Disusun Oleh :
Shift/Kelompok : B/1
Tanggal Praktikum : 4 Mei 2023
Tanggal Laporan : 10 Mei 2023
Nama Asisten : Munadiya Waridatiddiyanah F, S. Farm
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Dapat memahami dan mampu melakukan formulasi sediaan krim
2. Dapat mampu merancang prosedur pembuatan sediaan krim
3. Dapat mampu melakukan evaluasi mutu sediaan krim
II. TEORI DASAR
2.1 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah mengandung satu atau lebih bahan
obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim
mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak
atau minyak dalam air.Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk
yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air
(Agustian, 2018).
Krim berfungsi sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan
kulit, sebagai bahan pelumas untuk kulit, dan sebagai pelindung untuk kulit yaitu
mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsangan kulit.
Krim diformulasikan untuk sediaan yang dapat bercampur dengan sekresi kulit
(Wardiyah, 2015).
Sifat umum sediaan krim ialah mampu melekat pada permukaan tempat
pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau
dihilangkan. Krim dapat memberikan efek mengkilap, berminyak, melembabkan,
dan mudah tersebar merata, mudah berpenetrasi pada kulit, mudah/sulit diusap,
mudah/sulit dicuci air (Anwar, 2012).
Krim termasuk dalam sediaan topikal. Kata topikal berasal dari bahasa
Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan daerah tertentu. Secara luas
didefinisikan sebagai obat yang dipakai di tempat lesi. Obat topikal adalah obat
yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat pembawa dan zat aktif. Zat aktif
merupakan komponen obat topikal yang memiliki aktivitas teurapetik. Sedangkan
zat pembawa adalah bagian aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa
mudah di oleskan, mudah dibersihkan, tidak mengiritasi serta menyenangkan
secara kosmetik. Selain itu bahan aktif harus berada dalam zat pembawa dan
mudah di lepaskan (Yanhendri, 2012).
Krim tipe A/M merupakan krim minyak yang tedispersi ke dalam air.
Krim tipe A/M mengandung zat pengmulsi seperti adeps lanae, wool alcohol
atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam
bervalensi 2, misalnya Kalsium (Ca) (Juwita et al, 2013).
2.3 Formula Umum Krim
Formula dasar sediaan krim antara lain :
1. Fase minyak , yaitu bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
Contoh : asam stearate,adeps lanae, paraffin liquidim, paraffin solidum,
minyak lemak,cera,cetaceum,vaselin,setil alkohol, stearil alkohol, dan
sebagainya.
2. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, berasifat basa,
Contoh : Na tetraborate (borax, Na biboras), Trietanolamin/
TEA,NaOH,KOH,Na2CO3, gliserin,polietilenglikol/PEG, propilenglikol,
surfaktan (Na lauril sulfat, Na setostearil alkohol,polisorbatum/Tween,
span dan sebagainya).
3. Bahan penyusun krim, antara lain:
a. Zat berkhasita
b. Minyak
c. Air
d. Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan
dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat atau dikehendaki.
Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan emulgide, lemak bulu
domba,setaseum, setil, alkohol, stearil alkohol, trieanolalamin stearate,
polisorbat, PEG.
4. Bahan – bahan tambahan dalam sediaan krim agar peningkatan penetrasi
pada kulit, antara lain:
a. Zat pengawet berfungsi untuk meningkatkan stabilitas sediaan dengan
mencegah terajdinya kontaminasi mikroorganisme. Karena pada
sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka pada sediaan ini
mudah ditumbuhi bakteri dan jamur
b. Pendapar berfungsi untuk mempertahankan ph sediaan unruk menjaga
stabilitas sediaan. Ph dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif.
Pemilihan pendapar harus diperhitungkan ketercampurannya dengan
bahan lainnya yang terdapat dalam sediaan dapat terjadi karena
perubahan kimia zat aktif atau zat tambahan dalam sediaan pada
penyimpanan karena mungkibn pengaruh pembawa atau lingkungan.
Kontaminasi logam pada proses produksi atau wadah (tube) seringkali
merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia dari bahan sediaan.
c. Pelembab atau humektan ditambahkan dalam sediaan topical
dimaksudkan untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit
menyebabkan jaringan menjadi lunka, mengembang dan tidak
berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat
tambahan ini adalah gliserol,PEG, sorbitol.
d. Pengompleks adalah zat yang ditambahkan zat yang ditambahkan
dengan tujuan zat ini dapat membentuk kompleks dengan logam yang
mungkin terdapat dalam sediaan,timbul pada proses pembuatan atau
pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik. Contoh :
sitrat,EDTA,dsb.
e. Antioksidan berfungsi untuk mencegah ketengikan akibata oksidasi
oleh cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi.
f. Peningkatan penetrasi yaitu zat tambahan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar dapat digunakan untuk
tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit).
Syarat- syarat
- Tidak mempunyai efek farmakologi
- Tidak menyebabkan iritasi alaergi atau toksik
- Bekerja secara cepat dengan efek terduga (dapat diramalkan )
- Dapat dihilangkan dari kulit secara normal
- Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik.
2.4 Miconazole
Miconazole sangat efektif untuk pengobatan pada tinea pedis (kaki atlet)
disebabkan oleh Epidermophyton floccosum, Trichophyton mentagrophytes, atau
T. Rubrum dan Tinea corporis atau tinea cruris tanpa adanya komplikasi dengan
obat lain. Pengobatan pada pityriasis (tinea) versikolor yang disebabkan oleh
Malassezia furfur (Pityrosporum ovale orbiculare atau P.) juga memberikan efek
yang baik, terutama saat mengalami infeksi yang luas, berat atau gatal yang
sering kambuh. (KF 2015).
Topical: Anak – anak ≥ 2 – 11 tahun: Terapkan (pagi dan sore) dua kali sehari
selama 2 minggu. Jika perbaikan klinis tidak terjadi setelah perawatan,
mengevaluasi kembali diagnosis.
b. Tinea Pedis
Topikal: Anak – anak ≥ 2 – 11 tahun: Terapkan (pagi dan sore) dua kali sehari
selama 1 bulan. Jika perbaikan klinis tidak terjadi setelah perawatan,
mengevaluasi kembali diagnosis.
c. Pityriasis versikolor
Topikal : Anak – anak ≥ 2-11 tahun : Terapkan sekali sehari selama 2 minggu.
Jika perbaikan klinis tidak terjadi setelah 2 minggu pengobatan, mengevaluasi
kembali diagnosis.
Untuk pemberian dewasa :
a. Tinea Corporis atau Tinea cruris
Topical: Terapkan dua kali sehari (pagi dan sore) untuk 2 minggu. Jika
perbaikan klinis tidak terjadi setelah perawatan, mengevaluasi kembali diagnosis.
b. Tinea Pedis
Topikal: Terapkan dua kali sehari (pagi dan sore) selama 1 bulan. Jika perbaikan
klinis tidak terjadi setelah perawatan, mengevaluasi kembali diagnosis.
c. Pityriasis versikolor
Terapkan sekali sehari selama 2 minggu. Jika perbaikan klinis tidak terjadi setelah
perawatan, mengevaluasi kembali diagnosis.
Bagi wanita yang sedang hamil atau menyusui, sesuaikan dosis
miconazole dengan anjuran dokter. Tanyakan dosis miconazole untuk anak-anak
kepada dokter. Harap berhati-hati bagi pasien yang menderita gangguan hati,
porfiria, mengonsumsi obat lain seperti warfarin, serta bagi pasien yang berusia di
bawah 18 tahun. Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.
Sama seperti obat-obat lain, miconazole juga berpotensi menyebabkan efek
samping. Beberapa efek samping yang bisa terjadi setelah menggunakan obat anti
jamur ini adalah diare, sakit kepala, sakit gigi, mulut terasa kering, nyeri dan
bengkak pada gusi, adanya perubahan rasa di lidah, kulit terasa gatal, mual. (KF
2015).
No Nama Zat Konsentrasi Penimbangan Untuk 20 gram Penimbangan 10 % dan untuk 2 pot
Organoleptis Daya
Formula pH Tipe Emulsi Homogenitas Viskositas Stabilitas
Warna Bau Sebar
Organoleptis Daya
Formula pH Tipe Emulsi Homogenitas Viskositas Stabilitas
Warna Bau Sebar
III Putih ˗ 8,235 Minyak dalam Air Homogen 6,075 cm 5286 Stabil
Tabel 4. Data Pengamatan Hasil Pengamatan Kel 3
Organoleptis Daya
Formula pH Tipe Emulsi Homogenitas Viskositas Stabilitas
Warna Bau Sebar
IV Putih ˗ 8,332 Minyak dalam Air Tidak Homogen 5,05 cm 2483 Tidak Stabil
Tabel 5. Data Pengamatan Hasil Pengamatan Kel 4
Data Pengamatan Kelompok 5
Organoleptis Daya
Formula pH Tipe Emulsi Homogenitas Viskositas Stabilitas
Warna Bau Sebar
V Abu ˗ 6,51 Minyak dalam Air Homogen 6,25 cm 4,7 Tidak Stabil
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk membuat sediaan krim, lalu
mengamati metode pembuatannya dan mengevaluasi sediaan dari hasil formulasi
yang diharapkan masuk kedalam kategori sediaan krim yang stabil dan ideal.
Menurut farmakope Indonesia Edisi VI Krim adalah bentuk sediaan setengah
padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai. Istilah ini digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair diformulasikan sebagai emulsi air dalam
minyak atau minyak dalam air. Produk krim lebih disarankan terdiri dari emulsi
minyak dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk
penggunaan kosmetika dan estetika (Depkes RI, 2020). Umumnya krim memiliki
konsistensi yang lebih ringan dan kurang kental daripada salep. Krim mudah
menyebar di kulit sehingga mudah digunakan, mudah dibersihkan karena sifatnya
tidak berminyak, krim lebih cepat berpenetrasi ke dalam kulit. Oleh karena itu,
penggunaan krim saat ini lebih disenangi daripada sediaan salep (Ansel dkk,
2013).
Krim memiliki beberapa keuntungan, diantaranya:
1. Mudah dicuci dan dihilangkan darim kulit dan pakaian
2. Tidak lengket, khususnya krim dengan system emulsi tipe M/A
3. Absorpsi yang optimal. Zat aktif yang memiliki daya absorpsi yang optimal
adalah zat aktif yang larut air dan larut minyak, maka bentuk pembawa yang
cocok untuk tujuan tersebut adalah krim atau emulsi. Tegangan permukaan kulit
juga akan diturunkan oleh emulgator dan bahan pembantu lain yang terdapat
dalam basis krim sehingga absorpsi lebih cepat
4. Mudah dipakai
5. Basis krim yang berair dapat menjaga kelembaban sel kulit yang rusak.
Bedanya antara emulsi dan krim yaitu pada emulsi bentuknya cairan
(liquid), digunakan untuk jalur oral, dan umumnya digunakan emulgator jenis
emulgator alam. Pada sediaan krim bentuk sediaannya yaitu semi solida,
digunakan untuk rute topical, dan biasanya menggunakan jenis emulgator sintetis.
Formula umum dari krim terdapat 3 jenis, yaitu zat aktif, basis krim, dan zat
tambahan (eksipien). Zat aktif digunakan harus dalam bentuk aktifnya agar
menghasilkan efek terapi. Basis krim merupakan bagian terbesar dari bentuk
sediaan krim. Umumnya basis bertendensi memperlambat absorpsi obat
menembus epidermis dan permukaan mukosa (Sanjay dkk, 2013). Basis krim
memiliki 3 komponen utama yaitu:
1. Fae minyak : biasanya terbentuk dari petrolatum atau liquid petrolatum dengan
satu atau lebih alcohol berbobot tinggi seperti setil atau stearil alcohol
2. Fasa air: selain air, biasanya mengandung bahan-bahan tambahan larut air
seperti pengawet, pengemulsi, dan lain-lain
3. Pengemulsi: pemilihan bahan pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan
sifat krim yang dikehendaki.
Selanjutnya terdapat bahan tambahan atau eksipien. Eksipien yang
ditambahkan ada antioksidan untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi dan
ketengikan pada sediaan, pendapar untuk menstabilkan zat aktif dan
meningkatkan bioavailabilitas yang maksimum, humektan atau pembasah untuk
meminimalkan hilangnya air dari sediaan semisolid dan untuk meningkatkan
kualitas daya sebar produk dan menjaga konsistensi secara umum, pengawet
terutama untuk sediaan krim yang berbasis air perlu ditambahkan pengawet untuk
mencegah terjadinya pertumbuhan mikroorganisme, dan terakhir yaitu
pengkomplek untuk membuat kompelks dengan logam yang ada pada sediaan dan
dapat mengakibatkan sediaan teroksidasi.
Dalam percobaan ini dibuat sediaan krim dengan formula yang terdiri dari
mikonazol 2% dengan bahan tambahan paraffin cair 30%, emulgid 7,5% dan
aquadest. Paraffin cair sebagai fase minyak, aquadest sebagai fase air dan
Emulgator yang dipakai pada sediaan krim formula adalah emulgid. Karena
formula yang akan dibuat adalah krim tipe minyak dalam air, maka emulgator
yang dipakai harus lebih larut dalam air ketimbang fasa minyak.
Tahapan pertama dilakukan yaitu penimbangan semua bahan, mulai dari
penimbangan zat aktif hingga zat tambahan. Setelah itu fase minyak dileburkan
dengan suhu 60-70oC, pemanasan ini berfungsi untuk meningkatkan kelarutan,
sehingga mempercepat proses larut dan bercampurnya zat. Fase minyak yang
digunakan adalah paraffin cair dan emulgid, selain sebagai fase minyak paraffin
juga berfungsi untuk meningkatkan viskositas sediaan krim, persentase paraffin
cair yang ditambahkan adalah 15 % karena rentan untuk sediaan topikal adalah 1-
20 % (Faiza, 2015). Sedangkan emulgid sebagai emulgator. Lalu dicawan yang
berbeda dileburkan fase air dengan suhu 60-70oC yang terdiri dari aquadest.
Setelah masing-masing fase minyak dan fase air yang telah dileburkan kemudian
dimasukkan kedalam matkan untuk diaduk dengan alat stirrer sampai terbentuk
massa krim dan homogen sambil ditambahkan mikonazol sedikit demi sedikit
pada formula. Fungsi dilakukannya pengadukan menggunakan stirrer adalah agar
krim yang dibuat lebih terjamin homogenitasnya, kemudian krim yang sudah
dibuat siap untuk dilakukan evaluasi.
Evaluasi sediaan bertujuan untuk memastikan bahwa sediaan yang dibuat
sudah sesuai dengan persyaratan yang ada dengan melewati uji organoleptis,
homogenitas, pH, tipe krim, viskositas, dan stabilitas. Pada uji organoleptis
meliputi pengamatan warna dan aroma yang bertujuan untuk memeriksa
kesesuaian dari sediaan yang mungkin mendekati dengan spesifikasi sediaan yang
telah ditentukan. Hasil pengamatan yang diperole yaitu warna putih dan tidak
berbau. Hal ini berarti sudah sesuai dengan sediaan krim sebagaimana mestinya.
Selanjutnya evaluasi uji tipe krim yang bertujuan untuk memastikan tipe
krim yang dibuat sudah sesuai atau belum dengan sebagaimana mestinya. Uji tipe
krim dilakukan dengan prinsip pengenceran dimana sediaan krim dilarutkan
dalam air. Hasil pengamatan bahwa sediaan memiliki tipe minyak dalam air
(M/A) yang berarti krim dapat bercampur dengan air.
Pada evaluasi pengujian homogenitas sediaan krim dilakukan dengan
mengoleskan sediaan pada permukaan kaca arloji yang kemudian ditekankan
dengan menggunakan kaca arloji yang lain untuk mendapatkan permukaan yang
homogen. Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sediaan yang dibuat
homogen atau tidak. Pada pengujian ini sediaan krim dapat dikatakan sediaan
yang homogen karena tidak terdapat gumpalan pada sediaan krimnya. Karena
pada sediaan krim yang baik harus homogen dan terbebas dari partikel-partikel
yang masih menggumpal atau tidak tercampur dengan sempurna (Aulton, 2013).
Pada evaluasi pH dilakukan dengan tujuan untuk menilai apakah pH pada
sediaan sudah sesuai dengan pH standar sediaan tersebut atau tidak. pada evaluasi
kali ini digunakan alat pH meter yang berfungsi untuk mengukur derajat
keasaman atau kebasaan suatu cairan, pengukuran pH pada pH meter didasari
pada potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan baku atau standar didalam
gelas uji yang telah diketahui pH nya dengan sediaan krim yang sudah diencerkan
terlebih dahulu yang akan ditentukan kadar pH nya. Sebelum dilakukan
pengujian, alat terlebih dahulu harus dikalibrasi dengan menggunakan larutan
buffer standar nya, tujuan kalibrasi ini yaitu untuk memastikan apakah alat yang
digunakan berfungsi dengan baik atau tidak, selain itu kalibrasi juga bertujuan
untuk meningkatkan sensitifitas alat terhadap bahan uji. Berdasarkan hasil
percobaan pH sediaan yang didapatkan sebesar 6,7. Pada dasarnya pengukuran pH
pada sediaan krim perlu dilakukan selama beberapa hari pada kondisi suhu
ruangan, karena pH sediaan krim akan menurun seiring berjalan nya waktu. pH
sediaan krim sebaiknya disesuaikan dengan pH kulit itu sendiri yaitu sekitar 4 –
7,5 karena jika pH terlalu besar maka dapat menyebabkan kulit menjadi bersisik,
sedangkan apabila terlalu asam maka akan terjadi iritasi kulit (Gurning, 2016).
Jika dibandingkan dengan literatur maka sediaan krim yang sudah dibuat memiliki
pH yang ideal karena sudah termasuk kedalam rentang pH yang sama dengan
kulit. Jika dilihat dari SNI 16-4399-1996 sediaan tabil surya memiliki persyaratan
pH 4,5 – 8,0 yang dimana sediaan krim yang dibuat sudah sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia untuk sediaan tabir surya (Wulandari, 2016).
Pada evaluasi pengujian stabilitas dilakukan dengan uji sentrifugasi atau
mekanik. Uji sentrifugasi yaitu pengujian zat dengan diputar pada kecepatan
tinggi. Pada praktikum kali ini sediaan krim yang sudah jadi masukkan kedalam
tabung sentrifuga sampai pada titik 1 yang tertera pada tabung sentrifuga, lalu di
sentrifugasi dengan kecepatan 4.000 rpm dengan waktu 15 menit. Hasil yang
didapatkan yaitu pada tabung sentrifuga tidak terdapat pemisahan 2 fase. Jika
hasil dari uji stabilitas menggunakan metode sentrifugasi tidak terjaid pemisahan
dua fase maka dapat dikatan sediaan krim tersebut stabil (Meyla, 2019).
Pada evaluasi uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan
sediaan krim untuk menyebar pada kulit. Sediaan krim diharapkan memiliki
kemampuan menyebar yang mudah saat di aplikasikan ke kulit, sehingga sediaan
mudah untuk digunakan . .Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kelunakan
massa krim sehingga dapat diketahui kemudahan pengolesan sediaan krim saat
dioleskan pada kulit. Daya sebarkrim dapat menentukan adsorbsi pada tempat
pemakaian, semakin baik daya sebarnya maka semakin banyak krim yang
diabsorbsi.Daya sebar krim yang baik antara 5-7 cm. Dari hasil pengukuran yang
dilakukan,Berdasarkan hasil percobaan daya sebar 6,5 cm yang dimana sesuai
persyaratan, daya sebar krim yang baik antara 5-7 cm (Gurning Trianti Eliska
Helen, 2016). Perbedaan daya sebar dikarenakan semakin tinggi konsentrasi asam
stearat, semakin kecil luas area penyebaran yang dihasilkan karena adanya
peningkatan viskositas. Sehingga dapat dikatakan ketiga sediaan krim tersebut
memenuhi persyaratan uji daya sebar yang baik dan dapat dioleskan pada kulit.
Evaluasi yang terakhir adalah uji viskositas sediaan krim dengan
menggunakan alat viskometer Brookfield seri LV, yang bertujuan untuk
mengukur tingkat viskositas dari sediaan krim yang dibuat berhubungan dengan
mudah atau tidaknya sediaan krim untuk diaplikasikan atau pengolesan sediaan.
Viskometer Brookfield atau viskometer banyak titik yang artinya dapat diatur rpm
dan spindel sesuai dengan yang diinginkan. Dari hasil pengujian viskositas dari
sediaan krim yang dibuat pada rpm 100 dengan spindel 61 didapatkan nilai
viskositas sebesar 1.775 cP. Nilai tersebut terlalu rendah untuk sediaan krim
dikarenakan viskositas krim yang baik menurut Dina et al. (2017) yaitu berkisar
antara 30.000-70.000 cP. Selain itu menurut Erwiyani et al. (2018) viskositas
yang baik ditunjukkan oleh semakin tinggi nilai viskositas maka pergerakan
partikel akan cenderung makin sulit sehingga krim akan semakin stabil. Sediaan
krim yang baik memiliki viskositas yang optimum sehingga krim tidak memisah
selama masa penyimpanan, tetapi juga dapat menyebar ketika digunakan di
permukaan kulit. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian nilai
viskositas tersebut adalah suhu, ketika semakin tinggi suhu maka proses
pencampuran pada saat pembuatan sediaan krim akan menghasilkan viskositas
yang tinggi. Selain faktor suhu terdapat faktor lain yaitu lama pengadukan, hal ini
terjadi karena semakin meningkatnya lama pengadukan, maka nilai viskositas
sediaan krim semakin meningkat. Lama pengadukan berbanding terbalik dengan
ukuran partikel, sehingga semakin lama pengadukan akan mengakibatkan semakin
kecilnya ukuran partikel. Ukuran partikel yang kecil akan menghasilkan sistem
emulsi yang stabil.
IX. USULAN FORMULA AKHIR
9.1 Alasan pemilihan bentuk sediaan
Menurut farmakope edisi IV, Miconazole bermanfaat sebagai antijamur
yang biasa digunakan pada permukaan kulit. Maka dari itu dijadikan sediaan krim
karena sebagaimana dikatakan pada point pembahasan, sediaan krim digunakan
untuk rute topical.
9.2 Zat tambahan (eksipien) yang digunakan
9.2.1 Basis
Basis digunakan untuk dapat membentuk sediaan krim. Basis yang
digunakan yaitu :
Fase minyak. Fase minyak yang digunakan yaitu paraffin cair
Fase air. Fase air yang digunakan yaitu hanya aquadest
Pengemulsi. Pengemulsi yang digunakan yaitu emulgid
X. KESIMPULAN
1. Formula krim yang dibuat terdiri dari mikonazol 2% sebagai zat aktif, fase
minyak yaitu paraffin cair 30% dan emulgid 7,5%, serta fase air yaitu
aquadest. Dengan hasil evaluasi organoleptis yaitu berwarna putih dan
tidak berbau, evaluasi homogenitasnya homogen dengan tipe emulsi m/a,
pH sebesar 6.7, daya sebar sebesar 7.025 cm, evaluasi viskositas sebesar
1773 cp dan evaluasi stabilitas krim dengan sentrifugasi dihasilkan sediaan
krim yang stabil.
2. Dari kelima formula, formula paling baik yaitu pada formula 3 terdiri dari
mikonazol 2%, paraffin cair 30%, asam stearate 7,5%, TEA 2%, dan
aquadest. Dikarenakan dari hasil evaluasinya yaitu berwarna putih, tidak
berbau, homogenitasnya yaitu baik homogen dengan tipe emulsi m/a, pH
sebesar 8,235, daya sebar sebesar 6,075, serta viskositasnya sebesar 5286
cp, dan evaluasi stabilitas krim dengan sentrifugasi dihasilkan sediaan
krim yang stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Muhammad Rony Faizal. (2018). Uji Stabilitas Fisik Sediaan Racikan
Semipadat Di Beberapa Puskesmas Kabupaten Banyumas. Purwokerto:
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Ansel, H.C., Popovich, N.G., Allen, L.V. (2013). Pharmaceutical Dosage Form
and Drug delivery System Ninth Edition. London: New York
Anwar. (2012). Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi.
Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
Aulton, M. E. & Taylor, K., (2013). Aulton’s Pharmaceuticals: The Design and
Manufacture of Medicines. Fourth ed. s.l.: Churcihill Livingstone Elsivier.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Farmakope Indonesia Edisi
VI. Jakarta: Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Dina, A., S. Pramono dan N. Sugihartini. (2017). Optimasi Komposisi Emulgator
dalam Formulasi Krim Fraksi Etil Asetat Ekstrak Kulit Batang Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 15:
136-138.
Erwiyani, A. S., D. Destianti dan S. A. Kabelen. (2018). Pengaruh Lama
Penyimpanan Terhadap Sediaan Fisik Krim Daun Alpukat (Persen
americana Mill) dan Daun Sirih (Piper bettle Linn). Indonesian Journal of
Pharmacy and Naturnal Product, 1(1).
Faiza, dkk,. (2015). Teknologi Farmasi Sediaan Cair dan Semi Padat. Bogor:
Universitas Pakuan Bogor
Gurning Trianti Eliska Helen. (2016). Formulasi Sediaan Losio Dari Ekstrak
Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus L. (Merr)) Sebagai Tabir Surya.
Manado. Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT
Japanese Phamacopoeia Committee. (2016). The Japanese Pharmacopoeia 17th
ed. Tokyo: The Ministry of Health, Labour and Welfare.
Juwita, Anisa Puspa., Yamlean, Paulina V.Y., dan Edy, Hosea Jaya. (2013).
Formulasi Krim Ekstrak Etanol Daun Lamun (Syringodium isoetifolium).
Jurnal Ilmiah Farmasi.
KF .(2015).PT. Kalbe Farma Tbk. (2015). Kalpanax.Jakarta
Meyla C.M. Pratasik, Paulina V.Y. Yamlean, Weny I. Wiyono. (2019). Formulasi
Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Krim Ekstrak Etanol Daun Sesewanua
(Clerodendron squamatum Vahl.) Manado: Universitas Sam Ratulangi S
Sanjay, P.D., Deepak,M. dan Bhanudas, S.R. (2013). Liquisolid Technology :
Technique for Formulation with enchanced bioavailability, World Journal of
Pharmacy Pharmaceutical Science
Sheskey, Paul J., Walter G Cook., and Colln G Cable. (2017). Handbook of
Pharmaceutical Excipients 8th Edition. USA: Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Association.
Sumardjo,Damin.(2006).Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksata. Jakarta : EGC
Wardiyah, S. (2015). Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep
yang Mengandung Etil P-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur
(Kaempferia galanga linn). Jakarta: Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan.
Wulandari P. (2016). Skripsi Uji Stabilitas Fisik dan Kimia Sediaan Krim Ekstrak
Etanol Tumbuhan Paku (Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.). Jakarta : UIN
Syarif Hidayatullah
Yanhendri, dan S.W. Yenny. (2012). Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam
Dermatologi. Jurnal Ilmiah Farmasi.