PEKANBARU - Kecelakaan terjadi di Lintas Riau-Sumatera Utara (Sumut) antara bus Raja
Perdana Inti (RAPI) dengan truk. Sebanyak 10 penumpang bus mengalami luka luka.
Kecelakaan ini terjadi di Jalan Yos Sudarso, Koya Pekanbaru pagi tadi sekira pukul 7.00
WIB. Saat ini, semua penumpang yang mengalami luka sudah dilarikan ke RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru.
"Dalam bus itu ada 16 orang penumpang, 10 mengalami luka luka. Kondisi truk dan bus
terbalik," kata Kasat Lantas Polresta Pekanbaru AKP Emil Eka Putra Kamis (12/12/2019).
Bus dengan nomor polisi BK 7408 DE yang dikemudikan Agus Mando Manik berangkat dari
Sumatera Utara dengan tujuan Lampung. Sesampainya di Jalan Yos Sudarso KM 65, bus
mencoba menyalip sebuah kendaraan yang ada di depannya.
Saat akan mendahului itu, ternyata sopir bus tidak menyadari ada mobil truk yang berada di
posisi berlawanan arah ada di depannya. Tak ayal, bus pun menghantam truk jenis Fuso yang
ada di depannya.
"Truk tersebut berhenti karena mengalami kerusakan. Kecelakaan ini terjadi karena sopir bus
tidak melihat ada truk yang berada di arah berlawan. Sopir truk tidak ditemukan di lokasi,"
ujarnya.
Analisa terhadap kasus “Kecelakaan Travel Cipaganti yang Terjadi pada Tanggal Enam
Maret 2011”
A. Diketahui: Korban luka-luka sebanyak tiga orang tidak meninggal dunia. Korban adalah
penumpang Travel Cipaganti.
B. Ditanya:
a. Peraturan apakah yang dipakai jika terjadi kecelakaan angkutan dijalan terhadap
penumpang atau terhadap pihak ketiga? Jelaskan!
c. Peraturan apakah yang akan digunakan jika kecelakaan tersebut menimpa pihak
ketiga? Jelaskan!
C. Jawaban:
a. Pada kecelakaan angkutan umum diberlakukan pasal 191 UULLAJ 2009 sedangkan
pada kecelakaan angkutan pribadi diberlakukan pasal 234 UULLAJ 2009.
Diberlakukannya pasal 191 pada kecelakaan angkutan umum karena berisikan
mengenai tanggung jawab perusahaan angkutan umum terhadap segala perbuatan
yang dikerjakan oleh anak buahnya. Hal ini tepat karena bila dikaitkan dengan
pasal 1367 (1) KUHPerdata menegaskan bahwa perusahaan angkutan umum
bertanggung jawab secara perdata untuk memberi ganti kerugian kepada
penumpang, pengirim barang maupun terhadap pihak ketiga yang dikibatkan oleh
segala perbuatan orang yang dipekejakanya dalam kegiatan penyelenggaraan
angkutan. Namun karena berlakunya adagium lex speciale derogate lex
generale sehingga pasal yang diberlakukan adalah pasal 191 UULLAJ 2009. Pasal
234 UULLAJ 2009 tidak dapat diberlakukan pada kecelakaan angkutan umum di
jalan. Hal ini disebabkan, berpijak dari adanya tiga macam pengemudi yaitu
pengemudi angkutan umum, pengemudi (supir pribadi) dari angkutan pribadi, dan
pengemudi sebagai pemilik angkutan pribadinya. Kecelakaan angkutan umum
tidaklah mungkin dikenakan oleh pasal 234, karena pasal 234 memungkinkan
pengemudinya dituntut untuk mengganti rugi kerugian (secara perdata), padahal
sudah di jelaskan pada pasal sebelumnya yaitu pasal 191, ganti kerugian pada
kecelakaan angkutan umum ditanggung oleh perusahaan angkutan umum
sedangkan pengemudi angkutan umum hanya dapat dipertanggungjawabkan secara
pidana. Sehingga apabila terjadi kecelakaan angkutan umum di jalan dipakai pasal
191 UULLAJ 2009.
b. Ketentuan yang akan digunakan adalah pasal 192 UULLAJ 2009. Pada 192 (1)
diatur tentang tanggung jawab perusahaan angkutan umum adalah untuk mengganti
kerugian apabila kerugian terjadi akibat penyelenggaraan angkutan, dimana
kerugian tersebut diberikan kepada penumpang yang meninggal dunia atau luka-
luka. Sistem tanggung jawabnya adalah presumption of liability, perusahaan
angkutan umum harus membuktikan adanya kerugian yang diderita penumpang,
sehingga menyebabkan penumpang meninggal atau luka. Akan tetapi, dalam
system ini, perusahaan angkutan dapat membabaskan diri dari tanggung jawabnya
untuk membayar ganti kerugian, jika perusahaan angkutan dapat membuktikan
salah satu dari dua hal, yaitu: disebabkan karena overmacht atau krn kesalahan
penumpang sendiri. Besarnya ganti kerugian pada 192 (2) harus dibayar oleh
perusahaan angkutan umum kepada penumpang yang meninggal dunia atau luka-
luka yang dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian
biaya perawatan. Di ayat ini diatur system limitation of liability namun tidak diatur
secara jelas mengenai perhitungan kerugiannya di UU ini maupun penjelasannya.
c. Di dalam kasus ini, kecelakaan tidak menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga.
Tidak ada korban selain penumpang.
Panutan Buku:
KUHPerdata
KUHD
UULLAJ 2009
Dra. Siti Nurbaiti, SH, MH. Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api) Penerbit
Universitas Trisakti 2009
Analisa Kasus Kecelakaan kereta Api (Ditinjau dari UU No.23/ 2007 Tentang
Perkeretaapian)
Kereta Pengangkut Batu Bara Tergelincir
Rabu, 30 Januari 2008 | 21:58 WIB
TEMPO Interaktif, Bandar Lampung:
Kereta api pengangkut batu bara milik PT. Bukit Asam tergilincir di kilometer 4, desa
Waylunik, Panjang, Bandar Lampung, Selasa petang (30/01). Akibatnya, dua gerbong
terguling dan muatan 100 ton batu bara tumpah di lintasan kereta.
”Diduga roda kereta lepas dan dua gerbong terakhir keluar dari lintasan serta terseret hingga
200-an meter,” kata Komisaris Besar Polisi Syauqie Ahmad, Kepala Kepolisian Kota Besar
Bandar Lampung di lokasi kejadian.
Tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan tersebut. Hanya sebuah warung dan sebuah sepeda
motor tertimpa timbunan batu bara. ”Sementara dua orang anak kecil hanya mengalami luka
ringan,” kata Syauqie.
Syauqie mengatakan kejadian itu merupakan yang kedua kali dalam sebulan terakhir. Itu
artinya sepanjang lintasan tersebut berbahaya,” ujarnya.
Apalagi, kata Syauqie, di sepanjang jalur tersebut balok bantalan rel banyak yang pecah. Dia
menambahkan, polisi masih melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara.
Sementara itu, juru bicara PT KAI Divisi Regional III Tanjung Karang, Zakaria, mengatakan
sepanjang kilometer satu hingga kilometer enam lintasan kereta sangat rawan kecelakaan.
”Kami sudah memberlakukan standar kewaspadaan pada masinis bila melintasi jalur tersebut.
Di kilometer tersebut perlintasan menurun, berkelok dan rel bergelombang di sana-sini.”
Selain itu, Zakaria menilai tanah di sepanjang perlintasan tersebut sangat labil. ”Rel mudah
melengkung karena terdorong peregerakkan tanah,” katanya.
PT KAI, kata Zakaria, langsung melaporkan kejadian itu ke Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT). ”Mereka memasikan segera turun ke lokasi untuk memeriksa
penyebab kecelakaan,” katanya.
Zakaria menduga roda gerbong tergelincir dari rel dan terlepas.
Kereta milik PT Bukit Asam yang tergelincir mengangkut 2000 ton batu bara dari Sumatera
Selatan menuju Tarahan, Lampung. Dari Tarahan, batu bara tersebut diangkut ke pembangkit
Suralaya di Banten. Dalam sehari kereta pengangkut batu bara 12 kali hilir mudik
Palembang-Lampung.
PT KAI menjamin lalulintas kereta tidak terganggu. ”Besok, kereta barang bisa melitas,” kata
Zakaria.
Nurochman
2.
a. Orang yang menyerobot perlintasan kereta api telah melanggar UU No.23/2007 pasal 181
ayat (1) huruf b yang menyatakan “setiap orang dilarang menggerakkan, meletakkan, atau
memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api”. dan apabila terbukti
membahayakan perjalanan kereta api dan dari perbuatan itu mengakibatkan penumpang KA
meningal dan ada yang luka maka dapat dikenai sanksi sesuai UU No.23/2007 pasal 199
yang menyatakan “Setiap orang yang berada di ruang manfaat jalan kereta api, menyeret
barang di atas atau melintasi jalur kereta api tanpa hak, dan menggunakan jalur kereta api
untuk kepentingan lain selain untuk angkutan kereta api yang dapat mengganggu perjalanan
kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga)bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belasjuta
rupiah)”.
b. Berdasarkan dari kasus yang dilihat dapat dikatakan bahwa masinis tidak bertanggung
jawab karena penyebab kecelakaan yaitu karena kecerobohan dari pengendara motor yang
menerobos perlintasan kereta api. Sesuai dangan pasal 157 ayat (4) UU No.23/2007 yaitu
“Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, lukaluka, atau
meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api”.
Masinis juga tidak dapat dikenakan sanksi dan dia dapat dibebaskan karena unsur kesalahan
dari masinis itu sendiri tidak ada.
c. Hak Hak pengguna Jasa yaitu para pngguna jasa berhak mendapatkan ganti kerugian paling
sedikit harus sama dengan nilai ganti kerugian yang diberikan oleh pengguna jasa
sebagaimana tercantum dalam UU No.23/2007 pasal 167 ayat (1) dan (2).
3.
a. Menurut Direktur Jenderal Perkeretaapian Dephub Tundjung Inderawan mencatat, sampai
17 Desember 2009 terdapat 90 kejadian kecelakaan kereta api. Jumlah tersebut turun
dibandingkan kejadian kecelakaan 2008 yang berjumlah 147 kejadian dan 2007 yang
mencapai 159 kejadian. Kecelakaan pada 2009, yang menjadi faktor penyebabnya adalah
faktor manusia 27% dan sarana 24%”. (Sumber: Gentur Putro Jati, Kinerja PT KA. Selasa, 29
Desember 2009. Download Rabu, 21 April 2010)
Faktor penyebab Karena Human eror (kesalahan manusia) merupakan prinsip
Tanggung jawab pengangkut yang termasuk dalam prinsip tanggung jawab karena kesalahan
dimana:
- Pengangkut yang melakukan kesalahan wajib bertanggung jawab membayar segala
kerugian yang timbul akibat kesalahannya. (pasal 157 ayat (1) UU No.23/2007)
- Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. (KUHAP)
- Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan bukan pada pengangkut (pasal 1365
KUHper)
Faktor penyebab karena sarana merupakan prinsip tanggung jawab pengangkut yang
termasuk dalam prinsip tanggung jawab karena praduga (overmacht relatif) karena
ketentuannya yaitu:
- Jika jasa pengangkut dapat membuktikan bahwa kecelakaan tersebut bukan karena
kesalahannya maka dia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti rugi. (Pasal 157
ayat (4) UU No.23/2007)
- Tidak bersalah berarti tidak melakukan kelalaian, tidak melakukan suatu tindakan, dan
peristiwa itu tidak mungkin dihindari
- Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut bukan pada pihak yang dirugikan.
- Pihak yang dirugikan cukup menunjukan adanya kerugian yang diderita.
b. UUKA No.23/2007 ini telah mengakomodir semua kejadian apabila terjadi kecelakaan
sebagaimana telah diatur pada pasal-pasal dalam UU ini. Namun dalam prakteknya banyak
petugas yang berwewenang masih tidak menjalankan tugasnya sebagaimana yang telah
dicantumkan dalam UU ini. Contohnya masih banyak para petugas perkeretaapian yang
tidak memeriksa kelayakan dari kereta api yang akan beroperasi dan prasarana kereta api
sehingga dalam kenyataannya menimbulkan banyak kecelakaan, Padahal dalam UU ini telah
mengatur tentang uji kelayakan kereta api serta prasarana lainnya.
c. Masih ada ketentuan-ketentuan dalam UUKA ini yang tidak mungkin diimplementasikan
yaitu pada pasal-pasal dibawah ini:
Pasal 181
(1) Setiap orang dilarang:
b. menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi
jalur kereta api;
c. menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta api.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi petugas di bidang
perkeretaapian yang mempunyai surat tugas dari Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian.
Pasal 183
b. di lokomotif;
d. di gerbong; atau
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi awak kereta api yang
sedang melaksanakan tugas dan/atau seseorang yang mendapat izin dari Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian.
Pasal 184
Setiap orang dilarang menjual karcis kereta api di luar tempat yang telah ditentukan oleh
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.
Dilihat dari peraturan diatas dapat dilihat bahwa disini kurang adanya ketegasan dari
petugas perkeretaapian untuk menindak orang-orang yang melanggar ketentuan-ketentuan
diatas sehingga banyak terjadi kecelakaan atau pelanggaran yang disebabkan oleh
ketentuan-ketentuan seperti diatas yang tidak dapat terpenuhi.
Selain itu pada pasal 65 UU ini tentang perawatan prasarana perkeretaapian, hal ini
juga sering tidak dilaksanakan dengan baik oleh petugas perkeretaapian, sehingga banyak
juga terjadi kecelakaan karena faktor ini.