Anda di halaman 1dari 24

(LANJUTAN BAB 4

OSTEOINTEGRASI MINIATUR IMPLAN SEBAGAI PENJANGKARAN


ORTODONSI)

Laporan Kasus 4-2 (Displasia Dentoalveolar)


Seorang perempuan 20 tahun datang untuk konsultasi perawatan ortodonsi tanpa
ada kelainan riwayat medis, gigi dan keluarga. Keluhan utama pasien adalah bibir
protusif dan gigi insisif mandibula berjejal. Pemeriksaan klinis menunjukkan
keseimbangan wajah mendekati ideal (Gambar 4.10 A dan B), sehingga maloklusi
dicurigai akibat displasia dentoalveolar. Pemeriksaan intraoral menunjukkan regio bukal
kelas I, overjet 3 mm, overbite 4 mm, crowding pada regio anterior mandibula sebanyak
7 mm (Gambar 4.10 C-G). Evaluasi pemeriksaan radiografi panoramik sebagian besar
menunjukkan kesehatan rongga mulut baik dengan adanya dua gigi non vital dengan
mahkota jaket (insisif sentral kiri maksila dan molar pertama kanan mandibula)
(Gambar 4.10 H). Molar ketiga mandibula mengalami impaksi horizontal. Analisis awal
sefalometri menunjukkan bimaksilari retrusif dari basis apikal rahang (SNA 78,5°, SNB
74,5°) dengan kecenderungan retrusif mandibula (ANB 4°) (Gambar 4.10 I). Model
studi menunjukkan pergeseran kesimetrisan mandibula dari relasi sentrik (Cr) menuju
oklusi sentrik (Co) (Gambar 4.10 J-N). Pasien tidak memiliki riwayat TMD.

Gambar 4.10 Wanita dengan displasia dentoalveolar (Usia 20 th) A B.Foto wajah sebelum
perawatan. C-G.Foto intraoral sebelum perawatan.

Universitas Indonesia
Gambar 4.10 H.Radiografi anoramik sebelum perawatan. I.Analisis sefalometri sebelum
perawatan. J-N.Model studi sebelum perawatan dalam posisi relasi sentrik

Rencana perawatannya adalah mengekstraksi gigi premolar pertama maksila dan


premolar kedua mandibula. Penggunaan implan K-1 bilateral direncanakan untuk intrusi
dan retraksi insisif maksila. Pembedahan dilakukan untuk meyakinkan lokasi akurat dari
penempatan implan sebagai penjangkaran dengan perhatian pada akar insisif (Gambar
4.11). Sebelum persiapan perawatan, implan K-1 diinsersikan sesuai dengan tahapan
bedah (Gambar 4.12). Setelah ekstraksi dua premolar pertama maksila dan dua premolar
kedua mandibula, dilakukan levelling lengkung rahang. Retraksi kaninus dilakukan

Universitas Indonesia
dengan meletakkan open-coil spring di antara kaninus dan insisif lateral, dan cinch back
kawat. Secara simultan terjadi mesialisasi molar pertama dengan open-coil spring yang
ditempatkan di antara premolar peratama dan kedua mandibula. Fotografi intraoral
dilakukan secara bertahap untuk melihat perkembangan retraksi kaninus dan protraksi
molar pertama mandibula (Gambar 4.13). Overbite meningkat bersamaan dengan molar
pertama mandibula yang tipping ke mesial.

Gambar 4.11 Penanda pada plastik bertekanan panas (A) digunakan untuk merencnakan posisi
penjangkaran implan K-1 pada apeks insisif maksila (B C)

Gambar 4.12 Bedah pertama untuk peletakan penjangkaran implan K-1. Tahapan prosedur
berupa: A.Anestesi B.Insisi C.Stent pada posisi D.Evakuasi E.Drilling F.Implan
pada alat G.Insersi H.Suturing

Universitas Indonesia
Gambar 4.13 Fotografi intraoral mendokumentasikan perkembangan dalam 10 minggu (A-C) dan
28 minggu (D-F) setelah penempatan penjangkaran implan

Setelah lima bulan peletakan mini implan K-1, prosedur pembedahan kedua
dilakukan untuk pembukaan implan. Implan yang tertanam ditemukan dengan detektor
metal intraoral. Mukosa diinjeksi dengan anestesi lokal disertai vasokontriktor,
dilakukan insisi untuk membuka implan, jaringan lunak dijahit di sekitar kepala TAD
(Gambar 4.14). Setelah kepala implan terlihat, ligatur kawat digunakan untuk menarik
antara implan dan eyelet yang disolder ke kawat diantara insisif sentral dan lateral
maksila (Gambar 4.15). Insisif maksila di intrusi dengan menarik kawat pada implan,
kemudian lengkung rahang mandibula diratakan dengan kawat stainless steel. Gambar
4.16 menunjukkan perkembangan paska perawatan intrusi dan penutupan ruang.
Penutupan ruang selesai dengan mekanisme sliding-wire pada mandibula dan kawat
rectangular dengan T loop bilateral pada lengkung maksila. Sebagai tambahan, elastik
kelas II digunakan untuk membantu protraksi molar mandibula. Gambar 4.17
menunjukkan dokumentasi foto dan radiografi mekanisme penggunaan implan K-1
untuk intrusi dan retraksi insisif maksila.

Universitas Indonesia
Gambar 4.14 Fotografi intraoral mendokumentasikan perkembangan dalam 10 minggu (A-C) dan
28 minggu (D-F) setelah penempatan penjangkaran implan

Gambar 4.15 Setelah bedah kedua, traksi terlihat pada arah superior untuk intrusi insisif maksila.
A.Radiografi panoramik B.Foto intraoral C.Radiografi oklusal maksila

Universitas Indonesia
Gambar 4.16 Foto intraoral mendokumentasikan perkembangan pada 4 minggu (A-C) dan 9 minggu
(D-F) setelah bedah kedua

Gambar 4.17 Radiografi oklusal maksila (A) dan foto intraoral (B-D) menunjukkan perkembangan
pada 16 minggu setelah bedah kedua
Setelah perawatan, profil protusif pasien berkurang dan pasien kagum dengan
hasil perawatan (Gambar 4.18 A dan B). Foto intraoral berkala menunjukkan oklusi
kelas I yang mendekati ideal disertai retainer cekat pada regio anterior maksila dan
mandibula (Gambar 4.18 C-G). Radiografi panoramik menunjukkan koreksi second-
order yang baik, kecuali untuk akar divergen molar pertama kanan dan premolar kedua
mandibula (Gambar 4.18 H). Karena tidak terdapat oklusi fungsional pada molar ketiga
mandibula, direkomendasikan gigi tersebut untuk di ekstraksi. Foto oklusal maksila
menunjukkan akar molar maksila yang mengalami blunting ringan (Gambar 4.18 I).

Universitas Indonesia
Gambar 4.18 A B.Foto paska perawatan menunjukkan bibir protusif pasien berkurang. C-G.Foto
intraoral paska perawatan. H.Radiografi panoramik paska perawatan. I.Radiografi
oklusal maksila
Analisis sefalometri paska perawatan menunjukkan pola skeletal yang lebih
seimbang dan hubungan gigi geligi yang lebih baik (Gambar 4.19 A). Perbandingan
nilai sefalometri sebelum dan setelah perawatan menunjukan perbaikan pola dental dan
skeletal yang baik, namun tidak ada perubahan nilai ANB 4° (Gambar 4.19 B).
Superimposisi radiografi sefalometri sebelum dan sesudah perawatan menunjukkan
retraksi insisif dan bibir maksila dan mandibula (Gambar 4.19 C). Superimposisi
maksila menunjukkan intrusi sebanyak 3 mm menjadi 4 mm pada insisif maksila.
Superimposisi mandibula menunjukkan insisif mandibula tipping ke arah distal

Universitas Indonesia
sebanyak 2 mm. Superimposisi pada profil wajah atas menunjukkan protusi bibir yang
berkurang (Gambar 4.19 D).

A B
A

C D

Gambar 4.18 A.Analisis sefalometri paska perawatan B.Perbandingan analisis sefalometri sebelum
dan sesudah perawatan C.Superimposisi tracing sebelum dan sesudah perawatan
menunjukkan intrusi dan retraksi insisif maksila D.Superimposisi pada maksila,
mandibula dan profil wajah depan menunjukkan perubahan pola gigi dan wajah

Setelah perawatan aktif dan pelepasan kawat traksi, prosedur pembedahan ketiga
dilakukan untuk pelepasan implan K-1. Jaringan lunak dianestesi, insisi pada lokasi,
perletakan dilepaskan dengan utility plier, implan di lepas. Meskipun implan mengalami
osteointegrasi dan tidak bergerak selama perawatan, area permukaan osteointegrasi
tidak mencegah screw mudah dilepas (Gambar 4.20). Penting untuk meningkatkan
rotasi secara perlahan selama pelepasan implan.

Universitas Indonesia
Gambar 4.18 Prosedur pelepasan penjangkaran implan K-1 setelah akhir perawatan aktif, A.Implan
K-1 dan perlekatan supramukosa tertanam dibawah mukosa menutupi tulang
interradikular antara insisif sentral dan lateral maksila. B C.Pelepasan perlekatan.
D.Pelepasan implan E.Penjahitan setelah pelepasan kedua implan K-1 F.Implan dan
perlekatan setelah dilepas

Pasien sangat puas dengan hasil perawatan dan kembali untuk kontrol berkala.
Setelah 2 tahun perawatan didapatkan bentuk wajah dan interdigitasi bukal kanan yang
tidak berubah (Gambar 4.21 A-G). Terdapat sedikit relaps sebanyak 1 mm pada
interdigitasi bukal kiri menjadi hubungan kelas II. Radiografi panoramik berkala
menunjukkan kesehatan rongga mulut yang baik (Gambar 4.21 H). Evaluasi sefalometri
menunjukkan peningkatan ANB sebanyak 0,5° (Gambar 4.21 I). Secara keseluruhan,
hasil perawatan sangat baik.

Universitas Indonesia
I

Gambar 4.18 A B.Pasien dua tahun setelah perawatan dan profil wajah tetap stabil. C-G.Foto
intraoral dua tahun setelah perawatan menunjukkan hubungan kelas I pada sisi kanan
tetap stabil, namun pada sisi kiri relaps menjadi hubungan kelas II. H.Radiografi
panoramik dua tahun setelah perawatan. I.Analisis sefalometri 2 tahun setelah
perawatan menunjukkan peningkatan hubungan ANB (4° menjadi 4,5°).

Kesimpulan
Sistem mini implan K-1 secara rutin mencapai osteointegrasi kurang lebih setelah
3 bulan penyembulan paska operasi. Untuk menghindari waktu perawatan yang lebih
lama, TAD harus ditempatkan sebelum atau saat awal perawatan aktif. Saat levelling
awal telah didapatkan, penyembuhan selesai dan kondisi osteointegrasi telah siap
sebagai penjangkaran. Terdapat laporan kasus penggunaan implan K-1 untuk intrusi dan
retraksi insisif maksila. Alat ini telah terbukti lebih reliabel dibandingkan miniscrew
TAD nonintegrasi, umumnya saat terdapat beban ekstrusi pada implan. TAD yang
terosteointegrasi mudah dilepaskan setelah perawatan.

Universitas Indonesia
BAB 5
FAKTOR DALAM PENGGUNAAN PENJANGKARAN SKELETAL
Dua faktor utama pada peningkatan penggunaan alat penjangkaran skeletal adalah
kesulitan dalam mendapatkan kepatuhan pasien, yang mengarahkan ortodontis untuk
fokus pada alat yang berfungsi tanpa kepatuhan pasien (compliance-free anchorage),
dan peningkatan jumlah pasien dewasa dan lansia yang sulit untuk menggunakan alat
konvensional.
Penjangkaran konvensional berdasar pada aturan praktis yang menyatakan bahwa
makin banyak gigi akan memberikan penjangkaran lebih banyak dibanding sedikit gigi.
Karena tidak terdapat batas minimal gaya yang dapat menghasilkan pergerakan, tidak
ada alat yang dapat memberikan “penjangkaran absolut”. Pendekatan lain dalam
penjangkaran tanpa kepatuhan adalah konsep differential moment. Hal ini berarti,
stimulus unit penjangkaran adalah “gerakan translasi”, sedangkan stimulus unit
pergerakan gigi adalah “gerakan tipping”. Pendekatan differential moment berdasar
pada gerakan tipping yang lebih mudah didapatkan dibandingkan gerakan translasi,
sehingga penjangkaran dibutuhkan.
Meskipun beberapa sistem penjangkaran konvensional atau penjangkaran tanpa
kepatuhan mampu menghasilkan penjangkaran yang berbeda, tidak ada metode yang
dianggap mampu untuk menghasilkan penjangkaran absolut yang diinginkan ortodontis.
Penjangkaran absolut hanya dapat dihasilkan melalui gigi ankilosis dan sistem
penjangkaran skeletal. Terdapat berbagai sistem penjangkaran skeletal yang telah
diperkenalkan dalam beberapa dekade terakhir.

Klasifikasi
Sistem penjangkaran skeletal dapat diklasifikasikan dalam dua kategori
berdasarkan sumbernya (Box 5.1). Kategori pertama dikembangkan dari implan gigi
dan memiliki karakteristik berdasarkan bagian intraoseus yang menjadi permukaan
untuk meningkatkan osteointegrasi. Kategori ini meliputi implan palatal dan retromolar.
Kedua alat ini diinsersikan sebagai implan gigi dengan prosedur pengeburan, diikuti
dengan periode penyembuhan untuk osteointegrasi sebelum beban disempurnakan.
Variasi spesial pada kategori ini adalah onplant yang diperkenalkan oleh Block dan
Hoffman.

Universitas Indonesia
Onplant dianggap kurang invasif karena tidak ditempatkan pada tulang, namun
diantara periosteum dari palatum dan tulang menggunakan prosedur tunnel (menyerupai
terowong). Alat ini terdiri dari piringan titanium-hidroksiapatit dengan lubang berulir
yang ditempatkan pada mukosa. Sebuah penyangga dapat diinsersikan untuk bertindak
sebagai penjangkaran.
Kategori lainnya dalam penjangkaran skeletal bersumber dari pembedahan screw
dan memiliki karakteristik berdasarkan bagian intraoseus yang di poles dengan
perlekatan bedah screw. Alat ini dibebankan segera setelah insersi. Kedua kategori
utama adalah miniplate dengan variasi tambahan transmukosa dan screw tunggal atau
mini implan.
Berdasarkan konfigurasi kepalanya, mini implan dapat digunakan sebagai
penjangkaran langsung dan tidak langsung. Kepala mini implan dapat dibentuk
menyerupai button yang dapat diikatkan dengan elastik atau kawat. Beberapa dari alat
ini juga memiliki lubang di leher yang dapat ditarik oleh kawat. Kedua pendekatan ini
memungkinkan kontak hanya pada satu titik dan aplikasi gaya dari gigi dapat
dipindahkan pada penjangkaran screw. Jenis mini implan lain memiliki kepala
menyerupai bracket yang dapat diikatkan dengan kawat dan dihubungkan dengan
bracket pada gigi agar menjadi kesatuan unit, sehingga dapat digunakan sebagai
penjangkaran.

Indikasi
Penjangkaran skeletal adalah penjangkaran yang paling sering digunakan sebagai
pengganti penjangkaran konvensional, terutama headgear, yang sangat mengurangi
masalah kepatuhan pasien. Beberapa laporan kasus dan penelitian klinis menunjukkan

Universitas Indonesia
penjangkaran skeletal dapat melebarkan capaian ortodontis dalam menyediakan
perawatan yang sebelumnya dianggap tidak mungkin untuk dilakukan.
Tabel 5.1 merangkum penelitian klinis dari PubMed menggunakan kata kunci
“penjangkaran skeletal dan ortodontis”. Hanya penelitian klinis dan laporan kasus yang
dimasukkan dengan hasil menggunakan eksperimen pada hewan berdasarkan
spesiesnya. Randomized controlled trials (RCTs) sulit untuk menunjukkan sistem
penjangkaran skeletal.

Terdapat pendapat bahwa penjangkaran skeletal tidak dapat menggantikan


penjangkaran konvensional hanya karena alat ini tidak membutuhkan kepatuhan pasien.
Alat lain yang tidak membutuhkan kepatuhan pasien telah banyak diperkenalkan di
dunia ortodonti, namun karena hukum Newton ketiga, tidak ada alat intraoral yang
dapat memberikan penjangkaran absolut. Bahkan dengan kepatuhan yang memuaskan
tidak dapat memberikan penjangkaran absolut, yang terkadang membutuhkan koreksi
dari protusi alveolar.

Universitas Indonesia
Dalam pendapat penting melawan penjangkaran skeletal, Kesling mengklaim
bahwa terdapat banyak masalah yang diperoleh dari miniscrew dan dianggap sebagai
masalah iatrogenik akibat kecacatan sistem biomekanika. Kesling berpendapat bahwa
masalah yang konon dapat diselesaikan dengan penggunaan miniscrew sebenarnya
disebabkan karena:
1. Deepening anterior bite saat penutupan ruang posterior
2. Kesulitan dalam intrusi gigi anterior dan koreksi midline gigi
3. Kebutuhan gaya berat dalam mendapatkan gerakan sliding dan aktif, serta untuk
koreksi diskrepansi kelas II dan kelas III antar rahang
Penjangkaran skeletal tidak boleh digunakan sebagai jalan pintas bagi orang
dengan ilmu biomekanis yang tidak mencukupi. Hal ini perlu digarisbawahi, bahwa
penjangkaran skeletal dapat membantu klinisi memperlebar capaian ortodontis dengan
menyediakan perawatan yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan. Salah satu
contohnya adalah Melsen et al yang melakukan retraksi dan intrusi gigi anterior dengan
kawat bedah yang ditempatkan melalui krista infrazigoma pasien dengan kondisi
kehilangan gigi molar (Gambar 5.1). Robert et al menggunakan implan retromolar
untuk menggantikan molar kedua dan ketiga melalui ruang pencabutan molar pertama,
tanpa mengganti gigi lain pada arah posterior.

Universitas Indonesia
Gambar 5.1 A-F.Pasien wanita dengan keluhan gigi geligi yang tidak teratur dan tidak ada oklusi
posterior. G-J.Kawat pada zigoma digunakan sebagai penjangkaran untuk intrusi dan
retraksi gigi anterior rahang atas. K-N.Pasien setelah perawatan dan rekonstruksi gigi
anterior.

Universitas Indonesia
Penjangkaran skeletal memiliki hasil yang menguntungkan hanya terbatas bagi
pasien dengan indikasi sebagai berikut:
1. Pasien dengan gigi yang tidak mencukupi untuk aplikasi penjangkaran
konvensional (Gambar 5.2)
2. Pasien yang bila gaya diberikan pada unit reaktif akan menyebabkan efek
samping (Gambar 5.3 dan 5.4)
3. Pasien dengan kebutuhan pergerakan gigi asimetris dalam semua bidang ruang
(Gambar 5.5)
4. Pasien tertentu, sebagai alternatif dari bedah ortognati (Gambar 5.6)
5. Sebagai penjangkaran bagi pergerakan gigi, untuk mempersiapkan tulang
sebagai implan gigi (Gambar 5.7)

Universitas Indonesia
Gambar 5.2 A-C.Pasien dengan overjet besar dan gigi yang tidak cukup untuk penjangkaran
konvensional. D-F.Mini implan pada krista infrazigoma sebagai penjangkaran untuk
pergerakan distal seluruh gigi pada sisi kanan rahang atas, dimulai dari premolar
kedua. Untuk kontrol rotasi, TPA diinserikan pada tube vertikal di sisi kiri. G.Satu
bulan setelah perawatan. H-I.Empat bulan setelah perawatan. J-K.Delapan bulan
setelah perawatan, premolar kedua telah mencapai hubungan kelas I dan bersatu
dengan mini implan, kondisi ini dapat dijadikan sebagai penjangkaran untuk
pergerakan distal premolar pertama. L-N.Kesatuan premolar secara tidak langsung
berperan sebagai penjangkaran untuk gigi anterior rahang atas.

Universitas Indonesia
Gambar 5.3 A-C.Pasien dewasa dengan agenesis gigi premolar kedua pada rahang kanan. Ruangan
tertutup sebagian karena tipping mesial gigi molar pertama dan sebagian karena
tipping distal gigi anterior. D-F.Selama uprighting molar rahang bawah, mini implan
digunakan untuk menjaga posisi mahkota molar. Levelling menyebabkan tipping
mesial dan intrusi gigi anterior. G-I.Setelah levelling gigi molar berpindah ke mesial
dengan Sentalloy coil spring. Perpindahan diselesaikan dengan sliding mechanics
untuk menghindari rotasi gigi molar. J-LHasil perawatan. Ruangan dari kehilangan
gigi premolar telah tertutup dan hubungan molar mesioklusi. Keseimbangan
dibutuhkan untuk meningkatkan oklusi

Universitas Indonesia
Gambar 5.4 A-B.Pasien dengan agenesis gigi premolar kedua rahang atas. C-D.Dua mini implan
diinsersikan diantara gigi kaninus dan insisif lateral, serta berfungsi sebagai
penjangkaran untuk mesialisasi molar. Untuk menghindari tubrukan coil spring pada
regio kaninus, spring diperluas dari gigi molar ke kawat menghubungkan kepala screw
dengan bracket kaninus. E-G.Panjang dari aplikasi dan arah gaya dikontrol oleh tinggi
power arm. H-I.Pelepasan screw. Oklusi diperkuat dengan elastik

Universitas Indonesia
Gambar 5.5 A-C.Pasien yang membutuhkan pergerakan gigi asimetri. Rencana perawatan dengan
menempatkan mini implan tunggal pada regio premolar pertama rahang atas dan
mencapai oklusi penuh pada molar kedua rahang atas. Hal ini dapat diselesaikan
dengan mesialisasi 6mm molar kedua rahang atas kiri dan gerakan resiprokal ringan
dari kaninus kiri rahang atas dan premolar kedua. D-F.Mini implan di insersikan antara
kaninus kiri rahang atas dan premolar kedua, dan berperan sebagai penjangkaran
langsung untuk mesialisasi molar kedua, dengan Sentalloy coil yang dilekatkan pada
power arm. Untuk memandu molar kedua sesuai posisi yang diinginkan, hinge
ditempatkan melalui palatum. Gigitan ditinggikan dengan Triad, yang berperan
sebagai penjangkaran bagi hinge dan memberikan gerakan bagi molar kedua tanpa
hambatan. G.Mini implan digunakan untuk penjangkaran langsung dan tidak langsung.
Kawat SS melewati mini implan melalui slot dari bracket premolar dan puncak
perletakan band molar kedua untuk memberikan intrusi selama mesialisasi. H-
J.Mesialisasi dan uprighting molar kedua. Uprighting spring dilekatkan pada
penjangkaran tidak langsung. Dalam arah palatal, Sentalloy coil diaplikasikan antara
power arm molar kedua dan mini implan dijadikan sebagai penjangkar bagi premolar
kedua untuk kontrol rotasi gigi molar kedua. K-M.Mini implan dilepaskan dan implan
gigi ditempatkan. N-O.Tanda amalgam secara tidak sengaja pada molar pertama
rahang atas menggambarkan perpindahan mesial molar kedua.

Universitas Indonesia
Gambar 5.6 A-C.Wanita 47 tahun mengeluhkan retrognati alveolar pada mandibula akibat
peningkatan overjet. Lengkung mandibula asimetris akibat ankilosis gigi kaninus telah
dihilangkan pada sisi kiri. Pasien tidak menginginkan pembedahan yang melibatkan
osteotomi sagital split dengan memajukan mandibula, diikuti dengan pengurangan
simpisis yang dikeluhkan. D.Dua mini implan diinsersikan pada simpisis dan berperan
sebagai penjangkaran untuk perpindahan kedepan dari lengkung mandibula. Hipertropi
mukosa muncul sebagai reaksi dari aktivitas insersi otot mentalis didekat mini implan.
E-G.Profil dan oklusi setelah perawatan. Implan digunakan untuk menggantukan
kaninus kiri yang hilang.

Gambar 5.7 A.Pasien dengan kehilangan molar dan premolar kedua sisi kiri disertai atropi prosesus
alveolar. B.Premolar di distalisasi dengan screw submucosa untuk menghasilkan
tulang bagi persiapan implan gigi di distal kaninus. C-D.Setelah perawatan terlihat
regenerasi ketinggian dan ketebalan prosesus alveolar
Kegagalan

Universitas Indonesia
Evaluasi penjangkaran skeletal berfungsi untuk mengetahui kegunaannya dan
kemungkinan kegagalan dan efek samping yang dapat terjadi. Terdapat tiga tipe laporan
yang berfokus pada kegagalan mini implan, yaitu tes laboratoris, penelitian pada hewan
dan kasus klinis.
Kekuatan mekanis alat penjangkaran skeletal telah dianalisis menggunakan tes
laboratoris dan kalkulasi beban. Carnano et al menguji resistensi tiga screw
penjangkaran skeletal dengan panjang (11 mm) dan diameter (15 mm) yang sama
terhadap fraktur selama bending dan rotasi. Mereka menyimpulkan bahwa screw
berbahan stainless steel lebih resisten terhadap deformasi dibandingkan dengan screw
berbahan titanium (Ti). Rotasi yang berhubungan dengan aplikasi gaya couple tidak
jauh berbeda pada ketiga jenis screw. Dalstra et al menciptakan model matematis dari
dampak diameter terhadap stres internal. Mereka mendemonstrasikan bahwa nilai stres
dan resiko fraktur meningkat seiring dengan berkurangnya diameter dibawah 1,5 mm
(Gambar 5.8).

Gambar 5.8 Hubungan antara stres dan diameter screw

Kebutuhan insersi mini implan pada gaya rotasi dipengaruhi oleh potongan dan
diameter bagian ulir, serta densitas dan ketebalan tulang. Angka kegagalan dalam uji
klinis rendah. Tidak ada laporan menunjukkan detail kegagalan. Evaluasi alat hanya
menunjukkan sedikit gambaran mengenai angka kegagalan, namun keputusan implan
dalam hubungan masalah klinis sangat penting.
Pada penelitian klinis, kegagalan alat sinonim dengan kehilangan mini implan,
dan angka kegagalan bervariasi antara 10%-30%. Faktor seperti fraktur mini implan,
infeksi dan kerusakan gigi perlu menjadi pertimbangan.

Universitas Indonesia
Prediksi Kegagalan Klinis
Kegagalan klinis yang paling sering muncul umumnya berhubungan dengan hal
berikut ini:
1. Desain dan dimensi mini implan
2. Pegangan saat insersi dan waktu serta level gaya yang diaplikasikan oleh operator
3. Kuantitas dan kualitas tulang yang menjadi lokasi insersi
Stabilitas awal penting untuk menjaga penjangkaran. Angka kegagalan tidak
berbeda antara mini plate dan mini screw tunggal. Dalam penelitian prospektif,
beberapa peneliti menemukan bahwa lokasi anatomi dan jaringan lunak periimplan
adalah faktor penting dalam penentuan prognosis. Menurut Miyawaki, faktor seperti
diameter screw yang tipis, sudut bidang mandibula tinggi dan inflamasi periimplan
dapat dipertimbangkan menjadi resiko. Kuroda menemukan bahwa prosedur insersi
merupakan faktor prognostik karena banyak kasus kehilangan penjangkaran setelah
bedah flap daripada dengan proses predrilling langsung melalui mukosa.

Kegagalan Penelitian Oleh Aarhus


Untuk menganalisis tipe kegagalan dan konsekuensi pada hasil perawatan,
penelitian prospektif dilakukan oleh departemen ortodonsi, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Aarhus, Denmark pada 2004. Alat penjangkaran diinsersikan oleh peneliti
yang merupakan seorang profesor dan mahasiwa paska sarjana yang telah melakukan
insersi implan atau penjangkaran skeletal sebelumnya. Mini implan diinsersikan
berdasarkan instruksi peneliti. Alat yang digunakan adalah Absoranchor screw pada
area interradikular maksila dan mini implan Aarhus (Gambar 5.9).

Gambar 5.9 A.Mini implan Aarhus dengan buttonlike head agar dapat melekatkan Sentalloy spring.
B.Mini implan Aarhus dengan bracketlike head agar kawat dapat diinsersikan,
sehingga mini implan dapat berfungsi sebagai penjangkaran tidak langsung

Universitas Indonesia
Untuk menginsersi mini implan Aarhus, kerangka kawat ortodonsi
mengindikasikan lokasi insersi direkatkan dengan komposit dan foto periapikal diambil
untuk memberikan informasi pada lokasi dan arah insersi (Gambar 5.10).

Gambar 5.10 A-B. Insersi dilakukan pada mukosa secara langsung dengan hand-driven screwdriver

Setelah proses membersihkan mukosa dengan 0,2% klorheksidin, mini implan


diinsersikan dengan screwdriver manual. Bagian alur screw diinsersikan pada tulang
dan screwdriver berhenti saat leher implan menyentuh periosteum.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai