1. Pengertian
Proses pemeriksaan fisik untuk mengkaji struktur, fungsi dan kelainan pada kulit, kepala,
leher dan dada.
2. Tujuan
a. Mengkaji penampilan umum dan status mental klien
b. Mengkaji kelainan pada kulit dan kuku
c. Mengkaji bentuk dan kelainan daerah kepala
d. Mengkaji adanya kelainan pada mata dan fungsi penglihatan
e. Mengkaji telinga luar, saluran telinga, gendang telinga dan fungsi pendengaran
f. Mengkaji kesimetrisan struktur nasal dan fungsi penghidu
g. Mengkaji adanya kelainan mulut
h. Mengkaji struktur integritas leher dan sistem limfatik
i. Mengkaji kelaian bentuk dada dan fungsi paru
j. Mengkaji bentuk jantung dan ketidaknormalan denyut jantung
3. Persiapan Alat
a. Stetoskop j. Spidol penanda
b. Spekulum telinga/othoskop k. Arloji dengan jarum penunjuk detik
c. Spekulum hidung l. Surat kabar, buku atau majalah
d. Spatel lidah m. Kasa secukupnya
e. Senter kecil/ pen light n. Kayu putih
f. Senter kepala o. Sarung tangan
g. Garputala 512 Hz p. Lampu penerang (lampu sorot)
h. Bagan Snellen q. Baki beralas
i. Ishihara r. Sampiran (scherm)
1. Penggaris dalam sentimeter
4. Prosedur Kerja
Penampilan dan Status Mental
1. Sebelum melakukan prosedur, perkenalkan diri dan verifikasi identitas klien. Jelaskan
kepada klien apa yang akan dilakukan, mengapa perlu dan bagaimana klien dapat
berpartisipasi. Diskusikan hasil dan jelaskan hasil pemeriksaan akan digunakan dalam
perencanaan perawatan lebih lanjut.
2. Melakukan kebersihan tangan dan prosedur pencegahan infeksi.
3. Menjaga privasi klien (pasang sampiran/scherm)
4. Amati tanda-tanda distress baik melalui postur maupun ekspresi wajah.
5. Amati tubuh klien, tinggi badan, berat badan sesuai dengan usia, gaya hidup, dan
kesehatan (normal: tubuh proporsional)
6. Amati postur dan gaya berjalan klien termasuk berdiri dan duduk ( Normal: relaks; postur
tegak; gerakan terkoordinasi, Penyimpangan: tegang, membungkuk, gerakan tidak
terkoordinasi; tremor, gaya berjalan tidak seimbang)
7. Amati kebersihan klien secara keseluruhan.
8. Catat bau badan dan bau napas (normal: tidak ada bau badan; tidak ada bau napas,
Abnormal: badan bau busuk; bau amonia; napas bau aseton; nafas bau busuk)
9. Catat tanda-tanda gangguan kesehatan atau penyakit (misalnya, warna kulit atau
pernapasan).
10. Inspeksi sikap klien (Normal: kooperatif, mampu mengikuti petunjuk, ada penyimpangan
jika klien menarik diri; cemas)
11. Catat perubahan suasana hati/mood dengan menilai respon klien.
12. Dengarkan kuantitas bicara klien (jumlah dan kecepatan), kualitas (intonasi, kejelasan) dan
relevansinya dengan pikiran (Normal: berpikir logis; masuk akal; realistis, ada
penyimpangan jika pembicaraan tidak logis; flight of ideas; kebingungan)
2
Pemeriksaan Kulit
1. Periksa warna kulit (sebaiknya dikaji di bawah cahaya alami dan tidak terkena sinar
matahari langsung). (abnormal: pucat, sianosis, ikterus, eritema)
2. Inspeksi keseragaman warna kulit. (normal: seragam kecuali daerah terkena sinar
matahari, Abnormal: hiperpigmentasi atau hipopigmentasi)
3. Inspeksi dan palpasi adanya edema, jika ada (yaitu, lokasi, warna, suhu, bentuk, dan sejauh
mana kulit tetap edema saat ditekan oleh jari). (Perhatikan skala edema)
ukuran kranium membesar, dahi menonjol dan bola mata tenggelam atau Mikrosefal:
ukuran kranium kecil dengan wajah mongolid)
Pemeriksaan Mata
Ketajaman penglihatan
1. Pastikan penerangan cukup
2. Pemeriksaan pertama, minta klien untuk membaca surat kabar atau majalah dengan suara
lantang (perhatikan jarak membaca)
3. Minta klien untuk menggunakan kaca mata dengan lensa korektif (jika diperlukan)
4. Pemeriksaan kedua, siapkan alat : bagan snellen letakkan dengan jarak 6 meter dari klien.
5. Atur posisi klien duduk/atau berdiri, beritahu klien untuk menebak hurup yang ditunjuk
pemeriksa.
6. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan alat, klien diminta menutup salah satu mata.
7. Kemudian minta klien untuk menebak hurup mulai dari huruf paling besar ke paling kecil.
8. Tentukan ketajaman penglihatan klien
(Ketajaman penglihatan klien digambarkan 6/x dimana jarak klien dan kartu sellen adalah
6 meter dan hasil dari pemeriksaan terhadap klien =x
Misal, jika x=12 maka ketajaman penglihatan klien adalah 6/12, artinya klien hanya dapat
membaca pada jarak 6 meter sementara rata-rata orang lain dapat membaca pada jarak 12
meter)
Pemeriksaan Buta Warna
1. Pastikan penerangan cukup
2. Siapkan alat: ishihara
3. Minta klien untuk menyebutkan gambar/angka yang tertera pada kartu ishihara
Pemeriksaan Lapang Pandang /Bidang visual perifer
1. Posisikan pemeriksa berdiri di depan klien dengan jarak 60 cm.
2. Tutup mata kanan klien dan mata kiri untuk pemeriksa
3. Minta klien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pandangan pada satu titik
4. Gerakan jari pada 4 arah (Normal bidang visual perifer/lapang pandang: Lateral 90°,
Superior 50°, Inferior 70 °, Medial 50 ° dari titik pusat visual)
5. Minta klien untuk memberitahu ketika jari pemeriksa sudah terlihat
6. Lakukan prosedur yang sama pada mata kiri klien dengan prosedur berlawanan
Pemeriksaan Telinga
1. Atur posisi klien duduk
5
2. Pemeriksa berdiri di sebelah sisi klien, amati daun telinga dan catat : bentuk, adanya lesi
atau bejolan.
3. Tarik daun telinga ke belakang dan ke atas, amati lubang telinga luar, catat adanya: lesi,
cerumen, dan cairan yang keluar.
4. Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga.
5. Masukkan spekulum telinga, dengan lampu kepala/othoskop amati lubang telinga dan catat
adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda radang, perdarahan.
6. Lakukan pada sisi telinga yang lain.
Pemeriksaan fungsi pendengaran
Uji nada suara normal
1. Pemeriksa di belakang klien dengan jarak 4-6 meter
2. Bagian telinga yang tidak diperiksa ditutup
3. Bisikkan suatu bilangan
4. Beritahu klien untuk mengulangi bilangan tersebut
5. Bandingkan dengan telinga kiri dan kanan
Uji detik arloji
1. Pegang arloji disamping telinga klien 2-3 cm
2. Beritahu klien menyatakan apakah mendengar arloji atau tidak
3. Kemudian jauhkan, sampai klien tidak mendengar (normal : masih terdengar pada jarak
12,5 – 37,5 cm)
4. Lakukan pada kedua sisi telinga dan bandingkan
Test garputala
Rinne test
1. Pemeriksa duduk di sebelah sisi klien
2. Getarkan garputala dengan memegang tangkai garputala dan pukulkan pada telapak
tangan atau buku jari.
3. Letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, dan jelaskan klien agar memberitahu
atau mengacungkan jari telunjuk bila merasakan getaran dan menurunkannya jika
sudah tidak merasakan getaran
4. Bila klien tidak merasakan getaran, segera dekatkan ujung jari garputala pada lubang
telinga sekitar 1-2 cm, dan anjurkan klien agar memberitahu mendengar suara getaran
atau tidak. (Normal: klien masih mendengar saat ujung garputala didekatkan pada
lubang telinga atau hantaran udara lebih lama dari pada hantaran tulang).
Weber test
1. Getarkan garputala
2. Letakkan pangkal garputala di tengah-tengah dahi klien/puncak kepala klien
3. Tanya kepada klien, sebelah mana telinga mendengar lebih keras (lateralisasi
kana/kiri). (Normalnya getaran didengar sama antara kanan dan kiri).
Scwabach Test
1. Getarkan garputala
2. Letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid klien.
3. Kemudian jika klien sudah tidak merasakan getaran, lalu pindahkan pangkal garputala
ke tulang mastoid pemeriksa. (Normalnya, pemeriksa sama-sama tidak merasakan
getaran. Jika pemeriksa masih merasakan getaran berarti hantaran tulang klien
memendek),
6
Pemeriksaan Paru
Inspeksi
1. Lepas pakaian klien hingga sebatas pinggang
2. Posisi klien dapat duduk dan atau berbaring
3. Dari arah atas tentukan kesimetrisan dada
4. Dari arah samping dan belakang tentukan bentuk dada (bentuk dada normal oval, jarak
transfersal lebih panjang daripada jarak AP perbandingan 7:5)
5. Dari arah depan, catat : gerakan napas dan tanda-tanda sesak napas
Gerakan nafas normal:
Simetris 12 – 20x/menit, abdominal / thorakoabdominal, tidak ada penggunaan otot napas
dan retraksi interkosta.
Gerakan nafas abnormal :
Tarchipneu: napas cepat (>20x/menit)
Bradipne: napas lambat (<12x/menit)
Cheyne Stokes: napas dalam, kemudian dangkal dan diserta apneu berulang-ulang.
Biot: Dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur
Kusmoul: Pernapasan lambat dan dalam
Hyperpneu: Napas dalam, dengan kecepatan normal
Apneu: Inspirasi megap-megap, ekspirasi sangat pendek.
Palpasi
1. Atur posisi klien duduk atau berbaring
2. Posisi pemeriksa di depan klien, letakkan kedua tangan ke dada, sehingga ke dua ibu jari
berada diatas procecus xypoideus dan jari lain direnggangkan ke arah lateral dada, klien
diminta napas dalam, catat : gerak napas simetris atau tidak dan amanti pergerakan kedua
tangan menandakan ekskursi dada (Normal: ekskursi dada 3-5 cm).
3. Posisi pemeriksan di belakang klien, letakkan ke dua tangan pada punggung di bawah
scapula, tentukan: kesimetrisan gerak dada, perhatikan ekskursi dada ke samping dan
bandingkan pergerakan kedua sisi dada.
4. Palpasi Tactile Fremitus dengan meletakkan tangan mulai dari apeks paru sampai ke
bawah dengan pola sistematis, minta klien untuk mengucapkan sembilan-sembilan,
tentukan getaran suara dan bedakan kanan dan kiri.
5. Lakukan palpasi Tactile Fremitus pada anterior dan posterior dada
9
Perkusi
1. Atur posisi klien terlentang / setengah duduk
2. Gunakan tehnik perkusi untuk dada anterior mulai dari atas klavikula ke bawah pada ruang
interkosta (ICS/Intercosta Space) dengan jarak 4-5 cm mengikuti pola sistematik, dan
bandingkan hasil perkusi sisi kanan dan kiri
3. Untuk dada posterior posisikan klien duduk atau berdiri, lakukukan perkusi mulai dari
apeks sampai ke bawah dan bandingkan hasil perkusi sisi kanan dan kiri.
4. Minta klien tarik nafas panjang kemudian menahannya untuk menentukan pergerakan
diafragma.
5. Lakukan perkusi sepanjang garus skapula sampai ke bawah hingga bunya resonan berubah
menjadi redup
6. Tandai yang memiliki bunyi redup dengan spidol (Tanda I)
7. Minta klien untuk menghembuskan nafas secara maksimal kemudian menahannya.
8. Lanjutkan perkusi dari tanda I ke atas hingga bunyi redup berubah menjadi resonan,
biasanya bunyi redup ke-2 di atas tanda I. Tanda area yang memiliki bunyi redup kedua
(tanda II)
9. Ukur jarak antara tanda I dan II (Jarak normal: Pria 5-6 cm, wanita 3-5 cm)
Auskultasi
1. Gunakan diafragma stetoskop untuk klien dewasa dan bell untuk anak-anak
2. Letakkan stetoskop dengan tegas di area interkosta
3. Minta klien bernafas secara spontan dan dalam dengan mulut sedikit tertutup
4. Mulai auskultasi dengan urutan sistematis
5. Dengarkan inspirasi dan ekspirasi pada setiap titik auskultasi
6. Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis pada trachea, bronkus dan paru, catat :
suara napas dan adanya suara tambahan.
Suara nafas normal:
Tracheobrobkhial yaitu suara di daerah trachea, seperti meniup besi, inpirasi lebih
keras dan pendek dari ekspirasi.
Bronkhovesikuler yaitu suara di daerah bronchus (costa 3-4 di atas sternum), inpirasi
seperti vesikuler, ekspirasi seperti tracheobronkhial.
Vesikuler yaitu suara di daerah paru, nada rendah inspirasi dan ekspirasi tidak terputus.
Suara nafas tambahan
Ronchi yaitu suara tambahan pada bronchus akibat timbunan lender atau secret pada
bronchus.
Rales yaitu berasal dari bronchus, alveoli, kavitas paru yang berisi cairan (seperti
gesekan rambut / meniup dalam air)
Mengi (wheezing) yaitu suara dengan nada tinggi, bunyi kontinyu panjang karena
penyempitan bronchus dan alveoli.
Pemeriksaan Jantung
Inpeksi dan palpasi
1. Atur posisi klien terlentang dengan pemeriksa di sebelah kanan klien
2. Identifikasi tanda pada dada dengan mempalpasi sudut sternal yang teraba menyerupai
tonjolan datar memanjang pada sternum (Angle of Louis).
3. Gerakkan jari pemeriksa ke bawah di kedua sisi sudut untuk menentukan kosta kedua.
4. Palpasi ruang interkosta ke-2 kanan untuk menentukan area aorta dan ruang interkosta ke-
10
Auskultasi
1. Anjurkan klien bernapas secara normal, kemudian minta klien untuk menahan napas saat
ekspirasi.
2. Auskultasi pada keempat area anatomi: aorta, pulmonal, trikuspid, dan apikal (mitral).
3. Jauhkan sumber/kurangi kebisingan ruangan.
4. Jaga klien dalam posisi terlentang dengan kepala ditinggikan 15-45 °.
5. Gunakan stetoskop pada kedua sisi diafragma dan bel untuk mendengarkan semua area.
6. Di setiap area, bedakan suara S1 dan S2 (normal: suara S1 lebih keras terdengan pada area
apical dan suara S2 lebih keras terdengar pada ICS 2)
7. Dengarkan suara di setiap area: bunyi jantung pertama (S1), diikuti oleh sistol, kemudian
bunyi jantung kedua (S2), diikuti diastole. Diantara sistol dan diastole normalnya terdapat
silent interval.
8. Kemudian, periksa kembali jantung saat klien dalam posisi duduk tegak.
9. Kaji frekuensi jantung, yaitu setelah bunyi S1 dan S2 terdengar jelas seperti "lub dup”,
hitung setiap kombinasi S1 dan S2 sebagai satu denyut jantung dan hitung selama 1 menit.
11