Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang begeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya
(dari mangkuk) sendi (Rejo, 2013).
Dislokasi adalah pindahnya permukaan sentuh tulang yang
menyusun sendi. Cidera ini dihasilkan oleh gaya yang menyebabkan sendi
melampaui batas normal anatomisnya. Pindahnya ujung tulang yang
incomplete disebut dislokasi tidak sempurna (subluxation). Oleh karena
fungsi ligamen adalah juga untuk mencegah perpindahan atau
pergerakkan sendi yang abnormal, semua sprains mengahasilkan derajat
subluxation. Dislokasi yang komplet terjadi saat pemisahan yang komplet
dari ujung tulang (Zairin Noor, 2012).
Dislokasi sendi terjadi ketika tulang bergeser dari posisinya pada
sendi. Subluksasi adalah dislokasi parsial sendi. Dislokasi sendi biasanya
terjadi setelah trauma berat, yang mengganggu kemampuan ligamen
menahan tulang di tempatnya. Dislokasi akibat trauma terdapat nyeri
terkait yang nyata, pembengkakan, dan dapat kehilangan rentang gerak
sendi (Elisabeth J. Corwin, 2009).
Dislokasi merupakan gangguan yang terjadi karena pergeseran
tulang penyusun sendi dari posisi awal karena jaringan ligamen yang
sobek atau tertarik (Tarwoto, 2009).
Dislokasi merupakan suatu kondisi terjadinya kehilangan hubungan
yang normal antara kedua permukaan sendi secara komplet atau lengkap.

6
7

Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal atau


kedua permukaan sendi secara komplet/lengkap. (Arif Muttaqin, 2008).
Dislokasi ialah terlepasnya sebuah sendi dari tempat yang
seharusnya. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-
ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya sendi itu akan gampang
mengalami dislokasi kembali. Apabila dislokasi itu disertai pula oleh
patah tulang, pembetulannya menjadi sulit dan harus dikerjakan di rumah
sakit. Semakin awal usaha pengembalian sendi itu dikerjakan, semakin
baik penyembuhannya. Tetapi apabila setelah dicoba dua tiga kali belum
berhasil, maka penderita harus segera dikirim ke rumah sakit dengan
sendi yang cedera sudah dibidai (Kartono Mohamad, 2005).
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa dislokasi merupakan
pergerseran tulang penyusun sendi dari mangkuknya. Dislokasi
Radioulnar Joint Dextra merupakan dislokasi yang terjadi pada
persendian radioulnar pada pergelangan tangan.

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Tulang

Gambar 2.1 Anatomi Radioulnar


Sumber : Noname. 2013. (online)
(http://www.sportsinjuryclinic.net/sport-injuries/wrist-pain/distal-
radioulnar-subluxation, diakses tanggal 31 Mei 2016 pukul 17:15)
8

b. Fisiologi
Menurut Arif Muttaqin (2008:13)
1) Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi
tubuh dan menjadi tempat melekatnya otot-otot yang
menggerakkan kerangka tubuh. Tulang adalah jaringan yang
terstruktur dengan baik dan mempunyai lima fungsi utama, yaitu:
a) Membentuk rangka badan.
b) Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot.
c) Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan
mempertahankan ala-alat dalam (seperti otak, sumsum tulang
belakang, jantung dan paru-paru).
d) Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat,
magnesium, dan garam.
e) Ruang di tengah tulang tertentu sebagai organ yang
mempunyai fungsi tambahan lain, yaitu sebagai jaringan
hemopoietik untuk memproduksi sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit.

Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan


organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun
pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang
disebut juga osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe
I yang kaku dan memberi tinggi pada tulang. Materi organik lain
yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan.

2) Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih.
Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara misalnya
dengan kapsul sendi, pita, fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau
otot.
9

Ada tiga tipe sendi sebagai berikut:


a) Sendi fibrosa (sinartrodial) merupakan sendi yang tidak dapat
bergerak. Sendi fibrosa tidak memilki lapisan tulang rawan.
Tulang yang satu dengan tulang yang lainnya dihubungkan
oleh jaringan penyambung fibrosa. Sala satu contohnya
adalah sutura pada tulang-tulang tengkorak. Contoh yang
kedua disebut sindesmosis yang terdiri dari suatu membran
interoseus atau suatu ligamen di antara tulang. Serat-serat ini
memungkinkan sedikit gerakan, tetapi bukan gerakan sejati.
Perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal adalah contoh
tipe sendi fibrosa ini.
b) Sendi kartilaginosa (amfiartrodial) merupakan sendi yang
dapat sedikit bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang
ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh tulang rawan hialin,
disokong oleh ligamen, dan hanya dapat sedikit bergerak.
Tipe sendi kartilaginosa sebgai berikut:
(1) Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang diliputi oleh tulang
rawan hialin. Sendi-sendi kostokondral adalah contoh
sinkondrosisi.
(2) Simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki
hubungan fibrokartilago dan selapis tipis tulang rawan
hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Simfisis pubis
dan sendi-sendi pada tulang punggung adalah contoh-
contohnya.
c) Sendi sinovial (diartrodial) merupakan sendi yang dapat
digerakkan dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi
dan permukaan sendi dilapisi tulang rawan hialin.
10

Menurut Ziarin Noor Helmi (2012;14) sendi dilumasi oleh


cairan sinovial dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik yang
terjadi pada cairan interstial tulang rawan. Tekanan yang terjadi
pada tulang tulang rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan
ke bagian yang kurang mendapatkan tekanan. Sejalan dengan
pergeseran sendi ke depan, cairan yang bergerak ini juga bergeser
ke depan mendahului beban. Cairan kemudian akan bergerak ke
belakang kembali ke bagian tulang rawan ketika tekanan
berkurang. Tulang rawan sendi dan tulang-tulang yang
membentuk sendi biasanya terpisah selama gerakan selaput cairan
ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan, tulang rawan tidak
dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak.
Kapsul sendi terdiri atas suatu selaput penutup fibrosa padat,
suatu lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung
pembuluh darah banyak dan sinovium. Sinovium membentuk
suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan membungkus
tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluas
melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga
memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan
bursa di seluruh persendian membentuk sinovium. Periosteum
tidak melewati kapsul sendi. Sinovium menghasilkan cairan yang
sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial
normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna. Jumlah
yang ditemukan pada tiap-tiap sendi relatif kecil (1-3 ml). Hitung
sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml
dan sebagian besar merupakan sel mononuklear. Asam
hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung jawab atas
viskositas cairan sinovia dan disintesis oleh sel-sel pembungkus
sinovia.
11

3. Etiologi
Menurut Rejo (2015) dislokasi terjadi saat ligamen memberikan jalan
sedemikian rupa, sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di
dalam sendi. Biasanya dislokasi sering dikaitkan dengan patah tulang/
fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh
karena kuatnya trauma, tonus, atau kontraksi otot dan tarikan. Dan
biasanya disebabkan oleh :
a. Kecelakaan Lalu Lintas
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor, biasanya
menyebabkan dislokasi.
b. Cedera berolahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah
sepak bola dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya :
terperosok akibat bermain ski, senam , volley. Pemain basket dan
pemain sepak bola paling sering mengalami dilokasi pada jari tangan
karena tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.

4. Klasifikasi Dislokasi
Menurut Kartono Mohamad, tahun 2005 klasifikasi dislokasi
berdasarkan lokasi/letaknya :
a. Dislokasi sendi rahang
Dislokasi sendi rahang terjadi karena menguap atau tertawa terlalu
lebar, atau terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka.
Akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.

Gambar 2.2 Dislokasi Rahang


Sumber : Andreas. 2012.kegawatdaruratan ortopedi. (online)
(http://www.slideshare.net/andreas040288/kedaruratan-ortoped-by-
andreas-chandra-sked, diakses tanggal 31 Mei 2016 pukul 17:30)
12

b. Dislokasi bahu
Ada beberapa kemungkinan arah disloklasi pada sendi bahu yang
cedera. Tetapi yang tersering ialah dislokasi ke depan. Yaitu, kepala
tulang lengan atas terpeleset ke arah dada. Tetapi kemana pun arah
dislokasi tersebut, ia akan menyebabkan gerakan yang terbatas dan
rasa nyeri yang hebat bila bahu digerakkan.
Tanda-tanda lainnya lengan menjadi kaku, dan siku agak terdorong
menjauhi sumbu tubuh. Ujung tulang bahu akan nampak lebih
meninjol ke luar, sedang di bagian depan tulang bahu nampak ada
cekungan ke dalam.

Gambar 2.3 Dislokasi Bahu


Sumber : dr.Chan. 2013. Cidera dan instibiliti bahu (online)
(http://www.penangortho.com/#!cedera-bahu/cr97, diakses tanggal
31 Mei 2016 pukul 17:55)

c. Dislokasi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi, dan bila tidak ditolong dengan
segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat
mengalami dislokasi kearah telapak atau punggung tangan.

Gambar 2.4 Dislokasi Jari


Sumber : Andreas. 2012. kegawatdaruratan ortopedi. (online),
(http://www.slideshare.net/andreas040288/kedaruratan-ortoped-
by-andreas-chandra-sked, diakses tanggal 31 Mei 2016 pukul
17:25)
13

d. Dislokasi pergelangan tangan


Sendi radioulnar distal terletak dekat pergelangan tangan, dapat
disebabkan oleh hiperekstensi – ekstensi persendian. Dan bila tidak
ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak.

Gambar 2.5 Dislokasi Radioulnar


Sumber : Andreas. 2012. kegawatdaruratan ortopedi. (online),
(http://www.slideshare.net/andreas040288/kedaruratan-ortoped-
by-andreas-chandra-sked, diakses tanggal 1 Juni 2016 pukul
09:50)

e. Dislokasi Sendi Panggul (hip dislocation)


Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan
atas acetabulum (dilokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi
anterior), dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
Dislokasi panggul ini paling sering dialami oleh dewasa muda dan
biasanya diakibatkan oleh abduksi.

Gambar 2.6 Dislokasi Panggul


Sumber : Elisa. 2010. BAB III Trauma Sendi. (online),
(elisa.ugm.ac.id/user/.../40973d426e3ad4ff89950ab7ca96a8dd,
diakses tanggal 1 Juni 2016 10:15)
14

5. Patofisiologi
Menurut Kimberly A. J. Bilotta (2011;177), patofisiologi dari
penyakit dislokasi ini adalah trauma yang menyebabkan pergeseran sendi
kemudian struktur sendi tersebut (seperti pembuluh darah, ligamen,
tendon, dan saraf) menjadi rusak. Cedera dapat menyebabkan pemindahan
fragmen fraktur di antara permukaan sendi yang merusak struktur
disekitarnya sehinggan fungsi sendi terganggu.
Menurut Rejo tahun 2015, patofisiologi dari dislokasi ini adalah
trauma yang menyebakan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya
merupakan trauma langsung yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah
volar atau dorsal. Jatuh pada tangan volar menyebabkan dislokasi
fragmen fraktur sebelah distal kearah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan
bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai
garpu, seperti yang terjadi fraktur colles. Sebaliknya jatuh pada
permukaan tangan sebelah dorsal menyebabkan dislokasi fragmen distal
kearah volar seperti yang terjadi pada fraktur simith.
Pada keduanya masih terdapat komponen gaya kearah deviasi radial
dan deviasi ulna yang menyebabkan patah tulang karpus. Bila luka yang
disebabkan trauma merusak jaringan ligamentum dan kaspula maka dapat
mengalami suatu dislokasi dan pindah dari letaknya semula. Jaringan
saraf dan pembuluh darah yang berdekatan dapat terganggu maka
kerusakan vertebra servikalis, medula spinalis, dapat mengalami
kerusakan atau saraf untuk muskulus deltoideus dapat terganggu bila ada
dislokasi bahu. Apabila salah satu / beberapa tulang yang berhubungan
dengan sendi yang mengalami dislokasi itu patah, maka keadaan itu
disebut “dislokasi fraktur” dari pada sendi yang bersangkutan. Pada suatu
subluxatio, kerusakan ligamentum dan kepala kapsula tidaklah
menyeluruh dan derajat perubahan letak tidak seberat dislokasi
sebenarnya.
15

6. Tanda dan Gejala


Menurut Rejo (2015), manifestasi klinis atau tanda dan gejala pada
pasien dislokasi adalah nyeri yang terasa hebat, perubahan kontur sendi,
kekakuan, kehilangan mobilitas normal, bentuk tangan abnormal, serta
gangguan gerakan karena otot tidak dapat bekerja dengan baik pada
tulang tersebut.
Menurut Zairin Noor Helmi (2012;426), tanda dan gejala utama pada
dislokasi secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Nyeri pada sendi
b. Deformitas pada persendian
c. Gangguan gerakan sendi
d. Pembengkakan sendi
Selain dari tanda gejala yang telah disebutkan diatas menurut
Kimberly A. J. Bilotta (2011:177), yang dapat ditemukan pada pasien
dislokasi adalah :
a. Pemendekkan pada ekstremitas yang terkena.
b. Terjadi keterbatasan fungsi.
c. Baal pada area yang terkena.

7. Komplikasi
Menurut Kimberly A. J. Bilotta (2011:177), komplikasi dari
dislokasi adalah :
a. Kerusakan disekitar otot, ligamen, saraf, dan pembuluh darah,
b. Nekrosis avaskular.
c. Nekrosis tulang.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Rejo (2015), pemeriksaan penunjang pada kasus dislokasi
ini yakni pemeriksaan laboraturium dasar, pemeriksaan kimia darah,
hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang,
16

hitung trombosit, urinalisasi, dan penentuan gula darah, BUM dan


elektrolit. Pemeriksaan lainnya bisa juga dengan :
a. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif
untuk membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi
sendi ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi
dimana tulang dan sendi berwarna putih.
b. CT Scan
CT scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan
bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail
dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi dimana sendi tidak
berada pada tempatnya.
c. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang
magnet dan frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan
radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran utuh (terutama
jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-scan, pada
pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk
sendi.

9. Penatalaksanaan
Menurut Zairin Noor Helmi (2012:426), penatalaksanaan dislokasi
secara umum adalah sebagai berikut :
a. Lakukan reposisi segera
Dislokasi sendi kecil dapat direposisi dengan atau tanpa anastesi
misalnya dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari. Sementara itu,
pada dislokasi sendi besar misalnya sendi panggul memerlukan
anastesi umum.
b. Imobilisasi pasca-reposisi.
17

c. Latihan fisik.
Fisioterapi harus segera dimulai untuk mempertahankan fungsi otot
dan latcher (exercise) yang aktif dapat diawali secara dini untuk
mendorong gerakan sendi yang penuh, khususnya pada sendi bahu.

Penatalaksanaan reposisi menurut Kartono Mohamad 2005 yakni :


a. Dislokasi sendi rahang
Dislokasi sendi rahang biasanya sangat mudah memperbaikinya.
Cukup dengan mempergunakan ibu jari yang ditekan ke rahang
tersebut. Tetapi jangan lupa membalut ibu jari sebelumnya. Sebab
setelah diperbaiki, rahang itu akan mengatup dengan cepat dan keras
sehingga ibu jari kita akan tergigit dibuatnya. Caranya : rahang
ditekan ke bawah dengan kedua ibu jari yang sudah dilindungi balutan
tadi. Ibu jari tersebut diletakkan digeraham yang paling belakang.
Tekanan itu harus mantap tetapi pelan-pelan. Bersamaan dengan
penekanan itu, jari jari yang lain mengangkat dagu penderita ke atas.
Apabila berhasil, rahang itu akan menutup dengan cepat dan keras.
Setelah selesai, untuk beberapa saat penderita tidak diperbolehkan
terlalu sering membuka mulutnya.

Gambar 2.7 Cara memperbaiki dislokasi rahang


Sumber : Kartono Mohamad. 2005. Pertolongan Pertama

b. Dislokasi sendi bahu


Usaha memperbaiki letak sendi yang terpeleset itu harus dikerjakan
selekas mungkin, tetapi harus dengan tenang dan hati-hati. Jangan sampai
usaha itu justru merusak jaringan-jaringan penting lainnya. Apabila usaha
18

itu tidak berhasil, sebaiknya jangan diulang lagi. Kirim saja penderita ke
rumah sakit dengan segera.
Pertama-tama perhatikan apakah ada patah tulang atau tidak. Apabila ada
tanda-tanda patah tulang, tindakan pertolongan untuk memperbaikinya
harus diserahkan kepada dokter di rumah sakit. Apabila tidak ada patah
tulang, dislokasi sendi bahu dapat diperbaiki dengan cara sebagai berikut:
Ketiak yang cedera ditekan dengan telapak kaki (tanpa sepatu). Sementara
itu lengan penderita ditarik sesuai dengan arah kedudukan ketika itu.
Tarikan itu harus dilakukan dengan pelan dan semakin lama semakin kuat.
Hal ini untuk menghindarkan rasa nyeri yang hebat yang dapat
mengakibatkan terjadi shock. Selain itu, tarikan yang mendadak dapat
merusak jaringan –jaringan yang ada di sekitar sendi. Setelah ditarik
dengan kekuatan yang tetap sama beberapa menit, dengan hati-hati lengan
atas diputar ke luar (arah menjauhi tubu). Hal ini sebaiknya dilakukan
siku terlipat. Dengan cara ini diharapkan unjung tulang lengan atas akan
menggeser kembali ke tempatnya semula.

Gambar 2.8 Cara memperbaiki dislokasi bahu


Sumber : Kartono Mohamad. 2005. Pertolongan Pertama

c. Dislokasi Jari
Tariklah ujung jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tetapi
tidak disentakkan. Sambil menarik, sendi yang terpeleset diletakkan
dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa sendi itu kembali ke
tempat asalnya. Apabila tidak berhasil, maka mungkin ada urat yang
19

terjepit di antara dua tulang yang membentuk sendi tersebut. Ini hanya
dapat diperbaiki oleh dokter di rumah sakit.
Setelah diperbaiki, sebaiknya untuk sementara waktu jari yang sakit itu
dibidai. Untuk membidai dapat dipergunakan sebilah bambu atau kayu.
Jari dibidai dalam kedudukan setengah melingkar, seolah-olah hendak
membentuk huruf O dengan ibu jari.

Gambar 2.9 Cara memperbaiki dislokasi jari


Sumber : Kartono Mohamad. 2005. Pertolongan Pertama

d. Sendi Radioulnar
Disebabkan oleh adanya hiperekstensi-ekstensi sendi, direposisi secara
hati-hati dengan tindakan manipulasi, tetapi tindakan pembedahan tebuka
lebih diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada jaringan lunak yang
terjepit diantara permukaan sendi.

Gambar 2.10 Tindakan pembedahan dan pemasangan alat pada radioulna


Sumber : Tajara. 2007. Fotocomunity (online)
(http://www.fotocommunity.de/photo/radius-fraktur-tajara/10946215,
diakses tanggal 1 Juni 2016 pukul 13:15)
20

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Rejo (2015), pangkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan untuk mengumpulkan data pasien dengan menggunakan
tehnik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang tetapi pada pasien dislokasi difokuskan pada:
a. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi adalah pasien mengeluhkan
adanya nyeri. Kaji penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan
nyeri meningkat dan saat kapan nyeri dirasakan menurun.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi
dislokasi, pergerakkan terbatas, pasien melaporkan penyebab
terjadinya cedera.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi,
serta penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya yang dapat
memperparah keadaan pasien dan menghambat proses penyembuhan.
d. Pemeriksaan Fisik
Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang
mengalami dislokasi. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi,
tampak adanya lebam pada dislokasi sendi.
e. Kaji 11 Pola Gordon. Menurut Andra dan Yessie Wijaya (2013),
pengkajian 11 pola gordon untuk dislokasi dapat ditemukan sebagai
berikut:
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada kasus dislokasi akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal higiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian,
BAB dan BAK.
21

2) Pola nutrisi dan metabolisme


Pada kasus dislokasi tidak akan mengalami penurunan nafsu
makan, meskipun menu makanan yang di konsumsi berubah tidak
seperti makan dirumah, namun gizi tetap sama yang dihidangkan
dari RS dan disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
3) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi atau defekasi sehari-hari biasanya akan
mengalami gangguan dikarenakan imobilisasi.
4) Pola istirahat dan tidur
Biasanya ditemukan kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami
gangguan yang disebabkan oleh nyeri.
5) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan akan mengalami perubahan atau gangguan
akibat dari dislokasi, sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu
oleh perawat atau keluarga.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Pada kasus dislokasi akan mengalami perubahan pada dirinya,
karena pasien takut mengalami kecacatan atau tidak dapat
beraktivitas lagi.
7) Pola sensori kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh adanya dislokasi, sedangkan pada
pola kognitif atau cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan.
8) Pola hubungan peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik
diri.
9) Pola penanggulangan stress
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stress dan
biasanya masalah dipendam sendiri.
22

10) Pola reproduksi seksual


Jika pasien belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami
gangguan. Dan bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai
anak, maka akan mengalami gangguan pada pola seksual dan
reproduksi.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien
meminta perlindungan atau mendekatkan diri dengan Alla SWT.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Amin Huda dan Hardhi Kusuma (2015), diagnosa
keperawatan yang lazim muncul adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen, tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskular, nyeri, terapi restriktif.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer
menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi).
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan suplai darah ke jaringan.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
(adanya rasa nyeri yang tidak mampu di kontrol).

3. Intervensi Keperawatan
Menurut Amin Huda dan Hardhi Kusuma (2015), intervensi
keperawatan yang muncul pada diagnosa keperawatan seperti diatas,
yaitu:
a. Nyeri akut berhubungan dengan injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen, tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
23

Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri).
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
3) Gunakan tehnik komunikasi teraupetik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
5) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan.
6) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
7) Kurangi faktor presipitasi nyeri.
8) Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi.
9) Tingkatkan istirahat.
10) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
11) Kolaborasi dengan tim dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
yang tidak berhasil.
24

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka


neuromuskular, nyeri, terapi restriktif.
Kriteria Hasil :
1) Pasien meningkat dalam aktivitas fisik.
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas.
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah.
4) Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker).
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
2) Monitoring vital sign sebelum atau seusdah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan.
3) Bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera.
4) Ajarkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya tentang teknik
ambulansi.
5) Latih pasien dalam pemenuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan.
6) Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan
kebutuhan ADLs.
7) Berikan alat bantu jika pasien memerlukan.
8) Ajarkan psien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
9) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulansi
sesuai dengan kebutuhan.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer


menurun, prosedur invasif.
Kriteria Hasil :
1) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
25

2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit faktor yang


mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
4) Jumlah leukosit dalam batas normal.
5) Menunjukkan perilaku hidup sehat.
Intervensi :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik atau lokal.
2) Monitor kerentanan terhadap infeksi.
3) Inspeksi kulit dan membran mukosa.
4) Inspeksi kondisi luka.
5) Pertahankan tehnik asepsis pada pasien yang berisiko.
6) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.
7) Ajarkan cara menghindari infeksi.
8) Berikan perawatan kulit pada area epidema.
9) Tingkatkan intake nutrisi.
10) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung.
11) Batasi pengunjung bila perlu.
12) Berikan terapi antibiotik.

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


penurunan suplai darah ke jaringan.
Kriteria Hasil :
1) Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan:
a) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.
b) Tidak ada ortostatik hipertensi.
c) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak
lebih dari 15 mmHg).
2) Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter.
26

3) Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan :


a) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.
b) Menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi.
c) Memproses informasi.
d) Membuat keputusan dengan benar.
Intervesi :
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/timbul.
2) Monitor adanya paretese.
3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
laserasi.
4) Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
5) Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung.
6) Monitor kemampuan BAB.
7) Kolaborasi pemeberian analgesik.
8) Monitor adanya tromboplebitis.
9) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi.

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,


pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
Kriteria Hasil :
1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.
2) Perfusi jaringan baik.
3) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang.
4) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami.
Intervensi :
1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
2) Hindari kerutan pada tempat tidur.
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
27

4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien ) setiap dua jam sekali.


5) Monitor kulit akan adanya kemerahan.
6) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang yang
tertekan.
7) Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
8) Monitor status nutrisi pasien.
9) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur


(adanya rasa nyeri yang tidak mampu dikontrol).
Kriteria Hasil :
1) Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari.
2) Pola tidur, kualitas dalam batas normal.
3) Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat.
4) Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur.
Intervensi Keperawatan:
1) Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur.
2) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat.
3) Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur seperti
seperti (membaca).
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat tidur.
6) Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur
pasien.
7) Instruksikan untuk memonitor tidur pasien.
8) Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari.
28

4. Discharge Planning
Menurut Amin Huda dan Hardhi Kusuma tahun 2015, discharge
planing yang dapat diberikan kepada pasien dislokasi adalah :
a. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat.
b. Control sesuai jadwal.
c. Minum obat seperti yang diresepkan dan segera periksa jika ada
keluhan.
d. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang.
e. Aktivitas sedang dapat dilakukan untuk mencegah keletihan.
f. Hindari trauma ulang.

Anda mungkin juga menyukai