UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU 21-23 DESEMBER 2020 OLEH : AFRIZAL, M.H.I PENGERTIAN IBADAH SECARA BAHASA IBADAH BERARTI : TAAT, TUNDUK, HINA DAN PENGABDIAN SEDANGKAN MENURUT ISTILAH : MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT DENGAN MELAKSNAKAN SEGALA PERINTAHNYA DAN MENJAUHI SEGALA LARANGANYA SERTA MENGAMALKAN APA SAJA YANG DIPERKENANKAN OLEH NYA Pembagian Ibadah ditinjau dari ruang lingkupnya ibadah dibagi menjadi dua bagian yaitu 1. ibadah khashshah (khusus) yaitu ibadah yang ketentuanya telah ditetapkan oleh nash seperti thaharah, shalat, zakat dll 2. ibadah ammah (umum) yaitu semua perbuatan baik yang dilakukan dengan niat karena Allah seperti berdakwah, menuntut ilmu, bekerja dll PRINSIP-PRINSIP IBADAH • HANYA MENYEMBAH KEPADA ALLAH • TANPA PERANTARA • IKHLAS • SESUAI DENGAN TUNTUNAN • SEIMBANG ANTARA UNSUR JASMANI DAN ROHANI • MUDAH DAN MERINGANKAN • Ketua MTT Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syamsul Anwar mengatakan bahwa dalam lingkungan Muhammadiyah pengertian tarjih telah mengalami perkembangan makna. Dari makna yang dipahami sebagaimana menurut pengertian aslinya dalam ilmu ushul fikih bergeser kepada makna yang lebih luas karena perkembangan kegiatan ketarjihan di Muhammadiyah. Kegiatan ketarjihan adalah aktifitas intelektual untuk merespons berbagai masalah sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam. • Berdasarkan definisi manhaj tarjih tersebut memuat unsur-unsur: 1. Wawasan (semangat/perspektif), 2. Sumber ajaran, 3. Pendekatan, 4. Metode (prosedur teknis.) Manhaj tarjih sebagai kegiatan intelektual untuk merespons berbagai persoalan dari sudut pandang agama Islam tidak sekedar bertumpu pada prosedur teknis, melainkan juga dilandasi oleh wawasan atau perspektif pemahaman agama yang menjadi karakteristik pemikiran Islam Muhammadiyah. • Wawasan/perspektif tarjih tersebut meliputi: 1. Wawasan paham agama, 2. Wawasan tidak berafiliasi mazhab tertentu, 3. Wawasan tajdid, 4. Wawasan toleransi, 5. Wawasan keterbukaan. • Wawasan Paham Agama • Agama adalah apa yang disyariatkan Allah dengan perantara Nabi-nabi-nya, berupa perintah- perintah dan larangan-larangan serta petunjuk- petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat. Ini merupakan pengertian agama secara umum. • Disamping itu putusan tarjih mendefinisikan pula agama (yaitu agama islam) yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah apa yang diturunkan Allah di dalam Quran dan yang tersebut dalam sunnah sahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunai dan akhirat. • Wawasan Tajdid • Tajdid mempunyai dua arti, yakni dalam bidang akidah dan ibadah, tajdid bermakna pemurnian dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan sunnah Nabi saw. dalam bidang muammalat duniawiyah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif dan inovaif sesuai tuntunan zaman. • Wawasan Toleransi • Toleransi artinya bahwa putusan tarjih tidak menganggap dirinya saja yang benar, sementara yang lainnya tidak benar. Dalam “Penerangan tentang hal tarjih” yang dikeluarkan tahun 1936, dinyatakan, “Keputusan tarjih mulai merundingkan sampai kepada menetapkan tidak ada sifat perlawanan, yakni menantang atau menjatuhkan segala yang tidak dipilih oleh tarjih itu”. • Wawasan Keterbukaan • Keterbukaan artinya bahwa segala yang diputuskan oleh tarjih dapat dikritik dalam rangka melakukan perbaikan, ketika apabila ditemukan dalil dan argumen yang lebih kuat, maka majelis tarjih akan membahasnya dengan mengoreksi dalil dan argumen yang dinilai kurang kuat. • Wawasan Tidak Berafiliasi Mazhab • Memahami agama dalam perspektif tarjih dilakukan langsung dari sumber sumber pokok, yakni al-Quran dan sunnah melalui proses ijtihad dengan metode ijtihad-ijtihad yang ada. Namun tidak berarti menafikan berbagai pendapat fukaha yang ada. pendapat-pendapat mereka itu sangat penting dan dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan diktum norma/ajaran yang lebih sesuai degan semangat di mana kita hidup. • Manhaj (metodologi) tarjih juga mengandung pengertian sumber- sumber pengambilan diktum ajaran agama, yakni al-Quran dan sunnah yang ditegaskan dalam sejumlah dokumen resmi Muhammadiyah. • Dalam beberapa dokumen resmi Muhammadiyah disebutkan, Pasal 4 ayat (1) “Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakawah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid, bersumber kepada al-Quran dan sunnah.” Dalam putusan tarjih di Jakarta tahun 2000 BAB II angka 1 menegaskan, “Sumber ajaran Islam adalah al-Quran dan sunnah al- Maqbulah.” Sumber-sumber Ajaran Agama • Manhaj (metodologi) tarjih juga mengandung pengertin sumber- sumber pengambilan norma agama. Sumber agama adalah al- Quran dan as-Sunnah yang ditegaskan dalam sejumlah dokumen resmi Muhammadiyah, 1. Pasal 4 ayat (1) Anggran Dasar Muhammadiyah yang telah dikutip di atas yang menyatakan bahwa gerakan Muhammadiyah bersumber kepada dua sumber tersebut. 2. Putusan Tarjih Jakarta 2000 Bab II angka 1 menegaskan, “Sumber ajaran Islam adalah al-Quran dan as-Sunnah al-Maqbūlah ( ”.)السنة المقبولةPutusan Tarijih ini merupakan penegasan kembali apa yang sudah ditegaskan dalam putusan-putusan tedahulu (HPT, h. 278), . ْف ُ ق ُه َو اْلقُ ْرآ ُن اْل َك ِر ْي ُم َو ْال َح ِدي َّ ْث ال ُ ش ِري ْ ي َعلَى اْ ِإل ِ َطال ْ َ • األ ِِّ ص ُل ِفي الت َّ ْش ِري ِْع اْ ِإل ْسالَ ِم Artinya: Dasar mutlak dalam penetapan hukum Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadits asy-Syarif. • Prosedur Tehnis (Metode) 1. Metode Ijtihad • Metode untuk menemukan suatu norma syariah menggunakan ijtihad, dan dalam praktik Muhammadiyah biasanya digunakan ijtihad kolektif. Penegasan penggunaan ijtihad ini tersirat dalam rumusan tentang qiyas dalam HPT, di mana ditegaskan. ي ِم ْن َ ت ِه ْ س ََ ت اْلحا َ َجةُ ِإ َ لى اَ ْْل َع َم ِل ِبها َ َولَ ْي ْ ف ِع ْن َد ُمواَ َج َه ِة أ ُ ُم ْو ٍر َوقَ َع ِ ت َو َد َع ُّ ت ُ الظ ُر ْو ِ تى ا ْست َ ْد َع َ • َو ُ َم ص ْو ُل ُ ص ِح ْي َح ِة فَا ْ ُلو َّ سنَّ ِة ال ِ ص ِر ْي ٌح ِمنَ اْلقُ ْر ُّ آن أ ِو ال َ لم ْيَ ِر ْد فِ ْي ُح ْك ِمها َ نَص َ ض ِة َو َ ت اْل َم ْح ِ أ ُم ْو ِر اْل ِعبَا َدا ص اْ َلو ِار َدةِ َعلَى أَسا َ ِس تَسا َ ِوي اْل ِعلَ ِل ِ ص ْو ُ ُّق اْ ِال ْجتِها َ ِد َواْ ِال ْستِ ْنبا َ ِط ِمنَ الن َ لى َم ْع ِرفَ ِة ُح ْك ِمها َ َع ْن ِ ط ِر ْي َ ِإ .ف ِ َف َواْل َخل ِ َسل ُ َكما َ َج َرى َعلَ ْي ِه اْلعَ َم ُل ِع ْن َد َّ علَما َ ِء ال • Artinya: • Bilamana perlu dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan dihajatkan untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan ibadah mahdah pada hal untuk alasannya tidak terdapat nash yang sharih di dalam al-Qur’an atau Sunnah shahihah, maka jalan untuk mengetahui hukumnya adalah melalui ijtihad dan istinbat dari nash-nash yang ada berdasarkan persamaan ‘illat sebagai mana telah dilakukan oleh ulama salaf dan khalaf. • Teks putusan ini sebenarnya menjelaskan bahwa qiyas dapat digunakan dalam menemukan hukum syar’i, namun terbatas dalam hal yang tidak menyangkut ibadah mahdah (murni). Namun dalam teks ini tersirat penggunaan ijtihad, dan satu satu bentuk ijtihad itu adalah qiyas. • Dalam praktik Muhammadiyah (Tarjih) metode-metode ijtihad lainnya seperti penggunaan maslahah, istihsan dan lain-lain juga dapat dilakukan. Misalnya dalam fatwa Tarjih tentang penjatuhan talak di rumah secara sepihak oleh suami dinyatakan tidak berlaku. Talak dalam fatwa itu harus dijatuhklan di depan sidang Pengadilan Agama. Landasannya antara lain adalah prinsip maslahat. 2. Operasionalisasi Sumber dan Metode Pemahamannya • Dalam mengoperasionalisasikan sumber dan metode pemahamannya dilakukan berdasarkan istiqr±’ ma‘naw³. Artinya ijtihad tidak dilakukan berdasarkan satu atau dua hadis, melainkan untuk menemukan hukum satu masalah harus dilakukan penelitian terhadap berbagai sumber syariah yang ada. Dengan kata lain, ijtihad tidak dilakukan dengan berdasarkan kepada sat atau dua hadis saja, melainkan seluruh nas dan metode ijtihad terkait dihadirkan secara serentak. Contoh putusan tarjih dalam kaitan ini adalah putusan tentang seni patung (Putusan Aceh 1995). Termasuk juga dalam kaitan ini adalah ijtihad tentang penggunaan hisab. • 3. Ta’arud« al-Adillah • Jika terjadi ta‘±rud diselesaikan dengan urutan cara- cara sebagai berikut: • Al-jam‘u wa at-tauf³q, yakni sikap menerima semua dalil yang walaupun zahirnya ta‘±rud. Sedangkan pada dataran pelaksanaan diberi kebebasan untuk memilihnya (takhy³r). • At-tarj³h, yakni memilih dalil yang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lemah. • An-naskh, yakni mengamalkan dalil yang munculnya lebih akhir. • At-tawaqquf, yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil baru. CONTOH – CONTOH PENENTUAN PELAKSANAAN IBADAH BERDASARKAN TARJIH TATA CARA SHALAT NABI SAW 1. Niat, secara bahasa berarti al-qasdhu (menyengaja), sehingga siapapun yang menyengaja suatu perbuatan maka sebenarnya ia telah mempunyai niat di dalam hatinya. 2. Berdiri, sempurna menghadap ke arah qiblat hal ini sesuai dengan bunyi QS Al-Baqarah ayat 238. Peliharalah segala shalat (mu) dan (peliharalah) shalat wustha (ashar). Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu 3. Bertakbir, dengan mengucapkan Allaahu Akbar. Takbir pertama ini dinamakan Takbiratul Ihram karena setalah takbir ini diharamkan melakukan gerakan lain diluar gerakan yang dituntunkan dalam shalat hingga selesai Takbir ini disyariatkan dengan berdasarkan hadits antara lain HR. Abu Hurairah : استَ ْقبِ َِل الْ ِقْب لََة فَ َكَِّْب َُثَّ اقْ َرَأْ َما َ ث َ وء ض و ل ا َ غ ِ ب س َ أ ف ِ َ ة ال الص َ ل ِ ا َ ت ِ َُّ ْ َُُ ْ َ َ ْ ِ َّ َ َ ُْ َ ا م ق اذ َِ كَ ِم ََن الْ ُق ْر ان َ تَيَ َّسََر َم َع Apabila kamu bangkit berdiri untuk shalat, maka sempurnakanlah dalam berwudlu, kemudian menghadap kiblat, lalu bertakbirlah kemudian bacalah Al-Qur’an yang paling mudah yang ada padamu (Muttafaq Alayh) kemudian membaca salah satu doa iftitah : َِ ق َوالْ َم ْغ ِر ب َِي الْ َم ْش ِر َ ََْ بََ ي َك َما َََبع ْد ََ ي َخطَ َاَي ََ َْاللَّ ُه ََّم ََب ِع َْد بَْي ِنَ َوب َِ َالدن س َّ ض ِم ََن َُ َب اْألَبْي َُ اْلَطَا َََي َك َما يُنَ َّقى الثََّ ْو ْ ن ِم ََن َ ِ اَللَّ ُه ََّم نَ ِّق َّلج َوَالََِبَِد َِ اء َوالثَِ ي َِبلْ َم ََ اَللَّ ُه ََّم ا ْغ ِس َْل َخطَ َاَي 4. Membaca al-Fatihah secara tartil (jelas dan perlahan) dengan sebelumnya bermohon perlindungan dengan membaca ta’awwudz tanpa dikeraskan, lalu membaca basmallah. Membaca basmallah apakah lirih ataukah keras ? Para Ulama berbeda pendapat dalam membaca basmallah saat membaca Al-Fatihah dalam shalat jahr. Ada yang membacanya dengan keras (jahr), ada juga yang melirihkannya (sirr), bahkan ada yang sama sekali tidak membacanya. Mayoritas Ulama selain as-Syafi’I dan Malik memilih melirihkan bacaan basmallah saat membaca Al-Fatihah sebagaimana bunyi Hadits : Aku shalat bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar dan Usman, aku tidak mendengar satupun diantara mereka yang membaca Bismillahirrahmanirrahiim (HSR. Muslim, al-Nasa’I dan Ahmad) 5. Ruku, angkat kedua tangan seperti takbiratul ihram sambil bertakbir Allahu Akbar menuju ke posisi ruku. yang perlu diperhatikan adalah bahwa posisi kedua tangan saat ruku ada pada kedua lutut kita dalam keadaan menggenggam, sehingga sudut ruku diperkirakan 90 derajat bujur sangkar. ketika ruku membaca : َ ِك اللَّ ُه ََّم َربَّنَا َوِِبَ ْم ِد ََك اللَّ ُه ََّم ا ْغ ِف ْر ل ََ َُسْب َحان atau ب الْ َع ِظْي ََمََُِّسْب َحا َن َر 6. I’Tidal, setelah ruku yakni berdiri tegak dengan sempurna dan tenang (tuma”ninah) serta membaca : اْلَ ْم َُد ْ ك َِ للا لِم َن ََ ََح َدَهُ َربَّنَا َول َ ع َ َِ َس َْ ُ َ Bagaimana posisi tangan setelah I’tidal ? posisi tangan setelah I’tidal adalah tegak lurus dan tidak bersedekap di dada, karena tidak ada hadis maqbul yang menjelaskan adanya tuntunan sedekap setelah I’tidal kecuali hanya penafsiran terhadap hadis yaitu : ..... ُود ُكلَ فَ َقارَ َم َكانََه ََ ُاستَ َوى َح َّّتَ يَع ْ ِ ْ ُ َ َ َ ََ َ فَا َ ه س أ ر َ ع ف ر اذ Apabila mengangkat kepalanya beliau tegak lurus hingga setiap tulang kembali ke tempatnya Sementara dalam riwayat Rifa’ah bin Rafi ra hanya menyebutkan : apabila kamu mengangkat kepalamu maka tegakkanlah tulang punggungmu hingga kembali tulang tersebut ke persendiannya. hadis-hadis inilah yang sering ditafsirkan dengan kembali ke posisi semula dengan sedekap, padahal tidak satupun matan hadis yang menyebutkan tentang kembali ke posisi semulakecuali hanya penafsiran belaka. 7. Sujud, Bertakbirlah tanpa mengangkat tangan menuju gerakan sujud dengan meletakkan kedua lutut lebih dahulu lalu kedua tangan, kemudian letakkan wajah (dahi dan hidung). Adapun bacaan yang biasa dibaca Nabi SAW saat sujud dan ruku adalah : َ ِك اللَّ ُه ََّم َربَّنَا َوِِبَ ْم ِد ََك الَلَّ ُه ََّم ا ْغ ِف ْر ل ََ َُسْب َحان Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, dan dengan pujaan kepada-Mu ya Allah ampunilah hamba (Muttafaq Alayh) Atau ب اْأل َْعلَى ََُِّسْب َحا َن َر Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi 8. Duduk, setelah sujud kedua, maka dituntunkan untuk duduk, jika dalam posisi duduk tasyahud awal maka posisi duduknya iftirasy yakni duduk di atas bentangan kaki kiri sementara telapak kaki kanan ditagakkan dengan jari kaki kanan menghadap kiblat, namun jika sudah dalam posisi duduk tasyahud akhir maka posisi duduknya tawaruk yakni pangkal paha atas (pantat) yang kiri duduk bertumpu pada lantai sedangkan posisi kaki kanan sama dengan tahiyat awal. Pada saat tasyahud, bacalah tahiyat dengan posisi jari-jari tangan kiri terjulur di atas lutut, sedangkan jari-jari tangan kanan dalam posisi mengepal kecuali jari telunjuk yang menunjuk untuk berdoa. Apakah telunjuk digerak-gerakan ataukah tidak ? memang ada hadis dari Wail yang berbunyi : َِ صبَ َع َهُ فَ َراَيْتَُهُ ُُيَِّرُك َها يَ ْد ُع وبَا َُِثَّ رفَ َع ا ْ ََ Kemudian beliau mengangkat telunjuknya lalu aku melihat beliau menggerak-gerakkannya untuk berdoa denganya (HR. Al-Nasa’I, Ahmad, dari Wail bin Hujr ra) tetapi hadis yang lebih kuat yaitu dari abdullah bin al- Zubayr bahwa Nabi SAW tidak menggerak-gerakan telunjuk saat berdoa berbunyi : صبُعَِِه اِ َذا َد َعا َو َل ُُيَِّرُك َها ِ ْ َكا َن يُش َُْي ِِب Beliau menunjuk dengan telunjuknya bila berdoa dan tidak menggerak-gerakkanya (HSR. Al-Nasai, Abu daud dari Abdullah bin al-Zubayr ra) jika menggunakan metode tarjih maka hadis yang tidak menggerak-gerakannya lah yang dipegang karena hadis yang menggerak-geraknanya kontroversial dan bermasalah Adapun bacaan tahiyat yaitu : َّ ُللا َوبََرَكاتَُه السالََُم َِ َُّب َوَر َْحََة َ ِك اَي َها الن ََ ال َُم َعلَْي َّ َا َ الس َُ َاََ ََو الطَّيِّب ول َ الص ًّ ُ َِ َِ ُ و َ ِ َا لل َ َ ي َّ ِ الت َّح ِ ِ َ َّي اَ ْش َه َُد اَ َْن َل الََهَ ا َل للاُ َواَ ْش َه َُد اَ َّن ُُمَ َّمدَا َعْب ُدَهُ َوَر ُسولَُُه ِِ ََ ْ الصاْل َّ للا َ اد َ ََعلَْي نَا َو َعلَى ِعب ت َعلَى اِبْ َر ِاهْي ََم ََو َعلَى َاََِل ََ صلَّْي َ َ ا م ك َ د َ مَّ ُم َُ َ لَِاللَّه ََّم ص َِل َعلَى ُُمَ َّمدَ و َعلَى ا َ َّ ُ َِ تَ َعلَى اِبْ َر ِاهْي ََم َو َعلَى أ َل ْ م ك د َ م ُم َ لِ َ َ َ َ َ َّ َُ َ َ َ َّ َُ َ َ َ َ ْ َ ْ ا ك ر َب ا ا ى ل َ ع و د َ م ُم ى ل َ ع َ كْ ِ ر َبو َ م ي اهِ ر بِ َُ َحْيدَ ََِم يد َِ ك ََ َّاِبْ َر ِاهْي ََم اِن Mengenai penambahan kata sayyidina Muhammad dalam shalat tidak satupun hadis menuntunkanya sehingga tidak disunahkan menggunakannya meskipun untuk maksud penghormatan. Tetapi diluar bacaan shalat boleh saja menyebutkan sayyidina Muhammad sebagai ekspresi cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW WUDLU Ialah bersuci dengan menggunakana air, muka, kedua tangan sampai siku, mengusap kepala dan kedua kaki sampai mata kaki. hal ini berdasarkan firman Allah dalam QS al- Maidah ayat Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mendirikan shalat maka basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu sampai siku, usaplah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai mata kakimu Rukun Wudlu Yang dimaksud dengan rukun atau fardhu wudlu disini adalah sesuatu yang wajib dikerjakan dalam berwudlu. Rukun wudlu ini didasarkanpada nash Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 6 yang menyebutkan 4 anggota wudlu yang wajib dibasuh dalam berwudlu. Oleh karena itu niat sebagai penentu diterima tidaknya sebuah amalan dan sunnah Nabi SAW yang senantiasa berwudlu secara tertib Demikian pula hadits Nabi SAW : َّ ث احتَّى يات ا او ضَا ا لا يا ْقبالَ ا َصالاَة ا ا ا احدَ ك َْم اذاا ا ا ْح َدا ا َ Artinya Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu bila berhadats sampai berwudlu (HR. al-Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad) maka mayoritas ulama berpendapat bahwa niat dan tertib termasuk dalam rukun wudlu. Tetapi ulama Hanafiyah mengatakan bahwa niat dan tertib itu termasuk sunnah sehingga rukun wudlu tetap 4 sebagaimana petunjuk zahir ayat 6 surat al Maidah. Empat Rukun wudlu : 1. Membasuh wajah 2. Membasuh kedua tangan sampai siku 3. Mengusap/menyapu kepala 4. Membasuh kedua kaki sampai dua mata kaki TATA CARA WUDLU Dalam hal tata cara wudlu berdasarkan hadits yang diceritakan oleh Humran maula (mantan) budak Usman bin Affan yaitu : Niat berwudlu karena Allah dengan mengucap bismillah ()توضؤا باسم هللا Membasuh tangan tiga kali sambil menyela nyela jari jemari berkumur kumur secara sempurna sambil memasukkan air ke hidung kemudian menyemburkannya sebanyak tiga kali membasuh wajah tiga kali secara merata sambil mengucek ujung bagian dalam kedua mata membasuh tangan kanan sampai siku tiga kali kemudian tangan kiri dengan cara yang sama mengusap kepala sekaligus dengan telinga cukup satu kali. Kepala yang dimaksud disini adalah tempat tumbuhnya rambut dikepala membasuh kaki kanan sampai mata kaki sambil menyela-nyela jemari sebanyak tiga kali, kemudian kaki kiri dengan gerakan yang sama tertib. setelah wudlu menghadap kiblat dan membaca : Ashadu anla ila ha illallah wa as haduanna Muhammadan abduhu warasuuluh (HSR. Nasa’i, Ibn Majah) اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين Tambahan ini secara sanad cukup kontroversial karena sanadnya kacau dan terputus Hal- Hal Yang Membatalkan Wudlu • Keluarnya sesuatu dari 2 lubang yaitu qubul dan dubur • Tidur nyenyak dalam keadaan terbaring • Menyentuh kemaluan tanpa alas atau pembatas • Hilang akal seperti gila, pingsan atau mabuk • Bersetubuh TAYAMUM • Adalah sebagai pengganti wudlu dan mandi besar bila ada halangan seperti sakit atau ketiadaan air untuk bersuci. • Tayamum didasarkan pada ayat al-Qur’an surat al-Nisa ayat 43 dan al-Maidah ayat 6 : dan jika kamu sakit atau sedang dalam musyafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf Lagi Maha Pengampun Hadits Riwayat Ammar bin Yasir ra. Yang bercerita dihadapan Umar bin Khattab bahwa dalam perjalanan ia pernah berguling-guling diatas tanah lalu shalat karena junub dan tidak mendapatkan air. Akhirnya kejadian ini diceritakan kepada Nabi Muhammad saw dan beliaupun bersabda : sesungguhnya cukup bagimu begini, lalu beliau pun menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah lalu meniupnya kemudian mengusap keduanya pada wajah dan kedua telapak tangannya (HR. Muttafaq alaih) Dalam redaksi al-Bukhari yang lain dan al-Nasai ada tambahan : dan mengusap wajah dan kedua tangannya sekali Berdasarkan dalil di atas, maka cara bertayamum adalah sebagai berikut : 1. Mengucap bismillah sambil meletakkan kedua telapak tangan di tanah (boleh di dinding), kemudian meniup debu yang di kedua telapak tangan tersebut 2. Mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah satu kali, kemudian langsung mengusapkan ke tangan kanan lalu kiri cukup sampai pergelangan telapak tangan, masing-masing satu kali HAL-HAL YANG MEMBATALKAN TAYAMUM
• Semua yang membatalkan wudlu
• Menemukan air suci sebelum mengerjakan shalat. Bagi yang sudah shalat lalu menemukan air untuk bersuci pada saat waktu shalat belum habis, maka ada dua pilihan kebolehan, yaitu boleh mengulang shalat dan boleh tidak mengulang (HR. Abu Daud dan Nasai). • Habis masa berlakunya yakni satu tayamum untuk satu kali shalat kecuali dijama’