Anda di halaman 1dari 2

Budaya kelahiran suku sasak di Lombok

0leh : Adinda Difha Febriani

Menjelang anak akan lahir sesudah kandungan memasuki kandungan ke-9 si ibu tidak
boleh melakukan kegiatan yang berat bahkan melakukan kegiatan dapur pun di kurangi,agar
sang ibu benar-benar siap menghadapi tugas berat melahirkan. Sang ibu juga memakai rempah-
rempah seperti: beras, kunyit,daun jeruk nipis dan sekuh untk belangir (sasak:beboreh) agar
kondisinya tetap sehat. Sementara si suami di sarankan untuk memperbanyak sedekah,walaupun
sekedar serabi (jajan tepung beras) sebagai symbol dari sedekah yang paling kecil dri orang yang
tidak mampu. Hal ini di maksudkan agar anakkelak memiliki rasa kasih sayang kepada sesame.
Menjelang bayiakan keluar diminta bantuan seorang belian nganak/dukun beranak(laki-
laki/perempuan) obat-obat penyejuk dan pelancar melahirkan berupa air suci yang di doakan
dengan mantra sasak. Ketika anak keluar dari perut ibunya,si anak langsung di peluk oleh ibu
dan bapaknya agar darahnya menyatu dengan badan kedua orang tuanya,setelah itu baru
keluarga yang lain. Setelah itu baru keluarga yang lain. Setelah itu baru di mandikan oleh sang
dukun.

1. Upacara menanam ari-ari (nalet adik kakak)

Acara ini di laksanakan setelah ari-aribayi terpotong dengan menggunakan pisau dari
bamboo yang di ambil dari para-para (sasak:edas tereng). Edas tereng tersebut di anggap telah
steril karena setiap hari mendapat sap dari tungku dapur. Biasanyan ari-ari yang di potong
dengan edastidak menimbulkan penyakit “tetanus”. Ari-ari yang di tanamharus di tanam di
pelataran rumah serambi depan. Setelah di tanam di atas gundukan diaturukkan batu lalu di
kurung dengan kurungan ayam. Diatas di batu di nyalakan lampu agar anak kelak memiliki hati
yang terang dan setia (sasak:isah). Lampu di nyalakan sampai dengan upacara medak api atau
buang au sekurang-kurangnya pada hari kesembilan.

2. Upacara daur hidup Medak Api atau Buang Au

Upacara ini dilaksanakan sekurang-kurangnya sejak Sembilan hari sejak kelahiran bayi
dengan mengadakan acara keramas bersama,ibu si bayi dengan ibu-ibu keluarga dan tetangga
terdekat dengan hitungan ganjil. Kegiatan ini juga di sebut Medak Api karena pada saat itu
mereka membakar joman dengan di sertai kepeng bolong 99 biji di atas “tepak”(wadah dari
tembikar) lalu di kucurkan air santan. Adonan itu di gunakan untuk kramas dan uang bolong di
bagikan sebagai sedekah (shalawat). Jumlah 99 tersebut sebagi simbul Asmaul Husna. Sisa abu
yang di pakai kramas di hanyutkan di sungai atau ke laut,sehingga di sebut dengan medak api
atau buang au. Setelah itu biasanya kurung diangkat dan lampu di padamkan namun ada juga
yang membiarkannya sampai 44 hari. Upacara ini dapat di kaitkan dengan daur hidup yang lain
dengan upacara “ngaranin” dan “turun tanak” dan lebih dari itu di lakukan upacara “ngurisan
potong rambut”. Bagi upacara yang mampu kegiatan ini di lakukan dengan acara kenduri yang di
namakan rowah asal kata roh atau arwah,sebagai sambungan turun temurun dari nenek moyang
leluhurnya dengan mengundang kyai dan tetangga sekitar.

Anda mungkin juga menyukai