Anda di halaman 1dari 2

Laporan Pemantauan Implementasi Keadilan Restoratif di Kejaksaan Negeri Surabaya

Direktorat Hukum dan Regulasi


Jumat, 9 April 2021
14.00 – Selesai

A. Pemahaman APH
 Rata-rata Penuntut Umum telah mengenal Keadilan Restoratif dan menganggap penting
kepentingan korban dalam penanganan perkara. Namun, pemahaman mengenai
keadilan restoratif belum seragam
 Pengetahuan PU mengenai regulasi terkait pelaksanaan Keadilan Restoratif juga belum
optimal, rata-rata hanya memahami Keadilan Restoratif sebatas pada Perka No. 15
Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif
B. Administrasi Perkara
 Pengadilan Negeri Surabaya telah melakukan penghentian penuntutan berdasar Perja
No. 15 Tahun 2020 sebanyak 10 perkara sepanjang 2020
 Pengadilan Negeri Surabaya telah melakukan pencatatan pada perkara yang dilakukan
penghentian penuntutan berdasar Perja No. 15 Tahun 2020. Namun, penghentian
perkara tersebut belum diintegrasikan dalam database IT, dalam hal ini CMS.
 Profil perkara yang dihentikan berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 di Kejaksaan
Negeri Surabaya sebagai berikut:

Jumlah perkara diselesaikan


Jumlah perkara Diterima Ditolak
Jenis Perkara Keterangan
diusulkan Dengan Tanpa
syarat syarat
Oharda 12 3 7 2

 Mekanisme penghentian penuntutan membutuhkan ekspose perkara ke JAM Pidum


melalui Kejaksaan Tinggi Jawa Timur
 Menurut Penuntut Umum, seharusnya penghentian penuntutan tidak perlu ekspose ke
JAM Pidum. Sebagai alternatif untuk tidak menghilangkan fungsi pengawasan ekspose
dapat dilakukan sampai tingkat Kejaksaan Tinggi saja
C. Penanganan Perkara
 Pertimbangan utama Penuntut Umum dalam pengentian perkara adalah melihat
kriteria pada Perja No. 15 Tahun 2020, ancaman pidana, ada tidaknya upaya
perdamaian pada tingkat penyidikan, kerugian korban, dan permintaan korban
 Proses perdamaian diinisiasi oleh Penuntut Umum
 Upaya perdamaian dapat dilakukan dengan berkirim surat tertulis kepada para pihak
maupun dengan memanggil para pihak (Penuntut Umum sebagai fasilitator)
 Pihak yang terlibat dalam proses perdamaian meliputi PU, pelaku, korban, keluarga
(dimungkinkan), penyidik, dan pihak lainnya (pendamping ABH)
 Perdamaian dilakukan di Kantor Kejaksaan
 PU melakukan koordinasi dengan APH (penyidik) dengan menghadirkan penyidik
sebagai saksi dalam proses perdamaian dan dengan pengecekan kelengkapan berkas
untuk perkara yang terdapat upaya perdamaian di tingkat penyidikan
 Tantangan yang dihadapi dalam proses perdamaian lebih pada memberikan
pemahaman kepada masyarakat terkait pendekatan Keadilan Restoratif serta
menentukan besaran ganti kerugian dan tenggang waktu untuk perdamaian dengan
syarat
 Pengawasan terhadap kesepakatan perdamaian dilakukan dengan memastikan syarat
dipenuhi untuk perdamaian dengan syarat. Dalam praktinya, korban aktif melaporkan
pemenuhan syarat tersebut.
D. Kapasitas SDM
 Terdapat sosialisasi yang dilakukan terkait penghentian penuntutan berdasarkan Perja
No. 15 Tahun 2020 yang dilakukan oleh JAM Pidum kepada seluruh Jaksa pada
Kejaksaan Negeri Surabaya melalui video teleconference
 Jaksa sudah cukup memahami materi yang disampaikan karena sudah sesuai dengan
kondisi di lapangan dan sudah terdapat Batasan kriteria untuk perkara yang dapat
dilakukan penghentian penuntutan
 Tidak terdapat sistem reward and punishment dalam penanganan perkara berdasar
Keadilan Restoratif karena sudah menjadi kewajiban jaksa untuk kepentingan umum
 Harapannya pendekatan Keadilan Restoratif ke depan dapat memiliki paying hukum
untuk mengatur Batasan Keadilan Restoratif lebih jelas misalnya melalui revisi KUHAP,
koordinasi dengan Kepolisian untuk kewenangan penyidik, perlu adanya kesamaan
persepsi antar APH terkait pelaksanaan Keadilan Restoratif

Anda mungkin juga menyukai