Anda di halaman 1dari 6

Liza Salawati, Pengendalian Infeksi Nosokomial

PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG INTENSIVE


CARE UNIT RUMAH SAKIT

Liza Salawati

Abstrak. Infeksi nosokomial merupakan masalah serius dan salah satu penyebab
meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah
sakit. Pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) memiliki kecenderungan
terkena infeksi nosokomial lebih besar dibandingkan pasien di ruang rawat biasa.
Infeksi nosokomial banyak terjadi di ICU pada kasus pasca bedah dan kasus
pemasangan infus serta kateter yang tidak sesuai dengan prosedur standar pengendalian
infeksi di rumah sakit. (JKS 2012; 1: 47 - 52)

Kata kunci: Pengendalian infeksi nosokomial, ICU, rumah sakit

Abstract. Nosocomial infections are a serious problem and one of the causes of
increased morbidity and mortality in the hospital. Patients who treated in the Intensive
Care Unit (ICU) have a tendency of nosocomial infections is greater than the usual
patient care room. Nosocomial infections occur in many cases at ICU, that are in
postoperative cases, installation of infusion and catheter that doesn’t comply with
infection control standard procedures in hospitals. (JKS 2012; 1: 47 - 52)

Key words: Nosocomial infection control, ICU, hospital

Pendahuluan (ICU) mempunyai kecenderungan terkena


Infeksi nosokomial merupakan salah satu infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi
penyebab meningkatnya angka kesakitan dari pada pasien yang dirawat diruang
(morbidity) dan angka kematian (mortality) rawat biasa. Infeksi nosokomial banyak
di rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi di ICU pada kasus pasca bedah dan
menjadi masalah kesehatan baru, baik di kasus dengan pemasangan infus dan
negara berkembang maupun di negara kateter yang tidak sesuai dengan prosedur
maju. Oleh karena itu rumah sakit dituntut standar pencegahan dan pengendalian
untuk dapat memberikan pelayanan yang infeksi yang diterapkan di rumah sakit.3
bermutu sesuai dengan standar yang sudah Berdasarkan hasil survei yang dilakukan
ditentukan dan harus diterapkan oleh oleh Depkes RI bersama WHO di rumah
semua kalangan petugas kesehatan.1 sakit propinsi/kabupaten/kota disimpulkan
Penelitian yang dilakukan National bahwa Komite Pencegahan dan
Nosokomial Infections Surveillance Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
(NNIS) dan Centers of Disease Control (KPPIRS) selama ini belum berfungsi
and Prevention’s (CDC’s) pada tahun 2002 optimal sebagaimana yang diharapkan.4
melaporkan bahwa 5 sampai 6 kasus
infeksi nosokomial dari setiap 100 Infeksi Nosokomial
kunjungan ke rumah sakit. Diperkirakan 2 Infeksi yang muncul selama seseorang
juta kasus infeksi nosokomial terjadi setiap tersebut dirawat dirumah sakit dan mulai
tahun di Amerika Serikat.2 menunjukkan suatu gejala selama
Penelitian di berbagai universitas di seseorang itu dirawat atau setelah selesai
Amerika Serikat menyebutkan bahwa dirawat disebut infeksi nosokomial.5,6
pasien yang dirawat di Intensive Care Unit Secara umum pasien yang masuk rumah
sakit dengan tanda infeksi yang timbul
Liza Salawati adalah Dosen Bagian Ilmu kurang dari 3 kali 24 jam, menunjukkan
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

47
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 1 April 2012

sebelum pasien masuk rumah sakit, antiseptik ini, yaitu saat akan melakukan
sedangkan infeksi dengan gejala 3 kali 24 tindakan invasif, sebelum kontak dengan
jam setelah pasien berada dirumah sakit pasien yang dicurigai mudah terkena
tanpa tanda-tanda klinik infeksi pada infeksi (misalnya: bayi yang baru lahir dan
waktu penderita mulai dirawat, serta tanda pasien yang dirawat di ICU).10
infeksi bukan merupakan sisa dari infeksi Mencuci tangan sebaiknya dilakukan
sebelumya, maka ini yang disebut infeksi sebelum dan sesudah memeriksa dan
nosokomial.7 mengadakan kontak langsung dengan
pasien, saat memakai melepas sarung
Pengendalian Infeksi Nosokomial tangan bedah steril atau yang telah di
Infeksi nosokomial merupakan masalah disinfeksi tingkat tinggi pada operasi serta
serius bagi rumah sakit. Kerugian yang pada pemeriksaan untuk prosedur rutin,
ditimbulkan sangat membebani rumah saat menyiapkan, mengkonsumsi dan
sakit dan pasien. Pencegahan dan setelah makan juga pada situasi yang
pengendalian infeksi nosokomial membuat tangan terkontaminasi (misal:
merupakan upaya penting dalam memegang instrumen kotor, menyentuh
meningkatkan mutu pelayanan medis membran mukosa, cairan darah, cairan
rumah sakit.8 Program pengendalian tubuh lain, melakukan kontak yang intensif
infeksi ini dapat dikelompokan dalam tiga dalam waktu yamg lama dengan pasien,
kelompok yaitu tindakan operasional, mengambil sampel darah, saat memeriksa
tindakan organisasi, dan tindakan tekanan darah, tanda vital lainnya juga saat
struktural. Tindakan operasional mencakup keluar masuk unit isolasi).4,6
kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan penularan/transmisi.9 b. Penggunaan alat pelindung diri
Alat pelindung diri yang paling baik adalah
Kewaspadaan Standar yang terbuat dari bahan yang telah diolah
Komponen utama standar pencegahan dan atau bahan sintetik yang tidak tembus oleh
pengendalian infeksi nosokomial dalam cairan.4
tindakan operasional mencakup kegiatan Sarung tangan melindungi tangan dari
sebagai berikut: bahan yang dapat menularkan penyakit dan
1. Mencuci tangan dapat melindungi pasien dari
2. Menggunakan alat pelindung diri/APD mikroorganisme yang terdapat di tangan
seperti: sarung tangan, masker, petugas kesehatan. Sarung tangan
pelindung wajah, kacamata dan apron merupakan penghalang (barrier) yang
pelindung paling penting untuk mencegah
3. Praktik keselamatan kerja penyebaran infeksi.. Satu pasang sarung
4. Perawatan pasien tangan harus digunakan untuk setiap pasien
5. Penggunaan antiseptik, penanganan sebagai upaya menghindari kontaminasi
peralatan dalam perawatan pasien dan silang.4,5
kebersihan lingkungan.4,6 Sarung tangan dipakai saat ada
kemungkinan kontak dengan darah atau
a. Mencuci tangan cairan tubuh lain, membran mukosa atau
Mencuci tangan sebaiknya dilakukan pada kulit yang terlepas, saat akan melakukan
air yang mengalir dan dengan sabun yang prosedur medis yang bersifat invasif
digosokkan selama 15 sampai 20 detik. (seperti: pemasangan kateter dan infus
Mencuci tangan dengan sabun biasa dan intravena), saat menangani bahan-bahan
air bersih adalah sama efektifnya mencuci bekas pakai yang telah terkontaminasi atau
tangan dengan sabun antimikroba.4 Ada menyentuh permukaan yang tercemar,
beberapa kondisi yang mengharuskan serta memakai sarung tangan bersih atau
petugas kesehatan menggunakan sabun tidak steril saat akan memasuki ruang

48
Liza Salawati, Pengendalian Infeksi Nosokomial

pasien yang telah diketahui atau dicurigai d. Perawatan pasien


mengidap penyakit menular.4 Perawatan pasien yang sering dilakukan
Masker dipakai untuk mencegah percikan meliputi tindakan: pemakaian kateter urin,
darah atau cairan tubuh memasuki hidung pemakaian alat intravaskular, transfusi
atau mulut petugas kesehatan, juga darah, pemasangan selang nasogastrik,
menahan cipratan yang keluar sewaktu pemakaian ventilator dan perawatan luka
petugas kesehatan berbicara, bersin dan bekas operasi.12
batuk.6 Masker juga dipakai untuk Kateterisasi kandung kemih membawa
mencegah partikel melalui udara atau risiko tinggi terhadap infeksi saluran kemih
droplet dari penderita penyakit menular (ISK). Penelitian menunjukkan bahwa
(tuberkulosis). Masker dilepas setelah kebanyakan ISK nosokomial terjadi akibat
pemakaian selama 20 menit secara terus- instrumentasi traktus urinarius, terutama
menerus atau masker sudah tampak kotor pada tindakan kateterisasi. Pemasangan
atau lembab.10 kateter urin merupakan tindakan perawatan
Pelindung mata dan wajah harus dipakai yang sering dilakukan di rumah sakit.
pada prosedur yang memiliki kemungkinan Prosedur pemasangan hingga pencabutan
terkena percikan darah atau cairan tubuh. kateter urin harus dilakukan sesuai prinsip
Pelindung mata harus jernih, tidak mudah aseptik untuk mencegah dan
berembun, tidak menyebabkan distorsi, mengendalikan ISK nosokomial.11
dan terdapat penutup disampingnya. Penggunaan alat intravaskular untuk
Pemakaian gaun pelindung terutama untuk memasukkan cairan steril, obat atau
melindungi baju dan kulit petugas makanan serta untuk memantau tekanan
kesehatan dari sekresi respirasi. Gaun darah sentral dan fungsi hemodinamik
pelindung juga harus dipakai saat ada meningkat tajam pada dekade terakhir.
kemungkinan terkena darah, cairan tubuh.6 Kateter yang dimasukkan melalui aliran
Apron terbuat dari karet atau plastik, darah vena atau arteri melewati mekanisme
merupakan penghalang tahan air sepanjang pertahanan kulit yang normal dan
bagian depan tubuh petugas kesehatan. penggunaan alat ini dapat membuka jalan
Apron harus dikenakan dibawah gaun untuk masuknya mikroorganisme.11
pelindung ketika melakukan perawatan Transfusi darah memiliki kesamaan dalam
langsung pada pasien, membersihkan beberapa hal dengan penggunaan
pasien atau melakukan prosedur saat pemberian pengobatan melalui pembuluh
terdapat risiko terkena tumpahan darah dan darah. Terdapat risiko serius bagi pasien
cairan tubuh. Hal ini penting jika gaun yang menerima transfusi darah. Pedoman
tidak tahan air.4 dalam melakukan proses seleksi,
pemeriksaan serta prosedur transfusi yang
c. Praktik keselamatan kerja tepat dan aman telah dikembangkan
Praktik keselamatan kerja berhubungan mengingat resiko infeksi HBV, HCV dan
dengan pemakaian instrumen tajam seperti HIV.11
jarum suntik.11 Hal ini meliputi: hindari Prosedur pencegahan dan pengendalian
menutup kembali jarum suntik yang telah infeksi nosokomial dan komplikasi
digunakan. Bila terpaksa dilakukan, maka transfusi meliputi: transfusi dilakukan jika
gunakan teknik satu tangan untuk menutup dibutuhkan, seleksi donor potensial secara
jarum, hindari melepas jarum yang telah penuh untuk menghindari penularan
digunakan dari spuit sekali pakai, hindari infeksi serius, donor darah diambil secara
membengkokkan, menghancurkan atau aseptik dan dengan sistem tertutup, simpan
memanipulasi jarum suntik dengan tangan darah pada suhu yang tepat, pastikan darah
serta masukkan instrumen tajam ke dalam cocok agar tidak membahayakan penerima
wadah yang tahan tusukkan dan tahan donor, terapkan teknik aseptik saat
air.4,6 melakukan transfusi, pantau tanda vital dan

49
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 1 April 2012

reaksi pasien serta hentikan transfusi jika tangan, memakai sarung tangan dan alat
reaksi berlawanan.5,10 pelindung diri, teknik ganti balut secara
Prosedur yang melibatkan traktus aseptik dan peralatan steril merupakan
gastrointestinal (GI) harus memperhatikan prosedur perawatan luka paska operasi
penerapan kewaspadaan di rumah sakit yang sering diabaikan.14
seperti prosedur lainnya untuk mencegah
penularan mikroorganisme yang e. Penggunaan antiseptik
berbahaya. Pemasangan selang nasogastrik Larutan antiseptik dapat digunakan untuk
merupakan salah satu prosedur traktus GI mencuci tangan terutama pada tindakan
yang paling sering dilakukan dalam bedah, pembersihan kulit sebelum tindakan
perawatan pasien di rumah sakit.12 Risiko bedah atau tindakan invasif lainnya.5
infeksi dalam prosedur ini berasal dari Instrumen yang kotor, sarung tangan bedah
trauma membran mukosa akibat tekanan dan barang-barang lain yang digunakan
pada membran dan anoksia jaringan. kembali dapat diproses dengan
Pengisapan dan gerakan selang dapat dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi
menciderai jaringan. Pajanan terhadap atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk
mikroorganisme meningkat, agen infeksi mengendalikan infeksi.4
dapat masuk dari reservoir tangan petugas Dekontaminasi dan pembersihan
kesehatan, kulit yang rusak, selang, balutan merupakan dua tindakan pencegahan dan
dan dari makanan.11 pengendalian yang sangat efektif
Prosedur-prosedur yang berhubungan meminimalkan risiko penularan infeksi.
dengan perawatan respiratori seperti Hal penting sebelum membersihkan adalah
intubasi endotrakeal, pengisapan dan mendekontaminasi alat tersebut. Dengan
ventilasi mekanik memberi kesempatan merendam dalam larutan kloron o,5 %
transmisi mikroorganisme dari benda- selama 10 menit. Langkah ini dapat
benda mati ke pasien (pada komponen menonaktifkan HBV, HCV dan HIV serta
humidifier, nebulizer dan ventilator yang dapat mengamankan petugas yang
terkontaminasi) serta pemindahan membersihkan alat tersebut.5 Setelah
mikroorganisme melalui tangan petugas melakukan langkah dekontaminasi,
kesehatan yang terkontaminasi, dari satu selanjutnya adalah pembersihan. Proses
pasien ke pasien lainnya. Prosedur lain pembersihan penting dilakukan karena
yang dapat membahayakan saluran tidak ada prosedur sterilisasi dan DTT
pernapasan adalah pemberian oksigen, yang efektif tanpa melakukan pembersihan
pengobatan pernapasan tekanan positif terlebih dahulu. Pembersihan dapat
intermitten, pemasangan dan pemeliharaan dilakukan dengan menggunakan sabun cair
jalan napas buatan dan pengisapan dan air untuk membunuh mikroorganisme.
endotrakeal.11 Cara yang paling penting Gunakan pelindung saat membersihkan
untuk mencegah infeksi nosokomial adalah alat.10
memutus cara penularan yang Sterilisasi harus dilakukan untuk alat-alat
berhubungan dengan prosedur perawatan yang kontak langsung dengan aliran darah
peralatan. Dekontaminasi, pembersihan atau cairan tubuh lainnya dan jaringan4.
dan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi Sterilisasi dapat dilakukan dengan
harus diperhatikan sebelum peralatan menggunakan uap bertekanan tinggi
digunakan kembali.11,13 (autoclafe), pemanasan kering (oven),
Infeksi luka paska operasi atau surgical sterilisasi kimiawi dan fisik.13
site infection (SSI) dapat terjadi akibat
perawatan luka yang tidak memenuhi
syarat aseptik. Transmisi mikroorganisme
mudah terjadi saat prosedur ganti balut
luka operasi di ruangan berlangsung. Cuci

50
Liza Salawati, Pengendalian Infeksi Nosokomial

Kewaspadaan Berdasarkan Penularan pengunjung pasien dibatasi dan kamar


atau Transmisi dibersihkan setiap hari.4
Kewaspadaan berdasarkan transmisi
diterapkan pada pasien yang menunjukkan Kesimpulan
gejala, dicurigai terinfeksi atau mengalami Pasien yang dirawat di Intensive Care Unit
kolonisasi dengan kuman yang sangat (ICU) mempunyai kecenderungan terkena
mudah menular. Kewaspadaan berdasarkan infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi
transmisi perlu dilakukan sebagai dari pada pasien yang dirawat diruang
tambahan kewaspadaan standar.4 rawat biasa. Infeksi nosokomial banyak
Kewaspadaan berdasarkan transmisi terjadi di ICU pada kasus paska bedah dan
meliputi: penanganan linen dan pakaian kasus dengan pemasangan infus dan
kotor, penanganan peralatan makan pasien, kateter yang tidak sesuai dengan prosedur
dan pencegahan infeksi untuk prosedur standar pencegahan dan pengendalian
yang menimbulkan aerosol pada pasien infeksi yang diterapkan di rumah sakit.
suspek atau probabel menderita penyakit Upaya yang harus dilakukan untuk
menular melalui udara atau airborne10. meminimalkan risiko terjadinya infeksi di
Selain tindakan diatas isolasi pasien yang rumah sakit dan fasilitas pelayanan
akan menjadi sumber infeksi juga perlu kesehatan lainnya adalah pencegahan dan
diperhatikan untuk mencegah transmisi pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan
langsung atau tidak langsung.9 yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pembinaan, pendidikan dan pelatihan serta
a. Penanganan linen dan pakaian kotor monitoring dan evaluasi. Pencegahan dan
Penanganan linen dan pakaian kotor Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
menjadi hal yang penting karena linen (PPIRS) sangat penting karena
yang tercemar oleh mikroorganisme yang menggambarkan mutu pelayanan rumah
sangat patogen, risiko penularannya dapat sakit.
minimal apabila linen tersebut ditangani
dengan baik sehingga dapat mencegah Daftar Pustaka
penularan mikroorganisme pada pasien, 1. Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial
petugas dan lingkunga.4 Problematika dan Pengendaliannya.
Salemba Medika. Jakarta.
2. CDC NNIS. 2004. National Nosocomial
b. Isolasi
Infections Sureillance (NNIS) system
Selain itu, pasien dengan penyakit menular
report.
melalui udara perlu dirawat di ruang isolasi www.cdc.gov/nhsn/PDFs/datastat/NNIS-
untuk mencegah transmisi langsung atau 2004.pdf.
tidak langsung.10 Beberapa persyaratan 3. Zulkarnain, I. 2009. Infeksi Nosokomial
dalam pelaksanaan isolasi bagi pasien p:2906-2910. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit
dengan penyakit menular adalah sebagai Dalam III. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran
berikut: kamar khusus yang selalu tertutup, Universitas Indonesia. Jakarta.
cuci tangan dengan sabun atau larutan 4. Departemen Kesehatan Republik
antiseptik sebelum dan sesudah masuk Indonesia. 2007. Pedoman Manajerial
kamar, gunakan masker dan sarung tangan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
serta baju pelindung, peralatan makan Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya. Jakarta.
khusus untuk pasien, bahan pemeriksaan
5. Tjietjen, L., Bossemeyer, D., McIntosh, N.
laboratorium diletakkan pada tempat steril 2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk
tertutup rapat, setelah dipakai alat suntik Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan
dimasukkan pada tempat khusus dan Sumber Daya Terbatas. Yayasan Bina
dibuang, alat pemeriksaan lengkap, Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
penanganan instrumen secara tepat, jumlah 6. Bayuningsih, R. 2010. Breathalyzer For
The Hand Washing (Reminding For Hand

51
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 1 April 2012

Washing) Bagi Perawat Di ruang ICU.


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
7. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit
Paru USU. 2005. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Terjadinya Infeksi
Nosokomial Serta Pengendaliannya Di
BHG. UPF. Paru RS. Dr. Pirngadi/Lab.
Penyakit Paru FK-USU Medan. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
8. Bady, A. M., Handono, D., Kusnanto, H.
2007. Analisis Kinerja Perawat Dalam
Pengendalian Infeksi Nosokomial Di
IRNA I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
KMPK Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
9. Kayser, F. H., Bienz, K. A., Eckert, J.,
Zinkernagel, R. M. 2005. Medical
Microbiologi. Thieme Stuttgart. New
York.
10. Gusfitri. 2005. Pengendalian Infeksi
(Control Infection). BPK Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin. Banda
Aceh.
11. Schaffer, S. D., Garzon., Heroux.,
Korniewicz. 2000. Pencegahan Infeksi dan
Praktik Yang Aman. EGC. Jakarta.
12. Guntur, A. H. 2007. The Role of
Cefepime: Empirical Treatment In Critical
Illnes. Dexa Media Jurnal Kedokteran dan
Farmasi; 2007; Vol 20[2]; 59-62.
13. Hidayat, T. 2003. Panduan CSSD (Sentral
Sterilisasi Suplai Departemen) Modern.
Rumah Sakit Pusat Pertamina.
14. Nurkusuma, D. D. 2009. Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian
Methicillin-Resistant Staphylococcus
Aureus (MRSA) Pada Kasus Infeksin Luka
Pasca Operasi Di Ruang Perawatan Bedah
Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang.
Tesis. Universitas Dipenogoro. Semarang.

52

Anda mungkin juga menyukai