Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mekanisme rasa nyeri

Dari sudut pandang fisiologi, nyeri merupakan suatu mekanisme multiple yang
berasal dari rangsangan nosisepsi, sensitivitas, dan penurunan inhibisi (penghambatan).
Proses ini semua melalui sebuah jalur dimana terdapat tahapan demu tahapan yang harus
dilalalui agar bisa melanjutkan rangsangan hingga sampai pada saraf pusat. Jalur tersebut
melalui proses transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.

1. Transduksi
Transduksi merupakan saraf aferen, merupakan asal mula stimulus yang diterima
sebagai impuls nosiseptif. Misalnya rangsangan yang berasal dari luar saat tangan
terkena jarum. Jejas pada kulit yang terkena jarum merupakan sebuah impuls.
2. Transmisi
Transmisi ini merupakan proses menyalurkan impuls menuju kornu dorsalis medulla
spinalis yang merupakan sebuah jalur panjang, sepanjang traktus menuju otak.
Akson dari neuron aferen ini berakhir di kornu dorsalis medulla spinalis yang
selanjutnya akan berhubungan dengan neuron-neuron yang berada di spinal.
3. Modulasi
Modulasi merupakan proses lanjutan dari transmisi sumber rangsangan nyeri yang
terjadi di kornu dorsalis medulla spinalis.
4. Persepsi
Persepsi nyeri ini sangan erat kaitannya dengan memori pengalaman yang pernah
dialami sebelumnya. Persepsi nyeri ini merupakan penggabungan banyak proses dari
mulai proses transduksi, transmisi, modulasi, kondisi psikologis dan individual.
[ CITATION Pus20 \l 1033 ]

2.2 Sejarah anestesi


Tindakan menghilangkan rasa nyeri (anestesi) telah dilakukan sejak lama. Dalam
dunia kedokteran, anestesi dengan memberikan terapi dingin telah dilakukan sampau
dengan tahun 1800-an. Suku Indian di Peru mengunyah daun coca untuk mendapatkan
efek stimulasi serebral dan efek anestesi local juga. Carl Koller, seorang dokter mata di
Austria, dikenal karena menggunakan kokain untuk anestesi topical mata pada tahun
1884 dan oleh karenanya dia dianugerahi “Father of Local Anesthesia”.
Perkembangan anestesi local khususnya di bidang kedokteran gigi yaitu :
 Tahun 1850 : Penemuan syringe dan jarum suntik hipodermik.
 Tahun 1884 : William Halsted menggunakan kokain untuk anestesi
nerve block (inferior alveolar nerve block), penggunaan kokain untuk
anestesi local diketahui menimbulkan beberapa efek samping yang tidak
diinginkan pada kardiovaskular.
 Tahun 1885 : James Corning memperkenalkan pemakaian tourniquet
untuk menghambat absorpsi kokain.
 Tahun 1897 : John Abel menemukan epinefrin di John Hopkins Medical
School Amerika Serikat.
 Tahun 1901 : Heinrich Braun memperkenalkan untuk pertama kalinya
penggunaan epinefrin untuk menghambat penyerapan cairan anastesi local
pada tempat injeksi
 Tahun 1904 : Alfred Einhorn memperkenalkan procaine (dengan merek
novocaine) yang mempunyai efek samping jauh lebih rendah dari pada
kokain. Untuk meningkatkan lama kerja procaine, diberikan penambahan
epinefrin sebagai vasokonstriktor dengan dosis 1:50.000
 Tahun 1943 : Nis Lofgren memperkenalkan lidocaine (dengan nama
dagang xylocaine). Lidocaine merupakan obat anestesi local sintetik yang
jauh lebih aman karena sangat jarang menimbulakan reaksi alergi dan
mempunyai mula kerja yang baik.
 Tahun 1947 : Perusahaan Novocol memproduksi syringe dental yang
mampu digunakan untuk aspirasi.
 Tahun 1959 : Cook-Waite dan Rohr Company membuat jarum steril
sekali pakai (disposable sterile needles).
[ CITATION Kam19 \l 1033 ]

2.3 Saraf yang menginervasi gigi termasuk daerah yang teranastesi


Daerah yang teranestesi berdasarkan Teknik yang digunakan :
2.3.1. Maxilla
 Local infiltration (submucosal injection)
o Saraf yang teranestesi : cabang terminal atau ujung-ujung saraf (free
nerve endings).
o 2. Area yang teranestesi : hanya pada tempat dimana larutan anestesi local
diinfiltrasikan.
 Field Block (paraperiosteal injection)
o Saraf yang teranestesi : cabang saraf terminal
o Area yang teranestesi : gigi rahang atas yang bersangkutan beserta dengan
ligamen periodontal, tulang alveolar dan periosteum, dan mukosa gingiva
bagian labial/bukal
 Anterior Superior Alveolar Nerve Block (paraperiosteal injection)
o Saraf yang teranestesi : nervus alveolaris superior anterior
o Area yang teranestesi : gigi insisif sentral, lateral, dan kaninus beserta
ligamen periodontal, tulang alveolar dan mukosa gingiva labial.
 Middle Superior Alveolar Nerve Block (paraperiosteal injection)
o Saraf yang teranestesi : nervus alveolaris superior medius
o Area yang teranestesi : gigi premolar pertama dan kedua, dan akar mesio
bukal dari molar pertama beserta periodontal ligamen, tulang alveolar dan
periosteum bagian bukal, dan mukosa gingiva bukal dari gigi-gigi yang
bersangkutan.
 Poserior Superior Alveolar Nerve Block
o Saraf yang teranestesi : nervus alveolaris superior posterior
o Area yang teranestesi : gigi-gigi molar rahang atas kecuali akar
mesiobukal molar pertama, perocessus alveolaris dan periosteumnya, dan
mukosa gingiva pada regio tersebut.
 Infraorbital Nerve Block
o Saraf yang teranestesi : nervus alveolaris superior anterior dan medius,
semua percabangan nervus infraoritalis : nervus palpebral inferior, nervus
naso lateralis, dan nervus labii superior.
o Area yang teranestesi : gigi-gigi insisif, kaninus, dan premolar rahang atas
beserta jaringan penyangganya, sebagian hidung, bibir bagian atas, pipi
bagian anterior, dan pelupuk mata bagian bawah.
 Nasopalatine Nerve Block
o Saraf yang teranestesi : nervus nasopalatinus yang keluar dari foramen
incisivus (foramen palatina anterior).
o Area yang teranestesi : mukoperiosteum sepertiga anterior palatum durum
dan mukosa palatal keenam gigi anterior rahang atas, dimana pada regio
kaninus terdapat ramifikasi (inervasi ganad) oleh nervus palatina anterior.
 Anterior Palatine Nerve Block
o Saraf yang teranestesi : nervus palatinus anterior yang keluar dari foramen
palatinus majus.
o Area yang teranestesi : mukoperiosteum dan mukosa palatal duapertiga
bagian posterior palatum durum mulai pertengahan kaninus atas sampai ke
batas posterior palatum durum.

2.3.2. Mandibula

 Local infiltration (submucous injection)


o Saraf yang teranestesi : free nerve endings
o Area yang teranestesi : mukosa dan mucopriosteum pada area yang
dianestesi
 Field Block (paraperiosteal injection)
o Saraf yang teranestesi : cabang saraf terminal rahang bawah.
o Area yang teranestesi : semua area yang diinervasi oleh cabang-cabang
saraf terminal yang teranestesi.
 Inferior alveolar nerve block
o Saraf yang teranestesi : nervus alveolaris inferior dan subdivisinya yakni
nervus mentalis dan nervus incisivus.
o Area yang teranestesi : corpus mandibula dan bagian inferior ramus,
seluruh gigi rahang bawah sampai linea mediana, gingiva dan
mucoperiosteum bagian bukal sebelah anterior dari molar pertama
rahang bawah, mukosa bibir bawah, jaringan sebelah anterior dari molar
pertama rahang bawah, mukosa bibir bawah, jaringan subkutan dan kulit
daerah dagu pada sisi yang dianestesi.
 Lingual nerve block
o Saraf yang teranestesi : nervus lingualis, cabang dari nervus
mandibularis.
o Area yang teranestesi : dua pertiga bagian anterior dari lidah dan mukosa
dasar mulut, mukosa dan mukoperiosteum sisi lingual sampai linea
mediana.
 Buccinator (long buccal) nerve block
o Saraf yang teranestesi : nervus buccinator, cabang dari nervus
mandibularis.
o Area yang teranestesi : mukosa bukal dan mucoperiosteum darah molar
rahang bawah.
 Mental nerve block
o Saraf yang teranestesi : nervus mentalis, cabang dari nervus alveolaris
inferior
o Area yang teranastesi : bibir bawah dan mukosa labial fold di sebelah
anterior dari foramen mentalis.
 Incisive nerve block
o Saraf yang teranestesi : nervus incisivus dan nervus mentalis
o Area yang teranestesi :
 a. Mandibula dan struktur labialnya sebelah anterior dari foramen
mentalis
 b. Gigi premolar, kaninus, dan insisif pada sisi yang teranestesi.
 c. Bibir bawah dan dagu pada sisi yang teranestesi.
 Gow-Gates Mandibular Nerve Block
o Saraf yang teranestesi : nervus alveolaris inferior (berserta
cabangcabangnya), nervus lingualis, dan nervus bucallis.
o Area yang teranestesi : semua area yang diinervasi oleh ketiga saraf
tersebut di atas.

2.4 Mekanisme kerja obat anestesi


Mekanisme anestetikum lokal yaitu dengan menghambat hantaran saraf bila
dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Bahan ini bekerja pada
tiap bagian susunan saraf. Anestetikum lokal mencegah terjadi pembentukan dan
konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada
aksoplasma hanya sedikit saja.
Potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat permeabilitas
membran terhadap ion natrium (Na+) akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses
inilah yang dihambat oleh anestetikum lokal, hal ini terjadi akibat adanya interaksi
langsung antara zat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap adanya
perubahan voltase muatan listrik. Dengan semakin bertambahnya efek anestesi lokal di
dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap,
kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan factor
pengaman konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan
penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian
mengakibatkan kegagalan konduksi saraf.
Anestetikum lokal juga mengurangi permeabilitas membran bagi (kalium) K+ dan
Na+ dalam keadaan istirahat, sehingga hambatan hantaran tidak disertai banyak
perubahan pada potensial istirahat. Menurut Sunaryo, bahwa anestesi lokal menghambat
hantaran saraf tanpa menimbulkan depolarisasi saraf, bahkan ditemukan hiperpolarisasi
ringan. Pengurangan permeabilitas membran oleh anestesi lokal juga timbul pada otot
rangka, baik waktu istirahat maupun waktu terjadinya potensial aksi.
Potensi berbagai anestetikum lokal sama dengan kemampuannya untul
meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekuler. Mungkin sekali anestesi
lokal dapat meningkatkan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membran
sel saraf, dengan demikian pori dalam membran menutup sehingga menghambat gerak
ion melalui membran. Hal ini akan menyebabkan penurunan permeabilitas membran
dalam keadaan istiharat sehingga akan membatasi peningkatan permeabilitas Na+.Dapat
disimpulkan bahwa cara kerja utama bahan anestetikum local adalah dengan bergabung
dengan reseptor spesifik yang terdapat pada kanal Na, sehingga mengakibatkan
terjadinya blokade pada kanal tersebut, dan hal ini akan mengakibatkan hambatan
gerakan ion melalui membran.
2.5 Tanda-tanda anestesi bekerja
- Rasa nyeri, ruam, serta pendarahan ringan di area suntikan.
- Sakit kepala.
- Pusing.
- Kelelahan.
- Mati rasa pada area yang disuntik.
- Kedutan pada jaringan otot.
- Penglihatan kabur. (Morgan GE., Mikhail MS., 2013)
2.6 Keuntungan dan kerugian anestesi local
Keuntungan :
- Alat minim dan Teknik relative sederhana sehingga biaya relative lebih murah
- Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency,lambung
penuh)karena penderita sadar sehingga resiko aspirasi berkurang
- Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi
- Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anatesi
- Perawatan post poerasi lebih ringan dan murah
- Kehilangan sedikit darah

Kerugian

- Membutuhkan Kerjasama penderita


- Sulit diterapkan pada anak-anak
- Tidak praktis jika diperlukan beberapa suntikan
- Menimbulkan ketakutan bahwa efek obat menghilang Ketika pembedahan belum
selesai (Morgan GE., Mikhail MS., 2013)

SUMBER :

Kamadjaja, D. B. (2019). ANASTESI LOKAL DI RONGGA MULUT : Prosedur, Problema, dan Solusinya.
Surabaya: Airlangga University Press.

Pusporini, R., & Fuadiyah, D. (2020). Mengenal Pereda Nyeri dalam Kedokteran Gigi. Malang: UB Press.

Morgan GE., Mikhail MS., 2013. Intravenous Anesthetics. In: Clinical Anesthesiology. 5nd ed
Appleton & Lange, Stamford. p. 175- 188

Anda mungkin juga menyukai