Anda di halaman 1dari 65

UJI CEMARAN

DALAM
BAHAN BAKU FARMASI
Prof. Dr. Hayun, M.Si., Apt.
DEFINISI DAN EFEK CEMARAN
 Cemaran (impurity) : Zat lain yang tidak diinginkan yang masih
tertinggal dalam bahan baku farmasi
 Definisi cemaran menurut USP: “any component of a drug
substance that is not the chemical entity defined as the drug
substance and in addition, for a drug product, any component
that is not a formulation ingredient”
 Efek cemaran:
✓ Mempercepat peruraian, tumbuhnya cemaran mikroba
→penurunan kadar bahan aktif, meningkatkan jumlah
cemaran toksik, menurunkan keamanan
✓ Toksik,
✓ Keamanan tidak diketahui.

 Bahan baku obat harus dipastikan bebas atau mengandung


cemaran tidak melebihi batas yang diperbolehkan
KLASIFIKASI CEMARAN (1)
Cemaran dapat berupa:
❖related to the drug substance (e.g. starting materials, by-products,
intermediates that arise during synthesis, degradation products)
❖unrelated to the drug substance (e.g. residual solvents, residual metal
catalysts, reagents used during synthesis, chemicals that leach from
the container).
❖ Mereka dapat diidentifikasi atau tidak teridentifikasi, mudah menguap
atau tidak mudah menguap, spesies organik atau anorganik
 Berdasarkan pada apakah sudah teridentifikasi atau belum, cemaran
dikalsifikasikan menjadi:
1. Spesifik/spesifik tertentu
2. Umum/belum teridentifikasi
KLASIFIKASI CEMARAN (2)
CEMARAN SPESIFIK
 Senyawa pencemar sudah jelas struktur dan karakternya.
 Air, pelarut (mudah menguap), logam; sehingga pengujiannya
dapat dilakukan dengan uji-uji pd analisis kuantitatif yang
spesifik untuk cemaran dimaksud a.l. gravimetri, titrasi, AAS,
KGC, atau uji batas semi-kuantitatif atau perbandingan warna
yang tampak (visual). → umumnya merupakan senyawa
anorganik
 Cemaran spesifik tertentu : senyawa sisa bahan pemula,
pereaksi dan hasil urai yang diketahui jenisnya → umumnya
merupakan senyawa organik; contoh: 4-anhidrotetrasiklin pada
tetrasiklin, dimetilanilin pada ampisilin, hidrazin pada INH, asam
salisilat pada asam asetil salisilat.
CEMARAN UMUM
 Cemaran senyawa organik yang umum ditemukan pada bahan
baku obat
 Strukturnya dan karakternya belum diketahui
 Hasil penguraian obat, senyawa sejenis/produk samping pada
sintesis)
 Cemaran senyawa sejenis: produk samping sintesis, pada bbrp
bahan baku strukturnya sdh diketahui.
 Digunakan metode kromatografi
 Perkembangan teknologi analisis, dewasa ini cemaran yang
semula belum diketahu strukturnya kini sudah diketahu
strukturnya.
UJI CEMARAN U
J
U
I
J
I
K
U
K
A
U
UJI BATAS N
A
T
L
I
I
Untuk memastikan T
T
Bahwa cemaran dalam A
A
Bahan uji T
T
Tidak melebihi I
I
Jumlah tertentu F
F
(Kadar pasti tidak didapat) (kadar
(indikasi
cemaran
Adanya
Diperoleh
cemaran)
Secara
pasti)
Uji kualitatif cemaran :
1. Titik/Jarak lebur; biasanya tajam, jika tdk tajam/lebih rendah
menunjukkan ada pencemar organik atau uap air
2. Rotasi jenis; nilai rotasi jenis tdk sesuai dg acuan menunjukkan
adanya enantiomer yg berlawanan.
3. Indeks bias; jika menyimpang dari nilai acuan menunjukkan
adanya cemaran
4. Spektrum ir, terutama mendeteksi pencemar organik spt hasil
urai senyawa atau uap air.
5. Spektrum absorpsi UV, jika ada puncak lain, atau nilai
absorptivitas molar tdk sesuai dg nilai acuan, menunjukkan
adanya pencemar.
Uji Batas Cemaran
1. Susut pengeringan; jika hasil lebih besar dari nilai acuan,
menunjukkan adanya lengas atau pencemar atsiri dalam
sampel.
2. Sisa pemijaran; jika hasil lebih besar dari nilai acuan,
menunjukkan adanya pencemar mineral dalam sampel.
3. Logam berat, Timbal, Arsen, klorida/sulfat.
4. Cemaran spesifik tertentu, misalnya : senyawa sisa bahan
pemula/hasil urai yang diketahui jenisnya.
5. Cemaran umum/cemaran secara kromatografi/ kemurnian
kromatografi/senyawa sejenis (produk samping dalam
sintesis).
Uji kuantitatif
 Diperoleh kadar cemaran dengan nilai tertentu
 Contoh: Uji kadar cemaran timbal, kadmium, dan logam
tertentu lainnya menggunakan:
▪ Spektrofotometri serapan atom (AAS),
▪ Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry (ICP-
OES), and
▪ Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS)
CEMARAN AIR
 Keberadaan air dalam bahan padat dapat
menyebabkan perubahan: kecepatan degradasi,
pertumbuhan kristal, pelarutan, dispersi dan
pemisahan, aliran serbuk, lubrisitas (pelinciran),
kekompakan serbuk dan kekompakan kekerasan.
 Air dapat berinteraksi dipermukaan atau berpenetrasi
ke dalam struktur molekul
 Metode penentuan cemaran air: susut pengeringan
atau penentuan kadar air.
SUSUT PENGERINGAN
 Besarnya (%) semua jenis bahan yang mudah menguap dan
hilang pada kondisi tertentu.
 Cara pengeringan dilakukan dengan metode tertentu dan dalam
waktu tertentu sesuai yang tercantum dalam monografi. Pada
dasarnya pengeringan sampai diperoleh bobot tetap
(perbedaan bobot yang dapat diabaikan/ 0,5 mg per gram zat
uji).
 Untuk zat yang diperkirakan mengandung air sebagai satu-
satunya bahan yang mudah menguap, dapat dilakukan dengan
cara Penetapan Kadar Air.
 Metode pengeringan bervariasi, dipilih berdasarkan stabilitas
zat uji
Cara-cara pengeringan
 Dalam oven dengan rentang suhu tertentu (misal 105 der C), pengeringan
dilakukan dalam oven dengan rentang suhu yang ditulis dalam monografi
(untk bahan tahan panas).
 Dalam desikator : pengeringan dilakukan di atas difosforus pentoksida P
atau silika gel dalam desikator pada tekanan atmosfir dan suhu kamar.
 Dalam vakum : pengeringan dilakukan dalam hampa udara (di atas
difosforus pentoksida P/tanpa P2O5) dalam desikator pada tekanan 1,5 – 2,5
kPa dan suhu kamar.
 Dalam vakum dengan rentang suhu tertentu : pengeringan dilakukan di atas
difosforus pentoksida P dalam desikator pada tekanan 1,5 – 2,5 kPa dan
pada rentang suhu yang ditulis dalam monografi.
 Dalam vakum tinggi : pengeringan dilakukan di atas difosforus pentoksida P
pada tekanan tidak lebih dari 0,1 kPa dan pada rentang suhu yang ditulis
dalam monografi.
KADAR AIR
Ditentukan dengan cara:
 Titrasi
 Destillasi

Karl Fischer Titrator


Penetapan kadar air
 The Water Determination Test (Karl Fischer Method) is designed
to determine water content in substances.
 The titration is based on the reaction described by R. W. Bunsen:
I + SO + 2 H O → 2 HI + H SO
2 2 2 2 4

 Karl Fischer, a German petro-chemist, discovered that the reaction


performed in a non-aqueous system, i.e. methanol, containing an excess of
sulfur dioxide, is suitable to determine the water content. In order to
achieve an equilibrium shift to the right, it is necessary to neutralize the
acids (HI and H SO ) formed during the reaction. Karl Fischer used pyridine
2 4

for this purpose.


 Later investigations revealed that the reaction actually follows two-steps
and that methanol not only acts as a solvent, but also participates directly
in the reaction.
H O+I +SO + 3 C H N →2(C H N+H)I + C H NHSO
2 2 2 5 5 5 5 - 5 5 3

C H NHSO + CH OH → (C H N H)O SO OCH


5 5 3 3 5 5 + - 2 3.

 Today commercial reagents are available from different suppliers where


the pyridine has been replaced by imidazole.
Concentration determination
 Determine the water-equivalent of the reagent immediately
before use in the following manner.
 Transfer 20 ml of anhydrous methanol to the titration vessel
and titrate with the reagent to the end point.
 Add in an appropriate form a suitable amount of pure water,
accurately weighed, and titrate to the end point.
 Calculate the water-equivalent of the reagent in mg per ml.
 Different standards are available for concentration
determination, these are:
• Di-Sodium-Tartrate Dihydrate
• Liquid Water Standard (certified)
• Water Tablet (defined concentration per tablet)

 Liquid standards are the easiest to use. For solid standards


assure sufficient pre-mixing duration to dissolve completely
the standard.
 The minimum water equivalent is 3.5 mg of water per ml of
reagent. Work protected from humidity.
 Unless otherwise prescribed, add about 20 ml of anhydrous
methanol R or the solvent prescribed in the monograph to the
titration vessel and titrate with the reagent to the end point.
 Quickly transfer the prescribed amount of the substance to be
examined to the titration vessel. Stir for 1 min and titrate again
to the amperometric end-point using Karl Fischer reagent VS.
 Calculate the water content in the substance
Sample handling

 The amount of sample used for titration mainly


depends on two factors, i.e.:
• the expected water content
• the required accuracy and precision
 For volumetric titrations the optimum amount of water
to be added is approximately 10-30 mg.
 The accuracy increases with the amount of sample, due
to higher titrant consumption and less influence of air
moisture during sampling and addition.
Destillasi
 When the water and toluene have
completely separated, read the volume of
water and calculate the content present
in the substance as millilitre per kilogram,
using the formula:

 m = the mass in grams of the substance to


be examined,
 n1 = the number of millilitres of water
obtained in the first distillation,
 n2 = the total number of millilitres of
water obtained in the 2 distillations.
SISA PEMIJARAN
(RESIDUE ON IGNITION)
The Residue on Ignition / Sulfated Ash test utilizes a pro
cedure to measure the amount of residualsubstance not
volatilized from a sample when the sample is ignited in
the presence of sulfuric acidaccording to the procedure
described below.

This test is usually used for determining the content of


Inorganic impurities in an organic substance.
PRINSIP PROSEDUR PENGUJIAN
Metode 1:
 Pijarkan sejumlah sampel yang ditimbang saksama (1-2 g) dalam
crucibel yg telah ditera.
 Mula-2 panaskan sampai mengarang, lalu ditambahkan 1 ml
asam sulfat pekat, panaskan hati-2 sampai terbentuk asap putih
→ arang berubah jadi CO2, tidak ada lagi arang.
 Sempurnakan destruksi dengan pemanansan dalam tanur 800
derajat sampai arang betul-betul terbakar sempurna.
 Dinginkan dan timbang sampai bobot tetap (penimbangan 2 kali
berturut-turut stlh ≤ 0,5 mg per gram zat uji#).
 Hitung sisa pijar. Bila hasil melebihi batas, ulangi penambahan
asam sulfat dan pemijaran.
 Metode 2: spt metode 1, hanya ada penambahan amm.
Bikarbonat dalam proses pemijaran.

 Catatan: # = bobot yg bisa diabaikan.


CEMARAN LOGAM
Klasifikasi logam
 The term tolerable daily intake (TDI) is used by the International
Program on Chemical Safety (IPCS) to describe exposure limits of
toxic chemicals and the term acceptable daily intake (ADI) is used by
the World Health Organization (WHO) and other national and
international health authorities and institutes. To avoid confusion of
differing values for ADI’s of the same substance and similar to the ICH
Q3C guideline for residual solvents, the permitted daily exposure
(PDE) for each of the evaluated metals was defined. In the present
guidance the PDE is the pharmaceutically maximum acceptable
exposure to residual metals on a chronic basis that is unlikely to
produce any adverse health effects.
 PDE applies to each pharmaceutical substance.
POTENSI RESIKO
Metals were evaluated for their potential risk to human health and placed into
one of three classes as follows:
Class 1 Metals: Metals of significant safety concern
 Known or suspect human carcinogens, or possible causative agents of other
significant toxicity.
Class 2 metals: Metals with low safety concern
 Metals with lower toxic potential to man. They are generally well tolerated
up to exposures that are relevant to the context of this guideline. They may
be trace metals required for nutritional purposes or they are often present
in food stuffs or readily available nutritional supplements.
Class 3 metals: Metals with minimal safety concern
 Metals with no significant toxicity. Their safety profile is well established.
They are generally well tolerated up to doses that are well beyond doses
relevant to the context of this guideline.
 Typically they are ubiquitous in the environment or the plant and animal
kingdoms.
Pb , Cd
 Duration of/age at exposure:
 Some elements (e.g., Pb, Cd) are cumulative toxins while others,
particularly the essential elements, are excreted efficiently. Infants
and young children may be particularly sensitive to toxic effects of
metals because they tend to absorb a higher fraction of an oral dose,
and developing body systems (particularly the nervous system) may
be more sensitive than mature systems. Fortunately, on the basis of
the available data none of the elements under consideration appears
to have a significant propensity to accumulation following oral
administration.
 Infants and young children are likely to receive proportionately lower
doses of pharmaceutical products and, although the proposed limits
apply principally to adults, they have been set at asufficiently low
level to be applicable to younger age groups.
CEMARAN LOGAM BERAT
Asal cemaran:
 Katalis dan reagen logam saat sintesis
 Dari alat-alat yang digunakan
 Air dan wadah yang digunakan

Alasan harus dibatasi:


 Toksik
 Bisa berperan sbg katalis degradasi, menurunkan stabilitas
bahaan baku
UJI BATAS LOGAM BERAT
 Pengujian dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa cemaran logam
yang dengan sulfida menghasilkan warna pada kondisi penetapan,
tidak melebihi batas logam berat yang tertera pada masing-masing
monografi, dinyatakan dalam % (bobot) timbal dalam zat uji,
ditetapkan dengan membandingkan secara visual dengan
pembanding larutan baku timbal.
REAKSI
Mn++ n H2S → M2Sn  + 2n H+

Mn++ n CH3C(S)NH2 + n H2O →


M2Sn  + n CH3C(O)NH2 + 2n H+

Mn+ = ion logam berat.


M2Sn = logam sulfida
H2S = asam sulfida (tidak digunakan lagi)
CH3C(S)NH2 = tioasetamida
[Catatan Senyawasenyawa yang memberikan respons pada uji ini
adalah timbal, raksa, bismut, arsen, antimon, timah, kadmium,
perak, tembaga, dan molibdenum].
METODA
Tetapkan jumlah logam berat menggunakan Metode I, kecuali
dinyatakan lain dalam masing-masing monografi.
Metode I digunakan untuk zat yang pada kondisi penetapan
memberikan larutan jernih dan tidak berwarna pada
kondisi uji.
Metode III digunakan untuk zat yang pada kondisi Metode I
tidak menghasilkan larutan jernih dan berwarna, atau
senyawa yang karena sifatnya menganggu pengendapan
logam oleh ion sulfida atau minyak lemak dan minyak
menguap.
Metode V suatu metode digesti basah, hanya digunakan bila
Metode I dan Metode III tidak dapat digunakan.
Metode I
 Larutan baku: Larutan baku timbal (Pb) 10 ug/ml (0,001%), 2 ml
→ 20 μg Pb
 Sampel :Ke dalam tabung pembanding warna 50 ml masukkan
25 ml Larutan uji seperti tertera pada masing-masing
monografi atau menggunakan sejumlah volume asam jika
dinyatakan dalam masing-masing monografi, larutkan dan
encerkan dengan air hingga 25 ml. Gunakan sejumlah zat uji
dalam g, yang dihitung dengan rumus :
2,0/1000 L.
L batas logam berat dalam %.
 Larutan pembanding : larutan uji, ditambahkan 2,0 ml larutan
baku timbal.
PERHITUNGAN BERAT SAMPEL:
Batas logam berat: 20 bpj → 0,002%
Berat zat uji: 2,0 g/1000 x 0,002 = 1 g

Konsentrasi larutan baku Pb dibuat sama dengan batas


maksimal konsentrasi cemaran Pb dalam sampel.
PROSEDUR UJI
 Ke dalam tiap tabung dari 3 tabung yang masing-masing berisi
Larutan baku, Larutan uji dan Larutan pembanding tambahkan
2 ml dapar asetat pH 3,5 kemudian tambahkan 1,2 ml
tioasetamida LP, encerkan dengan air hingga 50 ml, campur,
diamkan selama 2 menit. Amati permukaan dari atas pada dasar
putih.
 Warna yang terjadi pada Larutan uji tidak lebih gelap dari warna
yang terjadi pada Larutan baku dan warna yang terjadi pada
Larutan pembanding sama atau lebih gelap dari warna yang
terjadi pada Larutan baku
 [Catatan Bila warna pada larutan pembanding lebih muda dari
warna larutan baku gunakan Metode III sebagai pengganti
Metode I untuk zat uji].
1 2 3

1. Lar Sampel
2. Lar Baku
3. Lar Monitor

pH 3-4
Prx : H2S
METODE II
 Larutan baku: larutan baku timbal 2 bpj, atau larutan
baku timbal 1 bpj (dipilih salah satu bergantung
persyaratan zat uji)
 Larutan Uji : 12 ml larutan zat uji seperti tertera pada
masing-masing monografi
 Larutan blangko: Campur 10 ml air dengan 2 ml
Larutan uji.
PROSEDUR UJI
▪ Ke dalam tiap larutan tambahkan 2 ml dapar asetat pH
3,5 dan campur. Tambah 1,2 ml tioasetamida LP, campur
dengan cepat dan diamkan 2 menit. Amati permukaan
dari atas pada dasar putih.
▪ Uji tidak absah bila Larutan baku tidak menunjukkan
warna cokelat dibanding Larutan blangko, warna
cokelat yang terjadi pada Larutan uji tidak lebih intensif
dari warna Larutan baku.
▪ Jika hasil yang diperoleh sulit untuk disimpulkan, saring
larutan melalui penyaring membran (ukuran pori 3 μm),
Lakukan penyaringan secara lambat dan menyeluruh
menggunakan tekanan sedang dan konstan. Bandingkan
bercak pada penyaring di antara ketiga larutan.
METODE III
 Prosedur uji seperti metode I, cuma pada metode III zat uji
didestruksi terlebih dahulu, dan tanpa digunakan larutan
monitor/pembanding.
 Prinsip destruksi:

H2SO4 P HNO3 P + H2SO4 P


Zat mengarang Sisa pijar
Suhu rendah HCl
500o -600o C Digesti 15’

kering
HCl P + air
Filtrat +cucian
Digesti 2’
= larutan uji
Saring dan cuci NH4OH 6N Air

CH3COOH
pH 3,0-4,0 Add basa

Larutan baku H2S Warna larutan uji


dan larutan uji 5’ ≤
Larutan baku
METODE IV (FI V)
 Prosedur uji spt metode II, cuma zat uji didestruksi dulu.
 Larutan blangko Campur 10 ml air dengan 2 ml Larutan uji.
 Prinsip destruksi : zat (tidak lebih dari 2 g) ke dalam krus silika

MgSO4 P 25%
Larutan baku timbal dlm H2SO4 2N kering
(10 µg Pb) atau zat uji Pijar < 800oC

Larutan baku putih atau


atau larutan uji keabu-abuan

Encerkan dg air ad 25 ml Dipijar < 2jam H2SO4 2N

HOAc glasial HCl 2N


Warna hilang + Merah muda Sisa pijar
HOAc lagi 5 ml fenolftalein +
NH4OH 13N
METODE V
 Metode V : Pengujian seperti metode I, cuma destruksinya dengan cara lain,
yaitu menggunakan labu Kjeldahl.
 Larutan baku:
 Masukkan campuran 8 ml asam sulfat P dan 10 ml asam nitrat P ke dalam
labu Kjeldahl 100 ml yang bersih dan kering, tambahkan sejumlah volume
asam nitrat P yang sama dengan jumlah yang ditambahkan pada Larutan uji.
 Panaskan larutan hingga terbentuk asap putih tebal, dinginkan, tambahkan
dengan hati-hati 10 ml air;
 Jika digunakan hidrogen peroksida pada pembuatan Larutan uji, tambahkan
sejumlah volume yang sama hidrogen peroksida P 30% yang digunakan pada
Larutan uji, didihkan perlahan-lahan hingga terbentuk asap putih tebal.
 Dinginkan lagi, tambahkan hati-hati 5 ml air, campur dan didihkan hati-hati
hingga terbentuk asap putih tebal, hingga volume 2 ml sampai 3 ml.
 Dinginkan, encerkan hati-hati dengan beberapa ml air, tambahkan 2,0 ml
Larutan baku timbal (20 μg Pb) dan campur.
 Pindahkan ke dalam tabung pembanding warna 50 ml, bilas labu dengan air,
tambahkan air bilasan ke dalam tabung hingga 25 ml dan campur.
METODE V (lanjutan)
 Larutan uji:Kecuali dinyatakan lain pada masingmasing monografi,
gunakan sejumlah zat uji dalam g, yang dihitung dengan rumus :
2,0/1000L
L adalah batas Logam berat dalam persen
 Jika zat uji berbentuk padat , masukkan sejumlah zat uji ke dalam
labu Kjeldahl 100 ml yang bersih dan kering. [Catatan Labu 300 ml
dapat digunakan jika reaksi membentuk busa berlebihan].
 Klem labu dengan sudut 45º, dan tambahkan campuran 8 ml asam
sulfat P dan 10 ml asam nitrat P secukupnya untuk membasahi zat.
 Hangatkan perlahan-lahan hingga terjadi reaksi, biarkan reaksi
mereda.
 Tambahkan sejumlah sama campuran asam, panaskan pada setiap
penambahan, sampai jumlah campuran asam yang ditambahkan 18
ml.
 Naikkan suhu dan didihkan perlahan-lahan hingga larutan menjadi
gelap.
 Dinginkan, tambahkan 2 ml asam nitrat P dan panaskan lagi hingga
larutan menjadi gelap.
METODE V (lanjutan)
 Dinginkan, tambahkan 2 ml asam nitrat P dan panaskan lagi hingga
larutan menjadi gelap.
 Lanjutkan pemanasan, diikuti dengan penambahan asam nitrat P
sampai tidak lagi gelap, kemudian panaskan kuat sampai terbentuk
asap putih tebal.
 Dinginkan, tambahkan hatihati 5 ml air, didihkan perlahan-lahan
sampai terbentuk asap putih, dan lanjutkan pemanasan sampai
volume berkurang hingga beberapa ml.
 Dinginkan, tambahkan dengan hati-hati 5 ml air dan amati warna
larutan.
 Jika berwarna kuning, tambahkan dengan hati-hati 1 ml hidrogen
peroksida 30% dan uapkan lagi sampai terbentuk asap putih tebal dan
volume menjadi 2 hingga 3 ml.
 Jika warna larutan masih kuning, ulangi penambahan 5 ml air dan
peroksida seperti di atas.
 Dinginkan, encerkan hati-hati dengan beberapa ml air, pindahkan ke
dalam tabung pembanding warna 50 ml, dan bilas. Jaga kumpulan
volume bilasan tidak lebih dari 25 ml.
METODE V (lanjutan)
 Jika zat berbentuk cair: Masukkan sejumlah zat uji ke
dalam labu Kjeldahl 100 ml yang bersih dan kering.
[Catatan Labu 300 ml dapat digunakan jika reaksi
membentuk busa berlebihan].
 Klem labu pada sudut 45o dan tambahkan dengan
hati-hati beberapa ml campuran 8 ml asam sulfat P
dan 10 ml asam nitrat P.
 Hangatkan perlahan-lahan hingga terjadi reaksi,
biarkan reaksimereda dan lanjutkan seperti tertera
pada Jika zat uji berbentuk padat dimulai dengan
“Tambahkan lagi sejumlah campuran asam yang
sama...”.
METODE VI
 Prosedur uji seperti metode II, cuma baku/sampel didestruksi
terlebih dulu menggunakan prosedur destruksi sbb:
Larutan uji:
 Campur sejumlah zat uji dengan 50 mg magnesium oksida P
dalam krus silika. Pijarkan di atas nyala api sampai terbentuk
masa homogen berwarna putih atau putih keabu-abuan.
 Jika setelah 30 menit campuran masih berwarna, biarkan dingin,
aduk dengan batang pengaduk kaca kecil dan ulangi pemijaran.
 Panaskan pada suhu 800 drjt selama lebih kurang 1 jam, larutkan
residu dalam 5 ml asam klorida 5 N, tambahkan lagi 5 ml asam
klorida 5 N dan lanjutkan prosedur seperti tertera pada Metode
IV, mulai dengan “Tambahkan 0,1 ml ...”.
METODE VI (lanjutan)
Larutan baku:
 Buat seperti tertera pada Larutan uji menggunakan
Larutan baku timbal yang ditetapkan (10 bpj) untuk
menggantikan zat yang diuji dan keringkan dalam oven
pada suhu 100º - 105º. Pada 10 ml larutan yang
diperoleh, tambahkan 2 ml Larutan uji.
 Larutan blangko: Campur 10 ml air dan 2 ml Larutan uji.
UJI BATAS ARSEN
 Tujuan : menentukan keberadaan cemaran arsen dalam zat uji,
 Prinsip : Mengubah senyawa arsen menjadi arsin, kemudian
dilewatkan melalui :
➢ Larutan perak dietilditiokarbamat membentuk kompleks
berwarna merah. Warna merah yang diperoleh dibandingkan
baik secara visual atau spektrofotometri dengan larutan baku
yang setara dengan batas yang tertera pada masing-masing
monografi (metode I dan II)
➢ Kertas merkuri klorida membentuk noda berwarna kuning.
Bandingkan noda yang terbentuk secara visual dengan noda
yang diperoleh dari larutan baku yang setara dengan batas
yang tertera pada masing-masing monografi (metode III)
Reaksi

[Ag-SCSN (C2H5)2]
Ag-DDTC + AsH3 → As-DDTC (red color)

H2 diperoleh dari reaksi Zn + asam sulfat encer


METODA UJI BATAS ARSEN

JENIS BAHAN METODE


UJI FI IV USP30 BP 2007

 Anorganik I I
 Organik II II
(destruksi basah)
 Anorganik/organik III A
pasca destruksi
Alat uji batas arsen
(metoda I dan II)
 Pembangkit arsin (a)
 Unit pembersih (c) (berisi kapas Pb
asetat)
 Tabung penjerap (e)
 Sambungan terasah (b) dan (d)
 Kadar larutan pembanding As
dibuat samaa dengan batas
cemaran As dalam sampel
Metode II
 Seperti metode I, hanya saja lakukan destruksi senyawa
organik terlebih dulu. Tentukan arsen dalam residu.
 Prinsip cara destruksi : masukkan zat uji ke dalam labu
pembangkit arsin, + 5 ml H2SO4 pkt, panaskan diatas
lempeng pemanas 120oC sampai terjadi pengarangan
(ulangi kalau belum terjadi pengarangan sempurna, tapi
penambahan maks 10 mL). Oksidasi dengan penambahan
H2O2 hati-hati, dan pemanasan (berulang kali) hingga zat
organik terurai. Suhu pemanasan dinaikkan hingga
terbentuk asap SO3 dan larutan tak berwarna atau kuning
pucat, + air 10 ml, uapkan lagi hingga terjadi asap tebal.
Ulangi lagi untuk menghilangkan sisi H2O2. Dinginkan,
bilas dinging dan taqmbahkan air hingga 35 ml
 Lakukan pengujian spt metode I
Alat Uji Batas Arsen (metode III)
 3
 Isikan ke dalam bag bawah pipa kaca (2) 60 mg
kapas/gulungan kertas timbal(II)asetat.
 2
 Antara kedua permukaan datar pipa (2 dan 3)
tempatkan kertas raksa(II) bromida P

 1
 Larutkan zat uji dalam labu erlenmeyer (1) dg 25
ml air, + HCl P, 0,1 ml timah(II) klorida LP dan 5
ml KI 1 M, diamkan selama 15 menit, tambahkan
5 g zink aktif.
Penetapan Keasaman/kebasaan
Penetapan pH
Pada senyawa garam organik, menunjukkan kesetaraan asam
dan basa pada molekul garam tersebut.
 Keasaman atau kebasaan
Cara uji: larutan bahan konsentrasi tertentu dalam
pelarut tertentu (di + indikator yg sesuai), dititrasi dengan
asam atau basa tertentu dengan normalitas tertentu. Bahan
tidak boleh melebihi dari volume tertentu.
Contoh efedrin HCl: 1,0 g/20 mL aq, indikator mm,
berubah dr kuning ke merah pd penambahan as sulfat 0,02 N
tidak lebih dari 0,20 ml.
 Pengukuran pH
Menunjukkan konsentrasi ion H+
Ditetapkan menggunakan pH-meter.
pH

pH = - [log H+]

 Sampel: larutan bahan uji konsentrasi tertentu dalam


air (bebas karbon dioksida)
Contoh: pH Dopamin HCl→ 3,0-5,5 larutan 1 dalam 5.
Metaproterenol sulfat → 4,0-5,5 larutan 100 mg/ml.
Natrium Salisilat → 6,5-8,5 larutan 1 dalam 50.
pH meter
 Alat harus mampu mengukur sampai 0,02 unit pH menggunakan
elektrode sensitif ion H+ / elektrode kaca; dan elektrode
pembanding (elektrode kalomel atau perak-perak klorida)
 Alat harus mampu menunjukkan potensial dari pasangan elektrode
dan untuk pembakuan pH menggunakan potensial yang dapat
diatur ke sirkuit dengan menggunakan “pembakuan”, “nol”,
“asimetri”, atau “kalibrasi” dan harus mampu mengontrol
perubahan milivolt per perubahan unit pH pada pembacaan pH
melalui kendali “suhu” dan/atau kemiringan.
 Kecuali dinyatakan lain, pengukuran dilakukan pada suhu 25o ± 2o C
Skala pH

 Ditetapkan dalam persamaan:

pH = pHs + (E-Es)/k

 E dan Es = potensial terukur dg sel galvanik berisi


larutan uji, dinyatakan sebagai pH dan larutan dapar
untuk pembakuan yang tepat, dinyartakan sebagai
pH.
 Harga k = perubahan dalam potensial per
perubahanunit pH. k teoritik = [0,05916 + 0,000198 (t-
25 o)] volt pada suhu t.
pH-meter
Indicator electrode: External
reference electrode Glass electrode

GLASS ELECTRODE

H+ conc. to be determined

Electrochemical cell for measurement of pH:

External reference || H+ conc. |pH-sensitive | Internal | Internal reference


electrode || to be | glass- | buffer sol. | electrode
(Hg/Hg2Cl2/KCl) ||determined | membrane | (KCl) (pH = 7) | (Ag/AgCl/KCl)

███████████
External Dry glass Internal
hydrated hydrated
gel layer gel layer

56
Contoh alat pH meter

57
Glass pH Electrode
Properties of Glass pH electrode
• Potential not affected by the presence
of oxidizing or reducing agents
• Operates over a wide pH range
• Fast response
• Functions well in physiological
systems
• Very selective
• Long lifespan
Theory of the glass membrane potential
• For the electrode to become operative, it must be soaked in water.
• During this process, the outer surface of the membrane becomes
hydrated.
• When it is so, the sodium ions are exchanged for protons in the
solution:
• The protons are free to move and exchange with other ions.

Charge is slowly carried


by migration of Na+
across glass membrane

Potential is determined
by external [H+]
Alkaline error
• Exhibited at pH > 9
• Electrodes respond to
H+ and alkali cations
• C,D,E and F:
measured value is <
true value
▫ Electrode also
responds to other
cations
• Higher pH at lower
[Na+]
Acid error
• Exhibited at pH
< 0.5

• pH readings are
higher (curves
A and B)
▫ Saturation effect
with respect to
H+
Selectivity Coefficient
• No electrode responds exclusively to one kind of ion.
▫ The glass pH electrode is among the most selective, but it
also responds to high concentration of Na+.
• When an electrode used to measure ion A, also
responds to ion X, the selectivity coefficient gives
the relative response of the electrode to the two
different species.

response to X
k A, X =
response to A
▫ The smaller the selectivity coefficient, the less interference
by X.
Selectivity Coefficient
• Measure of the response of an ISE to other ions

Eb = L’ + 0.0592 log (a1 + kHBb1)

• kHB = 0 means no interference


• kHB  1 means there is interference
• kHB < 1 means negligible interference
Kalibrasi
Sebelum digunakan:
 periksa elektrode, dan jembatan garam bila ada. Jika
perlu isi lagi larutan jembatan garam sesuai petunjuk
pembuat alat.
 Lakukan kalibrasi: pilih 2 larutan dapar yang
perbedaan pH-nya tidak lebih dari 4 unit pH dan pH
larutan uji terletak diantara keduanya.
Lakukan kalibrasi sehingga menunjukkan pH sesuai
pH dapar yang digunakan ± 0,02.
Gunakan air bebas karbondioksida untuk
pelarutan/pengenceran larutan uji.

65

Anda mungkin juga menyukai