Anda di halaman 1dari 3

Yonitha Regi

Cara Mengontrol Infeksi


Kemenkes RI (2011), menuliskan bahwa ada sepuluh hal yang perlu dilakukan dalam
pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian, yaitu:
a. Kebersihan tangan
Praktek membersihkan tangan adalah upaya mencegah infeksi yang disebarkan melalui
tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat dan
membunuh mikroorganisme pada kulit. Menjaga kebersihan tangan ini dilakukan segera
setelah sampai di tempat kerja, sebelum kontak dengan pasien atau melakukan tindakan
untuk pasien, selama melakukantindakan (jika secara tidak sengaja terkontaminasi) dan
setelah kontak atau melakukan tindakan untuk pasien. Secara garis besar, kebersihan
tangan dilakukan pada air mengalir, menggunakan sabun dan/atau larutan antiseptik, dan
diakhiri dengan mengeringkan tangan dengan kain yang bersih dan kering (Kemenkes RI,
2011).

b. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Alat Pelindung Diri (APD) telah lama digunakan untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun, dengan munculnya Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis C, serta meningkatnya kembali kasus
Tuberculosis (TBC), pemakaian APD juga menjadi sangat penting dalam melindungi
petugas. Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi,
gaun, apron, pelindung kaki, dan alat pelindung lainnya (Kemenkes RI, 2011).

c. Penatalaksanaan peralatan pasien dan linen


Konsep ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung tangan, linen, dan alat
yang akan dipakai kembali dengan menggunakan larutan klorin 0,5%, mengamankan alat-
alat kotor yang akan tersentuh serta memilih proses penanganan yang akan digunakan
secara tepat. Penatalaksanaan ini dapat dilakukan dengan precleaning, pencucian dan
pembersihan, Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), serta sterilisasi (Kemenkes RI, 2011).
d. Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI berupa pengelolaan limbah
rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, baik limbah yang terkontaminasi maupun yang
tidak terkontaminasi (Kemenkes RI, 2011).

e. Pengendalian lingkungan rumah sakit


Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya adalah untuk
menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman. Pengendalian lingkungan secara
baik dapat meminimalkan atau mencegah transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada
pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit atau fasilitas kesehatan
(Kemenkes RI, 2011).

f. Kesehatan karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan


Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terpapar kuman saat bekerja. Upaya rumah sakit
atau fasilitas kesehatan untuk mencegah transmisi ini adalah membuat program
pencegahan dan pengendalian infeksi pada petugasnya, misalnya dengan pemberian
imunisasi (Kemenkes RI, 2011).
g. Penempatan/isolasi pasien
Penerapan program ini diberikan pada pasien yang telah atau sedang dicurigai menderita
penyakit menular. Pasien akan ditempatkan dalam suatu ruangan tersendiri untuk
meminimalkan proses penularan pada orang lain (Kemenkes RI, 2011).

h. Hygiene respirasi/etika batuk


Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan perlu memperhatikan kebersihan
pernapasan dengan cara selalu menggunakan masker jika berada di fasilitas pelayanan
kesehatan. Saat batuk, sebaiknya menutup mulut dan hidung menggunakan tangan atau
tissue (Kemenkes RI, 2011).
i. Praktik menyuntik yang aman

Jarum yang digunakan untuk menyuntik sebaiknya jarum yang steril dan sekali pakai pada
setiap kali suntikan (Kemenkes RI, 2011).
j. Praktik lumbal pungsi

Saat melakukan prosedur lumbal pungsi sebaiknya menggunakan masker untuk mencegah
transmisi droplet flora orofaring (Kemenkes RI, 2011).

2.2 Menurunkan Mikroorganisme


2.3 Kontaminasi
2.4 Infeksi Nosokomial
 Infeksi nosokomial menurut WHO adalah adanya infeksi yang tampak pada pasien ketika
berada didalam rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, dimana infeksi tersebut tidak
tampak pada saat pasien diterima dirumah sakit. Yang disebut infeksi nosokomial ini
termasuk juga adanya tanda tanda infeksi setelah pasien keluar dari rumah sakit dan juga
termasuk infeksi pada petugas petugas yang bekerja di fasilitas kesehatan. Infeksi yang
tampak setelah 48 jam pasien diterima dirumah sakit biasanya diduga sebagai suatu infeksi
nosokomial.
Infeksi nosokomial terjadi diseluruh dunia, termasuk dinegara – negara berkembang
maupun negara miskin. Sebuah survei mengenai prevalensi infeksi nosokomial yang
dikelola WHO, pada 55 rumah sakit di 14 negara yang dibagi menjadi 4 wilayah, yakni
Eropa, Mediterranian Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat, menunjukkan bahwa sekitar
8,7 % rumah sakit pasien mengalami infeksi nosokomial, pada survei lain menyatakan
sekitar 1,4 juta pasien diseluruh dunia mengalami infeksi nosokomial. Dilaporkan frekuensi
paling tinggi terjadi pada rumah sakit di Mediterranian Timur sebesar 11,8 %, diikuti wilayah
Asia Tenggara 10%, kemudian wilayah Pasifik Barat 9,0% dan diikuti Eropa 7,7 %. Menurut
CDC, hasil survei di United State, terjadi peningkatan angka prevalensi nosokomial dari
7,2% pada tahun 1975, menjadi 9,8 % pada tahun 1995. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Wardana dan Acang tahun 1989, terjadinya infeksi nosokomial sebesar 18,46 % pada
pasien yang dirawat di ruang gawat penyakit dalam RSUP M. Jamil, padang. Sedangkan
penelitian pada tahun yang sama di RS. Hasan Sadikin Bandung didapatkan insiden infeksi
nosokomial 17, 24 %, sedangkan di RSUD dr Sutomo prevalensi terjadinya infeksi
nosokomial sebesar 9,85 %

2.4.1 Pembagian Infeksi Nosokomial


a.  Infeksi Saluran Kemih (UTI)
Merupakan infeksi nosokomial yg paling sering terjadi. Sekitar 80% infeksi saluran kemih ini
berhubungan dengan pemasangan kateter. Infeksi saluran kemih jarang menyebabkan
kematian dibandingkan infeksi nosokomial lainnya. Tetapi kadang - kadang dapat
menyebabkan bakterimia dan kematian. Infeksi biasanya ditentukan oleh kriteria secara
mikrobiologi
b. Infeksi luka operasi / infeksi daerah operasi ( ILO / IDO )
tergantung tipe operasi dan penyakit yang mendasarinya. Hal ini merupakan masalah yang
signifikan, karena memberikan dampak pada biaya rumah sakit yang semakin besar, dan
bertambah lamanya masa inap setelah operasi. Kriteria dari infeksi luka infeksi ini yaitu
ditemukan discharge purulen disekitar luka atau insisi dari drain atau sellulitis yang meluas
dari luka. Infeksi biasanya didapat ketika operasi baik secara exogen ( dari udara, dari alat
kesehatan, dokter bedah dan petugas petugas lainnya ), maupun endogen dari
mikroorganisme pada kulit yang diinsisi. Infeksi mikroorganisme bervariasi, tergantung tipe
dan lokasi dari operasi dan antimikroba yang diterima pasien.
c. Pneumonia nosokomial ( VAP )
Yang paling penting adalah penggunaan ventilator pada pasien di ICU., dimana prevalensi
terjadinya pneumonia sebesar 3% perhari. Merupakan angka kejadian fatal yang tinggi,
yang dihubungkan dengan Ventilator associated Pneumonia. Mikroorganisme berkolonisasi
di saluran pernafasan bagian atas dan bronchus dan menyebabkan infeksi pada paru
( pneumonia ). Sering merupakan endogen, tetapi dapat juga secara exogen. Diagnosa
pneumonia berdasarkan gejala klinis dan radiologi, sputum purulen serta timbulnya demam.
Diketahui sekarang bahwa yang merupakan faktor resiko adalah tipe dan lamanya
penggunaan ventilator, beratnya kondisi pasien atau ada atau tidaknya penggunaan
antibiotik sebelumnya.
d. Bakteremia nosokomial ( BSI )
Tipe infeksi nosokomial ini merupakan proporsi kecil dari infeksi nosokomial (sekitar 5 %),
tetapi angka kejadian fatal nya tinggi, lebih dari 50% untuk beberapa organisme. Misalnya
Staphylococcus Coagulase – Negative dan Candida spp. Infeksi mungkin kelihatan pada
tempat masuknya alat intravaskular atau pada subkutaneus dari pemasangan kateter.
Organisme berkolonisasi dikateter didalam pembuluh darah dapat menghasilkan bakteremia
tanpa adanya tanda-tanda infeksi dari luar. Flora normal yang sementara atau tetap pada
kulit merupakan sumber infeksi. Faktor resiko yang utama dalam mempangaruhi infeksi
nosokomial ini adalah lamanya kateterisasi, level aseptik dan pemeliharaan yang kontiniu
dari kateter.

Anda mungkin juga menyukai