Anda di halaman 1dari 8

Laporan Kasus

Penanganan Sukses dari Ludwig’s Angina Akibat Displacement


Dental Implan : Sebuah Laporan Kasus yang Jarang

Lincoln Lara Cardoso,1 Giovanni Gasperini,1 Leandro Carvalho Cardoso,1


Guilherme Romano Scartezini,1 Annika Ingrid Maria Soderberg Campos,2
dan Heloisa Fonseca Marão2
1
Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Aparecida de Goiânia Hospital,
Goiânia, Goiás, Brazil
2
Department of Implantology, University of Santo Amaro, São Paulo, São Paulo,
Brazil

Bedah Dental implan adalah prosedur umum pada praktek bedah mulut dan
maksilofasial. Pelatihan yang luas, keterampilan, dan pengalaman dapat
menghasilkan prosedur yang dapat dilakukan dengan pendekatan yang atraumatik,
namun seperti pada teknik bedah lainnya, prosedur ini juga dapat mengalami
kecelakaan dan komplikasi. Kasus ini adalah kasus klinis yang tidak biasa dari
displacement sebuah implan secara tidak sengaja ke dalam spasia submandibula
yang kemudian berlanjut menjadi Ludwig’s angina, dan kasus ini belum
dijelaskan sebelumnya pada literatur. Laporan kasus ini menggambarkan sebuah
kasus klinis dari displacement dental implan ke dalam spasia submandibula
setelah dilakukan pelepasan healing cap. Setelah tujuh hari, kasus ini berlanjut
menjadi Ludwig’s angina. Pengeluaran implan dilakukan melalui akses ekstraoral
pada daerah submandibula dengan menggunakan forsep hemostatik dan teknik
radioskopik. Setelah implan dikeluarkan, kasus klinis ini menunjukkan pemulihan
yang memuaskan dan menekankan kepada pentingnya rencana klinis yang cermat
untuk mendapatkan rencana perawatan yang sesuai, dimana hal ini penting untuk
mendapatkan prognosa yang baik. Oleh sebab itu, pencegahan dan penanganan
displacement objek membutuhkan rencana perawatan dan teknik bedah yang
tepat.

1
2

1. Pendahuluan
Protokol rehabilitasi implan dianggap sebagai perawatan dengan
prediktabilitas bedah dan prostetik yang baik dengan angka kesuksesan yang
tinggi [1]. Meskipun bedah dental implan sederhana, dapat diprediksi, dan
merupakan prosedur yang aman, kecelakaan dan komplikasi dapat terjadi [2].
Komplikasi yang sering ditemukan pada perawatan dental implan titanium adalah
infeksi, reaksi penolakan implan, dan displacement implan. Displacement implan
ke dalam sinus maksilaris adalah komplikasi yang umum ditemukan pada bedah
mulut dan maksilofasial, namun displacement implan juga dapat terjadi pada
spasia fasial, terutama pada infratemporal, bukal, sublingual, dan fossa
submandibula [3-5].
Ludwig’s angina pada awalnya dideskripsikan oleh seorang dokter militer
dari Jerman Wilhelm Frederick von Ludwig pada tahun 1836. Penyakit ini adalah
tipe infeksi pada jaringan lunak (selulitis) yang melibatkan tiga ruang dari dasar
mulut [6]. Perawatan dari Ludwig’s angina harus terdiri dari penanganan jalur
nafas, terapi antibiotik yang memadai, dan bedah drainase intraoral atau ekstraoral
jika diperlukan [7]. Meskipun displacement objek dapat terjadi pada hampir
semua prosedur bedah mulut dan maksilofasial, tidak terdapat laporan pada
literatur tentang displacement dental implan yang kemudian menyebabkan
Ludwig’s angina. Jadi, tujuan dari artikel ini adalah untuk menunjukkan kasus
yang jarang dari Ludwig’s angina akibat displacement dental implan ke dalam
spasia submandibula. Oleh sebab itu, direkomendasikan perawatan awal dan
penanganan yang tepat, karena kasus ini adalah diagnosa klinis dengan perjalanan
penyakit yang tidak dapat diprediksi.

2. Laporan Kasus
Seorang pria berusia 47 tahun menjalankan perawatan bedah mulut di
klinik gigi pribadi untuk dental implan pada regio posterior mandibula. Sesuai
dengan riwayat dokter bedah dan pasien, implan tersebut (Titamax implants 3:75
3

× 11mm, Neodent, Curitiba, Paraná, Brazil) ditempatkan pada gigi molar pertama
kanan bawah, namun fenestrasi dari tulang kortikal lingual membutuhkan
regenerasi tulang secara bersamaan dengan menggunakan bahan lyophilized
bovine bone grafts (Genox Inorganic, Baumer, SP, Brazil) dan membran kolagen
(GenDerm, Baumer, SP, Brazil). Stabilitas utama dari dental implan ini diperiksa
menggunakan torque wrench dengan tekanan 32 N·cm dan healing cap dipasang.
Tidak terdapat komplikasi paska bedah selama periode perbaikan tulang.
Setelah 120 hari, saat dilakukan pelepasan healing cap, secara tidak
sengaja implan tersebut masuk ke dalam spasia submandibula. Meskipun akses
lingual dilakukan melalui flap intrasulkular pada waktu yang sama, implan
tersebut tidak dapat terlokalisasi. Oleh sebab itu, akses intraoral ditutup dan pasien
diberi medikasi amoxicillin (500 mg, 08/8 jam/07 hari), nimesulide (100 mg,
12/12 jam/03hari), dan dipyrone sodium (500 mg, 06/06 jam). Pasien diinstruksi
untuk menjalankan computed tomography (CT) scan pada mandibula untuk
penilaian ulang dan pengeluaran implan.
Pemeriksaan radiografi panoramik dan CT scan menunjukkan
displacement dental implan ke dalam spasia submandibula dan fraktur pada tulang
kortikal lingual mandibula disamping daerah gigi #36 (Gambar 1(a) dan 1(b)).
Pasien disarankan untuk datang kembali 48 jam kemudian, namun pasien datang 7
hari kemudian dengan keluhan sakit, bengkak pada wajah, demam, dan kesulitan
untuk menelan. Setelah pemeriksaan awal, pasien dirujuk ke Buccomaxillofacial
Surgery Service of the Aparecida de Goiânia Hospital, Goiânia, Goiás, Brazil
(Gambar 2(a)-2(c)).
4

Gambar 1 (a): Gambaran radiografi panoramic. (b) Cone beam computed


tomographs secara sagital menunjukkan displacement dental implan dan fraktur
tulang kortikal lingual mandibula disamping gigi #36

Gambar 2: (a) Aspek klinis dari Ludwig’s angina. (b) Tanda panah
menunjukkan edema pada leher. (c) Hambatan membuka mulut

Pada pemeriksaan fisik, pasien menunjukkan pembengkakan pada daerah


submental. Pada spasia submandibula dan sublingual terdapat gejala sakit saat
dilakukan palpasi lokal secara bilateral, trismus, pembukaan mulut sekitar 20mm,
disfonia, sakit saat palpasi pada daerah servikal, dan drainase purulen pada
intraoral serta melibatkan dasar mulut. Dengan melihat gejala klinis pasien, uji
5

laboratorium dan rawat inap dianjurkan. Uji laboratorium mengkonfirmasikan


adanya infeksi, dan pasien didiagnosa Ludwig’s angina.
Setelah retraksi flap lingual pada daerah dimana pemasangan implan
dilakukan, pelepasan perlekatan mukoperiosteum dilakukan untuk eksplorasi pada
daerah tersebut, namun dental implan tidak ditemukan. Akibat gagalnya prosedur
intraoperatif, maka diputuskan untuk menggunakan prosedur bedah dengan
radiografi sebagai profil. Pada saat itu, telah dipastikan displacement implan ke
dalam spasia submandibula (Gambar 3(a)). Bersamaan dengan perawatan
tersebut, akses ekstraoral dilakukan pada daerah submandibula dengan forsep
hemostatik dan teknik radioskopik, sehingga dental implan dapat dijepit dan
dikeluarkan (Gambar 3(b)).

Gambar 3:
(a) Profil X-ray menunjukkan lokasi dental implan pada daerah submandibula. (b)
X-ray menunjukkan penjepitan dan pengeluaran dental implan

Setelah dikeluarkan, sebuah drain Penrose dimasukkan ke dalam regio


bilateral submandibula dan pasien tetap dirawat inap selama 72 jam untuk kontrol,
diberikan ceftriaxone (1g, 12/12 jam), clindamycin (600mg, 06/06 jam),
dexamethasone (5mg, 12/12 jam), tenoxicam (20mg, 12/12 jam), dan sodium
dipyrone (2cc, 06/06 jam). Drain Penrose tersebut dikeluarkan setelah 48 jam.
Pemulihan paska bedah pasien berjalan dengan lancar, dengan tanda dan gejala
klinis yang memulih, dan pasien dipulangkan dari rumah sakit dengan resep obat
clindamycin (600 mg, 06/06 jam selama 7 hari). Setelah 7 hari, pasien datang
6

untuk dilakukan pemeriksaan kembali. Pemeriksaan klinis dan radiografi


dilakukan, pasien tidak menunjukkan adanya tanda infeksi maupun hambatan saat
membuka mulut dan tidak terdapat keluhan nyeri (Gambar 4).

Gambar 4 : Radiorgafi panoramik paska bedah tanpa keluhan lainnya


setelah 7 hari

3. Diskusi
Laporan tentang displacement implan secara tidak sengaja umumnya
mengindikasikan implan yang berada pada struktur kraniofasial atas seperti sinus
maksilaris, sinus ethmoid, atau dasar orbital [8]. Namun, displacement sebuah
implan pada spasia bagian bawah dan berlanjut menjadi Ludwig’s angina belum
pernah dilaporkan sebelumnya pada literatur.
Kualitas jaringan tulang pada daerah posterior dari maksila dan mandibula,
variasi anatomi, teknik bedah yang tidak memadai, ahli bedah yang tidak
berpengalaman, perencanaan yang tidak cukup, resorpsi tulang, tekanan oklusal
yang tidak baik, dan kekurangan tulang dapat menyebabkan komplikasi
displacement dental implan [3,9].
Fossa submandibula merupakan daerah yang memiliki resiko tinggi saat
pemasangan dental implan karena kemungkinan fenestrasi atau perforasi dari
tulang kortikal lingual. Saat fossa submandibula jelas ditentukan, implan harus
diarahkan secara benar agar perforasi tepat [10,11]. Menurut Kim dkk (2015),
dental implan dapat terlepas diantara tulang alveolar dan flap lingual ketika tulang
kortikal lingual mandibula tidak ada, sehingga menyebabkan implan beresiko
untuk masuk ke bagian bawah dari jaringan lunak [12].
7

Jadi, CT scan dapat memberikan gambaran dari anatomi fossa


submandibula dan informasi penting dalam mengevaluasi daerah posterior
mandibula untuk pemasangan implan [13]. Tinggi dan ketebalan tulang, lokasi
kanal mandibula, dan gambaran anatomi fossa submandibula akan menentukan
panjang dan diameter implan, serta persiapan sudut implan [14]. Pada laporan
kasus ini, CT scan tidak dilakukan untuk merencanakan pemasangan implan,
hanya digunakan setelah terjadi displacement implan ke dalam spasia
submandibula untuk menentukan lokasi dan pembedahan untuk mengeluarkan
implan tersebut.
Infeksi yang berlanjut ke Ludwig’s angina mungkin berhubungan dengan
faktor seperti fraktur tulang kortikal lingual pada daerah gigi #36, terapi antibiotik
yang tidak memadai, pasien tidak kembali setelah 48 jam, kebersihan rongga
mulut yang buruk, dan istirahat yang tidak cukup,
Komplikasi akibat displacement dental implan ke daerah submandibula
dapat dihindari dengan rencana pembedahan yang tepat melalui CT scan. Oleh
sebab itu, pemasangan implan dengan panjang dan diameter yang tidak memadai
serta posisi tiga dimensi yang salah harus dihindari. Pada laporan kasus ini, kami
yakin bahwa penyebab utama dari displacement implan adalah ahli bedah yang
tidak berpengalaman, menyebabkan perencanaan bedah yang salah. Implan
tersebut dipasang terlalu ke arah lingual (tidak dilakukan CT), menyebabkan
fenestrasi dan fraktur dari tulang kortikal lingual. Akibatnya, tidak terdapat
stabilitas utama saat periode osseointegrasi dan implan masuk ke dalam spasia
submandibula saat prosedur pelepasan healing cap dilakukan.

4. Kesimpulan
Kesimpulannya, displacement dental implan ke dalam spasia
submandibula dan berlanjut menjadi Ludwig’s angina merupakan komplikasi
yang jarang terjadi pada kasus implan di kedokteran gigi. Intervensi awal untuk
mempertahankan jalur nafas, termasuk drainase dan pengeluaran dental implan,
adalah penting untuk dilakukan dalam perawatan. Pada laporan kasus ini,
peralatan radioskopik terbukti efisien dalam mengeluarkan dental implan.
8

Konflik Kepentingan
Penulis menyatakan tidak terdapat konflik kepentingan perihal publikasi dari
laporan ini.

Anda mungkin juga menyukai