Anda di halaman 1dari 61

Buku Panduan Pelaksanaan Keselamatan, Kesehatan kerja, dan Lingkungan (K3L)

Pekerjaan Konstruksi PT. Aritek Arupadatu 2019

Pengantar

PT. Arsitek Arupadatu memiliki keyakinan bahwa proses produksi pada pekerjaan kontruksi
dapat berjalan sesuai target schedule yang telah di rencanakan dan dengan proses produksi yang
aman yaitu zero accident

Buku ini berisi panduan untuk pelaksanaan keselamatan kesehatan kerja dan lingkungan (K3L)
konstruksi yang dapat di gunakan oleh semua pihak yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi di
lingkungan PT. Arsitek Arupadatu yaitu owner, kontraktor, dan subcontractor beserta seluruh
divisi staffnya. Buku panduan K3L ini berisi petunjuk-petunjuk sederhana yang wajib diterapkan
mulai dari persiapan sebelum kerja seperti APD, bahan, peralatan, metode kerja aman dan
intruksi kerja aman.

Buku panduan K3L ini ditutup dengan pernyataan yang berisi bahwa pembaca buku ini
memahami sehingga bersedia menjalankan menerapkan K3L di ingkungan project PT. Arsitek
Arupadatu sebagai bentuk tanggungjawab dan kepedulian terhadap terlaksananya Keselamatan,
Kesehatan kerja, dan Lingkungan (K3L).

HSE Departement

1
Slogan K3L

Aku bekerja dengan selamat, tiada hari tanpa menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja di
tempat kerja untuk tercapainya produktifitas yang tinggi.

Langkah K3L sebelum memulai pekerjaan

1. Apakah ada intruksi kerja ?


2. Apakah ada yang memimpin jalanya pekerjaan?
3. Apakah ada metode kerja?
4. Apakah ada peralatan kerja yang membahayakan?
5. Apakah ada lingkungan kerja yang membahayakan?
6. Apakah ada pekerjaan yang membahayakan?
7. Apa yang saya dapat lakukan untuk memperbaikinya?

Demi kelancaran, meningkatya produktifitas di setiap project kontruksi PT. Arsitek Arupadatu
keselamatan kerja sangat penting dan merupakan tanggungjawab setiap staff dan pekerja yang
berada di lingkungan project, bukan hanya petugas keselamatan, bila menemukan kejanggalan
yang berupa tindakan tidak aman (Unsafe Action) dan kondisi tidak aman (Unsafe Condition)
maka segera di tegur, dihentikan (stop work) laporkan dan segera diberitindakan perbaikan.

Semua staff dan pekerja memiliki tanggungjawab keselamatan sesuai dengan tugas dan
tanggungjawabnya. (Mengacu kepada Undang-undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja, BAB VIII Pasal 12 Tentang Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja).

Gambar. 1. Safety briefing dilakukan oleh kontraktor setiap minggu


dan setiap akan melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi.

2
A. Pengaturan Umum K3L
1. Peraturan Umum K3L Di Proyek
1.1 Dilarang mempekerjakan anak dibawah umur 18 (delapan belas tahun) dan pekerja
dengan usia diatas 55 (lima puluh lima) tahun harus memiliki data medical check up
(MCU) dan dinyatakan fit bekerja oleh dokter dan tidak bekerja pada situasi dan kondisi
berat.
1.2 Dilarang membawa dan bekerja dibawah pengaruh minuman beralkohol, narkoba dan zat
psikotropika.
1.3 Dilarang merokok di dalam area proyek kecuali di tempat yang sudah disediakan.
1.4 Dilarang bekerja saat cuaca buruk seperti hujan di area terbuka, angin kencang, gempa
bumi dan kondisi darurat lainnya.
1.5 Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan sesuai dengan tempat dan jenis pekerjaan
1.6 Semua pekerja wajib melaporkan potesi bahaya, kejadian kecelakaan dan pelanggaran
keselamatan di tempat kerja.
1.7 Semua tamu proyek harus tercatat dan diberikan orientasi K3L di tempat kerja sebelum
memasuki area project.
1.8 Semua staff, pekerja dan pengunjung mematuhi dan megikuti SHE Golden Rules PT.
Arsitek Arupadatu yaitu:
1. Membuat ijin kerja aman.
2. Memakai APD dengan tepat dan benar.
3. Bekerja dengan cara mengangkat dan mengangkut material.
4. Bekerja di ketinggian.
5. Bekerja di ruang tertutup dan terbatas.
6. Bekerja pada sistem bertenaga.
7. Bekerja di tepi lubang terbuka dan galian.
8. Bekerja dengan listrik bertegangan tinggi.

2. Komunikasi K3L
Beberapa tingkat pertemuanK3Ldiselenggarakan di project untuk memastikan arus
komunikasi di projectberjalan.
2.1.Orientasi keselamatan kerja (safety induction)
Safety induction adalah pengarahan K3L kepada pekerja atau karyawan pada saat
pertama kali mulai bekerja dan tamu project
2.2.Pengarahan keselamatan kerja harian (daily toolbox meetings)
Pengarahan keselamatan harian (daily toolbox meetings) adalah memberikan pengarahan
sebelum memulai setiap hari, melibatkan supervisor (performing authority)dan pekerja
lapangan dengan durasi waktu pertemuan lima (5) menit terkait rencana kerja, instruksi
kerja dan K3L yang dilaksanakan.
2.3.Pertemuan mingguan keselamatan (Weekly safety talk)

3
Pertemuan mingguan keselamatan (weekly safety talk) adalah pertemuan yang dilakukan
seminggu sekali dan membicarakan tentang topik K3L khusus untuk dibagi kepada
seluruh pekerja, umpan balik keselamatan / peringatan.
2.4.Rapat koordinasi K3L mingguan
Rapat koordinasi mingguan adalah mengkoordinasikan seluruh kegiatan dalam project
antara kontraktor, konsultan dan tim dari owner.
2.5.Rapat pencapaian K3L bulanan
Rapat pencapaian K3L bulanan adalah program rapat pencapaian K3L bulanan, tujuan
dari pertemuan ini adalah membahas presetasi K3 kontraktor untuk mengevaluasi
pecapaian kinerja program K3L kontraktor selama pelaksanaan project di tempat kerja.
2.6.Pertemuan safety stand down
Pertemuan safety stand down adalah pertemuan yang dilakukan jika terjadi kecelakaan
sebagai cara menyebarluasan informasi kejadian kepada seluruh pekerja dan
menyebarluasankan pesan manajement ke project.

Tabel. 1. Komunikasi keselamatan

Jenis Durasi Penanggung Topik Peserta Tempat


pertemuan Jawab
Orientasi 1 Jam Petugas K3L Meteri orientasi Pekerja baru Ruang K3L
keselamatan Kontraktor K3L (induction dan tamu kontraktor
kerja material)
(Induction)
Pengarahan 5 – 7 menit Site 1. Rencana Seluruh Lapangan
keselamatan supervisor kerja harian pekerja
harian (daily dan petugas 2. Pesan terkait
toolbox K3L keselamatan
meting) kontraktor pekerjaan
3. Pencegahan
yang
dilakukan
Pertemuan 20 menit Site Materi terjadwal Seluruh Lapangan
mingguan sampai 1 supervisor oleh petugas pekerja
keselamatan jam dan Petugas K3L kontraktor
(weekly K3L
safety talk) kontraktor
Rapat 1 Jam Petugas K3L 1. SHE Site Meeting
koordinasi kontraktor , kontraktor Supervisor, room
K3L konsultan dan 2. Performance SHE dan PM
mingguan owner status kontraktor ,
3. Hazard konsultan
report dan owner
4. Isu K3
terkini

4
Rapat 1 Jam Petugas K3L Presentasi Site Meeting
pencapaian kontraktor, kontraktor: Supervisor, room
K3L bulanan konsultan dan 1. Statistik SHE dan PM
owner K3L kontraktor ,
2. SHE konsultan
performance dan owner
3. Isu terkini
K3L di
project
Pertemuan 30 menit Petugas K3L 1. Pesan Seluruh Lapangan
safety stand kontraktor keselamatan pekerja
down dari
manajemen
2. Kronologis
kejadian dan
tindakan
yang harus
dipatuh oleh
pekerja

3. Alat Pelindung Diri

Referensi:

Permenakertrans RI No. Per.08/MEN/VII/2010 tetang alat pelindunng diri

Alat pelindung diri harus sesuai dengan potensi bahaya yang dapat terjadi dan kualitas standar
yang ditetapkan. Terdiri dari;

3.1.Helmet / topi / Pelindung kepala (SNI 19-1958-1990)


Melindungi kepala dari kejatuhan benda, benturan benda keras, diterpa panas dan hujan.
3.2.Safety shoes / Pelindung kaki (SNI 19-1958-1990)
Melindungi kaki dari benda tajam, tersandung benda keras, tekanan dan pukulan, lantai
yang basah, lincir, dan berlumpur, disesuaikan dengan jenis bahayanya.
3.3.Safety glasses, goggles dan kedok las (SNI 19-1958-1990)
Melindungi dari sinar las, silau, partikel beterbangan, serbuk terpental, radiasi, cipratan
cairan yang berbahaya.
3.4.Earplug / pelindung telinga / Earmuff (SNI 19-1958-1990)
Melindungi pedengaran dari kebisingan, suara terlalu lama, dengan batas kebisisngan
diatas 85 db.
3.5.Masker mulut / hidung / oksigen (SNI 19-1958-1990)
Melindungi dari pekerjaan yang menggunakan bahan/serbuk kimia, udara
terkontaminasi, debu, asap, kadar oksigen kurang.
3.6.Sarung tangan / Karet / kulit / kain / plastik (SNI 19-1958-1990)

5
Melindungi tangan dari bahan kimia yang korosif, benda tajam/kasar, menjaga
kebersihan bahan tersegat listrik.
3.7.Safety harness (SNI19-1958-1990)
Melindungi dari bahaya jatuh dari ketinggian kerja diatas 1.8 meter dan sekeliling
bangunan.
3.8.Jaket pelampung (SNI19-1958-1990)
Melindunngi dari bahaya jatuh ke air, tenggelam, tidak dapat berenang.
3.9.Jaket las (SNI 19-1958-1990)
Alat pelindug diri ini digunakan oleh pekerja las yang berguna untuk melindunngi
anggota tubuh dari percikan bunga api
3.10. Rompi reflective / safety vest (SNI19-1958-1990)
3.11. Minimum alat pelindung diri ketika berada di project adalah:
1. Safety helmet
2. Reflective Vest
3. Safety Shoes

Gambar 2. APD dan tempat penyimpanan APD

4. Jenis Pekerjaan Yang Memerlukan Ijin Kerja

Referensi :
Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan pada kontruksi
bangunan.
4.1.Beberapa jenis pekerjaan yang memerlukan ijin kerja :
4.1.1 Bekerja di ketinggian lebih dari 2 meter dan ≤ 1 meter dari bibir perimeter
(contoh: instalasi Façade, Gondola, perbaikan TC, Pengelasan di ketinggian dll).
4.1.2 Bekerja pengankatan kritis (critical lifting).
4.1.3 Penggalian lebih dari 1.5 (satu setengah) meter.

6
4.1.4 Bekerja di ruang tertutup dan terbatas (confined area: sempit, gorong – gorong,
vesel dll).
4.1.5 Bekerja berhubungan dengan listrik bertegangan tinggi 380 V.
4.1.6 Pekerjaan panas kritis (contoh welding, cutting dan grinding fuel tank).
4.1.7 Pasang bongkar pindah perancah(scaffolding dan begesting).
4.1.8 Pekerjaan pembongkaran struktur, pengecoran, dan pemancangan.

4.2.Proses pengajuan ijin kerja


4.2.1 Pelaksana kontraktor membuat , mengisi form ijin kerja dan megajukan ke direksi
project berkaitan dengan aspek safety dan operasional terpenuhi.
4.2.2 Ijin kerja dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti
4.2.2.1 Gambar kerja / shop drawing.
4.2.2.2 Metode kerja.
4.2.2.3 Pengendalian bahaya dan penilaian resiko.
4.2.2.4 Checklist pemeriksaan pekerjaan
4.2.2.5 Salinan sertifikat alat dan pekerja pada pekerjaan tertentu
4.2.3 Direksi project melakukan pemeriksaan pemenuhan ijin kerja dan memeriksa
kondisi lapangan sesuai dengan checklist permit yang diajukan, apabila masih
ditemukan ketidaksesuaian maka tidak mendapatkan izin sampai dengan.
pemenuhan telah dilaksanakan sesuai catatan dan arahan dari direksi project.
4.2.4 Ijin kerja berlangsung terbatas (harian) dan maksimum 7 hari kerja jika lewat
pada masa 7 hari kerja maka pelaksana mengajukan kembali.

Gambar 3. Ijin kerja untuk pekerjaan berisiko

7
5. Pencegahan Bahaya Kebakaran
Referensi
- Kep/186/MEN/1999 tentang unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja.
- Permen no.04/1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam
api ringan (APAR).

Di tempat kerja dan penyimpanan barang yang mempunyai potensi bahaya kebakaran selalu
disediakan alat pemadam kebakaran (sesuai dengan jenis, ukuran, klasifikasi kebakaran).
5.1. Tersedia denah / peta situasi posisi alat pemadam kebakaran.
5.2. Memiliki petugas atau emergency response team (ERT) yang kompeten dalam
menggunakan alat pemadam kebakaran.
5.3. Tersedia APAR setiap jarak 15 meter dan tempat yang berpotensi terhadap bahaya
kebakaran dengan ketinggian 1.25 meter dari lantai.
5.4. Alat pemadam api ringan (APAR)harus dilakukan pemeriksaan berkala minimal
sebulan sekali dilengkapi dengan tagging APAR..
5.5. Dilarang membuat api terbuka tanpa ijin dari pengawas project.
5.6. Lakukan penyimpanan yang benar unntuk bahan bahan mudah terbakar.
5.7. Tersedia APAR dengan kapasitas 4.5 kg untuk perkantoran dan gudang, 6 kg untuk
pemakaian lapangan dan cylinder storage dan kapasitas 9 kg untuk fuel storage.
5.8. Jenis pemadam dengan type ABC chemical powder multi purpose atau disesuaikan
dengan potensi bahaya di tempat kerja.
5.9. Penempatan APAR diletakan ditempat dimana berpotensi terjadi kebakaran dan
aktifitas pekerjaan panas dilakukan.
5.10. Penandaan Fire Extinguisher terpasang dengan stiker.

Gambar 4. Instruksi penempatan APAR

8
6. RAMBU K3
Referensi:
ISO 7010:2011 Graphical Symbol – Safety Colours & Safety Signs – Registered Safety
Signs.
6.1. Rambu perintah yaitu rambu yang menginformasikan suatu perintah yang wajib ditaati
atau memiliki sangsi yang tegas bila dilanggar. Menggunakan warna biru dengan
tulisan/simbol berwarna putih.

Gambar 5. Rambu perintah/Kewajiban

6.2. Rambu petunjuk yaitu rambu yang menginformasikan petunjuk secara umum maupun
yang bersifat kesehatan atau lingkungan. Rambu petunjuk yang merupakan rambu
kesehatan dan informasi kepada publik menggunakan warna dasar hijau dengan tulisan
/ simbol berwarna putih.

Gambar 6. Rambu petunjuk

9
6.3. Rambu larangan yaitu rambu yang menginformasikan suatu larangan yang wajib ditaati
dan memiliki kekuatan sangsi yang tegas. Menggunakan warna dasar putih dengan
tulisan simbol berwarna hitam ditambah dengan lingkaran atau garis berwarna merah.

Gambar 7. Rambu larangan

6.4. Rambu peringatan yaitu rambu yang menginformasikan suatau perinngatan yang
bersifat hati – hati unntuk mencegah kecelakaan yang tidak diinginkan. Menggunakan
warna dasar kuning dengan tulisan atau simbol berwarna hitam.

Gambar 8. Rambu peringatan

6.5. Ukuran rambu – rambu bisa berbeda – beda disesuaikan dengan fungsi maupun
penempatanya bentuk dari rambu – rambu dapat berupa stiker, plat alumunium, kain,
spanduk, beton, (barrier), papan kayu, tongkat rambu, bendera ataupun lampu rotary.

10
Bahan dari rambu – rambu juga harus memiliki kandungan fluor atau bahan yang dapat
berpendar atau memantulkan cahaya saat malam hari.
6.6. Penempatan rambu – rambu dilokasi project disesuaikan dengan kegiatan atau aktifitas
yang sedang berlangsung di project seperti :
6.6.1. Tempat kerja (kantor proyek, direksi keet, barak pekerja, toilet, gudang,
workshop dll).
6.6.2. Lokasi dimana aktifitas-aktifitas proyek yang sedang berlangsung seperti:
6.6.2.1. Pekerjaan pengukuran (pembuatan petasituasi, pengukuran saat project
berlangsung).
6.6.2.2. Lokasi penyelidikan tanah (sondir, boring).
6.6.2.3. Lokasi galian (pekerjaan galian, urugan, pembuangan tanah).
6.6.2.4. Lokasi sum pit (pekerjaan galian, dewatering, bekisting, pembesian,
pengecoran).
6.6.2.5. Lokasi rigid jalan (pekerjaan pengaspalan, pengecoran).
6.6.2.6. Lokasi pengaspalan (pekerjaan pengaspalan, mobilisasi alat).
6.6.2.7. Lokasi marka (pekerjaan marka jalan).
6.6.2.8. Lokasi setiap lantai pada bangunan gedung.
6.6.2.9. Alat – alat berat yang digunakan.
6.6.2.10. Penutupan jalan.
6.6.2.11. Area menuju lokasi project
6.6.2.12. Penyimpanan material terutama apabila ada material B3

6.7. Informasi yang tertera didalam suatu rambu – rambu bisa berupa huruf, simbol,
gambar, garis, ataupun tulisan. Semua bentuk informasi tersebut harus mudah
dimengerti, jelas dan komunikatif bagi siapa saja yang melihat ataupun membacanya.
Apabila rambu tersebut berupa tulisan atau kata – kata sebaiknya tidak terlalu panjang
agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda.
6.8. Penempatan rambu-rambu disesuaikan dengan tujuan dari rambu-rambu yang akan
dipakai serta aktifitas yang sedang dikerjakan.
6.9. Rambu-rambu untuk pekerjaan jalan yang berhubungan langsung dengan pemakaian
jalan, harus dipasang minimal 10 m berupa rambu peringatan dilengkapi dengan lampu
rotary untuk malam hari.
6.10. Untuk bangunan gedung pada bagian atap lantai tertinggi harus dipasang lampu yang
berfungsi sebagai pembatas ketinggian harus dipasang lampu yang cukup terang
sehingga bisa terlihat pada malam hari.

11
7. Kebersihan dan Kerapian
Referensi:
Peraturan Mentri Perburuhan No.7Th. 1964 tentang Syarat Kesehatan , Kebersihan , serta
Penerangan dalam tempat kerja.

7.1. Bahan material yang beserakan harus dirapikan baik sebelum, selama kerja dan setelah
jam kerja.
7.2. Alat kerja, perkakas dan material lainnya yang digunakan tidak boleh merintangi dan
membahayakan akses kerja dan disimpan setelah selesai jam kerja.
7.3. Tempat sampah sesuai jenis dengan kapasitas tempat sampah yang tersedia dengan
cukup dan di tempat strategis , selalu dibersihkan dan dikumpulkan serta siap diangkut
keluar project.
7.4. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk , harus ada jadwal dan pembersihan yang
rutin.
7.5. Tempat kerja yang licin karena genangan air, minyak, atau zat lainya di lantai harus
segera di bersihkan.
7.6. Semua orang wajib menyingkirkan paku yang berseraka, kawat / besi menonjol,
potongan logam yang tajam , semua potensi yang dapat membahayakan seperti bahaya
tertusuk.
7.7. Dilakukan pengaturan distribusi material ke lokasi pengerjaan disesuaikan kebutuhan
dengann tidak berlebihan yang mengakibatkan penumpukan material yang mengganggu
akses , ruang gerak pekerja.
7.8. Ada rambu terkait menjaga kebersihan di lokasi kerja, contoh “Dilarang membuang
sampah sembarangan”.
7.9. Material ditumpuk pada tempat yang telah diperuntukan di letakan secara aman dan
rapi serta tidak menghalangi akses.

Gambar 10. Membersihkan dan merapikan tempat kerja adalah tanggung jawab
semua orang

12
8. Fasilitas Project
Referensi :
Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan , Kebersihan dan
Penerangan di Tempat kerja.
Fasilitas di area proyek sbb :
8.1. Papan denah lokasi (project map arrangement) tempat fasilitas umum tersedia dan
dipasang agar mudah dilihat dan dibaca oleh semua pekerja dan yang berkepentingan..
8.2. Ada tempat istirahat, tempat khusus makan dan jumlah toilet yang memadai bagi pekerja.
8.3. Tersedia air bersih dengan ukuran cukup untuk menjaga kebersihan.
8.4. Tersedia air minum untuk pekerja, tempat ganti pakaian dan penyimanan pakaian yang
aman.
8.5. Tersedia tempat untuk pekerja beribadah dan dilengkapi sarana yang dibutuhkan.
8.6. Tempat kerja memiliki ventilasi / lubang angin sirkulasi udara yag baik untuk menekan
bahaya debu, uap, asap, baud an lainya yang sejenis.
8.7. Tersedia dan terpasang rambu keselamatan, peringatan, larangan di tempat kerja seperti
“JAGALAH KEBERSIHAN”
8.8. Ada tempat tersendiri untuk pekerja yang merokok, terpiisah dengan tempat umum
lainya.
8.9. Tersedia car washing bay.
8.10. Tersedia tempat penyimpanan tabung bertekanan (cylinder storage).
8.11. Tersedia klinik (sesuai ketentuan).
8.12. Tersedia tempat penampungan limbah organic, anorganik dan limbah B3.
8.13. Tersedia sarana parkir.
8.14. Tersedia cukup penerangan seperti gang way, setiap level tangga gedung, tempat kerja,
dan lainnya.
8.15. Lokasi proyek di pagar dan tertutup untuk umum.
8.16. Tersedia pos security.
8.17. Tersedia penampungan sisa material semantara.

Gambar 11. Washing Bay Gambar 12. Air bersih dan MCK

13
9. Akses Kerja Di Project
Referensi:

Pemenakertras nomor 1 tahun 1980 tentang keselamatan dan kesehatan pada kontruksi
bangunan.

Akses kerja adalah jalur / jalan keluar masuk pekerja dan kendaraan di area proyek.

9.1. Tersedia pintu asuk dan pintu keluar, baik untuk rutin dan darurat di kantor project serta
terjaga dengan baik.
9.2. Ada tanda batas dan pagar yang jelas antara area proyek dan jalur/akses penghubung
terhadap area umum masyarakat.
9.3. Akses yang dilewati pekerja dan berpotensi terhadap kemungkinan kejatuhan peralatan
kerja dan material harus dilengkapi dengan “overhead shelter” yang memadai.
9.4. Lubang yang terbuka di tutup sementara dan ada tanda peringatan agar pekerja berhati
hati dan tidak terperosok.
9.5. Akses pekerja harus terbebas dari material, peralatan yang menghalangi dan tidak licin.
9.6. Jalur kendaraan harus bebas dari rintangan material dan peralatan.
9.7. Penerangan yang cukup di tempat yang membutuhkan di area project.
9.8. Tangga kerja yang memadai dan aman (terpasang handrail) untuk akses dan jalur
pekerja di area project khususnya pada area kerja yang curam/terjal dan tinggi.
9.9. Di depan pintu gerbang project terdapat lampu rotary dan rambu “Awas keluar keluar
masuk kendaraan proyek”

10. Pengaturan Di Barak Pekerja / Base Camp


Referensi :
- Permenaker No.7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan , Kebersihan dan
penerangan di tempat kerja.
- Safety Provision Klausul 1.25 tentang welfare provision
10.1. Barak pekerja harus berada di luar lokasi dari project.
10.2. Tamu dan penghuni baru harus lapor ke petugas security dan yang tidak
berkepentingan dilarang masuk.
10.3. Dilarang melakukan tindak asusila , dilarang melakukan aktifitas perjudian ,
dilarang membawa senjata tajam dan peledak, dilarang menimbulkan kegaduhan
dan keributan , dilarang menggunakan dan membawa miras, alcohol , narkoba dan
psikotropika, dilarang merokok di dalam area barak pekerja / basecamp kecuali di
tempat yang sudah di sediakan , dilarang membuang sampah sembarangan ,
dilarang membuat api terbuka.
10.4. Penggunaan listrik tidak boleh melebih dari kapasitasnya.
10.5. Barak / camp dilakukan inspeksi berkala dan pengambilan sampah secara teratur.

14
10.6. Barak / camp mempunyai kepala rumah tangga yang di tunjuk sebagai
penanggungjawab keamanan, kebersihan dan keselamatan penghuni barak / camp.

Gambar 13. Akomodasi / bedeng / camp pekerja

11. Emergency ResponsePlan (ERP)


Referensi:
- KEP/186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
- PP No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3.

11.1 Setiap project / lokasi kerja harus memiliki rencan tanggap darurat / Emergency
Response Plan (ERP).
11.2 Latihan penanggulangan keadaan darurat setidaknya haarus dilakukan minimal 2 kali
dalam setahun.
11.3 Lokasi aman untuk jalur evakuasi dan teredia tempat berkumpul jika terjadi
kebakaran dan tersedia tempat berkumpul (muster point).
11.4 Ada petunjuk peringatan bahaya kebakaran, cara-cara koordinasi dan komunikasi
internal dan eksternal.
11.5 Adanya informasi nomor telepon darurat yang bisa dihubungi seperti rumah sakit
terdekat , kepolisian terdekat. Dinas pemadam setempat, Basarnas / Basarda, nomor
telepon Project Manager, Safety Supervisor, petugas pemadam api, first aider dan
lainna yang dibutuhkan.
11.6 Keadaan alat pemadam kebakaran selalu siap digunakan dan petugas yang kompeten
selalu siap bekerja lewat pelatihan keadaan darurat kebakaran dan pemeriksaan
berkala.

15
11.7 Pelatihan ERP harus sesuai dengan jeis project, contoh: Project Gedung / Mix used
disarankan agar mengadakan pelatihan pekerja terjatuh dari ketinggian, pelatihan
kebakaran. Jika project dekat dengan area gempa bumi rawan bencana agar
disarankan mengadakan pelatihan evakuasi gempa bumi, banjir, huru hara dan
lainnya.
11.8 Dibentuk struktur organisasi Emergency Response Team (ERT) dan harus
disosialisasikan kepada semua personil disetiap project / lokasi kerja. Setiap anggota
ERT harus memiliki tugas / fungsi, wewenang, kewajiban sebagai anggota ERT dan
memiliki saran kepada anggota lainnya dalam hal penanganan tanggap darurat di
lokasi kerja/project.
11.9 Nomor telepon darurat harus selalu diupdet/review setidaknya sebulan sekali.
11.10ERP harus di jelaskan kepada semua personil saat safety induction dan menjelaskan
tentang: rute/jalur evakuasi, lokasi tempat berkumpul, titik penempatan APAR atau
alat peralatan tanggap darurat lainya.

Gambar 13. Jalur evakuasi

12. TINDAKAN & PELAPORAN SAAT TERJADI KECELAKAAN


Referensi:
Permenakertrans no 03 tahun 1998 tentang Tata Cara pelaporan dan Pemeriksaan
kecelakaan.

Melakukan tindakan yang tepat dan efektif pada peristiwa kecelakaan dibutuhkan agar
memberikan penanganan yang dibutuhkan dan tepat dengan tujuan untuk meminimalisir
keparahan terhadap korban , kerusakan harta benda milik perusahaan dan meminimalisir
dampak terhadap lingkungan.
Pelaporan kecelakaan dibutuhkan sebagai sarana informasi dan evaluasi peristiiwa
kecelakaan terjadi untuk mengetahui penyebab langsung dan penyebab dasar suatu
kecelakaan di tempat kerja berdasarkan informasi saksi , data dan fakta lapangan sehingga

16
dapat diketahui dan disimpulkan suatu peristiwa kecelakaan untuk rekommendasi tindakan
perbaikan agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.

12.1. Tindakan ERT pada saat kecelakaan terjadi sbb:


12.1.1. Mengikuti prosedur tanggap darurat (ERT)
12.1.2. Project manajer memimpin sebagai emergency commander dibantu team
project sesuai dengan pembagian tugas di dalam Emergency Response Team
(ERT)
12.1.3. Emergency Commandermemberikan perintah, saran dan tindakan berdasarkan
informasi yang didapat kepada petugas ERT.
12.1.4. Tempat kejadian diberikan garis pengaman (safety barricade tape).
12.1.5. Tanda bahaya dibunyikan atas perintah Emergency Commander untuk
keadaan darurat seperti evakuasi , berkumpul di muster point, kebakaran,
gempa, huru hara, demonstrasi, dan atas perintah emergency commander.
12.1.6. Petugas security membantu mengevakuasi pekerja menuju tempat berkumpul
bila terjadi huru hara, demonstrasi, keruntuhan bangunan dan perintah
evakuasi dari emergency commander.
12.1.7. Tersedia transportasi roda 4 standby untuk medcal evacuation (MEDIVAC)
ke RS terdekat.
12.1.8. Kondisi darurat ditanyakan selesai oleh emergency commander jika situasi
telah terkendali.

12.2. Tindakan dan Pelaporan Pasca kecelakaan


Site authority mengumpulkan informasi, data dan fakta lapangan sebagai berikut:
informasi data korban, equitment, lingkungan yag terdampak, informasi keterangan
waktu, tempat dan kondisi cuaca, meminta keterangan para saksi dan korban
melihat langsung dan keterangan atasan langsung seperti IBP3R, ijin kerja, daftar
hadir toolbox meeting, prosedur kerja / work method statement, gambar / sket ,
daftar hadir safety induction, membuat kronologis kejadian.
12.3. Site authority melaporkan kecelakaan dalam 1×24 jam dalam bentuk preliminary
report (laporan pendahuluan kecelakaan) kepada HO SHE dan R PM..
12.4. Melakukan analisa kecelakaan bersama team investigasi.
12.5. Membuat laporan kecelakaan dalam 2×24 jam melaporkan ke HO HSE, R PM dan
Disnakertrans setempat menggunakan form investigasi kecelakaan. OL-PSDS-OHS-
001.
12.6. Project melakukan safety standownmeeting untuk menyampaikan kejadian kepada
seluruh pekerja agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
12.7. Project memberikan tindakan perbaikan sesuai hasil rekomendasi laporan
penyelidikan kecelakaan.

17
12.8. Karyawan / pekerja / saksi / korban tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan
informasi / statemen kepada media kecuali sudah mendapat ijin project manajer.

Gambar 14. Formulir pelaporan kecelakaan

13. PEMANTAUAN & PENGENDALIAN POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA


Referensi:
Permenakertrans no.5 tahun 1996 tentang system manajemen K3.

Pemantauan dan pengedalian bahaya digunakan untuk mencatat semua potensi bahaya
K3 yang ditemukan selama aktivitas kerja berlangsung di tempat kerja baik dari kondisi
bahaya (unsafe condition) maupun tindakan berbahaya (unsafe action) dilengkapi dengan
tindakan upaya pengendalian yang diperlukan /dilaksanakan. Semua pekerja
berkewajiban melaporkan semua pekerja berkewajiban melaporkan semua potensi bahaya
ditempat kerja dengan menggunakan seperti contoh kartu pengamatan keselamatan /
KPK dan melampirkan foto temuan:

14. IDENTIFIKASI BAHAYA & PENILAIAN , PENETAPAN PENGENDALIAN


RISIKO (IBP3R)
Referensi:
- LK Safety Provision Klausul 1., Risk Assessment.
- LK prosedur tentang identifikasi bahaya dan penilaian, penetapan pengendalian risiko.
- OHSAS 18001:2007 klausul 4.3.1 Hazard identification, risk assessment and
determining controls.
- AS/NZS 4360:2004, Risk Management

Identifikasi bahaya dan penilaian, penetapan pengendalian risiko (IBP3R) adalah metode
Identifikasi yang resmi yang digunakan pada semua aktifitas rutin maupun non rutin yang

18
mampu memberi pengaruh baik kepada kesehatan dan keselamatan kerja untuk semua
pekerja, harta benda dan lingkungan yang berada di dalam lingkungan kerja.

Beberapa alasan mengapa IBP3R perlu digunakan: belum mempunyai SOP dalam
pelaksanaanya, merupakan pekerjaan baru, jarang dilakukan, mempunyai risiko tinggi,
mempunyai riwayat terjadi kecelakaan serius yang mengakibatkan cedera atau fatal,
membutuhkan ijin khusus , orientasi karyawan / tugas baru, observasi obyek terencana
sebagai materi daily toolbox meeting / safety talk, investigasi kecelakaan, intruksi tugas,
pelatihan ketrampilan.

14.1. Identifikasi Potensi Kerugian


14.1.1. Apakah ada kontak yang menyebabkan cidera, penyakit stress, apakah
pekerja dapat terjepit, terjatuh, terbentur, apakah tindakanya yang
memungkinkan menurunkan tingkat keselamatan produksi dan kualitas.
14.1.2. Peralatan
Apa saja bahaya yang dapat ditimbulkan oleh perkakas, apa saja kondisi
kedaruratan peralatan yang mungkin timbul, apakah peralatan akan
menyebabkan kerugian K3, produksi dan kualitas.
14.1.3. Material
Apa saja yang dapat terpapar dari bahan kimia , apa masalah yang spesifik
dari penanganan material , kemungkinan material dapat menyebabkan
kerugian K3, produksi dan kualitas, dll.
14.1.4. Lingkungan
Apa potensi masalah dari tata letak atau tertib, apa potensi masalah dari
kebisingan, penerangan, temperature, ventilasi, radiasi, bagaimana
kemungkinan faktor lingkungan menyebabkan kerugian pada K3 produksi,
kualitas.

Berikut manfaat IBP3R, yaitu meningkatkan kesadaran dan pemahaman pekerja ,


identifikasi dan analisa masalah membangun penyelesaian masalah, menstimulasikan
diterimanya kebijakan, peraturan dan prosedur, meningkatkan safety, memperbaiki
kualitas kerja yang aman dari kecelakaan kerja.
14.2. Cara mengisi formulir IBP3R adalah :
14.2.1. Mengidentifikasi setiap tahapan pekerjaan yang akan dilakukan.
14.2.2. Mengidentifikasi risiko yang timbul pada setiap tahapan pekerjaan.
14.2.3. Mengukur tingkat kemungkinan (probability) dan tingkat keparahan
(severity) dengan menggunakan matrik.
14.2.4. Pencegahan yang direkomendasikan untuk menghilangkan /
memperkecil potensi bahaya yang ada.

19
14.3. Tahapan penilaian Resiko IBP3R sebagai berikut:
14.3.1. Deskripsi umum pekerjaan, peralatan dan tenaga kerja yang terlibat.
14.3.2. Pemecahan pekerjaan menjadi beberapa tugas.
14.3.3. Identifikasi bahaya untuk setiap tugas (efek bahaya dan kemungkinan).
14.3.4. Tentukan tindakan pengendalian risiko dan rencana kerja.
14.3.5. Menilai risiko akhir untuk setiap tugas.
14.3.6. Menilai keseluruhan risiko.

B. Pengaturan Kesehatan Di Proyek


15. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Referensi:
Permenakertras No.15/Men/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.

15.1. Pastikan tersedia kotak P3K beserta isinya di lokasi kerja.


15.2. Pastikan setiap proyek/lokasi kerja memiliki petugas yang sudah mendapatkan
sertifikasi first aider (lihat table rasio jumlah petugas P3K).
15.3. Tidak diperbolehkan menangani korban jika belum memiliki sertifikasi first aider.
15.4. Pastikan lokasi kerja memiliki tandu yang berguna untuk evakuasi korban.
15.5. Tersedia paramedis dan klinik ditempat kerja (sesuai ketentuan yang diatur).
15.6. Lakukan pemeriksaan rutin terhadap kotak P3K.

Tabel 2.Rasio jumlah petugas P3K di tempat kerja dengan jumlah pekerja / buruh berdasarkan
klasifikasi tempat kerja.

Klasifikasi tempat kerja Jumlah pekerja / Buruh Jumlah petugas P3K


Tempat kerja dengan 25 – 150 orang 1 Orang
potensi bahaya rendah
> 150 orang 1 Orang untuk setiap 150
orang atau kurang

Tempat kerja dengan ≤ 100 orang 1 Orang untuk setiap 100


potensi bahaya tinggi orang atau kurang
>100 orang

20
Tabel 3. Isi Kotak

No Isi Kotak A (untuk Kotak B (Untuk Kotak C (Untuk


25 pekerja / 50 pekerja / 100 pekerja /
buruh atau buruh atau buruh atau
kurang) kurang) kurang)
1 Kasa steril 20 40 40
terbungkus
2 Perban (lebar 2 4 6
5cm)
3 Perban (lebar 2 4 6
10cm)
4 Plester lebar 2 4 6
1.25cm)
5 Plester cepat 10 15 20
6 Kapas 25 Gram 1 2 3
7 Kain segitiga 2 4 6
mittela
8 Gunting
9 Peniti
10 Sarung tangan
sekali pakai
(pasangan)
11 Masker
12 Pinset
13 Lampu senter
14 Gelas untuk cuci
mata
15 Kantong plastik
bersih
16 Aquades (100ml
larutan salie)
17 Povidon lodin
(60ml)
18 Alkohol 70 %
19 Buku panduan
P3K di tempat
kerja
20 Buku catatan
daftar isi kotak

21
16. Pemeriksaan Kesehatan / Medical Check Up
Referensi;
Permenakertrans No.2 Tahun 1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam
penyelenggaraan keselamatan kerja.
.
16.1. Pemeriksaan Kesehatan Calon Pekerja
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seseorang
tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaanya.Tujuanya untuk memastikan
bahwa calon tenaga kerja berda dalam kondisi kesehatan yang baik, yang tidak
berpotensi untuk membahayakan diri sendiri, rekan sekerja dan lingkungan kerjanya
serta memiliki kapasitas yang dibutuhkan dalam pekerjaanya sehingga keselamatan
dan kesehatannya selama bekerja terjamin.
16.2. Pemeriksaan Kesehatan Pekerja
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter pada waktu-waktu
tertentu terhadap tenaga kerja.Pemeriksaan kesehatan ini bertujuan untuk mendeteksi
sedini mungkin setiap gangguan kesehatan yang terjadi yang berpotensi menjadi
gangguan kesehatan dan berhubungan dengan paparn bahaya kesehatan di tempat
kerja.
16.3. Pemeriksaan Kesehatan Khusus
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus
berdasarkan riwayat penyakit dan atau status kesehatan pekerja pada saat tertentu.
16.4. Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja.
Ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang
setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga
kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan
dan kesehatan kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja yang lain-lainya dapat
dijamin.
16.5. Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja dan berkala
Meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru dan
laboratorium rutin, serta pemeriksaan yang dianggap perlu.
16.6. Pemeriksaan kesehatan harus dilakukann pada masa pre-employement & setahun
sekali.
16.7. Pekerja harian sebelum diterima bekerja dipastikan kesehatanya dengan surat
keterangan sehat dari klinik atau puskesmas setempat.
16.8. Pada jenis pekerjaan khusus MCU diwajibkan kepada pekerja dikarenakan tuntutan
dan resiko pekerjaanya, seperti contoh : Operator TC yang setiap hari melakukan
pekerjaan pemannjatan tangga TC diwajibkan untuk dipastikan tingkat kesehatan dan
kebugarannya dengan MCU.

22
17. Pengendalian Hama & Binatang Pengerat / Pest & Rodent Control
Referensi:
- KEP/187/MEN/1999 tentang pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja.
- Permen Perdagangan RI No. 04/M-DAG/PER/2006 tetang distribusi dan pengawasan
bahan berbahaya.
- Peraturan Pemerintah PP No. 7 Th 1973 tentang penngawasan atas peredaran
penyimpanan dan penggunaan pestisida.
- Permenaker No. Per.03/Men/1986 tentang syarat keselamatann dan kesehatan di tempat
kerja yang mengelola pestisida.
- Peraturan Menteri Perburuhan no. 07 tahun 1964 tentang syarat kesehatan , kebersihan
serta penerangan dalam tempat kerja.
- LK Safety Provision klausul 10.2 Pest control and surveilance.

17.1. Persetujuan pelaksana / supplier pest & rodent control


Hanya supplier Pest Control (pengendali hama) yang terdaftar dari pemerintah daerah
untuk melaksanakan treatment. Kontraktor harus menyerahkan nama supplier/operator
pest control dan jenis dan rincian bahan kimia yang digunakan kepada Site Safety
Enggineer untuk disetujui sebelum dimulainya treatment, serta lembar data keselamatan
bahan (MSDS) kepada Site Safety Engineer untuk persetujuan sebelum dimulainya
pelaksanaan pekerjaan.
17.2. Pest control dan surveillance
Kontraktor harus melakukan pemeriksaan utuk mendeteksi dan menghilangkan dari
bekembang biakan temuan hama.
17.3. Tindakan pengamanan
Tanda-tanda / rambu peasangan pencegahan Pest & Rodent Conntrol dipasang dan
disosialisasikan untuk mengingatkan pekerja dan masyarakat bahwa daerah telah
diperlakukan dengan bahan kimia beracun.Bahan kimia yang tidak diinginkan dan
kontainer harus dibuag dengan aman.

Jenis kegiatann pest dan rodent control seperti nyamuk, lalat, kecoa, semut, tikus dan
rayap yang dilakukan adalah spraying (penyemprotan). Fogging (pengasapan), Mist Blow
(Pemercikan) dan Balting System (pengumpanan).

Gambar 15. Pengendalian hama di tempat kerja

23
C. Pengaturan Lingkungan Di Proyek
18. Pemilihan Limbah Dan Penanganan Limbah B3
Referensi:
- Peraturan No. 18 Tahun 1999 tentang tata cara perizinan pengelolahan limbah
- Peraturan No. 85 Tahun 1999 tentang pengelolaan lingkungan dan pengelolaan
limbah, dan pengelolaan limbah berbahaya.
- PP RI No. 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3.
- Keputusan Kepala Bapedal No. Kep.02/BAPEDAL/09/1995 tentang dokumen limbah
B3.
- PerMen LH No.14 Tahun 2013 tentang simbol dan label limbah B3.
- Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 76 Tahun 2009 tetang pelaksanaan pengelolaan
limbah B3.
- Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang tata cara dan persyaratan
penyipanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas.

18.1. Pemilahan limbah

Seperti pada umumnya limbah dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu limbah non
berbahaya dan limbah berbahaya. Jika dasar pada jenis limbah sehingga limbah
dapat dibagi menjadi 3 jenis seperti di bawah ini:

18.1.1. Limbah organik untuk limbah makanan, kertas, daun dll – Warna
kuning.
18.1.2. Limbah anorganik misalnya sampah plastik, kaca, fiber, logam dll –
Warna hitam.
18.1.3. Limbah berbahaya (B3) untuk limbah misalnya minyak, cat, thiner,
benin, minyak tanah zat kimia dll – Warna merah .

Seperti yang diatur dalam instruksi kerja tentang waste handling.

Limbah proyek tersebut harus dilakukan pemilahan sesuai dengan jenis limbah yang dihasilkan
digolongkan sesuai kode warna.

24
Gambar 16. Kode warna pemilahan limbah

18.2. Penanggulangan Limbah B3

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, bahan kimia, sesuatu yang dengan
sendiri atau bercampur yang bisa berakibat berbahaya terhadap manusia, instalasi,
lingkungan kerja. Sisa suatu usaha dann atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan
atau merusakka lingkungan hidup dan atau dapat membahayaka lingkungan hidup
kesehatan, kelagsugan hidup manusia serta makhluk hiidup lain.

Contoh: minyak pelumas bekas, grease bekas, baterai bekas, lap berminyak,
cartridge printer bekas, kemasan bahan kimia, bahan kimia bekas, bahan kimia
tidak berlaku, resin bekas, glass wool, lampu mercury/TL, dll.

Penangananya limbah B3 sebagai berikut:

18.2.1. Pelajari prosedur pengiiriman, penerimaan, penyimpanan, penggunaan


dan pemusnahan (jika ada) untuk bahan/material berbahaya.
18.2.2. Limbah atau bahan berbahaya bentuk cair seperti minyak disimpan di
dalam container yang kokoh permanen dan tidak bocor atau meresap ke
tanah.
18.2.3. Tersedia bundwall 110% dari volume material B3 untuk pit
penampungan sementara.

25
18.2.4. Limbah B3 hanya di distribusika kepada pengumpul limbah B3 resmi
yang ditunjuk sesuai ketentuan BAPELDA.
18.2.5. Limbah B3 tercatat terkait jumlah dan volume dan didokumentasikan
dengan baik. Untuk bentuk, warna, ukuran dan bahan symbol limbah
dan label limbah B3 akan dijelaskan dalam instruksi kerja penanganan
dan pengelolahan limbah/waste handling.

Gambar 17. Instalasi Bundwall

19. PENGUKURAN LINGKUNGAN


Referensi:
- KEPMENAKER No.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja.
- Kepmen LH no. 48 Th 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
- Keputusan Menteri Kesehatan No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
- Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 54 Tahun 2008 tentang baku mutu
Kuaitas Udara Dalam Ruangan (KUDR).
- Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
- KEPMEN LH No.48/MENLH/11/1996 tetang Baku Tingkat Kebisingan.
- Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu
Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan di Propinsi DKI Jakarta.
- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.49 tahun Baku Tingkat Getaran.
- Perda Prop. DKI Jakarta No.2 Th. 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
- PP RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolahan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air dan Pengendalian Air.
19.1. Kontraktor wajib melakukan pengukuran lingkungan yang terdiri dari pengukuran
kualitas udara ambien, pengukuran kualitas udara lingkungan kerja, pengukuran air

26
bersih, pengukuran air permukaan, pengukuran emisi bergerak, dan tidak bergerak,
pengukuran kebisingan, pengukuran cahaya, pengukuran gearan.
19.2. Badan / supplier yang melakukan pengukuran lingkungan harus memiliki sertifikasi
PJK3 yang masih berlaku atau oleh Disnaker setempat.
19.3. Alat-alat pengukuran lingkungan yang digunakan harus memiliki kalibrasi yang berlaku
dibuktikan dengan dokumen pendukung.
19.4. Pengukuran lingkungan harus memperhatikan aspek peraturan daerah terkini.
19.5. Pengukuran lingkungan harus sesuai dengan yang disyaratkann dari program AMDAL
dan UKL-UPL.
19.6. Jika terdapat NAB yang tidak sesuai maka harus dilakukan upaya-upaya perbaikan dan
melakukan pengukuran kembali dengan hasil sesuai NAB normal sesuai peraturan daerah
yang berlaku.
19.7. Hasil pengukuran harus diketahui oleh pihak terait / owner.

D. Keselamatan Konstruksi Di Proyek


20. Pengoperasian Alat Berat Mekanis
Referensi:
Permenakertrans No.05 Tahun 1985 tentang pesawat angkat angkut

Peralatan berat mekanis umumnya seperti: excavator, drilling machine, bulldozer, wheel
loader, vibro roller, pneumatic tire roller, dump truck passenger hoist, tower crane, mobile
crane, gondola dan lainnya. Hal yang perlu dipahami dan disikapi adalah:
20.1. Kelaikan peralatan berat mekanis, ada inspeksi dan dinyatakan oleh
mekanik/petugas yang kompeten.
20.2. Alat dijalankan operator mempunyai kompetensi (SIO) yang masih berlaku
20.3. Setiap persiapan pengoperasian alat harus dilakukan uji fungsi tanpa beban lebih
dulu, yang menyangkut keselamatan: rem, gigi, kemudi, kaca spion, gerakan
lengan, alarm dan tanda mundur, lampu sein jika semuanya baik maka boleh
beroperasi.
20.4. Peralatan yang digunakan rutin secara harian seperti dump truck, forklift, excavator,
dll harus dilakukan P2H (pemeriksaan peralatan harian) dan memiiki log book
peralatan.
20.5. Pemeriksaan peralatan minimum dilakukan sebulan sekali oleh petugas mekanik /
elektrik dan petugas keselamatan untuk memastikan aspek keselamatan dan
kelayakan peralatan tersebut.
20.6. Barikade / rambu / tanda pembatas antara area kerja dan area luar yang aman bagi
pekerja disekitarnya.

27
20.7. Tidak boleh mengisi bahan bakar saat mesin masih hidup, tidak boleh merokok saat
mengisi bahan bakar, tidak boleh ada pekerja yang duduk/berdiri diatas platform /
kabin / di sebelah operator.
20.8. Jika bekerja malam hari harus ada penerangan yang cukup, demikian pula jika siang
hari namun gelap.
20.9. Operator harus dapat melihat jelas area tempat kerja, jika tidak maka harus ada
pemandu operasi alat, termasuk jika bekerja di area yang sempit dan padat
lalulintasnya.
20.10. Saat selesai operasi, posisi alat harus aman; gigi netral, bucket diturunkan, ruang
kabin dan panel dalam keadaan tertutup, mesin dalam keadaan mati, parkir di
tempat yang ditentukan.
20.11. Terpasang tanda peringatan untuk tidak boleh istirahat di dalam dan disekitar alat
baik bagi operator atau pekerja lainnya.
20.12. Kunci peralatan disimpan atau di tempat khusus setelah digunakan unntuk tidak
digunakan oleh orang yang tidak berwenang.
20.13. Peralatan tidak boleh melakukan kerja beban diluar kapasitas alat yag sudah
ditentukan.

Gambar 18. Operator dilarang membawa penumpang

Gambar 19. Pekerja dilarang di dalam radius kerja alat berat

28
21. Pekerjaan Penggalian dan Penimbunan Tanah
Referensi :
- Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan pada
konstruksi bangunan.
- Keputusan Bersama Menaker dan en. PU No. KEP. 174/MEN/1986 Nomor
104/KPTS/1986 tentang K3 pada Tempat Kegiatan Konstruksi.

21.1. Penggalian
Penggalian adalah kegiatan pengikisan, pembuatan lubang, parit, menghilangkan
permukaan tanah.Contohnya penggalian konstruksi pondasi, konstruksi drainase dll.
21.2. Penopang galian (Shoring)
Struktur dari besi atau penopang kayu yang mendukung sisi penggalian yang
dirancang untuk mencegah dinding runtuh.

Gambar 20.Frame work untuk lahan kerja – proteksidinding


galian

21.3. Aspek keselamatan dalam pekerjaan penggalian:


21.3.1. Pekerjaan penggalian harus ada ijin kerja terkait penggalian.
21.3.2. Pekerjaan penggalian harus sesuai dengan work method yang telah
disetujui.
21.3.3. Identifikasi bahaya pekerjaan harus dilakukan dengan IBP3R
21.3.4. Ada tanda/patok yang jelas untuk innstalasi yang sudah ada seperti kabel
listrik, pipa gas, pipa air bersih, pipa minyak, kabel telepo, pengamatan
dari hasil koordinasi pihak terkait (PLN, PDAM, TELKOM, dll).
21.3.5. Penumpukan material, peralatan dan sisa galian minimal 0,6 meter dari
pinggir lubang galian.
21.3.6. Setiap lubang galian harus tersedia tangga akses untuk keluar masuk.
21.3.7. Lubang galian bebas dari air menggenang (lakukan dewatering).
21.3.8. Jika dibutuhkan gunakan sirkulasi udara di dalam lubang galian dengan
blower udara.

29
21.3.9. Penggalian dalam:
2.1.3.9.1. Tersedia dan memadainya jumlah pemandu (banks man) untuk
berkoordinasi proses penggalian dan pengangkutan tanah.
2.1.3.9.2. Untuk penggalian melebihi 4 meter ditunjuk inimal 1 orang
banks men unntuk membantu proses penggalian dan untuk
penggalian melebihi 10 meter ditunjuk 1 orang banks man
unntuk setiap titik pada loading point.
2.1.3.9.3. Tersedia alat komunikasi HT (Handy Talkie) dalam proses
penggalian
2.1.3.9.4. Tidak ada seorang pun diperbolehkan dalam radius kerja
excavator atau dibawah excavator dalam bekerja.
2.1.3.9.5. Menggunakan excavator yang sesuai dengan jenis galian.

Gambar 21.Jarak tumpu di dekat lubang galian

21.4. Penimbunan tanah (landfill)


Penimbunan tanah adalah kegiatan pemindahan tanah galian ke tempat yang telah
ditentukan.
Aspek keselamatan perlu diperhatikan dalam penimbunan tanah:
21.4.1. Tersedia petugas yang memandu (dump man) kegiatan penimbunan tanah
untuk memberikan tanda atau aba-aba.
21.4.2. Tersedia pengatur lalulintas (flag man) khususnya disetiap persimpangan
jalan.
21.4.3. Pastikan pada saat dumping tanah di sekitar area pendumpingan cukup
stabil dan kuat.

30
21.4.4. Pekerja berada dalam posisi aman dari jalur pergerakan / maneuver alat
dan radius peralatan yang bekerja (dump truck / excavator).
21.4.5. Dump truck yang keluar harus dibersihkan di area washbay terlebih
dahulu unntuk menghindari kotoran tanah di jalan yang berlebihan.
21.4.6. Muatan tanah buangan tidak boleh melebihi kapasitas bucket dump truck.
21.4.7. Menggunakan alat pelindung diri yang haruskan sesuai dengan jenis
kegiatan. (safety helmet, safety shoes, kacamata, reflectivevest dan masker
debu).

22. Bekerja Di Atas Dan Di Dekat Air


Referensi
- Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan pada
konstruksi bangunan.
- Keputusan Bersama Menaker dan Men. PU No. KEP.174/MEN/1986 Nomor
104/KPTS/1986 tentang K3 pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
22.1. Melakukan identifikasi bahaya bekerja di dekat dan diatas permukaan air dengan
IBP3R.
22.2. Area genangan air di lokasi kerja harus diberi pagar pembatas dan tanda
peringatan..
22.3. Pengawas berada dekat dengan lokasi / pekerjaan di dekat atau di atas permukaan
air.
22.4. Pekerja APD wajib digunakan seperti jaket pelampung.
22.5. Tersedia ring bouy di lokasi kerja dengan tali minimal 15 meter.

23. Pengangkutan Beban Secara Manual


Referensi:
- UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal 5 (cara-cara dan sikap yang
aman dalam melaksanakan pekerjaan).
- Keputusan Bersama Menaker dan Men. PU No. KEP.174/MEN/1986 Nomor
104/KPTS/1986 tentang K3 pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
- Permenakertrans Nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan pada
konstruksi bangunan.
Ketika terlibat dalam kegiatan yag meliputi pengangkatan, menurunkan, mendorong,
menarik, membawa, mengangkut, menahan setiap beban dengan tangan atau dengan
kekuatan tubuh, berikut cara melakukan manual handling dengan aman :
23.1. Posisi kuda-kuda yang kokoh
23.2. Jaga punggung tetap lurus, tetapi miring kedepan secukupnya untuk lengan dapat
mengangkat beban kearah vertical.
23.3. Pegang obyek yang diangkat secara kokoh dan kuat.

31
23.4. Jangan melakukan gerak melintir pada waktu mengangkat beban.
23.5. Pertahankan barang dekat dengan tubuh pada saat membawa dan memindahkan .
23.6. Menurunkan/meletakan barang sesuai dengan gerakan semula pembalikan gerak.
23.7. Maksimum beban pekerja dalam mengangkat beban secara menual adalah 20 Kg.
23.8. Berat beban lebih dan bentuknya berbahaya, ukurannya, stablitasnya, sifatnya
dalam mengangkat dan memindahkannya harus mengguakan alat bantu mekanis
seperti hand pallet, trolly dan lainnya.
23.9. Gunakan alat pelindung diri yang sesuai seperti sarung tangan.
23.10. Gunakan alat bantu angkat atau dilakukan pengangkatan bersama rekan pekerja
lain.

Gambar 22.Manual handling dilakukan sendiri

24. Lift Penumpang / Passenger Hoist (PH)


Referensi:
- PER-09/MEN/VII/2010 tentang Operator dan Petugas Pesawat Angkat dan Angkut.
- PER-05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
24.1. Kelaikan pakai dan perlengkapan lift mempunyai ijin depnaker dan hanya
dijalankan oleh operator mempunyai kompetensi (SIO) yang masih berlaku.
24.2. Pemasangan, pembongkaran, pengoperasian dan pemeliharaan PH harus sesuai
dengan manualbook.
24.3. Maksimal beban/orang, tanda peringatan dan tanda/kartu/log tercantum atau tertulis
pada lift dan dapat dibaca dengan jelas.
24.4. Jembatan penghubung (landing gate) antara platform dan lantai bangunan harus rata
dan lebar minimum sama dengan pintu sangkar lift dan dilengkapi top dan mind
rail.
24.5. Dilarang siapa pun memodifikasi, merubah fungsi dalam PH untuk keperluan
apapun (contoh : merubah switch pintu pagar pengaman tidak berfungsi).
24.6. Pintu lift/hoist sangkar atau pagar pengaman PH selalu tertutup selama saat operasi
naik/turun.

32
24.7. Passenger hoist harus dilakukan pemeriksaan harian untuk memeriksa kesiapan alat
seperti rem, gerak naik dan turun, pintu PH berfungsi.
24.8. Dilakukan inspeksi / pemeriksaan secara bulanan rutin untuk memeriksa semua
komponen kelistrikan dan mechanical dari PH oleh pihak ketiga (petugas atau
badan) yang bersetifikat.
24.9. Semua petunjuk pada tombol dan dipahami dan dimengerti menggunakan bahasa
Indonesia yang baku.
24.10. Alat Pelindung Diri untuk Operator. Helm, sepatu dan sarung tangan tersedia dan
digunakan
24.11. Potensi bahaya telah diidentifikasi dalam IBP3R saat pemasangan, operasional dan
pembongkaran

25. Gondola / Suspended Working Platform


Referensi:
- PER-09/MEN/VII/2010 tentang Operator dan Petugas Pesawat Angkat dan Angkut.
- PER-05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.

25.1. Gondola hanya boleh dioperasikan oleh operator yang kompeten memiliki (SIO)
yang masih berlaku da gondola harus memiliki sertifikasi dari Disnaker setempat
yang masih berlaku. (Masa berlaku sertifikat gondola satu tahun sejak sertifikat
diterbitkan).
25.2. Maksimum beban (SWL) harus tertera jelas pada gondola.
25.3. Setiap pengoperasian gondola, area dibawahnya harus diisolasi denngan
menggunakan pita pengaman dan memasang rambu peringatan seperti “Awas di
atas sedang ada aktifitas Gondola, DILARANG MELINTAS”.
25.4. Operator gondola melakukan pemeriksaan peralatan harian (P2H) sebelum gondola
digunakan untuk mengetahui kondisi laik atau tidaknya gondola dan dilakukan
pemeriksaan rutin sebulan sekali oleh gondola provider untuk aspek : mekanis,
kelistrikan, aspek keselamatannya.
25.5. Dilakukan inspeksi / pemeriksaan secara bulanan rutin untuk memeriksa semua
komponen kelistrikanya dan mechanical dari PH oleh pihak ketiga (petugas atau
badan ) yang bersertifikat PJK3
25.6. Hentikan kegiatan menggunakan gondola jika dalam keadaan cuaca buruk: Hujan
lebat, angina kencag dan kondisi darurat lainnya.
25.7. Setiap gondola harus memiliki life line yang berguna untuk pekerja mengaitkan
bodyharness.
25.8. Pengawas selalu standby mengawasi dengan mengguakan alat komunikasi seperti
handy talkie (HT).
25.9. Operator tidak memiliki penyakit acrophobia terhadap ketinggian dibuktikan
dengan hasil pemeriksaan kesehatan.

33
25.10. Operator harus menggunakan alat pelindung diri seperti helm, safety shoes, body
harness dan lainya.
15.1. Mengidentifikasi bahaya pekerjaan / aktifitas gondola menggunakan IBP3R.

26. Pengoperasian Crane (Mobile Crane, Tower Crane, Portable Crane & Lifting Device)
Referensi:
- PER-09/MEN/VII/2010 tentang Operator dan Petugas Pesawat Angkat dan Angkut.
- PER-05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.

Aspek keselamatan umum dalam pengoperasian crane


26.1. Setiap kelaikan pakkai crane dinnyatakan petugas mekanik yang kompeten.
26.2. Dijalankan hanya oleh operator mempunyai kompetensi (SIO) yag masih berlaku.
26.3. Terdapat sertifikat crane yang menunjukan kemampuan kapasitas, kelaikan alat
angkat dan masih berlaku.
26.4. Pemasangan, pembongkaran, pengoperasian & pemeliharaan crane harus sesuai
dengan buku manual crane.
26.5. Semua alat angkat harus terpasang dengan perangkat pengaman yang relevan
seperti force limit, switch limit, speed limit, dll.
26.6. Setiap persiapan pengoperasian crane harus dilakukan pemeriksaan peralatan harian
(P2H) uji coba seluruh gerakan, indikator pada panel dan lainnya, sebelum
dioperasikan jika baik maka boleh beroperasi.
26.7. Pengangkatan tidak boleh melebihi kapasitas angkat crane (SWL), pengangkkatan
disesuaikan antara beban dengan jenis crane yang digunakan.
26.8. Saat pengoperasian mobile crane, kondisi taah cukup kuat dan rata menanggung
beban crane , terpasang kaki penahan (out rigger).
26.9. Ada petugas pemandu operasi crane (rigger) yang kompeten menggunakan
radio/HT & isyarat tangan menggunakan tanda-tanda yang standar pada operasional
pengangkatan.
26.10. Pekerja dilarang berada dalam radius angkat, dibawah beban atau berada pada
beban yang diangkat dan tersedia pagar pembatas/area aman untuk radius swing
bagi siapapun yang berada di sekitar crane.
26.11. Semua operasional pengangkatan wajib menggunakan tag line (tali pandu).
26.12. Saat selesai operasi, tidak boleh menggantung beban, memasang tanda peringatan
untuk tidak beristirahat di dalam dan sekitar crane.
26.13. Crane dilakukan inspeksi reguler sebulan sekali dan dilakukan perawatan seperti
lubrikasi, penyetelan dan pengujian fungsi crane, pada crane terdapat load chart, log
book dan tanda SWL tertera jelas.
26.14. Semua kegiatan pengangkatan harus dalam pengawasan lifting supervisor.
26.15. Usia maksimum mobile crane yang digunakan adalah 20 tahun.

34
26.16. Critical / heavey lifting harus memiliki ijin kerja & rencana kerja pengangkatan
(lifting plan).
26.17. Special / critical lifting. Pengangkatan yang dapat mengakibatkan atau
menyebabkan jatuhnya beban, gangguan, tabrakan, tabrakan, akibat serius terhadap
orang, peralatan, fasilitas seperti pada kriteria di bawah ini:
26.17.1. Beban yang diangkat diatas 10 T (mobile crane).
26.17.2. Beban yang diangkat diatas 80% dri SWL dari crane.
26.17.3. Tandem lift atau menggunakan 2 crane (mobil & tower crane)
26.17.4. Lifting di atas equipment / exitng facility /di atas struktur (over live plant /
equipment / building)

Contoh kegiatan critical lifting di industri high rise building diantaranya


pengangkatan heavy dan atau large MEP equipments, install beam structure, install
roof rafter, dll.

26.18. Batas ketinggian TC mengikuti yang diatur dalam aturan dan perijinan pemerintah
& Jib Tower crane tower tidak diizinkan di luar batas garis area proyek (sesuai
perijinan) & persetuujuan tertulis authority project.
26.19. TC harus dilengkapi dengan force limiting device (perangkat pembatas gaya), speed
limiter (pembatas kecepatan), moment limit switch (pembatas gaya moment),
slewing limit switch (pembatas putar).
26.20. Pengoperasian pada malam hari harus ada penerangan yang cukup memadai,
26.21. TC harus dilengkapi dengan rest platform per 4 section & dilengkapi ledder climb
fall arrestor / real stop arrestor untuk memanjat tangga tower crane.
26.22. Operator TC harus dalam kondisi sehat dengan bukti medical check up (MCU)
yang masih berlaku
26.23. Pada operasional TC dilarang pekerja menumpang pada bucket, skid, sling & hooks
dengan alasan apapun.
26.24. Pastikan selalu ada komunikasi antara operator crane dan petugas rigger di bawah
dan pekerja di daerah yang terlindung dan cukup jauh dari gerak crane.
26.25. TC dilengkapi dengan penyalur petir

Gambar 23.Liftinng Device / portable


crane

35
Gambar 24.Mobile crane

27. Penggunaan Alat Bantu Angkat (Shackle, Chain Block, Wire Sling, Chain, Lever Block,
Webbing Sling, Spreader Bar, Lifting Bar, Lifting Basket, Hook, Spreader Bar, Dll)
Referensi:
-PER-09/MEN/VII/2010 tentang Operator dan Petugas Pesawat Angkat dan Angkut.
-PER-05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut

Lifting gear adalah alat bantu angkat dalam proses pengangkatan / proses lifting. Banyak
sekali jenis dan tipe lifting gear. Fungsi lifting gear sangat vital dalam setiap proses lifting,
oleh karena itu diperlukan perawatan dan cara menyimpan yang benar sehingga lifting gear
tersebut awet, tidak rusak, identifikasinya dan tidak mengalami penurunan kapasitas.

27.1. Semua peralatan bantu angkat memiliki hasil uji beban & bersertifikat dari
perusahaan manufaktur / fabrikan, tidak diijinkan memakai alat bantu angkat yang
tidak standard & buatan tangan tanpa uji beban persetujuan pihak project authority.
27.2. Sertifikat alat bantu angkat harus ada tersedia pada saat inspeksi alat bantu angkat.
27.3. Semua peralatan bantu angkat dalam kondisi layak pakai dan tidak cacat.
27.4. Semua peralatan di area project harus terdata dan teregister sebagai alat bantu
angkat yang resmi digunakan.
27.5. Penggunaan alat bantu angkat harus sesuai dengan fugsi, kegunaannya &
kapasitasnya.
27.6. Pada saat pemakaian / penggunaan patuhi petunjuk penggunaan dari manual book,
hindari / lindungi dari permukaan yang tajam, hindari tekukan yang tajam, hindari
paparan panas yang berlebih, 62 derajat celcius untuk material dari synthetic dan
208 derajat celcius untuk material dari alloy steel.

36
27.7. Pada saat penyimpanan peralatan alat bantu angkat; simpan pada temperature
ruangan (ambient), hindari temperature di bawah -40 derajat celcius, simpanlah
dengan rapi dan mudah dalam pengambilan, hindari kimia yang bersifat korosif,
jangan diletakan di lantai yang kasar atau tajam.
27.8. Jaga identitas atau marking dari lifting gear tersebut, misalnya nama manufacture,
tag no, serial no, kapasitas, SWL, WLL dan tidak diperkenankan menggunakan alat
bantu angkat tanpa identitas alat yang tidak jelas.
27.9. Sistem color coding terhadap lifting gear yang digunakan mendukung operasional
pengangkatan sbb:

Tabel 4.Kode Warna Inspeksi alat batu angkat

Periode Inspeksi Bulan Januari - Juni

Periode Inspeksi Bulan July - Desember

Lifting gear reject

Gambar 25.Contoh alat bantu angkat

37
28. Bekerja Di Ketinggian
Referensi:
- Keputusan Dirjen Binawas Ketenagakerjaan No. KEP. 45/DJPPK/IX/2008 tentang
Pedoman K3 Bekerja Pada Ketinggian Dengan Menggunakan Akses Tali (Rope
Access).
- Permenakertrans No.9 Tahun 2016 tentang bekerja di ketinggian.
- Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan pada
konstruksi bangunan.

Definisi bekerja di ketinggian adalah bekerja di atas 2 meter dan dalam jarak 1 meter dari
bibir perimeter wajib menggunakan alat pelingdung diri dari bahaya jatuh (safety harness).
(Contoh aktifitas bekerja di ketinggian yaitu kerja menggunakan gondola, pekerjaan
facedelfinishing, pemasangan bata di perimeter, pemasangan dan pembogkaran bekisting
(plat lantai), pembobokan di perimeter, pengelasan di perimeter, instalasi kabel di
perimeter & aktifitas lainnya yang berada di perimeter dll).

28.1. Bekerja di ketinggian


28.1.1. Bekerja di ketinggian, wajib memeriksa peralatan kerja dan mental phisik
dan keterampilan pekerja, serta menggunakan alat pelindung diri (safety
harness). Peralatan kerja yang sering digunakan: railing, platform, tali
pengaman, pengait safety harness, kantong perkakas.
28.1.2. Kondisi pekerja harus sehat dan tidak ada rasa takut/phobia terhadap
ketinggian atau trauma ketinggian.
28.1.3. Terdapat anchor point (titik jangkar) dan life line di area kerja.
28.1.4. Platform harus kuat dan bersih serta diberi railing/pagar pembatas yang
sanggup menahan benturan/dorongan minimal 90 Kg.
28.1.5. Jika ada lubang yang melebihi besar telapak sepatu pekerja maka harus
ditutup.
28.1.6. Jaring pengaman harus dipasang jika dipersyaratkan dan dipandang perlu.
28.1.7. Penumpukan material sementara harus dibatasi bebanya dan disusun
sedemikian rupa agar tidak mudah jatuh dan masih menyisakan ruang
bekerja yang cukup
28.1.8. Setiap pekerjaan di ketinggian harus dalam pengawasan langsung site
supervisor.
28.1.9. Menggunakan alat bantu yang layak dan stadar untuk bekerja di ketinggian
seperti safety harness, anchor point, life line, tangga, platform kerja,
scaffolding, man lift dan lainnnya.
28.1.10. Hentikan kegiatan kerja di ketinggian jika dalam keadaan cuaca buruk:
hujan lebat, anginn kencang dan kondisi darurat lainnya.
28.1.11. Kerja di ketinggian harus memiliki work permit, motode kerja dan IBP3R

38
Gambar 26.Personel fall arrest system

28.2. Syarat keselamatan kerja menggunakan access rope


28.2.1. Pekerja memiliki sertifikasi kompetensi kerja dengan menggunakan access
rope.
28.2.2. Peralatan kerja menggunakan acces rope harus dilakukan pre-checklist
sebelum peralatan digunakan.
28.2.3. Pekerjaan dengan access rope harus dalam pengawasan langsung oleh site
supervisor.
28.2.4. Kerja diketinggian dengan menggunakan access rope harus memiliki ijin
kerja & IBP3R.
28.2.5. Pekerja dilengkapi dengan radio komunikasi yang terhubung dengan
pengawas lapangan.

29. Tangga Kerja


Referensi:
Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan pada konstruksi
bangunan.

29.1. Tangga Kerja Portable


Tangga kerja (sementara) diperlukan untuk jalur lalu lintas pekerja ke tempat yang lebih
tinggi (beda elevasi 60 cm sudah ada anak tangga).

39
29.1.1. Bahan tangga harus kuat, tidak kondisi cacat dan jika menggunakan kayu
tidak boleh dicat karena menutup tanda dan gejala keretakan.
29.1.2. Pemasangan tangga dengan kemiringan 75 derajat, atau perbandingan 4 : 1
29.1.3. Kemampuan beban tangga minimal 2 (dua0 kali beban yang ditumpunya dan
pastikan tumpuan tangga stabil da nada penahan geseran pada kaki-kakinya.
29.1.4. Lakukan naik dan turun tangga dengan menghadapi tangga dengan prinsip 3
titik kontak dan dilarang menuruni tangga dengan cara membelakangi.
29.1.5. Tumpuan terakhir anak tangga dengan bagian atas adalah sebagai pegangan
pada saat berpindah ke area yang dituju, maka harus dilebihkan minimal 90
cm-1 meter atau 3 anak tangga.
29.1.6. Ada label inspeksi bahwa tangga memang layak digunakan oleh pengawas
kerja.
29.1.7. Tangga tunggal ketinggian max 6 meter yang digunakan
29.1.8. Tangga harus diikat, berdiri stabil, tidak goyang dan pengait pada bracing
tangga dipasang.

Gambar 27.Tangga portable

29.2. Perlindugan Ngga Sementara Lantai / Staircase Protection


Perlindungan tangga gedung digunakan untuk melindungi pekerja terjatuh dari
ketinggian / pinggir tangga denga perlinndung susuran (hand rail).
29.2.1. Tangga lantai harus dilengkkapi dan dipasang pagar pengaman sementara yang
cukup kokoh minimal dapat menahan beban 100 Kg.
29.2.2. Cukup penerangan pada tangga lantai.

40
29.2.3. Instalasi staircase protection dilengkapi dengan rambu seperti “GUNAKAN
HAND RAIL SAAT NAIK/TURUN TANGGA” yang mudah dibaca dan
instalasi pipa railing dicat berwarna kuning.
29.2.4. Penempatan titik instalasi railing dipasang minimal 10 cm dari
pinggir/perimeter lubang.
29.2.5. Handrail terdiri dari toprail dan middle rail.

30. Perancah Kerja (Work Scaffold)


Referensi:
- Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan pada
konstruksi bangunan.
- BS 1139 -1990: Metal Scaffolding & Accessories.
- ANSI A10.8-1988: Scaffolding Safety Requirement.
- OSHA Federal Reguilation Part 1910 & 1926.
- AS 1576.3 – 1991: Syarat-syarat Umum Scaffolding.
- BS 5973 Code of Practice for access and working scaffolds.

Perancah (Scaffold) ialah banguan peralatan (platform) yang dibuat untuk sementara dan
digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiiap
pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran dan
sebagai alat bantu pekerja di ketinggian.

Aspek keselamatan perancah sebagai berikut:

30.1. Kontraktor mengajukan rancang bangun / rencana konstruksi perancah (design


scaffold) oleh petugas ahli perancah (scaffolding Inspector) dan diketahui, disetujui
oleh owner project authority.
30.2. Bahan / material yang akan digunaka harus sesuai:
30.2.1. Standar SNI atau standar lain untuk material & praktek pemasangan,
kualitas dan jaminan produk sesuai ukuran dan beban yang dikeluarkan
pabrikan atau rencana awal.
30.2.2. Bebas dari keretakan, cacat permukaan, bengkok.
30.2.3. Pengunci atau clamp berfungsi baik.
30.2.4. Platform / papan harus kuat dari bahan yang sama dan rata, jika
mengguakan papan kayu maksimal mata kayuu yang diperbolehkan hanya
2 (dua) dan tidak boleh dicat.
30.3. Pemasangan perancah harus melalui tahapan:
30.3.1. Rancang bangun perancah harus sesuai dengan gambar kerja yang teah
disetujui.

41
30.3.2. Perancah dipasang dan dibongkar oleh teknisi perancah yang kompeten
(scaffolder bersertifikat).
30.3.3. Proses mendirikan perancah harus diawasi oleh inspektur perancah.
30.4. Kondisi tanah atau dudukan rata dan pipa support mampu mendukung beban 4
(empat) kali lipat.
30.5. Mendirikan perancah dilengkapi ijin kerja.
30.6. Mendirikan perancah harus dilengkapi dengan IBP3R.
30.7. Pemasangan dan pembongkaran harus diawasi oleh inspector scaffolding.
30.8. Setiap section atau 3 lift kostruksi maka harus ada pengikatan / support pada
bangunan atau untuk menjaga kestabilan.
30.9. Perancah dilengkapi dengan pagar pelindung dan dilengkapi dengan topdanmiddle
rail.
30.10. Lantai kerja (platform) tertutup dan terikat rapat.
30.11. Terdapat access naik dan turun (tangga).
30.12. Terdapat toe board, base plate dan wooden plate.
30.13. Setiap ketinggian 4 lift wajib dipasang pengikat, face & sway brace.
30.14. Perbandingan antara tinggi scaffold harus disesuaikan dengan lebar struktur
scaffolding.
30.15. Papan platform dipsang rapat terikat kawat ujung papan yang terakhir harus
melebhi support minimal 15cm.
30.16. Penggunaan perancah yang harus diperhatikan, ada label/kartu (scaff tag) yang
digantung menyatakan peerancah boleh atau tidak boleh digunakan oleh ahli
perancah.
30.17. Bebas dari instalasi jaringan listrik karena umumnya perancah dari baha logam.
30.18. Tidak boleh menaiki perancah lewat cross brace/silng, tersedia akses tangga.
30.19. Diperiksa ulang jika terjadi angina kencang, gempa bumi, benturan atau getaran
yang menyebabkan kestabilan berubah.
30.20. Dilakukan pemeriksaa rutin oleh Scaffolding inspector minimal sebulan sekali.
30.21. Dipasang jarring pengaman sekeliling perancah untuk pengaman tambahan.
30.22. Scaffolding gantung/Hang glider Platform gantung:
30.22.1. Harus ada ijin kerja dalam pemasangan dan pembongkarannya,
dilengkapi dengan design gambar yang telah disetujui oleh Project
authority & dipasang oleh orang yang berkompeten.
30.22.2. Pekerja wajib pakai alat pelindung jatuh (safety harness).

42
Gambar 28.Frame scaffold

31. ANJUNGAN KERJA (WORKING PLATFORM)


Referensi:
- Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamtan dan Kesehatan pada
kostruksi bangunan.

Anjungan kerja (working platform) harus mengikuti kaidah-kaidah umum (code of


practice), sbb:

31.1. Design working platform harus mendapat persetujuan oleh projectauthority.


31.2. Working platform didirikan sesuai dengan design dan metode kerja.
31.3. Working platform kerja memiiki proteksi railing (top & middle rails).
31.4. Working platform tersedia akses berpagar & terproteksi dengan aman.
31.5. Lantai kerja tertutup rapat & terikat.
31.6. Area terbuka di sekitar working platform harus diberi pembatas / pagar untuk
menandainya.
31.7. Working platform diinspeksi secara berkala sebulan oleh site supervisor.

Gambar 29.Working platform

43
32. TERMINAL LOADING
Referensi
- SNI 03-2847-2002, Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung.
- SNI 1729-2002, Tata cara perhitungan struktur baja untuk bangunan gedung.
- SKBI 1.3.53.1987, Pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung.
- ASCE 37-02 Designloads on structuresduring construction.

Terminal loading adalah tempat sementara untuk meletakan material agar material
mudah didistribusikan ke area yang dituju secara vertical.

Gambar 30.Contoh Terminal Material

44
Aspek Keselamatan terminal loading:

Untuk menghindari kecelakaan yag terjadi di area pemasangan terminal termasuk area
dibawahnya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

32.1. Setiap pelaksanaan pekerjaan di ketinggian haarus mendapat ijin tertulis dari
project authority menggunakan formulir ijin kerja pekerjaan di ketinggian.
32.2. Project Authority memberikan pengarahan kepada semua pihak terkait
pemasangan terminal mengenai potensi bahaya dan hal-hal yang harus dipatuhi
untuk mencegah terjadinya kecelakaan melalui IBP3R.
32.3. Dipastikan terlebih dahulu bahwa tenaga yang bekerja pada lokasi tersebut sudah
mempunyai pengalaman yang cukup dan kondisi kesehatan yang baik serta tidak
memiliki penyakit takut ketinggian (acro-phobia).
32.4. Area sekitar terminal dipastikan dalam kondisi terang / dilakukan pemasangan
pada pagi / siang hari.
32.5. Larangan rambu-rambu peringatan di area sekitar lokasi pekerjaan dan di area
bawahnya.
32.6. Pemasangan rambu-rambu peringatan di area sekitar lokasi pekerjaan dan di area
bawahnya.
32.7. Pemasangan warning barrier (batas peringatan) seperti safety line sebagai tanda
dimana adanya area berpotensi kejatuhan pekerja atau material dari terminal yang
dipasang.
32.8. Pekerja yang bekerja wajib menggunakan alat pelindung diri helm, sepatu dan
safety harness, dan tersedia life line.
32.9. Selama pelaksanaan proses pemindahan material dengan menggunakan terminal,
pengguna wajib mengammankan area lokasi pekerjaan baik disekitar terminal
maupun area di bawah terminal.
32.10. Design terminal loading harus disetujui oleh engineer dengan mempertimbangkan
menetapkan standar terminal yang sudah diverifikasi secara desain, kalkulasi
enggineering sehingga memenuhi standar kekuatan dan kekakuan berdasarkan
standar yang ada.
32.11. Terminal loading memiliki sertifikasi uji beban oleh badan yang berwenang untuk
menentukan kapasitas beban.
32.12. Maksimum beban / batas aman muat (SWL) tertera dan terbaca jelas pada
terminal loading.
32.13. Terdapat rambu peringatan keselamatan pada terminal loading.
32.14. Pemasangan, pemindahan dan pembongkaran kontraktor harus mengajukan sesuai
dengan work method yang diajukan dan disetujui oleh Project authority.
32.15. Pekerja yang bekerja pada terminal loading mengikuti ketentuan keselamatan
kerja di ketinggian.

45
32.16. Terminal loading harus dilakukan pemeriksaan mingguan dengan menggunakan
checklist pemeriksaan terminal loading oleh site supervisor.

33. BEKISTING / FORMWORK

Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan pada konstruksi
bangunan.

Formwork atau bekisting adalah cetakan sementara yang digunakan unntuk menahan beton
selam beton dituang dn dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Dikarenakan
berfungsi sebagai cetakan sementara, bekisting akan dilepas atau dibongkar apabila beton
yang dituang telah mencapai kekuatan yang cukup.

Bekisting harus didirikan dengan kekuatan yang cukup dan faktor keamanan yang meadai
sehingga sanggup menahan atau menyangga seluruh beban tidak tetap (hidup) dan beban
tetap (mati) tanpa mengalami keruntuhan atau berbahaya bagi pekerja dan konstruksi
beton.

Gambar 31.Contoh Terminal Material

Berikut aspek keselamatan dalam konstruksi bekisting:


33.1. Project harus memastikan penggunaan material untuk struktur bekisting dalam
kondisi baik, kuat, tidak cacat, mudah digunakan dan aman dan penggunaan material
konvensional untuk penopang (shoring) bekisting seperti bamboo, kayu, galam, dll
tidak diijinkan di LK proyek, hanya material berbahan baku metal berspesikasi seperti
pipa galvanie, a Frame scaffold, dll yang diijinkan.
33.2. Material bekisting dilakukan pemeriksaan awal dengan mennggunakan cheklits
pemeriksaan material oleh site supervisor bekisting.

46
Setip struktur bekisting harus mampu menahan total beban mati, beban hidup dan
beban terdampak pada struktur dengan faktor keamanan minimal 2.
33.3. Desaign / rancang bangun & calculation engineering bekisting sesuai rencana kerja
per zona pemasangan harus disetujui oleh project authority sebeum di pasang
33.4. Aframe scaffold / pipa perancah sebagai penopang bekisting harus diperiksa secara
berkala sebulan sekali dengan menggunakan ceklist pemeriksaan dan
mengaplikasikan system pelabelan (scaff tag) untuk penopang struktur bekisting oleh
pelaksana site supervisor bekisting / scafolder inspector untuk memastikan posisi
penopang dan bentuk bekisting dalam kondisi baik dan aman.
33.5. Pastikan terpasang penguat (bracing) dan pengikatan yang benar dan aman pada
struktur penopang bekisting.
33.6. Tersedia jalur akses dan lantai kerja yang aman dengan dilengkapi dengan pagar
pengaman dan lantai kerja yang tertutup rapat.
33.7. Pembongkaran struktur bekisting dapat dilakukan jika telah dilakukan pemeriksaan
dengan ceklist, test beton dan dinyatakan siap dibongkar oleh siteengineer project.
33.8. Area yang ijinkan untuk dibongkar struktur bekisting harus ditandai / dibatasi dengan
pita pengaman. Site supervisor bekisting memperhatikan aspek kebersihan dan
kerapian lokasi kerja, material bekisting berpaku, sisa ikatan kawat, sisa bongkaran
kayu, bongkaran peralatan pendukung bekisting dan lain sebagainya harus segera
dikumpulkan, dipindahkan dan ditempatkan di suatu area penumpukan yang tidak
dilintasi / tidak ada kegiatan pekerja di area tersebut.
33.9. Reshoring slab dan beam diberikan dan disiapkan untuk mendukung keamanan
konstruksi setelah pembongkaran jika masih ada kegiatan konstruksi di lantai atas
atau lebih. Penempatan reshoring yang ditempatkan dengan benar pada bagian atas
dan bawah dan dilengkapi dengan sole plate dan didasari oleh design / rencana kerja
yang telah disetujui oleh project authority.
33.10. Reshoring dilakukan inspeksi secara berkala oleh site supervisor bekisting.
Design drawing, calculation engineering, hasil pemeriksaan penopang struktur
bekisting harus terdokumentasi dan teregister dengan baik.

Gambar 32.Shoring / penopang

47
34. PROTEKSI PERIMETER & LUBANG
Referensi:
- Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan pada
konstruksi bangunan.
- Ketentuan SKB Menaker & PUNo: 174/Men/1986 & 104/Kpts/1986.
- OSHA 3146-05R 2015 Tentang Fall Protection in Construction.
- (Brasch, E. (2010). Fall Protection for the Construction Industry Oregon OSHA).
- Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (SNI Kayu 2002, Bahan Konsensus).

Bahaya yang dominan pada kegiatan gedung bertingkat adalah bahaya jatuh dari ketinggian
dan kejatuhan objek kerja, untuk mencegah kemungkinan tersebut diperlukan system
proteksi pada lubang dan sistem jaring pengaman..

Kontraktor harus menyerahkan metode kerja pemasangan jaring pengaman dan


memproteksi lubang pengaman sebelum diinstalasi.

34.1. Safety Crash Deck


Safety crash deck dibuat untuk melindungi pekerja dari terjatuhnya pekerja , material
dan peralatan di ketinggian pada lubang lift.
34.1.1. Harus dipasang disetiap 4 lantai pada bagian dalam opening lift shaft.
34.1.2. Terbuat dari frame pipa/besi siku (material yang cukup kuat) dengan wire
mesh fence 600 mm (kawat pagar) dan dilapisi dengan papan plywood
dengan tebal minimal 20 mm.
34.1.3. Safety crash deck dipasang dengan kemiringan 60 0 dari sumbu Y dan ditarik
dengan wire sling diameter minimal 6,35 mm atau ¼” sebanyak 2 (dua) titik
angkur untuk ukuran standar 2x2 meter. Jika lebih dari 2x2 meter maka
harus ditambahkan wire sling untuk titik angkur.
34.1.4. Safety crash deck dilakukan drop test oleh petugas yang ditunjuk
(kompeten) dan cukup kuat untuk menahan beban minimal 180kg karung
pasir dan dijatuhkan dari ketinggian 2 lantai.
34.1.5. Instalasi safety crash deck harus menutup semua lubang di area tersebut dan
pastikan tidak akan ada puing/batu/material apapun yang bisa jatuhmelalui
area tersebut.
34.1.6. Engsel menggunakan sistem penguncian dengan dyna bolt sesuai dengan
ukuran, berat dari safety crash deck.
34.1.7. 2 (dua) minggu sebelum pemasangan kontraktor harus mengajukan metode
kerja pemasangan, IBP3R dan shop drawing safety crash deck.
34.1.8. Area dekat safety crash deck dipasangkan rambu peringatan, contoh “Awas
lubang”, “Safety Crash Deck bukan tempat untuk bekerja”.

48
34.1.9. Dilakukan pemeriksaan setidaknya 1 bulan sekali oleh petugas yang
ditunjuk

Gambar 33.Safety Crash Deck

34.2. Safety Deck

Safety deck dibuat untuk melindungi pekerja pada saat terdapat pekerjaan
pengecoran, persiapan, pembongkaran bekisting dari terjtuhnya pekerja, material dan
peralatan dari ketinggian di 4 (empat) lantai ke bawah top struktur.

34.2.1. Safety deck dipasang di sisi luar dan mengelilingi gedung guna mencegah
material yang jatuh dari ketinggian yang berada pada perimeter lantai
gedung.
34.2.2. Safety deck terbuat dari frame pipa / besi siku (material yag cukup kuat)
dengan wire mesh fence 600 mm × 600 mm (kawat pagar) yang bisa
menangkap/menahan benda yang jatuh dari ketinggian dan dilengkapi
dengan netting system (poly net berwarna hijau).
34.2.3. Instalasi safety deck harus dibuat dalam metode kerja, IBP3R dan
perhitungan engineering serta sho drawing.
34.2.4. Luas ukuran safety deck 4×2 meter.
34.2.5. Derajat kemiringan safety deck tidak kurang dan lebih 60 0 summbu Y dan
ditarik menggunakan sling dengan diameter minimal ¼ 0 dan dilakukan drop
test oleh petugas yang ditunjuk (kompeten) dan dapat menahan beban
minimal 180 Kg karung pasir dan dijatuhkan dari minimum 2 lantai
(1926.502 (c )) OHSA 3146 1998 (Fall protection in construction).
34.2.6. Area dekat safety deck dipasangkan rambu peringatan seperti Awas lubang ,
Safety deck bukan tempat untuk bekerja.

49
34.2.7. Engsel menggunakan system penguncian dengan pembautan sesuai dengan
ukuran, berat dari safety deck.
34.2.8. Dilakukan pemeriksaan setidknya 1 bulan sekali oleh petugas yang ditunjuk.

Gambar 34.Safety Deck

34.3. Pagar pengaman (hard barrier) pada lubang lift.


34.3.1. Pagar pengaman (hard barrier) pada lubang lift dibuat untuk melindungi
pekerja dan mencegah material jatuh dari ketinggian.
34.3.2. Lubang lift dipasang pagar pengaman dengan pipa galvanized (hard barrier)
setinggi 1,1 meter diameter luar minimal 3’ dan tebal minimal 2 mm serta
terdapat pembatas di bagian top dan mid rail.
34.3.3. Dipasang tanda peringatan berupa barrier pada lubang lift dibuat dari digital
printing material barrier yang menutupi seluruh area rongga / pintu lift.
34.3.4. Rambu atau tanda peringatan yang tertulis pada banner seperti “Awas
Lubang”, Dilarang bersandar dan membuang apapun ke dalam lubang lift”,
“BAHAYA, sedang dalam proses instalasi”, Dilarang untuk melepas,
memindahkan, merusak perlindungan ini kecuali dari izin terkait dan rambu
lainnya.
34.3.5. Banner berwara kuniing dengan design diberikan proteksi dibelakang
banner dengan hard barrier.
34.3.6. Instalasi perlindunngan lift ini harus terpasang disetiap area terbuka pada
lubang lif.
34.3.7. Akses/gangway di depan lubang lift, harus terbebas dari material dan cukup
penerangan di area tersebut.
34.3.8. Dilakukan pemeriksaan setidakya 1 bulan sekali oleh petugas yang ditunjuk.

50
Gambar 35.Proteksi lubang lift

34.4. Guardrails/pagar pengaman (OSHA 3146-Inst05R 2015 – 29 CFR 1926.502(b)).


Instalasi pagar pengaman digunakan untuk melindunngi pekerja terjatuh dari
ketinggian/perimeter, pit lift area, tangga gedung, proteksi untuk akses pekerja.

34.4.1. Material pagar pengaman terbuat dari pipa galvanized.


34.4.2. Pagar pengaman cukup kuat menahan beban minimal 90 Kg.
34.4.3. Sistem pagar pengaman/guardrails terdiri dari top rail, midrail dan tiang
Vertical.
34.4.4. Pagar pengaman harus terbebas dari segala material yang bisamenyebabkan
pakaian pekerja tersangkut.
34.4.5. Material pagar pengaman dengan pipa galvanized (hard barrier) setinggi1,10
meter, diameter luar minimal 3” dan tebal minimal 2 mm sertaterdapat pembatas
di bagian top dan mid rail.
34.4.6. Instalasi jarak/panjang pagar pengaman adalah 3 meter dan setiappanjang 3 meter
diberikan tiang dengan tinggi 1,10 meter.
34.4.7. Instalasi pagar pengaman pipa galvanized menggunakan polynet dandilengkapi
dengan rambu “HATI-HATI LUBANG” yang mudah dibaca daninstalasi pipa
dicat berwarna kuning.
34.4.8. Penempatan titik instalasi dipasang minimal 100 cm dari
pinggir/perimeterLubang.
34.4.9. Tiang menggunakan base plate dan dyna bolt pada pemasangannya.
34.4.10. Dilakukan pemeriksaan setidaknya 1 bulan sekali oleh petugas yangditunjuk.

51
Gambar 36.Pagar pengaman dengan bahan pipa
galvanized

Gambar 37. Pagar pengaman di perimeter galian

34.5. Guard rail (pagar pembatas) antara akses kendaraan dan area kerja
34.5.1. Instalasi guard rail dipasang untuk melindungi dan membatasi pekerja
danKendaraan.
34.5.2. Instalasi guard rail menggunakan pipa berukuran diameter 3” dan tinggi
110 cm.
34.5.3. Instalasi guard rail jarak/panjang railing adalah 3 meter dan setiap panjang
2 meter diberikan tiang dengan tinggi 110 cm.

52
34.5.4. Instalasi menggunakan net dan dilengkapi dengan rambu peringatan seperti
“HATI-HATI LUBANG” yang mudah dibaca dan instalasi pipa dicat
berwarna kuning.

34.6. Proteksi lubang lantai/Opening floor protection & Proteksi lubang dinding/Opening
Wall Protection.

34.6.1. Instalasi opening floor protection dipasang untuk melindungi pekerja


danmaterial terjauh dari lubang lantai & gedung di ketinggian.
34.6.2. Instalasi opening floor protection menggunakan pipa berukuran diameter 2”
dan tinggi tiang 110 cm, instalasi opening floor panjang railing mengikuti
kondisi di lapangan.
34.6.3. Instalasi dilengkapi dengan rambu peringatan seperti “HATI-
HATILUBANG” yang mudah dibaca dan instalasi pipa railing dicat
berwarnakuning.
34.6.4. Penempatan titik instalasi railing dipasang minimal 10 cm
daripinggir/perimeter lubang.
34.6.5. Lubang ditutup dengan papan multiplek dengan tebal minimal 20 mm
ataudengan metal plate tebal minimal 4 mm.

Gambar 38. Gambar proteksi lubang lantai

34.7. Vertical Net


Vertical net dipasang pada 4 tingkat dari yang paling atas saat ada kegiatan
struktur& bekisting.
34.7.1. Vertical net dipasang untuk metal access scaffolding, area bongkar &pasang
bekisting, setiap pagar pengaman untuk sebagai penanda &menghindari
terjatuhnya material, peralatan dan pekerja.
34.7.2. Vertical net dipasang dengan mengajukan penilaian risiko IBP3R,
metodekerja sebelumnya.
34.7.3. Kontraktor melakukan inspeksi pemeliharaan vertical net secara mingguan.

53
34.7.4. Design & perencanaan pemasangan vertical net harus diajukan
untukmendapat persetujuan dari project site authority.
34.7.5. Jaring harus cukup kuat dan sesuai ukuran untuk melindungi
kemungkinanorang & material jatuh. (Specifications Material: FR Treated
Twisted Nylon.Standards: OSHA 1926.500, 1926.502 and NFPA 701).

Gambar 39. Vertical Net

35. BEKERJA DI RUANG TERTUTUP & TERBATAS


Referensi:
Keputusan Dirjen Binawas Ketenagakerjaan No.KEP.113/DJPPK/IX/2006 tentangPedoman
dan Pembinaan Teknis Petugas K3 Ruang Terbatas (Confine Spaces).

Definisi ruang tertutup dan terbatas (confine space) adalah sebuah ruangan yangmempunyai
4 (empat) karakteristik, yaitu:
1. Mempunyai luas yang terbatas dan dikonfigurasi agar tubuh pekerja dapat masuk dan
melakukan tugasnya.
2. Mempunyai keterbatasan pintu untuk masuk dan keluar .
3. Tidak didisain untuk pekerjaan yang terus menerus.
4. Dipengaruhi oleh suhu udara kurang ventilasi dan oksigen, ada kemungkinan
terkontimnasi zat / gas berbahaya.

Contohnya: lubang / sumur / terowongan, pipa, silo tangga putar, saluran pembuangan,
tangki, ruang pendingin, vessels / bejana, manholes, sewer, bunker, selokan / parit,
terowongan, saluran pipa, reservoir, lubang dengan kedalaman min 1,5 m.

Aspek Keselamatan bekerja di ruang tertutup dan terbatas.


35.1. Bekerja di ruang terbatas harus memiliki ijin kerja.
35.2. Memasang blower / fan untuk sirkulasi udara segar masuk dan adanya ventilasi atau
aliran udara keluar.

54
35.3. Mengukur kadar udara di dalam lubang tersebut dengan menggunakan gas detector.
35.4. Memastikan identifikasi bahaya mekanis, elektrik, fisik, kimia, biologi, ergonomic,
dan aspek lingkungan serta kemungkinan adanya bahaya lain dengan IBP3R.
35.5. Tidak boleh bekerja sendirian, dalam arti harus ada pekerja lain yang mengawasi,
menjaga, mendapatkan kode, tanda tertentu bahwa pekerja tetap sadar dalam
bekerja.
35.6. Penerangan yang cukup, alat komunikasi, tali, tangga, alat pelindung diri sesuai
dengan potensi bahaya yang diperkirakan.
35.7. Hanya orang yang berwenang dan ditunjuk dan yang melakukan pekerjaan kerja
sesuai pada ruang tertutup dan terbatas.
35.8. Telah mengikuti pelatihan tentang kerja ruang terbatas dan tertutup.
35.9. Aplikasikan prosedur LOTO (lock out tag out / penguncian dan pelabelan) jika
terdapat sumber potensi bahaya elektrikal dan mekanikal.

Gambar 40. Area kerja confined space wajib tersedia


aliran udara yang segar

36. KESELAMATAN KELISTRIKAN


Referensi:
Permenaker No. 12 Tahun 2015 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di
tempat kerja.

Berikut Keselamatan listrik yang perlu dipahami dan disikapi, sebagai berikut :
36.1. Project harus menggunnakan peralatan kelistrikan yang berstadar SNI dan
Internasional.
36.2. Gunakan alat pelindung diri dan perlatan listrk yang mempunyai isolator yang baik.
36.3. Sistem pengaman kelistrikan seperti pembatas arus (ELCB), grounding /
pembumian, pembatas tegangan terpasang dan bekerja denga baik.
36.4. Panel listrik dalam keadaan tertutup dan hanya dioperasikan oleh petugas yang
ditetapkan (tidk sembarang orang) dn diberikan rambu “Awas Listrik Tegangan
Tinggi).

55
36.5. Hanya petugas yang memiliki kualifikasi dan memiliki kompetensi sebagai teknisi
listrik yang boleh melakukan pekerjaan listrik di area project.
36.6. Kabel listrik dalam keadaan terisolasi, jika terkelupas segera perbaiki (dibngkus
dengan isolator listrik).
36.7. Ukuran dan kualitas peralatan listrik sesuai dengan kebutuhan atau tenaga listrik
yang dihasilkan.
36.8. Pasang tanda peringatan pada setiap instalasi yang mengandung risiko voltase
tinggi.
36.9. Saat memperbaiki instalasi listrik atau sambungan listrik aplikasikan sistem LOTO
(lock out/kunci gembook, tag out/pemasangan label/danger tag) yang ada dalam
prosedur LOTO, pastikan aliran listrik dalam keadaan mati/putus dan dipasang label
“jangan di kontak / dihidupkan” agar yang lain tahu.
36.10. Saat selesai pekerjaan dan perbaikan listrik pastikan aliran listrik putus dimatikan.
36.11. Jika lokasi kerja memiliki pembangkit listrik lebih dari 200 (dua ratus) Kilo Volt-
Ampere wajib mempunyai Ahli K3 Listrik.
36.12. Peralatan dan instalasi kelistrikan dilakukan pemeriksaan berkala sebulan sekali
oleh teknisi listrik project.
36.13. Dilakukan pelabelan (electrical tagging inspection) per 6 (enam) bulan sekali
dengan sistem color coding terhadap semua peralatan kelistrikan setelah dilakukan
inspeksi.
36.14. Jaringan dan instalasi listrik terletak di lantai atau ditanam harus diatur dengan rapi,
aman dan tidak menghalangi akses lewat. Peletakan & pemasangan jalur kabel
listrik tidak tergenang air, jarak tinggi minimal 5 meter jalur & instalasi kelistrikan
terpasang di atas.
36.15. Project harus memiliki denah kelistrikan untuk setiap instalasi listrik.
36.16. Aktifitas pekerjaan listrik bertegangan tinggi ≥ 380 V harus memiliki ijin kerja.
36.17. Aktifitas pekerjaan kelistrikan yang berisiko harus dilakukan penilaian risiko /
IBP3R.

Gambar 41. Penggunaan listrik melebihi kapasitas

56
37. PENGELASAN
Referensi:
PER/02/MEN/1982 tentang Kualifikasi Juru Las di Tempat Kerja.

Aspek keselamatan pada pengelasan adalah sebagai berikut ;


37.1. Pengelasan hanya dilakukan oleh tukang las yang berkompeten dan bersertifikat
yang masih berlaku.
37.2. Pekerja pengelasang wajib meggunakan APD seperti welding apron (jaket las),
sarung tangan las, masker, welding cap dan safety shoes.
37.3. Kondisi peralatan pengelasan dalam kondisi layak dan aman digunakan.
37.4. Ijin kerja panas / pengelasan harus disetujui project authority untuk pekerjaan
kritikal pengelasan di ketinggian & kerja panas (contoh: pengelasan tanki bahan
bakar, pengelasan di perimeter / ketinggian).
37.5. Pekerjaan pengelasan harus memiliki identifikasi bahaya dengan IBP3R.
37.6. Jika diperlukan pekerjaan pengelasan harus memiliki fire watcher.
37.7. Tidak melakukan pengelasan di daerah yang mudah terbakar dan mudah meledak
37.8. Terpasang kabel grouding/pembumian berjarak 3 meter dari lokasi kerja dan mudah
dilihat.
37.9. Tersedia APAR di dekat pekerjaan pengelasan.
37.10. Mesin las harus dimatikan jika digunakan.

Gambar 42. Penggunaan APD saat pekerjaan pengelasan

57
38. TABUNG GAS BERTEKANAN
Referensi :
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.1 Tahun 1982 Tentang Bejana Tekan.

38.1. Penempatan Tabung Bertekanan.


38.1.1. Tabung gas bertekanan (acetylene, elpiji, argon, oksigen, nitrogen dan
lainya) yang berisi harus dalam posisi tegak berdiri (tidak boleh
digulingkan dan direbahkan).
38.1.2. Tabung ditempatkan dalam keranjang tabung gas bertekanan atau
menggunakan trolley dan menggunakan sign seperti: gas yang mudah
terbakar / flammable gas, gas yang tidak mudah terbakar / non flammable
gas, gas beracunn / toxic gas.
38.1.3. Jarak tabung gas bahan mudah terbakar (acetylene / elpiji) dan tabung gas
oksigen minimal 5 meter.
38.1.4. Jika tabung gas bertekanan kosong berikan label “kosong”.
38.1.5. Periksa selalu tabung gas sebelum digunakan menggunakan checklist
pemeriksaan.
38.1.6. Tabung harus dalam kondisi terikat dengan kuat.
38.1.7. Jauhkan tabung dari material mudah terbakar, sumber panas dan percikan
api.
38.1.8. Cylinder storage tersedia alat pemadam api ringan dengan kapasitas 9 Kg.
38.1.9. Pemindahan dan pengangkutan tabung bertekanan menggunakan
keranjang / trolley dan selalu dalam posisi berdiri dan terikat.
38.1.10. Area penyimpanan tidak menghalangi akses jalan & terdapat rambu
“dilarang merokok”.
38.2. Penggunaan Tabung Bertekanan dan aksesoris perlengkapan lainnya.
38.2.1. Tabung gas harus dilengkapi dengan flashback arrestor / safety check
valve.
38.2.2. Pastikan selang dan regulator (pressure gauge) selalu dalam kondisi laik
digunakan tidak ada keretakan, bocor, dan kerusakan.
38.2.3. Pastikan penggunaan tabung gas sesuai dengan peruntukan mengikuti
standar kode warna tabung gas.
38.2.4. Gunakan lighter / pematik khusus untuk menyalakan cutting torch (bukan
korek api biasa) untuk menghindari terbakarnya tangan pada saat
menyalakan cutting torch.
38.2.5. Transfer atau pengangkatan tabung bertekanan harus menggunakan
keranjang tabung bertekanan danmenggunakan teknik pengangkatan yang
aman menggunakan alat yang memadai.
38.2.6. Clamp selang menggunakan crimping clamp
38.2.7. Lakukan pemeriksaan setiap sambugan sebelum digunakan dengan
mengguakan air sabun.

58
Gambar 43. Penematan tabung bertekanan

39. PENGGERINDAAN
Referensi:
Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan pada konstruksi
bangunan.
Gerindra adalah salah satu alat yang sering digunakan untuk menghaluskan, maratakan dan
bahkan memotong dalam aktifitas konstruksi. Percikan butiran sisa bahan logam dan api
merupakan potensi bahaya utama.
39.1. Pekerja dalam menggunakan gerindra harus menggunakan alat pelindunng diri
seperti pelindung mata, facesheld (pelindung wajah), ear plug.
39.2. Memeriksa gerindra sebelum disambung kealiran listrik dan dalam keadaan off,
periksa kekencangan baut dan alat pelindung mata gerindra tidak retak dan tidak
cacat.
39.3. Kesesuaian kecepatan putar (RPM) pada mesin gerinda dan batu gerinda.
39.4. Penggunaan batu gerinda sesuai dengan jenis dan fungsinya (batu gerinda tipis
untuk memotong dan batu gerinda tebal utuk menghaluskan).
39.5. Gunakan handgrip (pegangan tanngan) yang tersedia pada mesin gerinda sesuai
dengan posisi yang dikehendaki.
39.6. Bahan dan lingkungan yang mudah terbakar dan mudah meledak hars dihindari,
karena setiap percikan apa dapat mennyebabkan kebakaran dan peledakan.
39.7. Terdapat alat pemadam api ringan (APAR) di dekat pekerjaan menggerinda.
39.8. Gunakan APD yang sesuai face shield, kacamata, keselamatan, masker debu
sebagai pelindung dari percikan api dan serpihan halus dari material.

59
39.9. Setiap pekerjaan panas yang menggunakan gerinda memerlukan identifikasi bahaya
IBP3R.

Gambar 44. Ilustrasi pekerjaan grinding

40. PERKAKAS TANGAN


Referesi:
Permenakertrans nomor 1 tahun 1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
konstruksi bangunan.
Perkakas tangan adalah semua alat kerja yang dioperasikan langsung dengan tangan yang
digunakan secara manual seperti palu, obeng, tang catut, gergaji tangan, gerinda, circular
saw, dll.

Aspek keselamatan penggunaan perkakas tangan, sebagai berikut :


40.1. Setiap perkakas tangan hanya sesuai peruntukanya dan kegunaannya.
40.2. Setiap perkakas harus diperiksa sebelum digunakan, dilarang menggunakan
perkakas yang dalam kondisi cacat, rusak.
40.3. Perkakas yang menggunakan aliran listrik harus dalam keadaan lepas / mmati
(switct off) sebelum digunnakan, kemudian dicoba terlebih dulu dalam keadaan
tanpa beban atau sasaran obyek.
40.4. Gunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan perkakas tangan yang digunakan
seperti sarunng tangan , masker, pelindung wajah dan lainnya dalam
pengoperasiannya.
40.5. Semua perkakas tangan dibersihkan setelah selesai digunakan dan disimpan rapi.
40.6. Dilarang memodifikasi peralatan tangan yang tidak sesuai dengan fungsi dan
kegunaanya (contoh : memodifikasi portable circular saw menjadi table circular
saw).
40.7. Perkakas tangan untuk pekerjaan listrik harus memiliki isolator yang baik dan tidak
rusak.

60
40.8. Perkakas bertenaga listrik harus diperiksa oleh teknisi listrik dan dilabel sesuai
periode color coding.
40.9. Aktifitas penggunaan perkakas tangan harus dilakukan penilaian risiko/IBP3R.

Gambar 45. Ilustrasi pekerjaan menggunakan perkakas

61

Anda mungkin juga menyukai