Yuliati., dan Rahmat Sayogo. (2018). Efektivitas Sabun
Alami Terhadap Warna Batik. Dinamika Kerajaan dan Batik, Vol 35(2).

Lindeboom, N. (2015). Studies on The Characterization, Biosynthesis and Isolation


of Starch and Protein from Quinoa (Chenopodium quinoa Willd). Thesis.
Saskatoon: University of Saskatchewan.

Naoumkina, M., Modol., Huhman D., Urbanczyk-Wochniak E., Tang, Y. (2010).


Genomic and Coexpression Analyses Predict Multiple Gene Involved
Triterpene Saponin Biosynthesis in Medicago truncatula. Journal Plant
Cell, 22(3).

Negi, J.S., Negi., Pant., dan Rawat. (2013). Naturally occurring saponins:
Chemistry and biology. Journal of Poisonous and Medicinal Plant
Research, 1(1).

Putri, Rahmawida. (2021). Formulasi Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Daun


Sirsak (Annona muricata L.) dan Uji Aktivitasnya terhadap Jamur Candida
albicans secara In Vitro. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi
Terapan, Vol. 4, No. 1.
Quattrocchi, U. (2017). CRC world dictionary of plant names: common names,
scientific names, eponyms, synonyms, and etymology. Perancis: Routledge.

Sjofjan, O., Natsir M., Chuzaemi dan Hartuti. (2019). Ilmu Nutrisi ternak Dasar.
Malang: UB Press.

Suleman, Iin., Sulistijowati, Rieny., Manteu, Shindy Hamidah., dan Nento, Wila
Rumina. (2022). Identifikasi Senyawa Saponin Dan Antioksidan Ekstrak
Daun Lamun (Thalassia hemprichii). Jambura Fish Processing Journal,
Vol. 4 No. 2.
Syarifah, Risqa Naila. (2020). Pemanfaatan Gulma Mimosa invisa sebagai
Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman. Biofarm, Vol 16(2).

Tyler, V. E., Brady, L. R., Robbers, J. E. (1988). Pharmacognosy 9th Edition.


Philedephia: Lea & Febiger.
Daftar Pembagian Pengerjaan Laporan

Nama NPM Pembagian tugas laporan


Annisa Nurul Husna 10060321041 Pembahasan pendahuluan dan
kesimpulan
Suci Kusuma Dewi 10060321042 Pembahasan Indeks Pembusaan

Nasywa Asy Syaffa’ 10060321044 Cover, tujuan, prosedur, dan print


Parwoko

Wega 10060321045 Pembahasan angka ikan


Dila Andriani 10060321046 Alat bahan dan data pengamatan

Anda mungkin juga menyukai