Anda di halaman 1dari 8

BAB III

METODOLOGI

3. Metologi Penelitian

3.1 Penetapan Kadar Flavonoid Ekstrak Etil Asetat Daun Kina (Cinchona officinalis L)

i. Penyiapan Bahan
Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan, determinasi tanaman dan
pengolahan sampai menjadi simplisia.
ii. Karakteristik simplisia
Karakteristik simplisia meliputi, pemeriksaaan makroskopik dan mikroskopik,
penetapan kadar air, kadar abu total, abu tidak larut asam, dan abu larut air, kadar sari
larut air dan sari larut etanol dan penetapan susut pengeringan.
iii. Penapisan Fitokimia
Ekstrak diidentifikasi komponen fitokimianya dengan metode pereaksi warna
yang bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak.
Uji penapisan fitokimia dilakukan terhadap golongan senyawa alkaloid, flavonoid,
steroid/triterpenoid, tanin dan saponin.
iv. Pembuatan Ekstrak
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan menggunakan pelarut
etil asetat
v. Perhitungan rendemen ekstrak
Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dihitung rendemennya dan ditentukan
rendemen yang terbanyak.
vi. Penetapan Kadar Flavonoid
Ekstrak etil asetat ditentukan kandungan flavonoidnya dengan metoda Ordon.
Metoda ini termasuk metoda Kalorimetri dengan menggunakan alumunium klorida
sebagai pembentuk kompleks warna dengan flavonoid. Kompleks yang terbentuk
berwarna kuning, intensitas warna diukur secara spektrofotometri yang menunjukan
kandungan flavonoid dalam sampel. Flavonoid diukur terhadap kuersetin sebagai
pembanding.

3.2 Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak Etil Asetat Daun Sukun (Artocarpus altilis)

i. Penyiapan Sampel dan Ekstraksi Sampel


Daun sukun yang digunakan sebagai sampel, diambil dari Kabupaten Sidrap.
Sampel dideterminasi di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia. Sampel daun sukun yang diambil selanjutnya dibuat
menjadi simplisia dengan cara dikeringkan tidak dibawah matahari langsung, kemudian
diserbuk untuk kemudian siap untuk diekstraksi. Serbuk simplisia selanjutnya
diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan penyari etil asetat, dengan cara
perendaman. Sampel kemudian disaring tiap 24 jam, ampas rendam kembali dengan
cairan penyari yang baru. Proses ekstraksi ini dilakukan sebanyak 3 kali replikasi untuk
mendapatkan rendemen ekstrak yang besar. Hasil ekstraksi ini kemudian dikeringkan
hingga diperoleh ekstrak kering.

ii. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva Baku


Larutan standar kuersetin dibuat dengan berbagai konsentrasi yaitu 6, 8, 10, 12,
14 ppm. Absorban larutan kuersetin 6 ppm diukur pada range panjang gelombang 400
– 450 nm, di mana absorban yang paling besar menunjukkan panjang gelombang
maksimum. Masing-masing konsentrasi larutan kuersetin tersebut diukur absorbannya
pada panjang gelombang maksimum, selanjutnya hasil absorban yang diperoleh dibuat
kurva baku guna menghitung kadar flavonoid sampel dengan menggunakan persamaan
garis lurusnya. Perlakuan dalam prosedur ini harus sesuai dengan perlakuan yang
dilakukan pada prosedur penentuan kadar flavonoid.
iii. Penentuan Kadar Flavonoid
Ekstrak etil asetat daun sukun dibuat larutan dengan konsentrasi 300 ppm dalam
etanol 96%. Larutan ini sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 1 mL Aluminium klorida
2% dan 1 mL kalium asetat 120 mM. Campuran larutan ini didiamkan selama 1 jam
pada suhu kamar. Setelah itu campuran larutan diukur pada panjang gelombang 435 nm
menggunakan spektroforometer UV-Vis, proses ini dilakukan sebanyak 3 replikasi.
Penentuan kadar flavonoid ini menggunakan larutan kuersetin sebagai standar dan
dilakukan juga pengukuran absorban kontrol sampel. Kadar flavonoid yang diperoleh
dalam satuan mgQE/gram ekstrak, artinya tiap gram ekstrak mengandung sebanyak
milligram flavonoid yang ekuivalen dengan kuesetin (Stankovic, 2011).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Penetapan Kadar Flavonoid Ekstrak Etil Asetat Daun Kina (Cinchona officinalis L)

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kina yang diperoleh
dari kebun PPTK (Pusat Penelitian Teh dan Kina ) Gambung. Hasil determinasi di Herbarium
Bandungense SITH Institut Teknologi Bandung diketahui bahwa tanaman tersebut adalah
Cinchona officinalis L. Pengolahan bahan meliputi sortasi basah, pencucian, pengeringan dan
penggilingan sampai menjadi serbuk. Selanjutnya serbuk disimpan dalam wadah tertutup rapat.

Gambar Makroskopis simplisia daun kina :

a) daun kina, b) serbuk daun kina

Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya rambut penutup, epidermis, fragmen


ikatan pembuluh, serabut sklerenkim, trakea dengan penebalan spiral.

Gambar IV.2 Mikroskopik daun kina:

a) serabut sklerenkim, b) epidermi, c) fragmen ikatan pembuluh, d) rambut penutup, e)


trakea

Pemeriksaan organoleptik menunjukkan bahwa simplisia berwarna hijau


kemerahmerahan, berbau khas dan mempunyai rasa sepat. Penapisan fitokimia simplisia
dilakukan untuk mengetahui kandungan golongan dalam simplisia yang digunakan.
Kadar abu tidak larut asam menggambarkan abu non fisiologis, yaitu abu yang berasal
dari lingkungan luar seperti tanah dan pasir. Besarnya kandungan senyawa anorganik suatu
tanaman erat kaitannya dalam kondisi tempat tanaman tersebut tumbuh. Serbuk simplisia
sebanyak 2 kg diekstraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut dengan
kepolaran meningkat yaitu n-heksana, etil asetat, metanol masing-masing selama 3 x 24
jam. Ekstrak dipekatkan hingga diperoleh ekstrak kental etil asetat 124,15 gram.

Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak yang diperoleh, untuk mengetahui


kandungan golongan dalam ekstrak.

Pemantauan dilakukan secara kromatografi lapis tipis dan dipantau menggunakan


lampu uv λ 254 nm dan λ 366 nm penampak bercak H2SO4 1dalam metanol.

Gambar Kromatogram lapis tipis pemantauan ekstrak, fase diam silika gel GF254.
ekstrak etil asetat, fase gerak klorfrm - metanol (9:1) :

1) di bawah sinar uv λ 254 nm, 2) di bawah sinar uv λ 366 nm, 3) H2SO4 10%, di
bawah sinar tampak.
Penetapan Kadar flavonoid Total Ekstrak daun Kina ( Cinchona ledgeriana Moens)

Ekstrak etil asetat daun kina ( Cinchona ledgeriana) ditentukan kandungan


flavonoidnya dengan metoda Ordon. dan diukur dengan menggunakan Spektrofotometer UV
Visible pada λmax 420 nm, pada panjang gelombang tersebut flavonoid yang terdapat pada
sampel dapat terukur maksimum. Metoda ini termasuk metoda Kalorimetri dengan
menggunakan alumunium klorida sebagai pembentuk kompleks warna dengan flavonoid.
Kompleks yang terbentuk bewarna kuning, intensitas warna diukur secara spektrofotometri
yang menunjukan kandungan flavonoid dalam sampel, flavonoid diukur terhadap kuersetin
sebagai pembanding. Pereaksi AlCl3 digunakan untuk mendeteksi gugus hidroksil dan keto
yang bertetangga dan gugus orto-dihidroksi, karena akan terjadi pembentukan senyawa
kompleks antara AlCl3 dan kedua gugus tersebut. Perbedaannya adalah kompleks yang terjadi
antara AlCl3 dan gugus hidroksi keto bersifat tahan terhadap asam, sedangkan kompleks antara
AlCl3 dan orto-dihidroksi tidak tahan terhadap asam ( Markham, 1982).

Penambahan AlCl3 akan menyebabkan terjadinya pergeseran spektrum ultraviolet pada


Flavonoid.

Analisis dilakukan dengan tahapan pembuatan larutan standar, yakni dengan


menggunakan larutan standar flavonoid kuersetin dengan konsentrasi 7μg/mL, 8 μg/mL, 9
μg/mL, 10 μg/mL, 11 μg/mL, 12 μg/mL, 13 μg/mL, 14 μg/mL, masingmasing dibuat 10 mL
dalam pelarut metanol dari larutan standar induk 1000 ppm. Kemudian AlCl3 2 % ditambahkan
pada masing-masing konsentrasi dengan perbandingan 1:1. Setelah itu diamkan selama 1 jam
pada suhu kamar. Lalu , masing-masing konsentrasi kuersetin pembanding diukur pada alat
spektrofotometer UV Visible pada λmax 420 nm sehingga didapatkan persamaan regresi linier.
Blanko yang digunakan adalah metanol, dari hasil pengukuran diperoleh nilai absorbansi dan
kurva kalibrasi.

Persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh adalah y = 0,062x - 0,118 dimana y


menunjukan absorbansi dan x menunjukan konsentrasi (μg/mL) dengan kuadrat koefisien
konsentrasi (R2) = 0,993 Persamaan kurva kalibrasi ini digunakan untuk menentukan kadar
flavonoid dalam ekstrak yang dianalisis.
Kemudian dilakukan pengukuran pada sampel ekstrak etil asetat daun Cinchona
officinalis pada λmax 420 nm didapatkan absorbansi 0,69621. Selanjutnya dihitung kadar
flavonoid total yang terdapat dalam ekstrak etil asetat dihitung sebagai kuersetin dalam mg/g
adalah 8,46 mg/g dan kadar flavonoid total yang dihitung sebagai kuersetin dalam (%) adalah
0,84%.

4.2 Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak Etil Asetat Daun Sukun (Artocarpus altilis)

Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi untuk memisahkan komponen kimia


senyawa yang terkandung dalam daun sukun. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu metode
maserasi dengan menggunakan pelarut etil asetat. Alasan menggunakan pelarut etil asetat
sebab dapat melarutkan senyawa-senyawa seperti beberapa alkaloid, flavonoid,
monoglikosida, glikosida (Syahri, 2016). Pemilihan metode maserasi sebab lebih sederhana,
mudah dan tanpa pemanasan. Proses maserasi dilakukan secara berulang untuk mendapatkan
hasil ekstrak yang maksimal. Perhitungan rendemen ekstrak yang diperoleh dari 50 gram
simplisia daun sukun yang diekstraksi, dapat dilihat pada tabel 1.

Beberapa senyawa turunan fenilpropanoid seperti flavonoid dan flavones terkandung


dalam tanaman sukun. Lebih dari 70 jenis senyawa turunan dari jalur fenilpropanoid yang
terkandung dalam tanaman sukun, yang telah teridentifikasi, di mana beberapa senyawa
tersebut telah diisolasi dan telah menunjukkan aktivitas biologis, seperti penghambatan agregat
platelet, antibakteri, antifungi, dan antitumor (Sikarwar, Hui, Subramaniam, Valeisamy, Yean,
& Balaji, 2014). Aktivitas biologis yang dihasilkan tersebut berhubungan dengan adanya
kandungan senyawa turunan dari jalur fenilpropanoid, seperti flavonoid, sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk menentukan kadar kandungan flavonoid dari daun sukun, yang bisa
jadi acuan dalam pemberian pengobatan menggunakan ekstrak etil asetat daun suku.
Penentuan kadar flavonoid yang dilakukan pada penelitiian ini menggunakan senyawa
Kuersetin sebagai larutan standar. Kuersetin merupakan golongan flavonoid yang sering
ditemukan dalam tumbuhan dan diketahui memiliki banyak aktivitas biologis, seperti sebagai
antioksidan. Pengukuran absorban untuk penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan
pada range panjang gelombang 400 – 450 nm. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
panjang gelombang maksimum larutan standar kuersetin berada pada panjang gelombang 435
nm (tabel 2). Hasil pengukuran absorban larutan standar kuersetin (tabel 3) dibuat menjadi
kurva baku yang dapat dilihat pada gambar 3.

Analisis flavonoid dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis karena


flavonoid mengandung sistem aromatis yang terkonjugasi dan dapat menunjukkan pita serapan
kuat pada daerah UV-Vis (Rohyami, 2008). Namun secara umum, penentuan kadar total
flavonoid pada suatu sampel tanaman didasarkan atas pembentukan senyawa kompleks
aluminium (Al-Flavonoid), berupa larutan berwarna kuning. Penambahan garam asetat pada
penentuan kadar flavonoid dimaksudkan untuk menghasilkan pergeseran dan intensitas peak
absorban yang lebih kuat (Pekal & Pyrzynska, 2014). Senyawa kompleks khelat Al-Flavonoid
terbentuk pada gugus keto dan gugus hidroksil dari flavonoid (Sepahpour, Selamat, Manap, &
Razis, 2018), reaksi yang terjadi dapat dilihat pada gambar 4.
Absorban sampel sesungguhnya yang digunakan dalam perhitungan merupakan hasil
pengurangan dari absorban sampel terhadap absorban kontrol sampel (tabel 4). Pengukuran
absorban kontrol sampel dimaksudkan untuk menghilangkan pengaruh absorban dari warna
larutan sampel yang dibuat. Hasil penelitian ini diperoleh kadar flavonoid total ekstrak etil
asetat daun sukun sebesar 29,442 mgQE/g ekstrak, yang dapat dilihat pada tabel 5.

Anda mungkin juga menyukai