Anda di halaman 1dari 11

PERCOBAAN 4

OPTIK PHYSIC BIDANG SUDUT POLARISASI

LAPORAN PRAKTIKUM
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Praktikum Gelombang dan Optik
Yang dibina oleh Bapak Sutrisno

Oleh:
Ade Siyanti Nurul Hidayah 180322615070
Adi Tri Wicaksono 180322615034
Alanis Melani Permata Sari 180322615091
Alfiani Septi Wardhani 180322615088

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FISIKA
DESEMBER 2020
PERCOBAAN 4
OPTIK PHYSIC BIDANG SUDUT POLARISASI

A. Tujuan
Dalam melakukan praktikum ini, tujuan yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut:
1. Keterampilan membuat set alat percobaan polarimeter.
2. Mengetahui hubungan sudut analisator terhadap intensitas cahaya
terpolarisasi.
3. Menentukan sudut polarisasi larutan gula menggunakan polarimeter.

B. Dasar Teori
Polarisasi merupakan sifat yang dibentuk oleh gelombang transversal
yang mengotentifikasi orientasi geometri pada arah osilasi (Arif Hidayat, n.d.).
Dalam polarisasi, gelombang transversal berosilasi pada arah tegak lurus terhadap
arah rambatan gelombang. Dalam kasus bahwa suatu gelombang bergerak dengan
medium bidang tegak lurus terhadap arah rambat pada suatu garis lurus, maka
disebutkan bahwa gelombang terpolariasi linear (Guenther, 1990).
Polarisasi cahaya yang direfleksikan oleh permukaan pada bidang
transparan akan bernilai maksimum apabila sinar pantul tegak lurus terhadap sinar
bias. Sudut datangnya sinar dan sudut pantul pada fenomena polarisasi maksimum
disebut sebagai sudut polarisasi (iP) atau dikenal sebagai sudut Brewster (Artoto
Arkundato, n.d.; Pedrotti et al., 2007). Mengacu pada hukum Malus,
intensitas/koefisien releksi polarisasi mampu diformulasikan sebagai berikut:
n1 sin i p =n2 sin r ' (1)
n2 sini p sin i p sin i p
= '
= = (2)
n1 sin r sin ( 90 °−i p ) cos i p
n2
=tan i p (3)
n1
Polarisasi cahaya terbedakan atas tigas macam bentuk antara lain, apabila
medan listrik berosilasi pada suatu garis lurus maka cahaya dikatakan terpolarisasi
linier. Jika ujung vector medan listriknya bergerak dengan lintasan melingkar,
maka cahaya dikatakan terpolarisasi sirkular. Kemudian, apabila ujung vector
medan listriknya bergerak pada suatu lintasan eliptikal, maka cahaya dikatakan
terpolarisasi eliptik (Arif Hidayat, n.d.; Pedrotti et al., 2007).
Meninjau hukum maulus, cahaya dikatakan terpolarisasi sempurna
apabila menghasilkan 50% intensitas cahaya tak terpolarisasi datang (Guenther,
1990). Dengan mengasumsikan bahwa tidak ada cahaya yang hilang akibat berkas
refleksi dan komponen polarisasi dapat terserap seluruhnya. Apabila suatu cahaya
terpolarisasi linier dijatuhkan tegak lurus terhadap plastik polarisasi kalkulator,
maka arah polarisasi membuat sudut sebesar θ. Akibatnya intensitas cahaya yang
ditransmisikan oleh polarisator:
I =I o cos2 θ (4 )
Umumnya cebagian cahaya akan terpolarisasi dan sebagian cahayanya
tidak terpolarisasi akibat arah polarisasinnya yang acak (Arif Hidayat, n.d.).
Ketika cahaya tidak terpolariasi melalui polarisator, maka satu dari komponennya
dihilangkan. Sehingga, intensitas cahaya yang melewati akan direduksi sebesar
50%, akibat kompenen tersebut dihilangkan
1
I = I 0(5)
2
Perubahan sudut polarisasi bergantung pada berbagai parameter, yakni
konsentrasi, panjang lintasan dan sudut putar jenis melalui persamaan
θ
α= (5)
Lc
dimana c merupakan konsentrasi larutan (gr/mL), L merupakan panjang lintasan
cahaya pada larutan (dm), α merupakan sudut putar jenis dari larutan (ᵒmL/dm g).

C. Alat dan Bahan


1. Kalkulator Bekas

Gambar 2. Gunting
3. Busur Derajat
Gambar 1. Kalkulator Bekas
2. Gunting
5. Smartphone

Gambar 3. Busur Derajat


4. Laser Pointer
Gambar 5. Smartphone
6. Larutan Gula

Gambar 4. Laser Pointer


Gambar 6. Larutan Gula

D. Gambar Set Alat Percobaan

Gambar 6. Ilustrasi Set Alat Percobaan Optik Physik Bidang Studi Polarisasi

E. Teknik Pengambilan Data


Dalam pengambilan data terdapat dua prosedur yang akan dilakukan
praktikan adapun hal tersebut yaitu,
1) Pembuatan Polarisator
a. Mengambil kalkulator yang sudah tidak terpakai atau rusak
b. Mengambil plastik polarisasi yang ada pada layar penampil seperti
gambar dibawah,

Gambar 7. Plastik Polarisasi pada Kalkulator


c. Memotong plastik polarisasi menjadi dua bagian
d. Mengambil busur derajat, dan meletakkannya diatas plastik transparan
e. Membuat derajat sudut mengikuti sudut yang ada pada gambar
dibawah ini,

Gambar 8. Langkah Membuat Derajat Sudut pada Plastik Polarisasi


f. Mengukur intensitas cahaya setelah melalui dua polarisator dengan
memvariasi sudut dari 0° sampai 180°
2) Mengukur Sudut pada Larutan Gula
a. Menyiapkan alat dan bahan dan mengatur set alat percobaan yang
digunakan.
b. Menyalakan sumber cahaya (laser) dan meletakkan di lantai.
c. Meletakkan polarisator dibelakang larutan gula, dan analisator di
depan larutan gula seperti pada Gambar.
d. Memutar analisator hingga menemukan titik cahaya dari sumber
cahaya yang digunakan.
e. Menarik larutan gula dan menggabungkan polarisator serta analisator.
f. Mengukur sudut yang terbentuk dari analisator dan polarisator.
g. Mengulangi langkah d-f dengan mengunakan konsentrasi larutan gula
yang bervariasi.

F. Data Percobaan
Hasil percobaan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
NST Busur Derajat : 1°
NST Luxmeter : 1 Lux
Sudut Awal (θ1) : 0°
1. Data Kuantitatif pada Polarisator
Sudut θ2
0 5 10 15 20 25 30 35 40
(°)
Intensitas 212 199 187 175 162 150 137 124 112
I ( θ ) (Lux)
Tabel 1. Intensitas Polarisator dari 0 ° sampai 40°
Sudut θ2
45 50 55 60 65 70 75 80 85
(°)
Intensitas
99 87 75 62 49 37 24 12 0.5
I ( θ ) (Lux)
Tabel 2. Intensitas Polarisator dari 45 ° sampai 85°
Sudut θ2
90 95 100 105 110 115 120 125 130
(°)
Intensitas
0 0.5 11 38 50 64 76 85 100
I ( θ ) (Lux)
Tabel 3. Intensitas Polarisator dari 90 ° sampai 130 °
Sudut θ2
135 140 145 150 155 160 165 170 175
(°)
Intensitas
115 125 135 148 164 178 180 190 205
I ( θ ) (Lux)
Tabel 4. Intensitas Polarisator dari 135 ° sampai 175 °
Sudut θ2
180
(°)
Intensitas
215
I ( θ ) (Lux)
Tabel 5. Intensitas Polarisator dari 180 °
2. Data Kualitatif pada Polarisasi dari Larutan Gula
No Konsentrasi Larutan Gula (gr/ml) Sudut Polarisasi (°)
1 0.1 120.0
2 0.2 120.5
3 0.3 121.0
4 0.4 121.5
5 0.5 122.0
G. Analisis Data
Analisis pada praktikum ini menunjukkan grafik hubungan antara sudut
analisator terhadap intensitas cahaya terpolarisasi berdasarkan data pada Tabel 1.
Grafik hubungan θ2 terhadap I (θ) adalah sebagai berikut.
Berdasarkan perhitungan teoritik menggunakan Hukum Malus, yakni
I ( θ )=I 0 cos 2 θ
Maka didapatkan hasil intensitas terhadap perubahan sudut sebagai berikut.
I 0 = 212 Lux (Intensitas saat θ=0)
No Sudut Analisator θ2 (° ¿ Intensitas Cahaya PolarisasiI (θ) (Lux)
1 0 212.0
2 5 210.4
3 10 205.6
4 15 197.8
5 20 187.2
6 25 174.1
7 30 159.0
8 35 142.3
9 40 124.4
10 45 106.0
11 50 87.6
12 55 69.7
13 60 53.0
14 65 37.9
15 70 24.8
16 75 14.2
17 80 6.39
18 85 1.6
19 90 0
20 95 1.6
21 100 6.39
22 105 14.2
23 110 24.8
24 115 37.9
25 120 53.0
26 125 69.7
27 130 87.6
28 135 106.0
29 140 124.4
30 145 142.2
31 150 159.0
32 155 174.1
33 160 187.2
34 165 197.8
35 170 205.6
36 175 210.4
37 180 212.0

Grafik hubungan antara sudut analisator dengan intensitas berdasarkan


data pengamatan
Grafik Hubungan Antara Sudut (𝜃_2) dengan Intensitas (I)
250

200
Intensitas I (lux)
150

100

50

0
0 10 20 30 4 0 5 0 6 0 70 80 90 0 0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sudut 𝜃_2 (°)

Gambar 1. Intensitas cahaya (I) hasil pengukuran oleh detektor sebagai fungsi
sudut (θ) dengan nilai Io = 212 Lux.

Selain hubungan antara sudut analisator terhadap intensitas cahaya yang


terpolarisasi, diketahui hubungan antara konsentrasi larutan gula terhadap sudut
polarisasi. Dengan selisih variasi konsentrasi 0,1 gr/ml, diperoleh data sudut
polarisasi dengan selisih 0.5° pada setiap variasi konsentrasi larutan gula yang
digunakan pada eksperimen.
Grafik hubungan antara konsentrasi gula dengan sudut polarisasi
berdasarkan data pengamatan

Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Gula dengan Sudut Polarisasi


122.5
122
Sudut Polarisasi (derajat)

f(x) = 5 x + 119.5
121.5 R² = 1

121
120.5
120
119.5
119
0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55
Konsentrasi Gula (gr/ml)

Gambar 2. Hubungan Perubahan Sudut Polarisasi terhadap Konsentrasi Larutan


Gula dengan θ(c) = 5x + 119.5

H. Pembahasan
Berdasarkan pada data pengamatan dan hasil analisis data, terdapat dua
hubungan antar variabel yang akan dibahas pada praktikum ini, yaitu hubungan
sudut analisator terhadap intensitas cahaya yang terpolarisasi dan polarimeter.
Selain itu, akan dibahas mengenai hubungan variasi konsentrasi larutan gula
terhadap sudut polarisasi dengan sumber cahaya (laser pointer merah). Hubungan
pertama, berkaitan dengan Hukum Malus yang didefinisikan dengan persamaan
sebagai berikut.
I ( θ )=I 0 cos 2 θ
Ketika polarisator kedua yang berperan sebagai analisator diputar dengan
sudut tertentu yaitu θ, komponen vektor yang tegak lurus terhadap bidang
transmisi akan diserap, atau dapat dikatakan cahaya akan terpolarisasi. Pada sudut
0° posisi polarisator dan analisator saling sejajar sehingga cahaya akan
ditransmisikan. Namun, pada sudut 90° posisi polarisator saling tegak lurus
dengan analisator, sehingga cahaya akan terpolarisasi.
Berdasarkan data pengamatan, pada sudut analisator 0ᵒ, 5ᵒ, 10ᵒ, 15ᵒ, 20ᵒ,
25ᵒ, 30ᵒ, 35ᵒ, 40ᵒ, 45ᵒ, 50ᵒ, 55ᵒ, 60ᵒ, 65ᵒ, 70ᵒ, 75ᵒ, 80ᵒ, 85ᵒ, 90ᵒ, 95ᵒ, 100ᵒ, 105ᵒ,
110ᵒ, 115ᵒ, 120ᵒ, 125ᵒ, 130ᵒ, 135ᵒ, 140ᵒ, 145ᵒ, 150ᵒ, 155ᵒ, 160ᵒ, 165ᵒ, 170ᵒ, 175ᵒ,
180ᵒ, intensitas cahayanya secara berurutan sebesar 212 Lux, 199 Lux, 187 Lux,
162 Lux, 150 Lux, 137 Lux, 124 Lux, 112 Lux, 99 Lux, 87 Lux, 75 Lux, 62 Lux,
49 Lux, 37 Lux, 24 Lux, 12 Lux, 0.5 Lux, 0 Lux, 0.5 Lux, 11 Lux, 38 Lux, 50
Lux, 64 Lux, 76 Lux, 85 Lux, 100 Lux, 115 Lux, 125 Lux, 135 Lux, 148 Lux, 178
Lux, 180 Lux, 190 Lux, 205 Lux, 215 Lux. Berdasarkan perhitungan analisis data
menggunakan hukum Malus, didapatkan intensitas cahanya secara berurutan yaitu
sebesar 212 Lux, 210.4 Lux, 205.6 Lux, 197.8 Lux, 187.2 Lux, 174.1 Lux, 159.0
Lux, 142.3 Lux, 124.4 Lux, 106.0 Lux, 87.6 Lux, 69.7 Lux, 53.0 Lux, 37.9 Lux,
24.8 Lux, 14.2 Lux, 6.39 Lux, 1.6 Lux, 0 Lux, 1.6 Lux, 6.39 Lux, 14.2 Lux, 24.8
Lux, 37.9 Lux, 53.0 Lux, 69.7 Lux, 87.6 Lux, 106.0 Lux, 124.4 Lux, 142.2 Lux,
159.0 Lux, 174.1 Lux, 187.2 Lux, 197.8 Lux, 205.6 Lux, 210.4 Lux. Berdasarkan
hasil perhitungan dapat dilihat bahwa antara pengukuran secara langsung dengan
perhitungan, nilai intensitas cahaya tidak jauh berbeda. Artinya polarimeter yang
digunakan dalam keadaan baik, dan hanya terdapat beberapa kesalahan.
Kesalahan ini bisa berupa kesalahan paralaks.
Gambar 1 menunjukkan intensitas cahaya (I) yang terukur oleh sistem
detektor cahaya sebagai fungsi sudut (θ) berbentuk sinusoidal yang sesuai dengan
prinsip hukum Malus. Hasil pengukuran sesuai teori pada persamaan (4). Seperti
yang ditunjukkan pada gambar 1, intensitas cahaya terpolarisasi yang
ditransmisikan oleh analisator berada pada posisi maksimum pada nilai cos θ
sebesar 1 atau pada sudut 0ᵒ . Intensitas intensitas cahaya terpolarisasi yang
ditransmisikan oleh analisator berada pada posisi minimum pada nilai cos θ
sebesar 0 atau pada sudut 90ᵒ. Hal ini membuktikan bahwa intensitas cahaya
sebagai fungsi cos θ sesuai dengan karakterisasi hukum malus.
Hubungan antar variabel kedua yang akan dibahas adalah mengenai
polarimeter. Polarimeter merupakan instrumen yang berfungsi untuk mengukur
sudut polarisasi melalui medium peristiwa optik. Peristiwa optik dapat diamati
dari kemampuan larutan gula untuk memutar bidang getar cahaya yang
terpolarisasi. Faktor utama yang mempengaruhi adalah variasi konsentrasi larutan
gula yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi larutan gula yang digunakan,
maka semakin besar terputarnya bidang cahaya terpolarisasi.
Hubungan perubahan sudut polarisasi terhadap konsentrasi larutan gula
seperti ditunjukkan pada gambar 2 menghasilkan persamaan regresi linier θ = 5x
+ 119.5 dengan koefisien korelasi sebesar 1. Dari grafik didapatkan nilai sudut
putar jenis larutan gula sebesar α = 50ᵒ/dm(g/mL). Menurut referensi, besar sudut
putar jenis larutan gula adalah sebesar 52.7ᵒ/dm(g/mL). Hal ini menunjukkan
bahwa hasil sudut putar jenis yang didapatkan melalui penelitian masih sesuai
dengan nilai referensi. Hasil uji yang didapt mengikuti hukum polarimeter yakni
semakin tinggi konsentrasi larutan gula sebanding dengan perubahan sudut putar
polarisasinya dengan koefisien korelasi 1. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
perubahan konsentrasi larutan gula diikuti dengan perubahan sudut putar.
Hubungan linier pada larutan gula ini mengindikasikan bahwa polarisator dan
analisator layak untuk digunakan dalam sebuah alat.
I. Kesimpulan
1. Mahasiswa terampil dalam menyusun set alat percobaan dengan
polarimeter sederhana berupa layar kalkulator yang sudah tidak terpakai.
2. Berdasarkan data dan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
intensitas cahaya dipengaruhi oleh sudut analisator. Intensitas cahaya
bernilai maksimum ketika sudut analisatornya bernilai 0° dan bernilai
minimum ketika sudut analisatornya 90°. Intensitas cahaya (I) yang
terukur oleh sistem detektor cahaya sebagai fungsi sudut (θ) berbentuk
sinusoidal yang sesuai dengan prinsip hukum Malus.
3. Konsentrasi larutan gula sebanding dengan perubahan sudut putar,
diperoleh sudut putar jenis larutan sebesar 50ᵒ/dm(g/mL).

J. Daftar Pustaka
Arif Hidayat. (n.d.). Diktat Kuliah Optika.
Artoto Arkundato. (n.d.). Materi Pokok Optika. Universitas Terbuka. Retrieved
September 13, 2020, from http://repository.ut.ac.id/4459/2/PEFI4311-
M1.pdf
Guenther, B. D. (1990). Modern optics. Wiley.
Pedrotti, F. L., Pedrotti, L. M., & Pedrotti, L. S. (2007). Introduction to optics
(3rd ed). Pearson/Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai