Referat Abses Peritonsil - Andreas A
Referat Abses Peritonsil - Andreas A
ABSES PERITONSIL
Pembimbing
dr. Nurlina M Rauf, Sp. THT-KL
Disusun Oleh :
Andreas Adiwinata (406191046)
Referat:
Epilepsi
Disusun oleh :
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan THT-KL
RSUD Ciawi
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang ketiga- tiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. 4
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil
terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: 2
Gambar 3.
Tonsilla Palatina 7
2.1.2 Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral
atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan
dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX
yaitu nervus glosofaringeal.3
2.1.3 Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu:
1. Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan
arteri palatina asenden
2. Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden
3. Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal
4. Arteri faringeal asenden
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal
dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri
faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk
pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus
vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.3
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus
sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.3
8
Gambar 5. Aliran limfe kepala dan leher
Gambar 6. Persarafan Tonsil 7
2.1.5 Persarafan
2.3.1 Etiologi
Abses peritonsil terjadi sebagai akibat dari komplikasi tonsilitis akut atau
infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya
kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis.4 Abses peritonsil
disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat anaerob.
Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsil adalah
Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus),
Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme
anaerob yang berperan adalah Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas, dan
Peptostreptococcus sp. Untuk kebanyakan abses peritonsil diduga disebabkan
karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik.11 Sedangkan virus
yang dapat menyebabkan abses peritonsil antara lain Epstein-Barr, adenovirus,
influenza A dan B, herpes simplex, dan parainfluenza.
2.3.2 Prevalensi
Abses peritonsil adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada
bagian kepala dan leher. Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun,
namun paling sering terjadi pada umur 20-40. Pada anak-anak jarang terjadi
kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa
menyebabkan obstruksi jalan nafas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi ini
memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Amerika insiden
tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun,
kemungkinan hampir 45.000 kasus setiap tahun. 1
2.3.3 Patologi
Gejala klasik dimulai 3-5 hari, waktu dari onset gejala sampai terjadinya
abses sekitar 2-8 hari. Abses peritonsil akan menggeser kutub superior tonsil ke
arah garis tengah dan dapat diketahui derajat pembengkakan yang ditimbulkan di
palatum mole. Terdapat riwayat faringitis akut, tonsilitis, dan rasa tidak nyaman
pada tenggorokan atau faring unilateral yang semakin memburuk. Kebanyakan
pasien menderita nyeri hebat.
Gejala yang dikeluhkan pasien antara lain demam, disfagia, dan odinofagia
yang menyolok dan spontan. Hot potato voice, mengunyah terasa sakit karena m.
Masseter menekan tonsil yang meradang, sakit kepala, rasa lemah, dehidrasi,
nyeri telinga (otalgia) ipsilateral, mulut berbau (foetor ex orae), muntah
(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara
sengau (rinolalia)4 karena oedem palatum molle yang terjadi karena infeksi
menjalar ke radix lingua dan epiglotis atau oedem perifokalis, dan kadang-kadang
sukar membuka mulut (trismus) yang bervariasi, trismus menandakan adanya
inflamasi dinding lateral faring dan m. Pterigoid interna, sehingga menimbulkan
spasme muskulus tersebut. Keparahan dan progresivitasnya ditunjukkan dari
trismus. Pernafasan terganggu biasanya akibat pembengkakan mukosa dan
submukosa faring. Sesak akibat perluasan edema ke jaringan laring jarang terjadi.
Bila kedua tonsil terinfeksi maka gejala sesak nafas lebih berat dan lebih
menakutkan. Akibat limfadenopati dan inflamasi otot, pasien sering mengeluhkan
nyeri leher dan terbatasnya gerakan leher (torticolis).14
2.3.5 Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang14
Nasofaringoskopi dan laringoskopi fleksibel direkomendasikan untuk
penderita yang mengalami gangguan pernafasan. Gold standart pemeriksaan yaitu
dengan melakukan aspirasi jarum (needle aspration). Tempat yang akan
dilakukan aspirasi di anestesi dengan menggunakan lidokain atau epinefrin
dengan menggunakan jarum berukuran 16-18 yang biasa menempel pada syringe
berukuran 10 cc. Aspirasi material yang purulen merupakan tanda khas, dan
material dapat dikirim untuk dibuat biakannya sehingga dapat diketahui
organisme penyebab infeksi demi kepentingan terapi antibiotika. Pada penderita
abses peritonsil perlu dilakukan pemeriksaan:
1. Abses retrofaring
2. Abses parafaring
3. Abses submandibula
4. Angina ludovici
2.3.7 Terapi
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
di insisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling
menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar
uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan
dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan
supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera
gejala-gejala pasien.
Gambar 11. Insisi Abses Peritonsil 4
2.3.8 Komplikasi
2.3.9 Prognosis
BAB 3
KESIMPULAN
Abses peritonsiler adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada
bagian kepala dan leher akibat dari kolonisasi bakteri aerob dan anaerob di daerah
peritonsiler. Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau
infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.
DAFTAR PUSTAKA