Anda di halaman 1dari 33

A.

Latar Belakang Masalah Penelitian


Bangsa yang maju merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara
di dunia termasuk indonesia. Salah satu faktor yang mendukung bagi kemajuan
suatu bangsa adalah pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang
dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia di Indonesia. UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas menyatakan,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Melalui pendidikan, diharapkan bangsa ini dapat menuju ke arah yang lebih
maju, serta menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan kompetitif,
sehingga dapat bersaing dengan negara-negara maju di dunia.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan diperlukan berbagai terobosan baik
dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, pemenuhan sarana serta
prasarana pendidikan. Pendidikan penting bagi individu karena pendidikan
berperan sebagai sarana dan fasilitas yang memudahkan, mampu mengarahkan,
mengembangkan dan membimbing ke arah kehidupan yang lebih baik, tidak
hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi manusia lainnya. Dalam dunia
pendidikan, peningkatan sumber daya manusia dapat dicapai melalui proses
pembelajaran.
Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Dengan belajar manusia bisa mengembangkan potensi-
potensi yang dibawa sejak lahir. Tanpa belajar manusia tidak mungkin dapat
memenuhi kebutuhannya tersebut. Kebutuhan belajar dan pembelajaran dapat
terjadi dimana-mana, misalnya di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kebutuhan manusia akan belajar tidak akan pernah berhenti selama manusia ada
di muka bumi ini. Hal itu disebabkan karena dunia dan isinya termasuk manusia
selalu berubah. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:7) “belajar merupakan
tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar
hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak
terjadinya proses belajar”. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu
yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa

1
keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal
yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut tampak
sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar. Proses pembelajaran merupakan
suatu kegiatan penyampaian informasi dari sumber informasi kepada peserta didik
dalam rangka mencapai suatu tujuan. Pencapaian tujuan ini dilakukan dengan
melibatkan seluruh komponen pembelajaran. “Proses pembelajaran pada
hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan sumber
pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan” (Sadiman, dkk, 2009:
11).
Teknologi Pendidikan mempunyai fungsi dalam proses pembelajaran, yaitu
mengatasi permasalahan dan mempermudah proses pembelajaran, sesuai dengan
karakteristik dan kondisi dimana teknologi tersebut diterapkan. Hal tersebut sesuai
dengan definisi teknologi pendidikan yang dijabarkan oleh Association for
Educational Commanication and Technology (AECT) (dalam Mahadewi, 2014:9)
menyatakan,
Teknologi pendidikan merupakan kajian dan praktik etika tentang
memfasilitasi belajar dan meningkatkan kinerja dengan menciptakan,
menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang tepat.
Salah satu sumber belajar dimaksud adalah media yang digunakan
untuk menyampaikan isi materi pembelajaran dan mampu merangsang
minat belajar siswa.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SD N 2 Sinabun ternyata


masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti materi yang
sedang diajarkan terutama dalam mata pelajaran agama hindu. Hal ini dibuktikan
dari hasil belajar siswa kelas IV untuk mata pelajaran Agama Hindu, sebagian
besar masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM).
Rendahnya nilai siswa disebabkan karena proses belajar yang dilaksanakan
kurang berkualitas dan penggunaan media yang masih konvensional seperti
gambar yang masih mendominasi dalam pembelajaran Agama Hindu, padahal di
era yang sudah modern ini jika gambar dirasakan tidak menarik lagi dan kurang
efisien jika digunakan sebagai media pembelajaran. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap minat dan motivasi siswa untuk belajar. Seharusnya guru merancang
suatu bentuk media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa,

2
sehingga siswa dapat lebih mudah menyerap materi dalam pembelajaran khusunya
pelajaran Agama Hindu.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang sudah dilakukan terhadap
proses pembelajaran Agama Hindu, diketahui para siswa dan guru membutuhkan
media pembelajaran yang sesuai. Dengan tersedianya media pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, maka diharapkan pembelajaran
akan berlangsung secara efektif dan efesien. Dilihat dari hasil pengamatan fasilitas
yang mendukung pembelajaran seperti LCD, laptop, speaker dan alat pendukung
lainnya yang tersedia di SD N 2 Sinabun cukup memadai. Hanya saja fasilitas-
fasilitas tersebut kurang dimanfaatkan dengan baik oleh pengajar. Bertolak dari
pentingnya media dalam dunia pendidikan serta lemahnya sumber daya untuk
membuat media pembelajaran, maka solusi efektif yang dapat dilakukan adalah
mengembangkan media vidio pembelajaran sebagai bagian dari media
pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
Pengembangan media ini juga melihat fasilitas sekolah yang sudah
memadai. Penyajian mata pelajaran pokok bahasan dengan menggunakan media
vidio pembelajaran dikemas semenarik mungkin agar mampu menarik perhatian
belajar siswa. Pada media disisipkan pendidikan karakter kedalamnya, guna
menumbuhkembangkan sikap dan prilaku siswa baik dalam proses pembelajaran.
Penggunaan media pembelajaran yang sesuai perkembangan ilmu dan teknologi
akan memungkinkan siswa lebih mengerti dan dapat mengingat dalam waktu yang
lama dibandingkan dengan menggunakan metode ceramah tanpa menggunakan
alat bantu media.
Berdasarkan paparan tersebut, dalam proposal ini digagas sebuah penelitian
yang berjudul “Pengembangan Media Video Pembelajaran Untuk Siswa Kelas IV
Pada Mata Pelajaran Agama Hindu Di SD N 2 Sinabun ”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar Agama Hindu siswa. Faktor-
faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Masih dominannya metode mengajar yang bersifat konvensional yakni
metode ceramah oleh guru. Siswa hanya sebagai pendengar saja akan apa
yang disampaikan oleh guru hingga akhir, sehingga siswa mudah lupa

3
karena tidak mungkin mengingat semua penjelasan yang disampaikan oleh
guru.
2. Kurangnya media pembelajaran yang digunakan oleh guru pada saat
mengajar di kelas terutama dalam mata pelajaran Agama Hindu, sehingga
siswa kurang termotivasi untuk ikut pembelajaran di kelas.
3. Rendahnya hasil belajar Agama Hindu siswa kelas IV SD N 2 Sinabun .
4. Sumber belajar untuk siswa kelas IV di SD N 2 Sinabun masih kurang
efektif.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah penelitian diatas, peneliti melakukan pembatasan
masalah agar pengkajian masalahnya mencangkup masalah-masalah yang harus
dipecahkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Dalam penelitian ini, penulis menitikberatkan pada permasalahan bagaimana
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Agama Hindu. Oleh sebab
itu, penulis membatasi hanya berkaitan dengan “Media Vidio Pembelajaran Pada
Mata Pelajaran Agama Hindu”. Media Vidio Pembelajaran dipilih karena
memungkinkan siswa belajar lebih optimal.

D. Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yang
dijadikan dasar penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah rancang bangun pengembangan media vidio pembelajaran
dalam mata pelajaran Agama Hindu pada kelas IV di SD N 2 Sinabun ?
2. Bagaimanakah validitas produk pengembangan media vidio pembelajaran
dalam mata pelajaran Agama Hindu pada kelas IV di SD N 2 Sinabun
menurut review para ahli dan uji coba produk?
3. Bagaimanakah efektifitas media vidio pembelajaran dalam mata pelajaran
Agama Hindu pada kelas IV di SD N 2 Sinabun ?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan rancang bangun pengembangan media vidio
pembelajaran dalam mata pelajaran Agama Hindu pada kelas IV di SD N 2
Sinabun .

4
2. Untuk mengetahui validitas produk pengembangan media vidio
pembelajaran dalam mata pelajaran Agama Hindu pada kelas IV di SD N 2
Sinabun menurut review para ahli dan uji coba produk.
3. Untuk mengetahui efektiftas dari media visio pembelajaran dalam mata
pelajaran Agama Hindu pada kelas IV di SD N 2 Sinabun .

F. Manfaat Hasil Penelitian


Adapun manfaat dari pengembangan media vidio pembelajaran pada mata
pelajaran Agama Hindu pada siswa kelas IV di SD N 2 Sinabun adalah sebagai
berikut.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan media pembelajaran yang inovatif serta berguna dalam
proses pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dengan dikembangkannya media vidio pembelajaran ini diharapkan
dapat memotivasi dan menarik perhatian siswa dalam kegiatan
pembelajaran, dan meningkatkan pemahaman siswa akan materi yang
diberikan oleh guru.
b. Bagi Guru
Media vidio pembelajaran ini memudahkan guru sebagai pendidik
dalam mempresentasikan sebuah materi dengan mengahadirkan gambar
Video yang didesain semenarik mungkin. Sehingga guru dapat
menciptakan pembelajaran yang meneyenangkan dan memotivasi
belajar siswa, dan menarik perhatian siswa untuk berperan aktif dalam
pembelajaran.
c. Bagi Kepala Sekolah
Penggunaan media vidio pembelajaran adalah bentuk pembelajaran
yang inovatif, sehingga guru-guru dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan dan memotivasi belajar siswa.
d. Bagi Peneliti Lain

5
Dapat memberikan pemahaman baru akan pengembangan media vidio
pembelajaran.
a. Bagi Teknolog Pembelajaran
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memperoleh informasi dan
menambah wawasan mendesain media vidio pembelajaran sebagai
salah satu media penyampaian pembelajaran. Di samping itu juga,
memperoleh kesempatan mengaplikasikan pengetahuan dalam
mendesain dan mengembangkan produk pembelajaran sejenis.

G. Kajian Teori
1. Penelitian Pengembangan
Soenarto (dalam Tegeh, dkk, 2014:xii) memberikan batasan tentang penelitian
pengembangan sebagai suatu proses untuk mengembangkan dan memvalidasi
produk-produk yang akan digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran.
Penelitian pengembangan adalah upaya untuk mengembangkan dan menghasilkan
suatu produk berupa materi, media, alat dan strategi pembelajaran, yang
digunakan untuk mengatasi pembelajaran kelas/laboratorium, dan bukan untuk
menguji teori.
Pendapat lain diungkapkan oleh Trianto (2011:206) “penelitian dan
pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah rangkaian proses
atau langkah-langkah dalam rangka mengembangkan suatu produk baru atau
menyempurnakan produk yang telah ada agar dapat dipertanggung jawabkan”.
Produk tersebut dapat berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti
buku, multimedia, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau laboratorium atau
juga perangkat lunak (software) seperti program komputer, model pembelajaran,
dan lain-lain. Menurut Punanji (dalam Agung, 2014), bahwa dalam kawasan
teknologi pembelajaran (TP), pengembangan dipandang sebagai salah satu dari
kelima domain teori dan praktik dalam bidang pendidikan. Dalam TEP, istilah
pengembangan tersebut tetap memiliki makna konsisten dengan ciri
fundamentalnya, yaitu sebagai proses pertumbuhan dan merupakan suatu proses
yang kreatif.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan penelitian
pengembangan adalah upaya untuk mengembangkan dan menghasilkan suatu

6
produk berupa materi, media, alat, bahan ajar atau strategi pembelajaran yang
digunakan untuk mengatasi masalah pembelajaran.

2. Media pembelajaran
Media berfungsi untuk menyampaikan pesan. Komunikasi tidak akan berjalan
tanpa bantuan sarana penyampaian pesan atau media. Bentuk stimulus bisa
dipergunakan sebagai media diantaranya hubungan atau interaksi manusia, realita,
gambar bergerak atau tidak, tulisan dan suara. Media merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan
pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajran di sekolah pada khususnya.
Menurut Sadiman, dkk (2009:6) “mengatakan kata media berasal dari bahasa
latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar”. Media
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
minat serta perhatian siswa demikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
Menurut Arsyad (2011:3) “media adalah perantara atau pengantar pesan dari
pengirim kepada penerima pesan”. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau
informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud
pengajaran maka itu disebut media pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan kepada siswa
sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan pembelajar
dalam kegiatan belajar.

3. Media Vidio Pembelajaran


Menurut Suyanto (2003:255) Media vidio pembelajaran merupakan media
yang paling penting didalam multimedia disamping penting video juga sangat
mudah untuk menyampaikan informasi karena video terdiri dari visual dan audio
yaitu terdapat sebuah gambar dan terdapat suara didalamnya dan semua itu
dikemas menjadi satu yaitu video. Ada empat macam video antara lain:
1) Live Video Feed

7
Live video feed menyediakan objek-objek link multimedia yang menarik dan
real time.
2) Videotape
Videotape juga menjadi objek link di multimedia. Tetapi medium ini memiliki
dua keterbatasan yang pertama videotape bersifat linier dan yang kedua
kebanyakan videotape player tidak dikontrol lewat komputer.
3) Videodisc
Videodisc memiliki random access sangat cepat dan hanya menempati sedikit
saja sumberdaya komputer multimedia, maka di abad 20, videodisc menjadi
salah satu sarana terpopuler untuk menyediakan video bagi berbagai aplikasi
multimedia.
4) Digital Video
Digital video merupakan medium penyimpanan video paling menjanjikan.
Digital video mempunyai dua format utama yaitu MiniDV dan Digital8.

4. Mata Pelajaran Agama Hindu


Mata Pelajaran Agama Hindu adalah mata pelajaran wajib yang diajarkan
pada peserta didik yang beragama hindu pada jenjang pendidikan SD, SMP, SMA,
bahkan jenjang S1. Mata pelajaran ini bertujuan untuk menghasilkan siswa yang
berbudi dan berbakti kepada tuhan tidak lain ida sanghyang widi wasa. Mata
pelajaran ini juga sebagai pedoman dalam kehidupan manusia.

5. Hasil Belajar
Salah satu tujuan penilaian adalah mengukur tingkat pemahaman atas materi
yang baru saja diberikan. Dalam hal ini, penilaian bukan untuk menentukan
tingkat kepintaran seorang pebelajar, tapi cenerung untuk memberikan masukan
kepada mereka. Penilaian dapat bersifat kognitif, dalam bentuk pertanyaan yang
harus mereka jawab di atas kertas atau mereka harus melakukan sesuatu hal.
Aspek kognitif belajar dapat diukur dengan asessmen bersifat objektif, seperti
berbagai jenis tes (isian atau pilihan ganda). Asessmen subjektif diterapkan jika
kemampuan yang akan diukur terkait dengan pendapat yang dapat diuraiakan
dalam bentuk pertanyaan esai, atau tugas penyusunan makalah.
Pengamatan juga dapat diselenggarakan untuk mengantisipasi perilaku belajar
mereka yang tidak bisa diukur melalui penilaian kognitif tadi. Pengamatan dengan
menggunakan berbagai format instrumen seperti daftar cek, skala sikap, skala
likert, dan sebagainya digunakan untuk mengukur aspek belajar psikomotor atau
sikap. Pengamatan juga dapat dilakukan dengan merekam kegiatan peserta didik

8
dalam suatu medium pandang dengar seprti program video. “Rekaman ini
kemudian diputar ulang dan dibahas bersama peserta didik itu sendiri”
(Prawiradilaga, 2007:71).
Diantara beberapa ahli tidak memiliki definisi yang sama mengenai pengertian
hasil belajar, namun mereka memiliki pemahaman yang sama mengenai makna
hasil belajar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono
(2006:3) “menyatakan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar”. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan
proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya
penggal dan puncak proses belajar. Hasil belajar juga merupakan peningkatan
kemampuan mental siswa, yang menunjukkan hasil lebih baik bila dibandingkan
pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada
jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dilihat dari sisi guru, hasil
belajar merupakan terselesaikannya bahan pelajaran yang diakhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran
atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai
apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah
laku yang lebih baik lagi.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
hasil yang dicapai seseorang pada tingkat perkembangan mental kognitif, afektif
maupun psikomotor dalam kegiatan pembelajaran.

6. Model-Model Pengembangan
Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu
proses, seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media dan evaluasi. Model
menyajikan suatu informasi yang kompleks atau rumit menjadi sesuatu yang lebih
sederhana atau mudah. Tegeh, dkk (2014:xvi) membagi model-model
pengembangan menjadi 7 yaitu model Hannafin & Peck, model Borg & Gall,
model DDDE, model Bergman & moore, model Dick & Carey, model ADDIE dan
model Isman.
a. Model Hannafin & Peck
Model Hannafin & Peck terdiri atas tiga proses utama. Tahap pertama
proses ini adalah tahap penilaian kebutuhan, dilanjutkan dengan tahap desain dan
tahap ketiga adalah pengembangan dan implementasi. Dalam ini, semua tahapan

9
melibatkan proses evaluasi dan revisi. Model desain Hannafin & Peck adalah
model yang sederhana namun elegan. Ketiga fase terhubung kegiatan “evaluasi
dan revisi” Qureshs (2004) dalam Tegeh, dkk (2014;1). Model ini berfokus pada
pemecahan kendala kualitas dan kompleksitas pengembangan.
b. Model Borg dan Gall
Penelitian pengembangan adalah penelitian yang berorientasi untuk
mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam
pendidikan. Model Borg dan Gall adalah salah satu model pengembangan, dimana
terdapat 10 langkah dalam model pengembangan Borg dan Gall yaitu (1)
penelitian dan pengumpulan informasi, (2) perencanaan, (3) pengembangan
bentuk pendahuluan produk, (4) uji lapangan pendahuluan/persiapan, (5) revisi
berdasarkan hasil uji lapangan pendahuluan, (6) uji lapangan utama, (7) revisi
berdasarkan uji lapangan utama, (8) uji lapangan operasional, (9) revisi
berdasarkan uji lapangan operasional, dan (10) penyebaran dan implementasi.
c. Model DDD-E
Salah satu model desain pembelajaran yang dapat digunakan dalam
penelitian pengembangan adalah model Decide, Design, Develop, Evaluate
(DDD-E). Model DDD-E terdiri dari empat langkah yaitu: (a) Decide atau
menetapkan tujuan dan materi program, (b) Design atau desain yaitu membuat
struktur program, (c) Develop atau mengembangkan adalah memproduksi elemen
media, (d) Evaluate atau megevaluasi yaitu mengecek seluruh proses desain dan
pengembangan.
d. Model Bregman & Moore
Model Bregman & Moore secara khusus digunakan sebagai panduan dan
manajemen produksi produk video dan multimedia interaktif, walaupun model ini
secara khusus sebagai rujukan dalam pengembangan video dan multimedia
interaktif, secara umum model ini juga dapat digunakan untuk suatu jenis atau
lebih produk pembelajaran interaktif lainnya seperti pembelajaran online. Model
ini dalam aktivitas atau tahapan kegiatan terdiri atas enam langkah, yakni (1)
analisis, (2) desain, (3) pengembangan, (4) produksi, (5) penggabungan dan (6)
validasi. Dalam setiap aktivitas atau langkah ini didahului oleh input atau
masukan, selanjutnya menghasilkan suatu output atau luaran, dan pada akhirnya
luaran dievaluasi.
e. Model Dick & Carey

10
Model Dick & Carey adalah salah satu dari model procedural, yaitu model
yang menyarankan agar penerapan prinsip desain intruksional disesuaikan dengan
langkah-langkah yang harus ditempuh secara berurutan. Model yang
dikembangkan Dick & Carey terdiri dari sepuluh langkah, yaitu: (a)
mengidentifikasi tujuan pembelajaran, (b) analisis intruksional, (c) analisis siswa
dan konteks, (d) menentukan kompetensi dasar (e) mengembangkan instrument
penilaian, (f) mengembangkan strategi pembelajaran, (g) mengembangkan dan
memilih materi pembelajaran, (h) merancang dan melakukan evaluasi, (i)
perbaikan/revisi pembelajaran, (j) merancang dan melakukan evaluasi sumatif.
f. Model ADDIE
Model ADDIE merupakan salah satu model desain pembelajaran
sistematik. Pada tingkat desain materi pembelajaran dan pengembangan,
sistematik sebagai aspek prosedural pendeketan sistem telah diwujudkan banyak
praktik metodologi untuk desain dan pengembangan teks, materi, audiovisual, dan
materi pembelajaran berbasis komputer. Pemilihan model ini didasari atas
pertimbangan bahwa model ini dikembangkan secara sistematis dan berpijak pada
landasan teoritis desain pembelajaran. Model ini disusun secara terprogram
dengan urutan kegiatan yang berkaitan dengan sumber belajar yang sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik pebelajar. Model ini terdiri atas lima langkah, yaitu:
(1) analisis (analyze), (2) perencanaan (design), (3) pengembangan
(development), (4) impelementasi (implementation), dan (5) evaluasi (evaluation).

g. Model Isman
Landasan model Isman berasal dari aliran behaviorisme, kognitivisme, dan
pandangan konstruktivisme. Model Isman memiliki lima langkah sistematis yaitu:
input, proses, output, umpan balik dan belajar. Langkah pertama dalam model
Isman adalah mengidentifikasi faktor input. Input atau masukan adalah dasar dari
kegiatan belajar dan pembelajaran. Tahap proses memiliki tiga langkah yaitu
menguji prototype, merancang ulang pembelajaran dan kegiatan pembelajaran.
Tahap output berisi dua langkah yaitu kegiatan penilaiandan revisi pembelajaran.
Pada tahap umpan balik adalah kembali ke tahap atau langkah terkait. Tahap
belajar merupakan tahap terakhir dari model Isman. Tahap ini bisa dicapai apabila

11
tahap-tahap sebelum tidak mengalami kendala, sehingga tercipta modus full
learning.
Model yang menjadi acuan dalam mengembangkan multimedia pembelajaran
ini adalah model pengembangan Hanafin and Peck karena Model Hanafin dan
Peck merupakan salah satu dari banyak model desain pembelajaran yang
berorietasi produk. Model berorientasi produk adalah model desain pembelajaran
utuk menghasilkan suatu produk, biasanya media pembelajaran (Afandi dan
Badarudin, 2011:22). penyajian model ini di lakukan secara sederhana, dengan 3
tahap yaitu mulai dengan analisis kebutuhan, desain/perancangan, pengembangan
dan implementasi, semua tahapan melibatkan proses evaluasi dan revisi, sehingga
tidak memakan waktu lama. Model desain Hannafin & Peck adalah model yang
sederhana namun elegan. Ketiga fase terhubung kegiatan “evaluasi dan revisi”
Qureshs (2004) dalam Tegeh, dkk (2014;1). Model ini berfokus pada pemecahan
kendala kualitas dan kompleksitas pengembangan. mengingat waktu yang
pembuatan media yang singkat model ini sangat cocok karna setiap tahap di
lakukan evaluasi sehingga mempersingkat waktu.

H. Hasil Penelitian yang Relevan


Para ahli meyakini bahwa dengan dimanfaatkannya teknologi yang optimal
dalam pembelajaran, akan mengarahkan siswa agar lebih tertarik dan lebih mudah
memahami pelajaran serta mampu meningkatkan hasil belajar, seperti yang
dilakukan oleh para peneliti sebagai berikut. Adapun penelitian yang relevan
sebagi pendukung penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Penelitian pengembangan yang dilakukan oleh Novitasari Putri (2015) yang
berjudul “Pengembangan E-Modul Mata Pelajaran Agama Hindu (Paket
Keahlian Multimedia) Dengan Model Pembelajaran Task Based Learning
Pada Kelas IVI Di SMK 3 Mataram”.
2) Penelitian pengembangan yang dilakukan oleh Armandha Firmandhika
(2012) yang berjudul “Pengembangan Media Video Pembelajaran Pada Mata
Pelajaran Agama Hindu Materi Ukuran Bidang Pandang Pengambilan
Gambar Untuk Siswa Kelas IV Multimedia SMKN 2 Buduran Sidoarjo”.
I. Kerangka Berpikir
Agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dibutuhkan kemampuan guru
dalam merancang pembelajaran yang menarik dan efisien dan sesuai dengan

12
karakteristik siswa. Perubahan paradigma dimana pembelajaran tidak lagi
berpusat pada guru, melainkan berpusat pada siswa, yang mana siswa dituntut
untuk lebih berperan aktif menggali pengetahuannya sendiri sedangkan guru
hanya sebagai fasilitator siswa dalam belajar.
Berdasarkan masalah yang ditemui saat observasi di SD N 2 Sinabun serta
melihat kembali kepada fasilitas maka dapat disimpulkan bahwa dalam membantu
guru dan siswa kelas IV di SD N 2 Sinabun dalam proses pembelajaran di kelas,
yaitu dengan dikembangkannya media vidio pembelajaran. Adapun kerangka
berpikir yang dimiliki, yaitu akan dijabarkan dalam bentuk bagan dibawah ini.

Masalah:
1. Masih mendominasi metode ceramah
2. Guru jarang menggunakan media pembelajaran
3. Hasil belajar Agama Hindu kelas IV

Solusi:
Pengembangan Media Vidio Pembelajaran

Pemanfaatan:
Pemanfaatan proses pembelajaran yang efektif dan efisien

Output:
Media vidio pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam belajar sehingga dapat
membantu meningkatkan hasil belajar siswa

J. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir penelitian tersebut di atas, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah “Penggunaan Media Vidio Pembelajaran
meningkatkan hasil belajar Agama Hindu Siswa Kelas IV di SD N 2 Sinabun
”.

K. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan
memuat tiga komponen utama, yaitu (1) model pengembangan, (2) prosedur
pengembangan, dan (3) uji coba produk. Deskripsi dari masing-masing komponen
tersebut adalah sebagai berikut.

13
1. Model Penelitian Pengembangan
Penelitian pengembangan adalah upaya untuk mengembangkan dan
menghasilkan suatu produk berupa materi, media, alat dan strategi pembelajaran,
yang digunakan untuk mengatasi pembelajaran kelas/laboratorium, dan bukan
untuk menguji teori. Soenarto (dalam Tegeh, dkk ,2014:xii) “memberikan batasan
tentang penelitian pengembangan sebagai suatu proses untuk mengembangkan
dan memvalidasi produk-produk yang akan digunakan dalam pendidikan dan
pembelajaran”. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media vidio
pembelajaran pada mata pelajaran Agama Hindu kelas IV yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dengan menarik perhatian siswa agar ikut serta
berperan aktif dalam proses pembejaran.
Dalam pengembangan media vidio pembelajaran pada mata pelajaran
Agama Hindu ini menggunakan model pengembangan Hannafin and Peck.
Pemilihan model pembelajaran ini didasari atas pertimbangan bahwa desain
pembelajaran model Hannafin and Peck ini model yang simpel namun elegan,
penyajian model ini di lakukan secara sederhana, dengan 3 tahap yaitu mulai
dengan analisis kebutuhan, desain/perancangan, pengembangan dan implementasi,
semua tahapan melibatkan proses evaluasi dan revisi, sehingga tidak memakan
waktu lama.
Secara visual tahapan model Hannafin and Peck dapat dilihat seperti
gambar berikut ini.

Analisis kebutuhan Desain Pengembangan


dan
implementasi

Gambar 2
Evaluasi dan revisi
Tahapan Model Hannafin And Peck
Sumber : Anglada ( Dalam Tegeh, dkk 2014:42)

2. Prosedur Penelitian Pengembangan

14
Dalam pengembangan media vidio pembelajaran ini terdiri dari 3 fase atau
tahap utama, yaitu analysis, desain, development and implementaion. Untuk lebih
lengkap, berikut adalah tahap dalam melakukan pengembangan media vidio
pembelajaran.
a. Tahap I Analisis Kebutuhan Pengguna (Analysis)
1) Di dalam tahap ini, analisis yang dimaksud ialah sebuah hal yang mampu
memperlihatkan kebutuhan mendasar mengapa diperlukannya
mengembangkan sebuah media vidio pembelajaran di SD N 2 Sinabun .
Untuk itu, diperlukan 3 analisis yang berbeda untuk dapat mancari pokok
permasalahan yang ada. Tiga jenis analisis yang dimaksud, yaitu: (1)
analisis kebutuhan, (2) analisis lingkungan/ fasilitas, (3) analisis mata
pelajaran.
a) Analisis Kebutuhan
Di dalam tahap ini, peneliti mencari permasalahan yang ada di SD N
2 Sinabun . Dimana dalam wawancara dan observasi ditemukan
permasalahan yang di dapatkan ialah guru masih dominan menggunakan
metode ceramah, terbatasnya media pembelajaran yang digunakan guru
dalam mempresentasikan materi didalam kelas dan kurang siswa kurang
tertarik untuk ikut serta dalam proses pembelajaran khususnya pada mata
pelajaran Agama Hindu yang berdampak terhadap nilai hasil belajar
siswa menurun/kurang baik.
b) Analisis Fasilitas
Pada analisis ini, fasilitas-fasilitas yang dimiliki sudah cukup
mendukung seperti LCD, laptop dan speaker sudah tersedia di SD N 2
Sinabun sudah cukup memadai. Hanya saja fasilitas-fasilitas tersebut
masih belum dioptimalkan penggunaannya. Masih banyak guru yang
kurang memanfaatkan fasilitas yang tersedia dalam kegiatan
pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran Agama Hindu sendiri.
c) Analisis Mata pelajaran Agama Hindu
Dipilihnya mata pelajaran Agama Hindu sendiri dikarenakan terdapat
bebarapa kendala yang terjadi dalam proses pembelajaran pada mata
pelajaran Agama Hindu, yang mana terbatasnya media pembelajaran
yang digunakan guru dalam mempresentasikan materi didalam kelas.

15
Dan kurang tertariknya siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran
khususnya pada mata pelajaran Agama Hindu yang berdampak terhadap
nilai hasil belajar siswa yang tidak mencapai KKM. Untuk itu dibutuhkan
suatu media pembelajaran untuk menarik perhatian siswa agar siswa ikut
turut serta dalam proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar
siswa. Dari permasalahan yang ada dirancanglah sebuah media vidio
pembelajaran untuk menarik perhatian siswa agar mereka ikut serta
dalam proses belajar dan pembelajaran mata pelajaran Agama Hindu
sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam pengembangan media vidio pembelajaran ini disesuaikan
dengan SK dan KD yang ingin dicapai. Kemudian kesesuaian
karakteristik guru yang akan menggunakan produk pengembangan ini,
juga kesesuaian gaya belajar siswa, bahasa yang digunakan dalam media
yang akan dikembangkan ini supaya dapat dimengerti oleh siswa.
Tujuan pengembangan media vidio pembelajaran ini adalah untuk
memfasilitaasi guru dalam hal presentasi di depan kelas dan memberikan
motivasi belajar kepada siswa agar senantiasa ikut berperan aktif dalam
proses pembelajaran dikelas. Dengan adanya pengembangan media vidio
pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan pengalaman baru bagi
siswa dengan proses pembelajaran yang menyenangkan di kelas.
b. Tahap II Perancangan (Design)
a) Pemilihan dan menetapkan software
Pilihan software yang digunakan untuk membuat media vidio ini
adalah software seperti Adobe Premiere CC 2018, Adobe photoshop CC
2018, Adobe After Effect.
b) Mengembangkan storyboard dan Naskah Video
Flowchart digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana alur
pengembangan produk secara keseluruhan sekaligus sebagai acuan untuk
tahapan selanjutnya. Setelah storyboard dibuat langkah selanjutnya membuat
Naskah Video.
Storyboard adalah serangkaian sketsa yang dibuat berbentuk persegi
panjang yang menggambarkan suatu urutan (alur cerita) elemen-elemen yang
diusulkan untuk aplikasi media vidio pembelajaran.

16
c. Tahap III Pengembangan (Development)
Dalam tahap pengembangan ini ialah pada intinya kegiatan pengembangan
produk dari rancangan desain yang berbentuk storyboard dikembangkan menjadi
ke bentuk fisik atau prototypenya. Segala hal yang telah dilakukan pada tahap
perancangan (design), yakni pemilihan materi sesuai dengan karakteristik
peserta didik dan tuntutan kompetensi, strategi pembelajaran yang diterapkan
serta metode asesmen dan evaluasi yang digunakan diwujudkan dalam bentuk
prototype. Kegiatan tahap pengembangan anatara lain: pencarian dan
pengumpulan semua sumber atau referensi yang dibutuhkan untuk
pengembangan materi, pembuatan gambar-gambar ilustrasi, pengetikan, take
video, editing, dan penyusunan instrument evaluasi kedalam prototype. Setelah
media vidio pembelajaran berhasil dikembangkan kemudian dimasukan atau
burn kedalam CD.
d. Tahap IV Implementasi (Implementation)
Setelah tahap pengembangan, dilakukan tahap implementasi merupakan
langkah nyata untuk menerapkan media vidio pembelajaran yang sudah dibuat.
Implementasi merupakan tahap dimana produk yang dikembangkan sudah siap
di operasikan/digunakan dalam proses pembelajaran. Penerapan produk
digunakan pada siswa kelas IV di SD N 2 Sinabun dengan tujuan untuk
mengetahui apakah produk/media ini memberikan pengaruh yang signifikan atau
tidak terhadap hasil belajar siswa, digunakan instrumen tes objektif pilihan
ganda untuk mengukurnya. Dan pada tahap implementasi ini akan dilakukan
tahap proses uji coba untuk mengetahui apakah tombol navigasi dapat berjalan
dengan baik sesuai dengan yang dirancang atau sebaliknya. Secara lebih jelas
produk atau media yang telah dikembangkan akan di uji coba yaitu : (1) desain
produknya ( dimana akan di uji oleh satu orang ahli isi/materi pelajaran Agama
Hindu, kemudian diuji oleh ahli media pembelajaran adalah seorang teknolog
pembelajaran, (2) uji perorangan, (3) uji kelompok kecil, dan (4) uji lapangan.
e. Tahap V Evaluasi (Evaluation)
Tahap terakhir yaitu melakuan evaluasi yang meliputi evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengumpulkan data pada
setiap tahapan yang digunakan untuk penyempurnaan dan evaluasi sumatif

17
dilakukan pada akhir program untu mengetahui pengaruhnya terhadap hasil
belajar peserta didik. Hasil evaluasi inilah yang nantinya digunakan untuk
memberi umpan balik kepada pihak pengguna model/metode. Kemudian
dilakukan revisi terhadap media yang dibuat sesuai dengan hasil evaluasi atau
kebutuhan yang belum dapat dipenuhi oleh model/metode baru tersebut.
3. Uji Coba Produk
Pada validasi produk dalam penelitian pengembangan ini terdiri atas : (a)
desain uji coba, (b) subyek uji coba, (c) jenis data, (d) metode dan instrumen
pengumpulan data, dan e) metode dan teknik analisis data. Uji coba yang
digunakan membuktikan kelayakan media disebut dengan evaluasi formatif.
Evaluasi formatif adalah suatu evaluasi yang biasanya dilakukan ketika suatu
produk atau program pembelajaran tertentu sedang dikembangkan dan biasanya
dilakukan lebih dari sekali dengan tujuan untuk melakukan suatu perbaikan.

1. Desain Uji Coba


Pengembangan media vidio pembelajaran pada mata pelajaran Agama
Hindu kelas IV ini harus diuji tingkat validitas dan efektivitasnya. Hasil analisis
kegiatan uji coba yang dilaksanakan melalui dua tahap, untuk penjelasan lebih
jelas sebagai berikut.
1. Review Para ahli
Review pengembangan ini dilakukan oleh 3 (tiga) ahli. Pertama adalah
review ahli isi, kedua review ahli desain pembelajaran, ketiga review ahli
media pembelajaran.
2. Uji Coba Produk
Setelah melaksanakan validasi oleh para ahli dilanjutkan dengan
melaksanakan uji coba produk. Uji coba produk akan dilaksanakan dalam 3
tahap. Tahap pertama yaitu uji coba perorangan, tahap kedua yaitu uji coba
kelompok kecil dan tahap ketiga yaitu uji coba lapangan.
2. Subjek Uji Coba
Subyek uji coba produk hasil pengembangan ini dilaksanakan melalui lima
tahap, untuk penjelasan lebih jelas sebagai berikut.
1. Tahap Review Para Ahli

18
Pada tahap ini, pengembangan media vidio pembelajaran yang telah
didesain dan dikembangkan ke prototype akan di uji cobakan pada satu orang
ahli materi/ isi bidang studinya, yang mana dalam hal ini yang akan dijadikan
penguji ahli materi/isi adalah seorang guru mata pelajaran Agama Hindu di SD
N 2 Sinabun minimal yang bersertifikasi ahli madya. Dan ahli desain dalam
penelitian pengembangan ini nantinya akan diminta kesediaan dosen yang
dianggap ahli dalam mendesain pembelajaran di jurusan Teknologi Pendidikan
untuk review rancangan media vidio pembelajaran yang dikembangkan. Untuk
uji Ahli media pembelajaran dalam penelitian pengembangan ini nantinya akan
diminta kesediaan dosen yang dianggap ahli dalam mengembangkan media
pembelajaran di jurusan Teknologi Pendidikan untuk mereview rancangan
produk media vidio pembelajaran yang dikembangkan. Jika dalam uji coba
didapati hasil yang kurang memuaskan, maka media yang telah dikembangkan
harus di revisi kembali. Revisi dilakukan sebagai proses penyempurnaan produk
yang dikembangkan.
2. Tahap Uji Perorangan
Pada tahap perorangan, subyek uji coba terdiri atas tiga orang siswa kelas
IV di SD N 2 Sinabun . Menurut Sadiman (2009:182-186) yang mengemukakan
bahwa “evaluasi satu lawan satu (one to one) melibatkan dua siswa atau lebih
yang dapat mewakili populasi target dari media yang dibuat”. Maka dari itu
dipilih tiga siswa yang terdiri atas satu orang siswa dengan hasil belajar mata
pelajaran Agama Hindu tinggi, satu orang dengan hasil belajar mata pelajaran
Agama Hindu sedang, dan satu orang dengan hasil belajar Agama Hindu rendah.
Prestasi belajar siswa ini dilihat dari hasil nilai semester ganjil siswa tahun
pelajaran 2017/2018.

3. Tahap Uji kelompok Kecil


Pada tahap ini menggunakan subyek uji coba sebanyak dua belas orang
siswa kelas IV di SD N 2 Sinabun . Menurut Sadiman (2009:182-186) yang
mengemukakan bahwa “pada tahap ini media dicobakan kepada 10-20 siswa
yang dapat mewakili populasi target”. Maka dari itu digunakan 12 orang siswa
sebagai sampel yang terdiri atas empat orang siswa dengan hasil belajar mata
pelajaran Agama Hindu tinggi, empat orang siswa dengan hasil belajar mata
pelajaran Agama Hindu sedang, kemudian empat orang siswa dengan hasil

19
belajar mata pelajaran Agama Hindu rendah. Prestasi belajar siswa dilihat dari
hasil nilai belajar semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018.

4. Tahap Uji Lapangan


Pada tahap uji coba lapangan adalah seluruh siswa kelas IV di SD N 2
Sinabun . Siswa tersebut sudah termasuk siswa yang berprestasi belajar
tinggi, berprestasi belajar sedang dan berprestasi belajar rendah. Ini semua
dilihat dari hasil belajar siswa semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018.

5. Uji Efektivitas Produk


Efektivitas produk dalam penelitian pengembangan ini terdiri atas: (a)
rancangan efektivitas produk dan (b) subjek efektivitas produk.
a) Rancangan Uji Efektivitas produk
Uji efektivitas produk merupakan bagian yang sangat penting dalam
penelitian pengembangan, untuk mengetahui apakah produk yang dikembangkan
efektif atau tidak dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang akan digunakan
di SD N 2 Sinabun . Data uji coba kelompok sasaran dikumpulkan dengan
menggunakan pre-test dan post-test terhadap materi pokok yang diuji cobakan.
Pre-test merupakan kegiatan menguji tingkatan pengetahuan siswa terhadap
materi yang akan disampaikan sebelum menggunakan media vidio
pembelajaran. Sebaliknya Post-test merupakan kegiatan menguji tingkatan
pengetahuan siswa tehadap materi yang akan disampaikan setelah menggunakan
media vidio pembelajaran.
b) Subjek Efektivitas
Subjek uji efektifitas produk penelitian pengembangan media vidio
pembelajaran ini yaitu siswa kelas IV di SD N 2 Sinabun dengan berbagai
karakteristik yang berbeda-beda yaitu tingkat kepandaiannya, latar belakang dan
jenis kelamin. Setelah melalui tahap uji coba lapangan dapat dilihat seberapa
efektif media yang dikembangkan dalam proses pembelajaran.

3. Jenis Data
Data-data yang dikumpulkan melalui pelaksanaan evaluasi formatif
dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: a) data dari evaluasi tahap pertama
berupa data hasil review ahli isi bidang studi, data hasil review ahli desain

20
pembelajaran, dan data hasil review ahli media pembelajaran, b) data dari evaluasi
tahap kedua berupa data hasil review uji coba perorangan, data hasil uji coba
kelompok kecil, dan data dari hasil uji lapangan berupa hasil review siswa, c) Data
dari evaluasi uji efektifitas hasil belajar mengunakan tes objektif.
Seluruh data yang diperoleh dikelompokkan menurut sifatnya menjadi dua,
yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil
tanggapan kuesioner dari ahli isi bidang studi atau mata pelajaran, hasil review
ahli desain pembelajaran, ahli media pembelajaran, uji coba perorangan, uji coba
kelompok kecil dan uji coba lapangan. Data kuantitatif diperoleh dari data
kualitatif kuisioner yang dikonversikan menjadi skor/nilai dan tes objektif hasil
belajar.

4. Metode dan Instrumen Pengumpulan data


1) Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data dikumpulkan melalui pelaksanaan evaluasi
formatif yaitu : (1) data hasil review ahli isi/ materi bidang studi, data hasil
review ahli media pembelajaran dan data hasil review ahli desain
pembelajaran, (2) data dari hasil uji coba perorangan dan uji coba kelompok
kecil berupa hasil review siswa, (3) data dari hasil uji coba lapangan berupa
hasil tes belajar Agama Hindu siswa untuk menguji perbedaan sebelum dan
sesudah menggunakan media vidio pembelajaran.
Data-data yang telah terkumpul, kemudian dikelompokkan menurut
sifatnya menjadi dua yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dan
kuantitatif diperoleh dari hasil review ahli isi bidang studi atau mata pelajaran
melalui angket tanggapan, hasil review ahli media pembelajaran, ahli desain
pembelajaran dan hasil review siswa melalui uji coba perorangan, uji coba
kelompok kecil dan uji lapangan melalui angket, sedangkan pada uji coba
lapangan juga dilihat hasil keefektifan penggunaan media vidio pembelajaran.
Metode pengumpulan data tesebut menggunakan empat metode yaitu (1)
kuesioner/angket, (2) observasi, (3) wawancara, (4) pencatatan dokumen, dan
(5) tes tertulis.

2) Instrumen Pengumpulan data

21
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
pengembangan ini yaitu sebagai berikut.
1) Kuesioner/Angket, menurut Agung (2014:99) “metode kuesioner/angket
merupakan cara memperoleh atau mengumpulkan data dengan mengirim
suatu daftar pertanyaan/pernyataan-pernyataan kepada responden/subjek
penelitian”. Dalam penelitian ini angket tanggapan digunakan untuk
mengumpulkan data hasil review dari ahli isi bidang studi atau mata
pelajaran, ahli media pembelajaran, ahli desain pembelajaran, siswa saat
uji coba perorangan, kelompok kecil, dan lapangan.
2) Lembar observasi, menurut Nurkanca (dalam Agung, 2014:94)
observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan
mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis. Lembar
observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai masalah-
masalah yang terjadi dilapangan
3) Wawancara, menurut Agung (2014:97) “metode wawancara adalah
suatu metode pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab
yang sistematis, dan hasil tanya jawab ini dicatat/direkam secara cermat”.
Pedoman wawancara juga digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai masalah pembelajaran yang terjadi dilapangan.
4) Pencatatan dokumen digunakan untuk mengumpulkan data rancang
bangun pengembangan produk berdasarkan wawancara dengan guru
mata pelajaran Agama Hindu berupa nilai hasil UTS semester ganjil
tahun 2017/2018 siswa kelas IV, silabus dan RPP.
5) Tes, tes digunakan untuk uji lapangan, soal-soal tes tipe pilihan ganda,
yang digunakan untuk mengumpulkan data nilai hasil belajar siswa
sebelum dan sesudah menggunakan media vidio pembelajaran. Tujuan
mengumpulkan data nilai siswa, agar dapat mengetahui tingkat
efektivitas penggunaan media vidio pembelajaran terhadap peningkatan
hasil belajar yang dilakukan dengan cara menggunakan uji-t untuk
sampel berkorelasi.
a) Validitas Tes
Sebelum diujikan pada siswa kelas IV di SD N 2 Sinabun , Validitas isi tes
diukur oleh dua orang ahli berkompeten dibidang pelajaran Agama Hindu. Judges
1 dan Judges 2 adalah dosen yang berkualifikasi dimata pelajaran Agama Hindu.

22
Untuk tes objektif, rumus korelasi yang digunakan untuk menguji validitas item
tes adalah korelasi product moment.

(Agung 2013:81)
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi product moment
x = simpangan skor X dengan rerata X
2
x = Kuadrat dari simpangan skor X
y = simpangan dari skor Y
2
y = kuadrat dari simpangan skor Y

Rumus korelasi product moment ini menggunakan teknik simpangan antara


tiap skor dengan rerata dengan rumus sebagai berikut.

x = X – Mx dan y = Y – My
(Agung 2013:81)
Menurut Agung (2013:81) ada dua cara menginterprestasikan “koefisien
korelasi” product moment.
1) Dengan melihat “harga rxy hitung” dan membandingkan dengan kriteria
sebagai berikut.
0,08-1,00 = Sangat tinggi
0,06-0,79 = Tinggi
0,40-0,59 = Sedang
0,20-0,39 = Rendah
0,00-0,19 = Sangat rendah
2) Dengan melihat rxy-hitung dan membandingkannya dengan harga rxy-tabel dengan
taraf signifikan 5% sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya korelasi
tersebut, atau valid tidaknya butir tes tersebut.

b) Reliabilitas Tes
Realibilitas merujuk pada ketetapan atau keajegan alat pengukuran tersebut
dalam menilai apa yang diinginkan, artinya kapanpun alat tersebut digunakan
akan memberikan hasil yang relatif sama. Untuk menghitung reliabilitas
instrumen tes hasil belajar digunakan rumus Kuder Richardson 20 (KR-20)
sebagai berikut.

23
(Agung 2013:85)
Keterangan:

= reliabilitas keseluruhan butir tes

k = jumlah butir tes

= variasi tes

P = proporsi testee yang menjawab betul


Q = proporsi testee yang yang menjawab salah
n = banyaknya testee
pq = p x q

Untuk menentukan derajat reliabitas tes, digunakan kriteria yang


dikemukakan oleh Guillford, 1951 (dalam Koyan, 2011: 136) sebagai berikut.
<0,20 = sangat rendah
0,20 <0,40 = rendah
0,40 <0,60 = sedang
0,60 <0,80 = tinggi
0,80 <1,00 = sanggat tinggi

c) Taraf Kesukaran Tes


“Tingkat kesukaran butir tes merupakan bilangan yang menunjukkan proporsi
peserta ujian (testee) yang dapat menjawab betul butir soal tersebut” (Agung,
2013:88). Cara menghitung tingkat kesukaran perangkat tes adalah sebagai
berikut.

Pp 
P
n
(Agung 2013:88)

Keterangan:
Pp = tingkat kesukaran perangkat tes
P = tingkat kesukaran tiap butir
n = banyaknya butir tes

Tingkat kesukaran tiap butir, dihitung dengan rumus:

24
nB
P
n
(Agung 2013:88)
Keterangan:
P = tingkat kesukaran butir tes
nB = banyaknya subjek yang menjawab soal dengan betul
n = jumlah subjek (testee) seluruhnya

Kriteria tingkat kesukaran (P):


0,00 – 0,29 = sukar
0,30 – 0,70 = sedang
0,71 – 1,00 = mudah

Fernandes (dalam Koyan, 2011:140) menyatakan ”tes yang baik adalah tes
yang memiliki taraf kesukaran antara 0,25-0,75”.
d) Daya Beda
Candiasa (dalam Agung 2014: 248) mengemukakan bahwa secara operasional,
daya beda butir didefinisikan sebagai efektivitas butir untuk membedakan peserta
tes yang memperoleh skor tinggi dengan peserta tes yang memperoleh skor
rendah. Rumus untuk menghitung daya beda butir tes adalah sebagai berikut.

(Agung 2013:93)
Keterangan:
= jumlah subyek yang menjawab betul pada kelompok atas
= jumlah subyek yang menjawab betul pada kelompok bawah
= jumlah subjek kelompok atas
= jumlah subjek kelompok bawah

Kriteria Daya Beda (D):


0,00–0,19 = kurang baik (poor)
0,20 – 0,39 = cukup baik
0,40 – 0,70 = Baik
0,71 – 1,00 = sangat baik

Jika “D” negatif, soal tersebut sangat buruk dan harus dibuang. Tes yang
baik adalah apabila memiliki “D” antara 0,15 – 0,20 atau lebih (Fernandez (dalam
Koyan, 2011: 141).

25
5. Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam penelitian pengembangan ini digunakan tiga teknik analisis data,
yaitu 1) Teknik analisis deskriptif kualiatif, 2) analisis deskriptif kuantitatif, 3)
Analisis statistik inferensial (uji-t).
1) Analisis Deskriptif Kualitatif
Menurut Agung (2014: 110) “metode analisis deskriptif kualitatif yaitu suatu
cara analisis/pengolahan data dengan jalan menyusun secara sistematis dalam
bentuk kalimat/ kata-kata, kategori-kategori mengenai suatu objek (benda, gejala,
variabel tertentu), sehingga akhirnya diperoleh kesimpulan umum”. Teknik
analisis deskriptif kualitatif ini digunakan untuk mengolah data hasil uji coba ahli
isi bidang studi atau mata pelajaran, ahli desain produk pembelajaran, ahli media
pembelajaran, siswa dan guru bidang studi. Teknik analisis data ini dilakukan
dengan mengelompokkan informasi-informasi dari data kualitatif yang berupa
masukan, tanggapan, kritik, dan saran perbaikan yang terdapat pada angket dan
hasil wawancara. Hasil analisis data kemudian digunakan untuk merevisi produk
yang dikembangkan.
2) Analisis Deskriptif Kuntitatif
Menurut Agung (2014: 110) “metode analisis deskriptif kuantitatif ialah
suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara
sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau presentase, mengenai suatu objek
yang diteliti, sehingga diperoleh kesimpulan umum”. Dalam penelitian ini,
analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk megolah data yang diperoleh
melalui angket dalam bentuk skor. Rumus yang digunakan untuk menghitung
menurut Tegeh dan Kirna (2010:101) dari masing-masing subjek sebagai berikut.
Rumus yang digunakan untuk menghitung presentase :

Presentase = x 100%

∑= jumlah
Keterangan :
n= jumlah seluruh angket

26
Selanjutnya, untuk menghitung presentse keseluruhan subyek digunakan
rumus:
Presentse = F : N

Keterangan : F = jumlah presentase keseluruhn subyek


N = banyak subyek
Untuk dapat memberikan makna dan pengmbilan keputusan digunakan
ketetapan sebagai berikut :
Tabel 9
Konversi Tingkat Pencapaian dengan Skala 5
Tingkat Pencapaian Kualifikasi Keterangan
%
90-100 Sangat baik Tidak perlu direvisi
75-89 Baik Sedikit revisi
65-74 Cukup Direvisi Secukupnya
55-64 Kurang Banyak hal yang irevisi
0-54% Sangat kurang Diulangi membuat
produk
(Tegeh dan Kirna, 2010: 101)
Keterangan:
Sangat Baik = Sangat layak/ menarik
Baik = Layak/ menarik
Cukup = Cukup layak/ menarik
Kurang = Kurang layak/ menarik
Sangat Kurang = Sangat kurang layak/ menarik

3) Analisis Statistik Inferensial


Analisis statistik inferensial digunakan untuk mengetahui tingkat efetivitas
produk terhadap hasil belajar siswa sebelum dan sesudah menggunakan produk
multimedia. Data uji coba lapangan dikumpulkan dengan menggunakan pre-test
dan post-test terhadap materi pokok yang diuji cobakan.
Hasil pre-test dan post-test kemudian dianalisis menggunakan uji-t untuk
mengetahui perbedaan antara hasil pre-test dan post-test. Sebelum melakukan uji
hipotesis (uji-t berkorelasi) dilakukan uji prasyarat (normalitas dan homogenitas).
Rumus untuk menghitung uji prasyarat dan uji hipotesis (uji-t berkorelasi) adalah
sebagai berikut.

27
1) Uji Prasyarat
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis uji t berkorelasi. Analisis
uji t berkorelasi memerlukan beberapa persyaratan analisis antara lain:
(a) Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran data dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa
sampel benar-benar berasal dari populasi yang berdistribusi normal sehingga
uji hipotesis dapat dilakukan. Sebelum dilakukan pengujian untuk
mendapatkan simpulan, maka prasyarat yang harus dipenuhi adalah data setiap
kelompok berdistribusi normal dan semua harus homogen. Uji normalitas
sebaran dilakukan untuk menyajikan bahwa sampel benar-benar berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas data dilakukan dengan
teknik Liliefors. Apabila selisih nilai yang terbesar lebih kecil dari kriteria
Liliefors nilai, maka dapat disimpulkan bahwa sebaran data berdistribusi
normal.
Menurut Koyan (2012: 108) adapun cara yang dapat dilakukan untuk
menguji normalitas suatu data dengan teknik liliefors yaitu sebagai berikut.
(1) Urutkan data sampel dari kecil ke besar dan tentukan frekuensi setiap data.
(2) Tentukan nilai z dari setiap data.
(3) Tentukan besar peluang untuk setiap nilai z berdasarkan tabel z dan diberi
nama F(z).
(4) Hitung frekuensi kumulatif relatif dari setiap nilai z yang disebut dengan
(5) S(z) → Hitung proporsinya, kalau n = 20, maka setiap frekuensi kumulatif
dibagi dengan n. Gunakan nilai L0 yang terbesar.
(6) Tentukan nilai L0 = |F(z) – S(z)|, hitung selisihnya, kemudian bandingkan
dengan nilai Lt dari tabel Lilifors.
(7) Jika L0 < Lt , maka H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
(b) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mencari tingkat kehomogenan secara
dua pihak yang diambil dari kelompok-kelompok terpisah dari satu populasi
yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Untuk menguji
homogenitas varians untuk kedua kelompok digunakan uji Fisher (F), sebagai
berikut.

28
(Koyan, 2012:40)
Kriteria pengujian H¬0 diterima jika Fhitung < Ftabel yang berarti
sampel homogen.Uji dilakukan pada taraf signifikan 5% dengan derajat
kebebasan untuk pembilang n1–1 dan derajat kebebasan untuk penyebut n2–1.
2) Uji Hipotesis (Uji t berkorelasi)
Teknik analisis yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah teknik
analisis uji t berkorelasi atau dependen. Dasar penggunaan teknik uji t berkorelasi
ini adalah menggunakan dua perlakuan yang berbeda terhadap satu sampel. Pada
penelitian ini akan menguji efektifitas media vidio pembelajaran terhadap hasil
belajar Agama Hindu terhadap satu kelompok. Rumus untuk uji-t berkorelasi
adalah sebagai berikut.

(Koyan, 2012: 34)

Keterangan:
= rata-rata sampel 1 (sebelum menggunakan media)
= rata-rata sampel 2 (sesudah menggunakan media)
s1 = simpangan baku sampel 1 (sebelum menggunakan media)
s2 = simpangan baku sampel 2 (sesudah menggunakan media)
s12 = varians sampel 1
s22 = varians sampel 2
r = korelasi antara dua sampel

Hasil uji coba dibandingkan ttabel dengan taraf signifikan 0,05 (5%) untuk
mengetahui adanya efektifitas penggunaan media vidio pembelajaran.
Hipotesis penelitian:
H0 : Tidak ada efektifitas media vidio pembelajaran terhadap hasil belajar
Agama Hindu kelas IV di SD N 2 Sinabun .
H1 : Ada efektifitas media vidio pembelajaran terhadap hasil belajar Agama
Hindu kelas IV di SD N 2 Sinabun .
Hipotesis Statistik:

29
(Koyan, 2012:29)
Keputusan:
Bila thitung ≥ t ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Bila thitung ≤ dari ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

L. Jadwal dan Waktu Pengembangan


Jadwal dan Waktu Pengembangan

Alokasi Waktu

No Kegiatan
Desem Janu Febru Mar Ap Mei
ber ari ari et ril
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. Mengurus Surat ijin observasi ke
sekolah
2. Pengumpulan data melalui
wawancara, menyebar angket atau
observasi
3. Penyusunan Proposal
4. Pengembangan Media
5. Uji Para Ahli
6. Revisi media
7. Uji Perorangan, Kelompok kecil
dan lapangan

8. Penyusunan Laporan

M. DAFTAR RUJUKAN
Agung, A. A Gede. 2013. Buku Ajar: Evaluasi Pendidikan. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha
Agung, A. A Gede. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan. Malang:.Aditya
Media Publishing
Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

30
Firmandhika, Armandha. 2012. “Pengembangan Media Video Pembelajaran Pada
Mata Pelajaran Agama Hindu Materi Ukuran Bidang Pandang
Pengambilan Gambar Untuk Siswa Kelas IVI Multimedia SMKN 2
Buduran Sidoarjo”.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/KP/article/view/6725/4563,
Vol. 1, No. 1 (diakses pada tanggal 18 Juni 2018).
Koyan, Wayan I. 2012. Statistik Pendidikan Teknik Analisis Data Kuantitatif.
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.
Mahadewi, Luh Putu Putrini. 2014. Problematika Teknologi Pendidikan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Prawiradilga, Dewi Salma. 2007. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Putri, Novitasari. 2015. “Pengembangan E-Modul Mata Pelajaran Agama Hindu
(Paket Keahlian Multimedia) Dengan Model Pembelajaran Task Based
Learning Pada Kelas IVI Di SMK 3 Mataram”.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/KP/article/view/6620/4508,
Vol. 4, No. 5 (diakses pada tanggal 18 Juni 2018).
Sadiman, Arief S, dkk. 2009. Media pendidikan: pengertian, pengembangan dan
pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudarma, I Komang, dkk. 2015. Desain Pesan: Kajian Analisis Desain Visual
Teks dan Image. Yogyakarta:Graha Ilmu.
Sudatha, Wawan I Gede & Tegeh, I Made. 2015. Desain Multimedia
Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suyanto, M. 2003. Multimedia Alat untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing.
Yogyakarta: Andi Offset.
Tegeh, I Made & Kirna, I Made. 2010. Metode Penelitian Pengembangan
Pendidikan. Singaraja:Universitas Pendidikan Ganesha.
Tegeh, I Made. dkk. 2014. Model Penelitian Pengembangan. Singaraja :
Yogyakarta Graha Ilmu.
Trianto. 2011. Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi
Pendidikan dan Tenaga kependidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

31
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional

32
48

Anda mungkin juga menyukai